Madaniyah
{الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ
هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ
إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
(4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)}
.
"Alif lam mim. Kitab
(al-Qur`an) ini tidak ada
keraguan pada-nya; petunjuk
(hidayah) bagi mereka
yang bertakwa,
(yaitu) mereka yang beriman kepada
yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan me-nafkahkan sebagian rizki yang
Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab
(al-Qur`an) yang telah diturunkan kepadamu dan
kitab-kitab yang telah diturunkan se-belummu, serta mereka yakin akan
adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang
tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung."
(Al-Baqarah: 1-5).
Telah berlalu pembahasan tentang makna basmalah.
#
{1} وأما الحروف المقطَّعة في أوائل السورة ؛
فالأسلم فيها السكوت عن التعرُّض لمعناها من غير مستند شرعي، مع الجزم بأن
الله تعالى لم ينزلها عبثاً، بل لحكمة لا نعلمها.
(1) Huruf-huruf yang terpenggal-penggal di setiap
awal surat, lebih baik membiarkannya dan tidak mencoba-coba mencari
makna-maknanya tanpa ada sandaran yang syar'i, dan diiringi dengan
keyakinan yang kuat bahwasanya Allah تعالى tidak menurunkannya dengan
sia-sia, akan tetapi menyimpan hikmah yang tidak kita ke-tahui.
#
{2} وقوله:
{ذلك الكتاب}؛ أي:
هذا الكتاب العظيم، الذي هو الكتاب على الحقيقة، المشتمل على ما لم تشتمل
عليه كتب المتقدمين والمتأخرين من العلم العظيم والحقِّ المبين؛
{لا ريب فيه} فلا ريب فيه ولا شكَّ بوجه من
الوجوه، ونفي الرَّيب عنه يستلزم ضده إذ ضد الريب والشك اليقين، فهذا
الكتاب مشتمل على علم اليقين المزيل للشك والريب. وهذه قاعدة مفيدة أن
النفي المقصود به المدح لا بد أن يكون متضمناً لضده وهو الكمال؛ لأن النفي
عدم، والعدم المحض لا مدح فيه، فلما اشتمل على اليقين وكانت الهداية لا
تحصل إلا باليقين؛ قال:
{هدىً للمتقين}، والهدى ما تحصل به الهداية
من الضلالة والشُّبَه، وما به الهداية إلى سلوك الطرق النافعة.
وقال:
{هدى} وحذف المعمولَ،
فلم يقل:
هدى للمصلحة الفلانية ولا للشيء الفلاني؛ لإرادة العموم وأنه هدى لجميع
مصالح الدارين، فهو مرشدٌ للعباد في المسائل الأصولية والفروعية، ومبين
للحق من الباطل والصحيح من الضعيف، ومبين لهم كيف يسلكون الطرق النافعة لهم
في دنياهم وأخراهم. وقال في موضع آخر:
{هدى للناس} فعمَّم،
وفي هذا الموضع وغيره:
{هدى للمتقين} لأنه في نفسه هدى لجميع الناس
، فالأشقياء لم يرفعوا به رأساً ولم يقبلوا هدى الله، فقامت عليهم به
الحجة، ولم ينتفعوا به لشقائهم.
وأما المتقون الذين أتوا بالسبب الأكبر لحصول الهداية وهو التقوى التي
حقيقتها:
اتخاذ ما يقي سخط الله وعذابه بامتثال أوامره، واجتناب النواهي، فاهتدوا
به، وانتفعوا غاية الانتفاع، قال تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقاناً}
فالمتقون هم المنتفعون بالآيات القرآنية والآيات الكونية.
ولأن الهداية نوعان:
هداية البيان، وهداية التوفيق، فالمتقون حصلت لهم الهدايتان وغيرهم لم تحصل
لهم هداية التوفيق، وهداية البيان بدون توفيق للعمل بها ليست هداية حقيقية
تامة.
(2) FirmanNya, ﴾ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ
﴿ "Kitab itu," yakni kitab suci yang agung ini dalam arti hakiki, yang
mengandung hal-hal yang tidak dikandung oleh kitab-kitab terdahulu
maupun sekarang berupa ilmu yang agung dan kebenaran yang nyata, ﴾
لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ
﴿ "tidak ada keraguan padanya," dan juga tidak ada kebimbangan padanya
dalam bentuk apa pun. Meniadakan keraguan dari kitab ini mengharuskan
apa yang bertentangan dengannya, di mana hal yang bertentangan dengan
hal itu adalah keyakinan, maka kitab ini mengandung ilmu keyakinan yang
menghapus segala bentuk keraguan dan kebim-bangan. Ini merupakan suatu
kaidah yang menunjukkan bahwa peni-adaan di sini maksudnya adalah pujian
yang harus melingkupi hal yang bertentangan dengannya yaitu
kesempurnaan, karena penia-daan adalah suatu yang tidak ada, sedangkan
hal yang tiada secara murni itu tidak ada pujian padanya. Dan karena
Kitab suci ini me-ngandung keyakinan sedangkan hidayah itu tidaklah akan
dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan, maka Allah berfirman,﴾
هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ
﴿ "Petunjuk (hidayah) bagi mereka yang
bertakwa." Hidayah itu ada-lah suatu yang memberikan hidayah dari
kesesatan dan kesamaran, dan
(sebaliknya) membimbing untuk menempuh jalan
yang berguna. Allah berfirman di sini, ﴾
هُدٗى
﴿ "Petunjuk" dan tidak merinci bentuk petunjuknya, Dia tidak berfirman,
"petunjuk untuk kemas-lahatan ini atau untuk kepentingan begini," karena
yang dimaksud adalah keumuman
(mencakup semua maslahat dan kebaikan), dan
bahwasanya ia adalah petunjuk untuk seluruh kemaslahatan kedua negeri,
ia adalah pembimbing bagi hamba dalam masalah-masalah ushul
(pokok) dan masalah-masalah furu'
(cabang), pemberi penje-lasan untuk kebenaran
dari kebatilan, dan yang shahih dari yang lemah, dan pemberi penjelasan
bagi mereka tata cara menempuh jalan yang berguna bagi mereka di dunia
dan akhirat mereka. Allah berfirman pada tempat yang lain, ﴾
هُدٗى لِّلنَّاسِ
﴿ "Petunjuk bagi manusia."
(Al-Baqarah: 185). Ini
juga umum mencakup semua
(untuk seluruh manusia), se-dangkan pada
pembahasan ini dan yang selainnya adalah ﴾
هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ
﴿ "petunjuk bagi mereka yang bertakwa," karena sesungguhnya dalam hal
itu sendiri telah bermakna petunjuk bagi seluruh manusia, sedangkan
orang-orang yang celaka tidak memperhatikan hal itu dan mereka tidak
menerima petunjuk Allah, maka dengan petunjuk ini, hujjah telah
ditegakkan atas mereka, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya,
dikarenakan mereka adalah orang-orang celaka. Orang-orang yang bertakwa
ialah orang-orang yang melakukan sebab yang terbesar demi memperoleh
petunjuk yaitu ketakwaan, yang mana hakikatnya adalah menjalankan
perkara yang dapat me-lindungi dari kemurkaan Allah dan azabNya dengan
cara menger-jakan perintah-perintahNya dan menjauhi
larangan-laranganNya, lalu mereka mengambil petunjuk dengan itu dan
mengambil manfaat darinya dengan sebenar-benarnya. Allah q berfirman,
﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ
فُرۡقَانٗا ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan
(petunjuk yang dapat membedakan yang haq dan yang batil)."
(Al-Anfal: 29). Maka
orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang me-ngambil manfaat dengan
ayat-ayat al-Qur`an dan ayat-ayat kauni-yah, juga karena hidayah itu ada
dua macam; hidayah penjelasan, dan hidayah taufik. Maka orang-orang yang
bertakwa mendapat-kan kedua hidayah tersebut sedangkan selain dari mereka
tidak mendapatkan hidayah taufik, karena hidayah penjelasan tanpa mendapat
hidayah taufik untuk mengamalkannya bukan merupa-kan hidayah secara hakiki
dan sempurna.
Kemudian Allah menggambarkan ciri orang-orang yang ber-takwa tersebut,
yaitu memiliki keyakinan-keyakinan dan amalan-amalan batin serta
amalan-amalan lahir, karena ketakwaan memang mencakup semua itu seraya
berfirman,
#
{3}
{الذين يؤمنون بالغيب} حقيقة الإيمان هو
التصديق التام بما أخبرت به الرسل، المتضمن لانقياد الجوارح، وليس الشأن في
الإيمان بالأشياء المشاهدة بالحسِّ، فإنه لا يتميز بها المسلم من الكافر،
إنما الشأنُ في الإيمان بالغيب الذي لم نره ولم نشاهده، وإنما نؤمن به لخبر
الله وخبر رسوله. فهذا الإيمان الذي يميز به المسلم من الكافر؛ لأنه تصديق
مجرد لله ورسله، فالمؤمن يؤمن بكل ما أخبر الله به، أو أخبر به رسوله سواء
شاهده أو لم يشاهده، وسواء فهمه وعقله، أو لم يهتدِ إليه عقله وفهمه، بخلاف
الزنادقة المكذبين بالأمور الغيبية لأن عقولهم القاصرة المقصرة لم تهتدِ
إليها فكذبوا بما لم يحيطوا بعلمه؛ ففسدت عقولهم، ومرجت أحلامهم؛ وزكت عقول
المؤمنين المصدقين المهتدين بهدى الله. ويدخل في الإيمان بالغيب الإيمان
بجميع ما أخبر الله به من الغيوب الماضية والمستقبلة وأحوال الآخرة وحقائق
أوصاف الله وكيفيتها وما أخبرت به الرسل من ذلك، فيؤمنون بصفات الله
ووجودها، ويتيقنونها وإن لم يفهموا كيفيتها.
ثم قال:
{ويقيمون الصلاة} لم يقل: يفعلون الصلاة؛ أو
يأتون بالصلاة لأنه لا يكفي فيها مجرد الإتيان بصورتها الظاهرة، فإقامة
الصلاة، إقامتها ظاهراً، بإتمام أركانها وواجباتها وشروطها، وإقامتها
باطناً ، بإقامة روحها وهو حضور القلب فيها وتدبر ما يقول ويفعله
منها، فهذه الصلاة هي التي قال الله فيها:
{إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر}
وهي التي يترتب عليها الثواب، فلا ثواب للعبد من صلاته إلا ما عقل منها،
ويدخل في الصلاة فرائضها ونوافلها. ثم قال:
{ومما رزقناهم ينفقون} يدخل فيه النفقات
الواجبة؛ كالزكاة، والنفقة على الزوجات والأقارب والمماليك ونحو ذلك،
والنفقات المستحبة بجميع طرق الخير، ولم يذكر المنفَق عليه لكثرة أسبابه
وتنوع أهله، ولأن النفقة من حيث هي قربة إلى الله، وأتى
«بِمِن» الدالة على التبعيض؛ لينبههم أنه لم يرد
منهم إلا جزءاً يسيراً من أموالهم غير ضار لهم، ولا مثقل بل ينتفعون هم
بإنفاقه، وينتفع به إخوانهم، وفي قوله:
{رزقناهم} إشارة إلى أن هذه الأموال التي بين
أيديكم ليست حاصلة بقوتكم وملككم، وإنما هي رزق الله الذي خوّلكم وأنعم به
عليكم، فكما أنعم عليكم وفضلكم على كثير من عباده فاشكروه بإخراج بعض ما
أنعم به عليكم، وواسوا إخوانكم المعدمين. وكثيراً ما يجمع تعالى بين الصلاة
والزكاة في القرآن؛ لأن الصلاة متضمنة للإخلاص للمعبود، والزكاة والنفقة
متضمنة للإحسان على عبيده؛ فعنوان سعادة العبد إخلاصه للمعبود وسعيه في نفع
الخلق، كما أن عنوان شقاوة العبد عدم هذين الأمرين منه فلا إخلاص ولا
إحسان.
(3) ﴾ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ
﴿ "Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib." Hakikat keimanan
adalah pembenaran yang total terhadap apa pun yang dikabarkan oleh para
Rasul, yang meliputi ketundukan ang-gota tubuh. Perkara keimanan itu
tidak hanya kepada hal-hal yang dapat diperoleh oleh panca indera
semata, karena hal ini tidaklah mampu membedakan antara seorang Muslim
dengan seorang kafir, namun perkara yang dianggap dalam keimanan kepada
yang ghaib adalah yang tidak kita lihat dan tidak kita saksikan, namun
kita hanya mengimaninya saja karena ada kabar dari Allah dan kabar dari
RasulNya ﷺ. Inilah keimanan yang mampu membedakan antara seorang Muslim
dengan seorang kafir, karena itulah pembenaran yang utuh terhadap Allah
dan Rasul-rasulNya. Maka seorang yang beriman adalah yang mengimani
segala sesuatu yang dikabarkan oleh Allah atau yang dikabarkan oleh
RasulNya, baik yang dia saksikan atau-pun tidak, baik dia mampu memahami
dan masuk dalam akalnya, ataupun akal dan pemahamannya tidak mampu
mencernanya. Berbeda dengan orang-orang atheis yang mendustakan[2]
perkara-perkara ghaib, karena akal-akal mereka yang terbatas lagi lalai
tidak sampai kepadanya, akhirnya mereka mendustakan apa yang tidak mampu
dipahami oleh ilmu mereka, yang pada akhirnya rusaklah akal-akal mereka,
sia-sialah harapan mereka, dan
(sebaliknya) ber-sihlah akal kaum Mukminin yang
membenarkan lagi mengambil hidayah dengan petunjuk Allah. Dan termasuk
dalam keimanan kepada yang ghaib adalah keimanan kepada seluruh kabar
yang diberitakan oleh Allah dari hal-hal ghaib yang terdahulu maupun
yang akan datang, kondisi-kondisi Hari Akhirat, hakikat sifat-sifat
Allah dan bentuk-bentuk-nya, dan kabar yang diberikan oleh RasulNya
tentang semua itu; di mana mereka beriman kepada sifat-sifat Allah dan
keberadaannya, dan mereka meyakininya walaupun mereka tidak mampu
mema-hami cara dan bentuknya. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ
﴿ "Yang mendirikan shalat." Dia tidak berfirman, yang mengerjakan
shalat, atau menjalankan shalat, karena sesungguhnya tidaklah cukup
hanya sekedar men-jalankan dengan bentuknya yang lahir saja, karena
mendirikan shalat yang dimaksud adalah mendirikan shalat secara lahir
dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan
syarat-syaratnya, dan juga mendirikannya secara batin dengan mendirikan
ruhnya yaitu dengan menghadirkan hati padanya, merenungi apa yang dibaca
dan mengamalkannya. Maka shalat inilah yang dise-butkan dalam Firman
Allah تعالى, ﴾
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ
﴿ "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar."
(Al-Ankabut: 45). Yaitu
shalat yang memperoleh ganjaran. Maka tidak ada ganjaran bagi seorang
hamba dari shalatnya kecuali apa yang dia pahami darinya, dan termasuk
dalam shalat di sini adalah yang wajib maupun yang sunnah. Kemudian
Allah berfirman, ﴾
وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ
﴿ "Dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka."
Termasuk di dalamnya nafkah-nafkah yang wajib, seperti zakat, nafkah
atas istri, keluarga dan para budak dan sebagainya, dan nafkah-nafkah
yang dicintai dengan segala jalan kebaikan. Dan tidak disebutkan-nya
hal-hal yang diinfakkan karena banyaknya sebab-sebabnya dan
bermacam-macam penerimanya, dan karena nafkah itu pada dasarnya adalah
sebuah ibadah kepada Allah. Dia juga disebutkan dengan kata "dari" yang
menunjukkan makna sebagian, demi untuk mengingatkan mereka bahwasanya
Allah tidak menghendaki dari mereka kecuali sebagian kecil saja dari
harta-harta mereka yang tidak akan memudaratkan mereka dan tidak akan
pula memberat-kan mereka, bahkan mereka akan mengambil manfaat dari
infak mereka tersebut, dan saudara-saudara mereka juga akan dapat
mengambil manfaat darinya. Dan dalam Firman Allah, ﴾
رَزَقۡنَٰهُمۡ ﴿ "Rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka," terkandung
sebuah isyarat bahwa harta yang ada di hadapanmu ini tidaklah diperoleh
dari kekuatan dan kepemilikanmu, akan tetapi itu semua adalah rizki Allah
yang dianugerahkan kepada kalian dan diberikanNya nikmat itu atas kalian.
Maka karena nikmat yang diberikan oleh Allah atas kalian dan kemurahanNya
terhadap kalian dibanding banyak hamba-hambaNya yang lain, maka
bersyukurlah kepada-Nya dengan mengeluarkan sebagian nikmat yang diberikan
atas kalian tersebut, dan hiburlah saudara-saudara kalian yang tidak
memilikinya. Dan sangatlah banyak sekali Allah menyatukan
(menyanding-kan) shalat dengan zakat dalam
al-Qur`an, karena shalat itu mengan-dung keikhlasan hanya kepada Dzat yang
disembah, sedangkan zakat dan nafkah mengandung berbuat baik kepada sesama
hamba-hambaNya. Maka tanda dari kebahagiaan seorang hamba adalah
keikhlasannya kepada Dzat yang disembah dan usahanya dalam memberikan
manfaat kepada manusia, sebagaimana tanda keseng-saraan seorang hamba
adalah tidak adanya kedua perkara tersebut pada dirinya, tidak ada
keikhlasan dan tidak pula perbuatan baik kepada sesama.
#
{4} ثم قال:
{والذين يؤمنون بما أنزل إليك}
وهو: القرآن والسنة، قال تعالى:
{وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة}
فالمتقون يؤمنون بجميع ما جاء به الرسول ولا يفرقون بين بعض ما أنزل إليه،
فيؤمنون ببعضه، ولا يؤمنون ببعضه، إما بجحده، أو تأويله على غير مراد الله
ورسوله، كما يفعل ذلك من يفعله من المبتدعة الذين يؤولون النصوص الدالة على
خلاف قولهم بما حاصله عدم التصديق بمعناها وإن صدقوا بلفظها، فلم يؤمنوا
بها إيماناً حقيقيًّا. وقوله:
{وما أنزل من قبلك} يشمل الإيمان بجميع الكتب
السابقة، ويتضمن الإيمانُ بالكتب الإيمان بالرسل وبما اشتملت عليه خصوصاً
التوراة والإنجيل والزبور، وهذه خاصية المؤمنين يؤمنون بالكتب السماوية
كلها وبجميع الرسل فلا يفرقون بين أحد منهم.
ثم قال:
{وبالآخرة هم يوقنون} والآخرة: اسم لما يكون
بعد الموت، وخصه بالذكر بعد العموم؛ لأن الإيمان باليوم الآخر أحد أركان
الإيمان؛ ولأنه أعظم باعث على الرغبة والرهبة والعمل،
واليقين هو:
العلم التام، الذي ليس فيه أدنى شك، الموجب للعمل.
(4) Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَٱلَّذِينَ
يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ
﴿ "Dan me-reka yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu"
yaitu al-Qur`an dan as-Sunnah. Allah q berfirman, ﴾
وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ
﴿ "Dan Allah telah menurunkan al-Kitab
(al-Qur`an) dan al-Hikmah
(as-Sunnah) kepadamu."
(An-Nisa`: 113), Maka
orang-orang yang bertakwa itu beriman kepada seluruh perkara yang datang
dari Rasul, dan mereka tidak membeda-be-dakan antara sebagian dengan
lainnya dari apa yang diturunkan kepadanya, di mana dia beriman dengan
sebagiannya, dan tidak beriman dengan sebagiannya, baik dengan cara
mengingkarinya atau dengan mentakwilkannya dari maksud yang dikehendaki
oleh Allah dan RasulNya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang
melakukan bid'ah yang mentakwilkan nash-nash yang bertentangan dengan
pendapat mereka, yang pada implikasinya tidak mempercayai makna-maknanya
walaupun mereka memper-cayai kata-katanya, sehingga
(hakikatnya) mereka tidak beriman kepadanya
secara hakiki. Dan FirmanNya, ﴾
وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ
﴿ "Dan apa yang telah diturunkan se-belummu," meliputi keimanan kepada
seluruh kitab-kitab terdahulu, dan keimanan kepada kitab-kitab mencakup
keimanan kepada Ra-sul-rasul dan kepada hal-hal yang meliputinya,
khususnya Taurat, Injil, dan Zabur. Dan ini adalah keistimewaan kaum
Mukminin yang beriman kepada kitab-kitab langit seluruhnya, dan kepada
seluruh Rasul-rasul, dan mereka tidak membeda-bedakan salah satu di
antara mereka. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ ﴿ "Serta mereka yakin akan adanya
akhirat." Akhirat adalah sebuah nama bagi kehidupan yang ada setelah
kematian, dan disebutkannya secara khusus sete-lah kata yang umum, adalah
karena keimanan kepada Hari Akhirat termasuk salah satu dari rukun iman,
dan karena merupakan pen-dorong yang paling besar dalam hal harapan,
kekhawatiran dan beramal. Sedangkan keyakinan adalah ilmu yang sempurna
yang padanya tidak ada keraguan sedikit pun, yang membuahkan per-buatan.
#
{5}
{أولئك}؛ أي:
الموصوفون بتلك الصفات الحميدة
{على هدى من ربهم}؛
أي:
على هدى عظيم؛ لأن التنكير للتعظيم، وأيُّ هداية أعظم من تلك الصفات
المذكورة المتضمنة للعقيدة الصحيحة والأعمال المستقيمة؟! وهل الهداية في
الحقيقة إلا هدايتهم وما سواها مما خالفها فهي ضلالة؟! وأتى بعلى في هذا
الموضع الدالة على الاستعلاء،
وفي الضلالة يأتي بفي كما في قوله:
{وإنا أو إياكم لعلى هدى أو في ضلال مبين}؛
لأن صاحب الهدى مستعلٍ بالهدى مرتفع به، وصاحب الضلال منغمس فيه
محتقر. ثم قال:
{وأولئك هم المفلحون} والفلاح هو الفوز
بالمطلوب والنجاة من المرهوب، حصر الفلاح فيهم؛ لأنه لا سبيل إلى الفلاح
إلا بسلوك سبيلهم، وما عدا تلك السبيل فهي سبل الشقاء والهلاك والخسار التي
تفضي بسالكها إلى الهلاك؛
فلهذا لما ذكر صفات المؤمنين حقًّا ذكر صفات الكفار المظهرين لكفرهم
المعاندين للرسول فقال:
(5) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ
﴿ "Mereka itulah," yaitu yang bersifat dengan sifat-sifat terpuji
tersebut ﴾
عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ
﴿ "yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka," yakni yang tetap di
atas petunjuk yang besar; karena pemakaian kata yang tidak terbatas
(nakirah) adalah untuk ung-kapan mengagungkan.
Dan hidayah apalagi yang lebih agung dari sifat-sifat yang telah
disebutkan yang mengandung keyakinan yang benar dan perbuatan-perbuatan
yang lurus? Pada hakikatnya hidayah itu hanya seperti hidayah yang ada
pada mereka tersebut, sedangkan apa-apa yang bertentangan dengan itu
adalah kesesatan. Dan dipakai kata عَلَى
(di atas) dalam posisi kalimat di sini
menun-jukkan pada ketinggian, adapun dalam posisi kata kesesatan
me-makai kata فِيْ (di dalam) sebagaimana dalam
FirmanNya, ﴾
وَإِنَّآ أَوۡ إِيَّاكُمۡ لَعَلَىٰ هُدًى أَوۡ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ 24
﴿ "Dan sesungguhnya kami atau kamu
(orang-orang musyrik) pasti berada di atas
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata."
(Saba`: 24). Hal itu karena ahli hidayah adalah
tinggi dengan hidayah tersebut adapun ahli kesesatan yang tenggelam di
dalamnya adalah terhina. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ﴿ "Dan merekalah orang-orang yang
beruntung." Keberuntungan adalah memperoleh hal yang diinginkan dan
selamat dari hal yang dikhawatirkan. Pembatasan keberuntungan hanya pada
mereka, karena tidak ada jalan menuju kepada keberuntungan kecuali dengan
menempuh jalan mereka tadi, dan jalan-jalan selain jalan tersebut, maka
itu semua adalah jalan kesengsaraan, kehancuran, dan kerugian yang akan
menjerumuskan penempuhnya kepada kebinasaan. Oleh karena itu, ketika Allah
menyebutkan sifat-sifat kaum Mukminin yang hakiki, Dia menyebutkan pula
sifat-sifat kaum kafir yang menampakkan kekufuran mereka yang durhaka
kepada Rasul seraya berfirman,
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ
لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6) خَتَمَ
اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ
غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (7)}
.
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan
beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pen-dengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat."
(Al-Baqarah: 6-7).
#
{6} يخبر تعالى
{إن الذين كفروا}،
أي:
اتصفوا بالكفر وانصبغوا به، وصار وصفاً لهم لازماً لا يردعهم عنه رادع، ولا
ينجع فيهم وعظ أنهم مستمرون على كفرهم، فسواء عليهم
{أأنذرتهم أم لم تنذرهم لا يؤمنون}. وحقيقة
الكفر هو الجحود لما جاء به الرسول أو جحد بعضه، فهؤلاء الكفار لا تفيدهم
الدعوة إلا إقامة الحجة عليهم، وكأن في هذا قطعاً لطمع الرسول - صلى الله
عليه وسلم - في إيمانهم وأنك لا تأس عليهم، ولا تذهب نفسك عليهم حسرات.
(6) Allah تعالى mengabarkan, ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ
﴿ "Sesungguhnya orang-orang kafir," yakni mereka yang bersifat dengan
kekufuran dan terwarnai dengannya, lalu menjadi sifat yang lazim bagi
mereka, di mana tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka
darinya; nasihat tidak berguna pada mereka dan mereka selalu tetap dalam
kekufuran mereka, maka sama saja bagi mereka, ﴾
ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ﴿ "kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman."
Hakikat kekufuran adalah mengingkari sesuatu yang datang dari Rasul atau
mengingkari sebagiannya. Tidak akan ada man-faatnya dakwah bagi
orang-orang kafir itu, kecuali hanya sebatas menegakkan hujjah atas
mereka, seolah-olah dalam hal ini hanya pemutus bagi keinginan kuat
Rasulullah dalam mewujudkan keimanan mereka, dan bahwasanya kamu jangan
bersedih hati untuk mereka, dan bahwasanya dirimu tidak boleh berputus asa
terhadap mereka.
Kemudian Allah q menyebutkan beberapa penghalang yang menghalangi mereka
dari keimanan, seraya berfirman,
#
{7}
{ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم}؛
أي:
طبع عليها بطابع لا يدخلها الإيمان ولا ينفذ فيها؛ فلا يعون ما ينفعهم ولا
يسمعون ما يفيدهم {وعلى أبصارهم غشاوة}؛
أي:
غشاءً وغطاءً وأكنَّة تمنعها عن النظر الذي ينفعهم، وهذه طرق العلم والخير
قد سدت عليهم، فلا مطمع فيهم ولا خير يرجى عندهم، وإنما منعوا ذلك وسدت
عنهم أبواب الإيمان بسبب كفرهم وجحودهم ومعاندتهم بعد ما تبين لهم
الحق، كما قال تعالى:
{ونقلب أفئدتهم وأبصارهم كما لم يؤمنوا به أول مرة}
وهذا عقاب عاجل، ثم ذكر العقاب الآجل فقال:
{ولهم عذابٌ عظيم} وهو عذاب النار، وسخط
الجبار المستمر الدائم.
(7) ﴾ خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَعَلَىٰ
سَمۡعِهِمۡۖ
﴿ "Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka," yakni
menutupnya dengan penutup yang tidak dapat dimasuki oleh keimanan dan
tidak bisa ditembus, sehingga mereka tidak memahami apa yang berguna
bagi mereka dan apa-apa yang mereka dengarkan tidak bermanfaat untuk
mereka ﴾
وَعَلَىٰٓ أَبۡصَٰرِهِمۡ غِشَٰوَةٞۖ
﴿ "dan penglihatan mereka ditutup," yakni pelapis, penutup, dan
penghalang yang menghalangi mereka dari melihat yang ber-guna bagi
mereka, dan jalan-jalan ilmu dan kebaikan telah ditutup bagi mereka,
tidak ada keinginan pada mereka dan tidak ada kebaikan yang diharapkan
pada mereka. Mereka telah dihalangi dan ditutup bagi mereka pintu-pintu
keimanan, disebabkan oleh kekufuran dan pengingkaran mereka serta keras
kepala mereka setelah jelas bagi mereka kebenaran itu, sebagaimana Allah
ber-firman, ﴾
وَنُقَلِّبُ أَفۡـِٔدَتَهُمۡ وَأَبۡصَٰرَهُمۡ كَمَا لَمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهِۦٓ
أَوَّلَ مَرَّةٖ
﴿ "Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti me-reka
belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya."
(Al-An'am: 110). Dan ini
hanyalah hukuman yang sekarang, kemudian Allah menyebutkan hukuman yang
akan datang seraya berfirman, ﴾
وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ﴿ "Dan bagi mereka siksa yang amat pedih" yakni
azab api neraka, kemurkaan yang Mahaperkasa yang terus menerus dan
selamanya.
Kemudian Allah berfirman tentang sifat orang-orang muna-fik yang
menampakkan keislaman mereka, padahal batin mereka kafir,
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
(8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا
وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
(9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ
مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
(10)}
.
"Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian,' padahal mereka itu sesung-guhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanya me-nipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati
mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakitnya; dan bagi me-reka
siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta."
(Al-Baqarah: 8-10).
#
{8 ـ 9} واعلم أن النفاق هو إظهار الخير
وإبطان الشر، ويدخل في هذا التعريف النفاق الاعتقادي والنفاق العملي؛
فالنفاق العملي؛ كالذي ذكر النبي - صلى الله عليه وسلم -
في قوله:
«آية المنافق ثلاث: إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا ائتمن خان»؛ وفي رواية «وإذا خاصم فجر». وأما النفاق
الاعتقادي المخرج عن دائرة الإسلام؛ فهو الذي وصف الله به المنافقين في هذه
السورة وغيرها، ولم يكن النفاق موجوداً قبل هجرة النبي - صلى الله عليه
وسلم - من مكة إلى المدينة ولا بعد الهجرة، حتى كانت وقعة بدر وأظهر الله
المؤمنين وأعزهم؛ فذل من في المدينة ممن لم يسلم، فأظهر الإسلامَ بعضُهم
خوفاً ومخادعة؛ ولتحقن دماؤهم وتسلم أموالهم، فكانوا بين أظهر المسلمين في
الظاهر أنهم منهم، وفي الحقيقة ليسوا منهم. فمن لطف الله بالمؤمنين أن جَلا
أحوالهم، ووصفهم بأوصاف يتميزون بها لئلا يغتر بهم المؤمنون، ولينقمعوا
أيضاً عن كثير من فجورهم، قال تعالى:
{يحذر المنافقون أن تنزل عليهم سورة تنبئهم بما في قلوبهم}؛ فوصفهم الله بأصل النفاق فقال:
{وَمِنَ النَّاسِ مَن يقُولُ آمنَّا باللَّهِ وبِاليومِ الآخِرِ وَمَا
هُم بمؤمنين}؛
فإنهم يقولون بألسنتهم ما ليس في قلوبهم فأكذبهم الله بقوله:
{وما هُم بمؤمنين}؛ لأن الإيمان الحقيقي ما
تواطأ عليه القلب واللسان، وإنما هذا مخادعة لله ولعباده المؤمنين،
والمخادعة:
أن يظهر المخادع لمن يخادعه شيئاً، ويبطن خلافه لكي يتمكن من مقصوده ممن
يخادع، فهؤلاء المنافقون سلكوا مع الله وعباده هذا المسلك؛ فعاد خداعهم على
أنفسهم، وهذا من العجائب ؛ لأن المخادع إما أن ينتج خداعه ويحصل له مقصوده
أو يسلم لا له ولا عليه، وهؤلاء عاد خداعهم على أنفسهم ، فكأنهم يعملون ما
يعملون من المكر لإهلاك أنفسهم وإضرارها وكيدها؛ لأن الله لا يتضرر بخداعهم
شيئاً، وعباده المؤمنين لا يضرهم كيدهم شيئاً، فلا يضر المؤمنين أن أظهر
المنافقون الإيمان؛ فسلمت بذلك أموالهم، وحقنت دماؤهم، وصار كيدهم في
نحورهم، وحصل لهم بذلك الخزي والفضيحة في الدنيا، والحزن المستمر بسبب ما
يحصل للمؤمنين من القوة والنصرة، ثم في الآخرة لهم العذاب الأليم الموجع
المفجع بسبب كذبهم وكفرهم وفجورهم، والحال أنهم من جهلهم وحماقتهم لا
يشعرون بذلك.
(8-9) Ketahuilah bahwasanya kemunafikan itu adalah
me-nampakkan kebaikan dan menyembunyikan kejahatan, termasuk dalam
definisi ini kemunafikan i'tiqad dan kemunafikan amaliah. Kemunafikan
amaliah adalah seperti yang disebutkan oleh Nabi ﷺ dalam sabda
beliau,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ.
وَفِيْ رِوَايَةٍ:
وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ. "Tanda-
tanda orang munafik itu ada tiga:
Apabila berbicara dia berdusta, bila berjanji dia mengingkarinya, dan bila
diberikan amanat dia berkhianat." Dan dalam riwayat lain, "Dan bila
berperkara dia berlaku curang."
[3] Adapun
kemunafikan i'tiqadiyah yang mengeluarkan sese-orang dari Islam yaitu yang
Allah تعالى sebutkan sebagai sifat-sifat kaum munafikin dalam surat ini
dan surat lainnya. Kemunafikan ini belumlah muncul sebelum hijrahnya Nabi
ﷺ dari Makkah me-nuju Madinah bahkan juga setelah hijrah hingga setelah
kejadian perang Badar, dan Allah memberikan kemenangan kepada kaum
Muslimin dan memuliakan mereka, dan menghinakan orang-orang yang ada di
Madinah dari mereka yang belum masuk Islam, lalu sebagian mereka
menampakkan keislaman mereka karena takut dan sebagai tipu daya, dan untuk
menjaga darah dan harta mereka, di mana mereka-mereka ini bersama kaum
Muslimin secara lahi-riyah, mereka menampakkan bahwa mereka adalah bagian
kaum Muslimin, padahal pada hakikatnya mereka bukanlah dari kaum Muslimin.
Maka sebagai tindakan kelembutan Allah bagi kaum Muk-minin adalah bahwa
Allah memperlihatkan kondisi-kondisi mereka, dan menggambarkan mereka
dengan sifat-sifat yang membedakan jati diri mereka, agar kaum Mukminin
tidak terpedaya oleh mereka, dan mampu mengendalikan kejahatan-kejahatan
mereka. Allah تعالى berfirman, ﴾ يَحۡذَرُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ أَن تُنَزَّلَ
عَلَيۡهِمۡ سُورَةٞ تُنَبِّئُهُم بِمَا فِي قُلُوبِهِمۡۚ
﴿ "Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka suatu
surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka."
(At-Taubah: 64). Lalu
Allah menyifati mereka dengan sifat dasar kemunafikan seraya berfirman,
﴾
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ
وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ
﴿ "Di antara manusia ada yang mengatakan, 'Kami beriman kepada Allah
dan Hari Kemudian,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang
yang beriman," karena mereka mengatakan dengan lisan mereka apa yang
tidak ada dalam hati mereka, lalu Allah mendustakan mereka dengan
berfirman, ﴾
وَمَا هُم بِمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Padahal mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman," karena keimanan yang hakiki itu adalah sesuatu
yang disepakati oleh hati dan lisan. Sesungguhnya hal yang tadi itu adalah
tipu daya terhadap Allah dan hamba-hambaNya yang beriman. Dan tipu daya
itu adalah bahwa si pelaku tipu daya itu menampakkan sesuatu kepada orang
yang diperdayai dan dia menyembunyikan hal yang berbeda dengannya demi
memperoleh apa yang diinginkannya dari orang yang diperdayai tersebut. Dan
inilah yang dilakukan orang-orang munafik tersebut terhadap Allah dan
hamba-hambaNya, sehingga tipu daya mereka tersebut kembali kepada diri
mereka sendiri. Ini adalah suatu perkara yang mengherankan sekali, karena
biasanya seorang pelaku tipu daya itu kondisinya bisa jadi akan memperoleh
apa yang menjadi tujuannya atau dia selamat yang mana dia tidak
mendapatkan apa-apa dan tidak rugi apa-apa juga, namun lain halnya tipu
daya orang-orang munafik ini, ia malah kembali kepada diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, seolah-olah mereka itu melakukan suatu makar untuk
menghancurkan diri mereka sendiri, membahayakan dan menipu diri mereka,
karena Allah tidaklah tersentuh oleh mudarat sedikitpun dari tipu daya
mereka, demikian juga hamba-hambaNya yang beriman, mereka tidak tersentuh
oleh mudarat sedikit pun dari tipu daya mereka. Maka tindakan kaum munafik
menampakkan keimanan mereka tidak membawa dampak bagi kaum Muslimin,
hingga selamatlah dengan hal itu harta-harta mereka, dan terjaga
darah-darah mereka, dan tipu daya mereka kembali kepada leher-leher
mereka, hingga dengan demikian mereka mendapatkan kehinaan dan cela di
dunia, serta kemalangan yang terus-menerus yang disebabkan oleh apa yang
diperoleh kaum Mukminin berupa kekuatan dan kemenangan, kemudian pada Hari
Akhir nanti mereka mendapatkan azab yang pedih lagi menyakitkan dan
menyerikan disebabkan oleh pendus-taan, kekufuran, dan kejahatan mereka,
dan keadaannya saat ini adalah bahwa mereka dengan kebodohan dan kedunguan
yang ada pada mereka, mereka tidak menyadari hal tersebut.
#
{10} وقوله:
{في قلوبهم مرض}؛
المراد بالمرض هنا:
مرض الشك، والشبهات، والنفاق،
وذلك أن القلب يعرض له مرضان يخرجانه عن صحته واعتداله:
مرض الشبهات الباطلة، ومرض الشهوات المُرْدِيَة. فالكفر والنفاق والشكوك
والبِدَع كلها من مرض الشبهات، والزِنا ومحبة الفواحش والمعاصي وفعلها من
مرض الشهوات؛ كما قال تعالى:
{فيطمع الذي في قلبه مرض}؛ وهو شهوة الزنا،
والمعافى من عوفي من هذين المرضين، فحصل له اليقين والإيمان والصبر عن كل
معصية، فرفل في أثواب العافية.
وفي قوله عن المنافقين:
{في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضاً}؛ بيان
لحكمته تعالى في تقدير المعاصي، على العاصين وأنه بسبب ذنوبهم السابقة؛
يبتليهم بالمعاصي اللاحقة الموجبة لعقوباتها،
كما قال تعالى:
{ونقلب أفئدتهم وأبصارهم كما لم يؤمنوا به أول مرة}، وقال تعالى:
{فلما زاغوا أزاغ الله قلوبهم}،
وقال تعالى:
{وأما الذين في قلوبهم مرضٌ فزادتهم رجساً إلى رجسهم}
فعقوبة المعصية المعصية بعدها، كما أن من ثواب الحسنة الحسنة بعدها؛
قال تعالى:
{ويزيد الله الذين اهتدوا هدى}.
(10) FirmanNya, ﴾ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ
﴿ "Dalam hati mereka ada penya-kit." Yang dimaksud dengan penyakit di
sini adalah penyakit kera-guan, syubhat, dan kemunafikan. Hal itu
dikarenakan hati itu dihadapkan oleh dua penyakit yang menyebabkannya
jauh dari kesehatannya dan kenormalannya, yaitu penyakit syubhat yang
batil dan penyakit syahwat yang menjerumuskan. Kekufuran, kemunafikan,
keragu-raguan, dan semua bid'ah-bid'ah itu adalah penyakit-penyakit
syubhat, sedangkan perzinaan, suka akan ke-kejian dan menyukai
kemaksiatan serta melakukannya, adalah di antara penyakit-penyakit
syahwat, sebagaimana Allah berfirman, ﴾
فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا 32
﴿ "... sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hati-nya."
(Al-Ahzab: 32). Yakni,
syahwat zina. Dan orang yang selamat adalah orang yang diselamatkan dari
kedua penyakit tersebut, hingga terwujud-lah baginya keyakinan,
keimanan, dan kesabaran dari setiap ke-maksiatan lalu dia berjalan dalam
pakaian-pakaian keselamatan. Dan FirmanNya tentang kaum munafikin,
﴾
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضٗاۖ
﴿ "Dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit-nya,"
adalah sebuah penjelasan tentang hikmah Allah تعالى terhadap penentuan
kemaksiatan atas pelaku-pelakunya dan bahwasanya hal itu disebabkan
dosa-dosa mereka yang terdahulu. Allah menguji mereka dengan kemaksiatan
yang terjadi kemudian yang mengaki-batkan hukuman, sebagaimana Allah
berfirman, ﴾
وَنُقَلِّبُ أَفۡـِٔدَتَهُمۡ وَأَبۡصَٰرَهُمۡ كَمَا لَمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهِۦٓ
أَوَّلَ مَرَّةٖ
﴿ "Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti me-reka
belum pernah beriman kepadanya pada permulaannya."
(Al-An'am: 110). Dan
Allah تعالى berfirman, ﴾
فَلَمَّا زَاغُوٓاْ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡۚ
﴿ "Maka tatkala mereka berpaling
(dari kebenaran), Allah memaling-kan hati
mereka."
(Ash-Shaffat: 5). Dan
Allah تعالى juga berfirman, ﴾
وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ
رِجۡسِهِمۡ
﴿ "Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surat itu bertambahlah kekafiran mereka."
(At-Taubah: 125). Maka
hukuman bagi kemaksiatan adalah kemaksiatan sete-lahnya, sebagaimana
juga balasan kebaikan adalah kebaikan sete-lahnya. Allah تعالى
berfirman, ﴾
وَيَزِيدُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ٱهۡتَدَوۡاْ هُدٗىۗ ﴿ "Dan Allah akan menambah
petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk."
(Maryam: 76).
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا
نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ
الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
(12)}
.
"Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu mem-buat kerusakan di
muka bumi.' Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
mengadakan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar."
(Al-Baqarah: 11-12).
#
{11} أي: إذا نُهِيَ هؤلاء المنافقون عن
الإفساد في الأرض، وهو العمل بالكفر والمعاصي،
ومنه إظهار سرائر المؤمنين لعدوهم وموالاتهم للكافرين:
{قالوا إنما نحن مصلحون}؛ فجمعوا بين العمل
بالفساد في الأرض وإظهار أنه ليس بإفساد، بل هو إصلاح قلباً للحقائق،
وجمعاً بين فعل الباطل واعتقاده حقًّا، وهؤلاء أعظم جناية ممن يعمل
بالمعاصي مع اعتقاد تحريمها ، فهذا أقرب للسلامة وأرجى لرجوعه،
ولما كان في قولهم:
{إنما نحن مصلحون}؛
حصر للإصلاح في جانبهم ـ وفي ضمنه أن المؤمنين ليسوا من أهل الإصلاح ـ
قلب الله عليهم دعواهم بقوله:
(11) Maksudnya, apabila mereka
(orang-orang munafik) di-larang berbuat kerusakan
di atas bumi yaitu melakukan kekufuran dan kemaksiatan, dan di antara
perbuatan itu adalah menyebar-luaskan rahasia-rahasia kaum Mukminin kepada
musuh-musuh mereka dan memberikan loyalitas mereka
(orang-orang munafik) itu kepada orang-orang
kafir, ﴾ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ
﴿ "mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
mengadakan perbaikan'." Sehingga mereka mengumpulkan antara merusak di
muka bumi dan sikap menampakkan bahwa itu bukanlah suatu tindakan
pengrusakan, akan tetapi hal itu adalah perbaikan, sebagai suatu
pemutarbalikan fakta dan penyatuan antara perbuatan batil dengan
keyakinan bahwa hal itu benar. Mereka itu lebih besar kejahatan-nya
daripada orang yang melakukan kemaksiatan dengan keya-kinan akan
keharamannya, maka yang terakhir ini lebih dekat kepada keselamatan dan
lebih diharapkan untuk bertaubat. Dan ketika perkataan mereka, ﴾
إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ ﴿ "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan," ini adalah suatu pembatasan terhadap perbaikan
hanya dari pihak mereka -dan termasuk di dalamnya bahwa kaum Mukminin
bukanlah dari orang-orang yang melakukan perbaikan-, maka Allah
membalikkan anggapan mereka atas mereka dengan FirmanNya,
#
{12}
{ألا إنهم هم المفسدون} فإنه لا أعظم إفساداً
ممن كفر بآيات الله، وصد عن سبيل الله، وخادع الله وأولياءه، ووالى
المحاربين لله ورسوله، وزعم مع هذا أن هذا إصلاح، فهل بعد هذا الفساد
فساد؟! ولكن لا يعلمون علماً ينفعهم وإن كانوا قد علموا بذلك علماً تقوم به
عليهم حجة الله، وإنما كان العمل [بالمعاصي] في
الأرض إفساداً؛ لأنه سبب لفساد ما على وجه الأرض من الحبوب والثمار
والأشجار والنبات لما يحصل فيها من الآفات التي سببها المعاصي، ولأن
الإصلاح في الأرض أن تُعمَر بطاعة الله والإيمان به، لهذا خلق الله الخلق
وأسكنهم [في] الأرض وأدرَّ عليهم الأرزاق؛
ليستعينوا بها على طاعته وعبادته، فإذا عُمِل فيها بضده كان سعياً فيها
بالفساد وإخراباً لها عمَّا خُلِقت له.
(12) ﴾ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ ﴿
"Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,"
karena tidak ada yang lebih besar pengrusakannya daripada orang yang
mengingkari ayat-ayat Allah, menghalangi dari jalan Allah, menipu Allah
dan para kekasihNya, dan
(justru sebaliknya) mereka mencintai orang-orang
yang memerangi Allah dan RasulNya, dan dengan itu semua dia mengklaim
bahwa hal itu adalah perbaikan, lalu apakah setelah kerusakan ini ada
kerusakan yang lebih besar lagi? Akan tetapi mereka tidak mengetahui ilmu
yang bermanfaat bagi diri mereka walaupun mereka terkadang telah
mengetahui ilmu tersebut, namun hal itu adalah tanda telah ditegakkannya
hujjah Allah atas mereka. Sesungguhnya perbuatan kemaksiatan mereka di
atas muka bumi adalah pengrusakan karena menjadi penyebab dari kerusakan
segala hal yang ada di atas muka bumi berupa biji-bijian, buah-buahan,
pepohonan, dan tumbuh-tumbuhan, di mana terjadi ke-rusakan-kerusakan yang
disebabkan oleh kemaksiatan, dan juga karena perbaikan di muka bumi adalah
dengan memakmurkan-nya dengan ketaatan kepada Allah dan beriman kepadaNya.
Oleh karena itu Allah menciptakan makhluk dan menetapkannya di bumi,
menentukan rizki bagi mereka agar mereka memanfaatkan-nya untuk taat
kepada Allah dan beribadah kepadaNya, dan bila dilakukan di atas bumi ini
hal yang bertentangan dengan itu, maka hal itu adalah usaha melakukan
kerusakan padanya dan penghan-curan baginya dari hal yang menjadi tujuan
dia diciptakan.
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ
كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ
لَا يَعْلَمُونَ (13)}
.
"Apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang
lain telah beriman.' Mereka menjawab, 'Akan berimankah kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?' Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh itu; tetapi mereka tidak tahu."
(Al-Baqarah: 13).
#
{13} أي: إذا قيل للمنافقين آمنوا كما آمن
الناس، أي: كإيمان الصحابة رضي الله عنهم وهو:
الإيمان بالقلب واللسان، قالوا بزعمهم الباطل:
أنؤمن كما آمن السفهاء؟ يعنون ـ قبحهم الله ـ الصحابة رضي الله عنهم؛
لزعمهم أن سفههم أوجب لهم الإيمان، وترك الأوطان، ومعاداة الكفار، والعقل
عندهم يقتضي ضد ذلك، فنسبوهم إلى السَفَه، وفي ضمن ذلك أنهم هم العقلاء
أرباب الحجى والنُهى؛ فرد الله ذلك عليهم وأخبر أنهم هم السفهاء على
الحقيقة؛ لأن حقيقة السفه جهل الإنسان بمصالح نفسه، وسعيه فيما يضرها، وهذه
الصفة منطبقة عليهم، [وصادقة عليهم] كما أن العقل
والحجى معرفة الإنسان بمصالح نفسه والسعي فيما ينفعه وفي دفع ما يضره، وهذه
الصفة منطبقة على الصحابة والمؤمنين؛ فالعبرة بالأوصاف والبرهان، لا
بالدعاوي المجردة والأقوال الفارغة.
(13) Maksudnya, bila dikatakan kepada orang-orang
muna-fik, ﴾ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ
﴿ "Berimanlah seperti orang-orang beriman," yakni seperti berimannya
para sahabat رضي الله عنهم, yaitu keimanan dengan hati dan lisan, maka
mereka berkata dengan sangkaan mereka yang batil, ﴾
أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ ﴿ "Apakah kami akan beriman
seperti berimannya orang-orang yang bodoh itu?" Maksud mereka -semoga
Allah mem-burukkan mereka- adalah para sahabat رضي الله عنهم, karena
dugaan mereka bahwasanya kebodohan mereka yang menyebabkan mereka untuk
beriman, meninggalkan negeri, dan memusuhi kaum kafir, se-dangkan akal
menurut mereka adalah berlawanan dengan hal itu. Mereka menisbatkan para
sahabat kepada kebodohan, dan kan-dungan statemen tersebut adalah bahwa
merekalah orang-orang yang pintar
(cendekiawan) yang memiliki kecerdasan dan pikiran
yang matang. Maka Allah membalas mereka dan mengabarkan kepada mereka
bahwasanya merekalah orang-orang bodoh yang sebenarnya, karena hakikat
kebodohan itu adalah ketidaktahuan seorang manusia kepada kemaslahatan
pribadinya dan perbuatan-nya yang yang melakukan apa-apa yang justru
memudaratkannya. Hal inilah yang terbukti terjadi pada mereka
(dan terjadi benar atas mereka), sebagaimana juga
akal dan kecerdasan itu adalah pengetahuan seorang manusia kepada hal yang
bermanfaat bagi dirinya dan berbuat apa yang berguna untuknya serta
menghindar dari apa yang memudaratkan dirinya, dan inilah yang terbukti
ter-jadi pada para sahabat رضي الله عنهم dan kaum Mukminin. Maka
patokannya adalah dengan ciri yang menempel pada diri dan bukti, tidak
hanya sekedar sangkaan dan perkataan kosong belaka.
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا
إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِئُونَ (14) اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ
بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
(15)}
.
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan, 'Kami telah beriman.' Dan bila mereka kem-bali kepada
setan-setan mereka, mereka mengatakan, 'Sesungguh-nya kami sependirian
dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.' Allah akan
(membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan
me-reka terombang-ambing dalam kesesatan mereka."
(Al-Baqarah: 14-15).
#
{14} هذا من قولهم بألسنتهم ما ليس في
قلوبهم، وذلك أنهم إذا اجتمعوا بالمؤمنين أظهروا أنهم على طريقتهم، وأنهم
معهم،
فإذا خلوا إلى شياطينهم ـ أي كبرائهم ورؤسائهم بالشر ـ قالوا:
إنا معكم في الحقيقة وإنما نحن مستهزئون بالمؤمنين بإظهارنا لهم أننا على
طريقتهم، فهذه حالهم الباطنة والظاهرة، ولا يحيق المكر السيئ إلا بأهله.
(14) Inilah yang biasa keluar dari lisan-lisan
mereka yang bukan dari hati mereka, yaitu bahwasanya mereka ini bila
berkum-pul dengan kaum Mukminin, maka mereka menampakkan bahwa mereka
dalam satu manhaj dengan kaum Mukminin dan bahwa mereka sama dengan kaum
Mukminin, namun bila mereka kem-bali kepada setan-setan mereka -yaitu
pemimpin-pemimpin dan ketua-ketua kejahatan mereka-, maka mereka berkata,
"Sesungguh-nya pada hakikatnya kami ini bersama kalian, kami hanya
meng-olok-olok kaum Mukminin dengan menampakkan kepada mereka bahwa kami
berada di atas jalan mereka." Inilah kondisi mereka secara lahir dan
batin, dan tidaklah makar yang buruk itu kecuali akan menimpa pelakunya.
#
{15} قال تعالى:
{الله يستهزئُ بهم ويمدهم في طغيانهم يعمهون}؛ وهذا جزاء لهم على استهزائهم بعباده، فمن استهزائه بهم أن زين لهم ما
كانوا فيه من الشقاء، والأحوال الخبيثة حتى ظنوا أنهم مع المؤمنين لَمَّا
لم يسلطْ الله المؤمنين عليهم،
ومن استهزائه بهم يوم القيامة:
أنه يعطيهم مع المؤمنين نوراً ظاهراً، فإذا مشى المؤمنون بنورهم طفئ نور
المنافقين وبقُوا في الظلمة بعد النور متحيرين، فما أعظم اليأس بعد الطمع
{ينادونهم ألم نكن معكم، قالوا بلى ولكنكم فتنتم أنفسكم وتربصتم وارتبتم
... }
الآية. قوله:
{ويمدهم}؛ أي:
يزيدهم {في طغيانهم}؛
أي:
فجورهم وكفرهم {يعمهون}؛
أي:
حائرون مترددون، وهذا من استهزائه تعالى بهم.
(15) Allah تعالى berfirman, ﴾ ٱللَّهُ يَسۡتَهۡزِئُ
بِهِمۡ وَيَمُدُّهُمۡ فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ يَعۡمَهُونَ
﴿ "Allah akan membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka
terombang-ambing dalam kesesatan mereka." Ini merupakan balasan bagi
mereka atas tindakan mereka mengolok-olok hamba-hambaNya, dan di antara
olok-olokan Allah kepada mereka adalah bahwa Dia meng-hiasi kondisi
mereka dalam kesengsaraan dan keadaan yang buruk hingga mereka mengira
bahwasanya mereka bersama kaum Muk-minin ketika Allah tidak
memerintahkan kaum Mukminin meng-hancurkan mereka, dan juga di antara
olok-olokan Allah kepada mereka pada Hari Kiamat kelak adalah bahwasanya
Dia akan memberikan mereka (ketika) bersama kaum
Mukminin cahaya yang jelas, maka apabila kaum Mukminin berjalan dengan
cahaya mereka, padamlah cahaya kaum munafik dan mereka tetap berada
dalam kegelapan setelah terang benderang dalam kondisi kebi-ngungan, dan
betapa besar penyesalan itu setelah ketamakan, ﴾
يُنَادُونَهُمۡ أَلَمۡ نَكُن مَّعَكُمۡۖ قَالُواْ بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمۡ
فَتَنتُمۡ أَنفُسَكُمۡ وَتَرَبَّصۡتُمۡ وَٱرۡتَبۡتُمۡ
﴿ "Orang-orang munafik itu memanggil mereka
(orang-orang Mukmin) seraya berkata, 'Bukankah
kami dahulu bersama-sama dengan kamu?' Mereka menjawab, 'Benar, tetapi
kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu kehancuran kami dan kamu
ragu-ragu'."
(Al-Hadid: 14).
FirmanNya, ﴾
وَيَمُدُّهُمۡ
﴿ "Dan membiarkan mereka," maksudnya, menambahkan
(waktu) buat mereka, ﴾
فِي طُغۡيَٰنِهِمۡ
﴿ "dalam kesesatan mereka," maksudnya dalam kejahatan dan kekufuran
mereka, (dan mereka) ﴾
يَعۡمَهُونَ ﴿ "terombang-ambing" maksudnya dalam kebingungan dan
kebimbangan; dan inilah cara Allah تعالى mengolok-olok mereka.
Kemudian Allah تعالى menyingkap hakikat dari kondisi mereka,
{أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى فَمَا
رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
(16)}
"Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petun-juk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk."
(Al-Baqarah: 16).
#
{16} أولئك؛ أي:
المنافقون الموصوفون بتلك الصفات
{الذين اشتروا الضلالة بالهدى}؛
أي:
رغبوا في الضلالة رغبة المشتري في السلعة ، التي ـ من رغبته فيها ـ يبذل
فيها الأموال النفيسة، وهذا من أحسن الأمثلة، فإنه جعل الضلالة التي هي
غاية الشر كالسلعة، وجعل الهدى الذي هو غاية الصلاح بمنزلة الثمن، فبذلوا
الهدى رغبة عنه في الضلالة رغبة فيها، فهذه تجارتهم؛ فبئس التجارة، وهذه
صفقتهم؛ فبئست الصفقة. وإذا كان من يبذل ديناراً في مقابلة درهم خاسراً
فكيف من بذل جوهرة وأخذ عنها درهماً، فكيف من بذل الهدى في مقابلة الضلالة،
واختار الشقاء على السعادة، ورغب في سافل الأمور وترك عاليها ، فما ربحت
تجارته بل خسر فيها أعظم خسارة، أولئك الذين خسروا أنفسهم وأهليهم يوم
القيامة ألا ذلك هو الخسران المبين. وقوله:
{وما كانوا مهتدين}؛ تحقيق لضلالهم وأنهم لم
يحصل لهم من الهداية شيء، فهذه أوصافهم القبيحة، ثم ذكر مثلهم
[الكاشف لها غاية الكشف]،
فقال:
(16) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ
﴿ "Mereka itulah," maksudnya orang-orang muna-fik yang bersifat dengan
sifat-sifat tersebut, ﴾
ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلۡهُدَىٰ
﴿ "orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk," maksudnya mereka suka
terhadap kesesatan sebagaimana seorang pembeli suka ter-hadap suatu
barang dagangan, yang -di antara kesukaannya terha-dap kesesatan itu-
membuat ia mengeluarkan harta yang berharga untuk mendapatkannya, dan
ini adalah suatu perumpamaan yang paling bagus, karena Allah menjadikan
kesesatan yang merupakan puncak dari segala kejahatan seperti barang
dagangan dan Dia menjadikan petunjuk yang merupakan puncak dari segala
kebaikan bagaikan harga barang, lalu mereka
(orang-orang munafik) itu menyerahkan petunjuk
karena tidak suka terhadapnya untuk men-dapatkan kesesatan karena suka
terhadapnya. Inilah perdagangan mereka, dan sungguh amat buruk
perdagangan mereka itu, serta inilah transaksi mereka, dan sungguh buruk
transaksi mereka itu. Apabila seseorang mengeluarkan uang dinarnya untuk
men-dapatkan uang dirham maka ia pasti rugi, lalu bagaimanakah orang
yang mengeluarkan permata untuk mendapatkan uang dirham? Dan
bagaimanakah orang yang mengeluarkan petunjuk untuk mendapatkan
kesesatan? Ia lebih memilih kesengsaraan daripada kebahagiaan, serta
lebih suka terhadap perkara-perkara yang tidak berarti dengan
meninggalkan perkara-perkara yang berguna. Akhirnya tidak beruntunglah
perdagangannya tersebut, bahkan ia merugi dalam hal itu dengan kerugian
yang paling besar, mereka itulah orang-orang yang rugi diri mereka dan
keluarga mereka pada Hari Kiamat, camkanlah, bahwa itulah kerugian yang
nyata. Dan FirmanNya, ﴾
وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ ﴿ "Dan tidaklah mereka menda-pat petunjuk," ini
adalah sebagai penegasan akan kesesatan mereka, dan bahwasanya mereka
tidak mendapatkan sedikitpun petunjuk. Inilah sifat-sifat mereka yang
jelek itu, kemudian Allah menyebut-kan perumpamaan mereka -yang menyingkap
hal itu dengan se-jelas-jelasnya-, seraya berfirman,
{مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ
مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لَا
يُبْصِرُونَ (17) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ
لَا يَرْجِعُونَ (18) أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ
السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ
فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ
بِالْكَافِرِينَ (19) يَكَادُ الْبَرْقُ
يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا
أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ
وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(20)}
.
"Perumpamaan mereka itu
(orang-orang munafik) adalah se-perti orang yang
menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah
hilangkan cahaya
(yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu
dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali
(ke jalan yang benar). Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan kilat; me-reka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, karena
(mende-ngar suara) petir, sebab takut akan mati.
Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
ber-henti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pen-dengaran
dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu."
(Al-Baqarah: 17-20).
#
{17} أي: مثلهم المطابق لما كانوا عليه كمثل
الذي استوقد ناراً أي: كان في ظلمة عظيمة، وحاجة إلى النار شديدة فاستوقدها
من غيره، ولم تكن عنده معدة بل هي خارجة عنه، فلما أضاءت النار ما حوله،
ونظر المحل الذي هو فيه وما فيه من المخاوف، وأمنها وانتفع بتلك النار،
وقرت بها عينه، وظن أنه قادر عليها، فبينما هو كذلك، إذ ذهب الله بنوره؛
فزال عنه النور وذهب معه السرور، وبقي في الظلمة العظيمة والنار المحرقة؛
فذهب ما فيها من الإشراق وبقي ما فيها من الإحراق،
فبقي في ظلمات متعددة:
ظلمة الليل، وظلمة السحاب، وظلمة المطر، والظلمة الحاصلة بعد النور، فكيف
يكون حال هذا الموصوف؟ فكذلك هؤلاء المنافقون استوقدوا نار الإيمان من
المؤمنين ولم تكن صفة لهم، فاستضاؤوا بها مؤقتاً وانتفعوا؛ فحقنت بذلك
دماؤهم، وسلمت أموالهم، وحصل لهم نوع من الأمن في الدنيا، فبينما هم كذلك
إذ هجم عليهم الموت؛ فسلبهم الانتفاع بذلك النور، وحصل لهم كل هم وغم
وعذاب، وحصل لهم ظلمة القبر، وظلمة الكفر، وظلمة النفاق، وظلمة المعاصي على
اختلاف أنواعها، وبعد ذلك ظلمة النار وبئس القرار؛
فلهذا قال تعالى عنهم:
(17) Maksudnya, perumpamaan mereka yang sesuai
de-ngan kondisi mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, yakni
seperti seseorang yang berada dalam kegelapan yang pekat, dan sangat
membutuhkan api, lalu api dinyalakan dari orang lain, dan ia sendiri tidak
memiliki persiapan, akan tetapi di luar kesiapan-nya, dan ketika api itu
telah menerangi sekitarnya, dan ia mampu melihat tempat di mana ia berada
dan segala yang ia rasakan be-rupa kekhawatiran, ia menenangkan diri dan
memanfaatkan api tersebut, lalu tenanglah pandangannya, dan ia mengira
bahwa ia menguasai kondisi itu, lalu ketika ia berada dalam kondisi
seperti itu, Allah memadamkan cahayanya hingga hilanglah cahaya dari api
itu dan lenyaplah kebahagiaannya, lalu ia berada kembali dalam kegelapan
yang pekat sedangkan api masih menyala-nyala namun telah hilang cahaya
darinya dan tinggallah padanya api yang menyala-nyala, dan ia berada dalam
kegelapan yang berma-cam-macam; kegelapan malam, kegelapan awan, kegelapan
hujan, dan kegelapan yang terjadi setelah adanya cahaya, maka
bagaimana-kah kondisi orang yang seperti ini? Demikianlah juga orang-orang
munafik yang menyalakan api keimanan dari kaum Mukminin namun tidak
menjadi ciri bagi mereka, mereka menjadikannya pe-nerangan untuk sementara
waktu dan memanfaatkannya, hingga terjagalah darah mereka dan selamatlah
harta mereka, serta mereka mendapatkan suatu keamanan di muka bumi ini,
lalu ketika mereka dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba kematian menyergap
mereka, dan menghentikan pemanfaatan mereka terhadap cahaya tersebut,
hingga terjadilah kegundahan, kebimbangan, dan siksaan, dan mereka
mendapatkan kegelapan kubur, kegelapan kekufuran, ke-gelapan kemunafikan,
dan kegelapan kemaksiatan dengan segala perbedaan coraknya, lalu kemudian
setelah itu kegelapan api neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal.
Oleh karena itu Allah berfirman tentang mereka.
#
{18}
{صمٌّ}؛ أي: عن سماع
الخير {بكمٌ}، أي:
عن النطق به {عميٌ} عن رؤية الحق
{فهم لا يرجعون}؛ لأنهم تركوا الحق بعد أن
عرفوه؛ فلا يرجعون إليه، بخلاف من ترك الحق عن جهل وضلال؛ فإنه لا يعقل،
وهو أقرب رجوعاً منهم.
(18) ﴾ صُمُّۢ
﴿ "Mereka tuli," maksudnya tuli dari mendengarkan kebaikan, ﴾
بُكۡمٌ
﴿ "bisu," maksudnya bisu dari membicarakannya, ﴾
عُمۡيٞ
﴿ "dan buta" dari melihat kebenaran, ﴾
فَهُمۡ لَا يَرۡجِعُونَ ﴿ "maka tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang
benar," karena mereka meninggal-kan kebenaran setelah mereka
mengetahuinya, lalu mereka tidak kembali kepadanya, berbeda dengan orang
yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan tersesat, karena
sesungguhnya ia tidak berpikir, dan ini lebih dekat untuk kembali daripada
orang-orang munafik itu.
#
{19} ثم قال تعالى:
{أو كصيب من السماء}؛
أي:
كصاحب صيب وهو: المطر الذي يصوب؛ أي: ينزل بكثرة
{فيه ظلمات}؛ ظلمة الليل، وظلمة السحاب،
وظلمة المطر، وفيه {رعد}؛
وهو:
الصوت الذي يسمع من السحاب وفيه
{برق}؛ وهو الضوء اللامع المشاهد من السحاب.
(19) Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾ أَوۡ
كَصَيِّبٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ
﴿ "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit,"
yakni yang disiram hujan, yaitu hujan yang mengalir yang turun dengan
derasnya, ﴾
فِيهِ ظُلُمَٰتٞ
﴿ "disertai gelap gulita," yakni kegelapan malam, kegelapan awan, dan
kegelapan hujan yang ada padanya, ﴾
وَرَعۡدٞ
﴿ "dan guruh," yaitu suara yang terdengar dari awan dan juga ada
padanya ﴾
وَبَرۡقٞ ﴿ "kilat," yaitu cahaya yang menyala dan terlihat dari awan.
#
{20}
{كلما أضاء لهم}؛ البرق في تلك الظلمات
{مشوا فيه وإذا أظلم عليهم قاموا}؛
أي:
وقفوا، فهكذا حالة المنافقين إذا سمعوا القرآن، وأوامره ونواهيه، ووعده
ووعيده؛ جعلوا أصابعهم في آذانهم، وأعرضوا عن أمره ونهيه، ووعده ووعيده؛
فيروعهم وعيده، وتزعجهم وعوده، فهم يعرضون عنها غاية ما يمكنهم ويكرهونها
كراهة صاحب الصيب الذي يسمع الرعد فيجعل أصابعه في أذنيه خشية الموت، فهذا
ربما حصلت له السلامة ، وأما المنافقون فأنى لهم السلامة وهو تعالى محيط
بهم قدرة وعلماً فلا يفوتونه ولا يعجزونه، بل يحفظ عليهم أعمالهم ويجازيهم
عليها أتم الجزاء.
ولما كانوا مبتلين بالصمم والبكم والعمى المعنوي ومسدودة عليهم طُرُقُ
الإيمان قال تعالى:
{ولو شاء الله لذهب بسمعهم وأبصارهم}؛ أي
الحسية، ففيه تخويف لهم وتحذير من العقوبة الدنيوية؛ ليحذروا فيرتدعوا عن
بعض شرهم ونفاقهم {إن الله على كل شيء قدير}؛
فلا يعجزه شيء، ومن قدرته أنه إذا شاء شيئاً فعله من غير ممانع ولا معارض.
وفي هذه الآية وما أشبهها ردٌّ على القدرية القائلين بأن أفعالَهم غير
داخلة في قدرة الله تعالى؛
لأن أفعالهم من جملة الأشياء الداخلة في قوله:
{إن الله على كل شيء قدير}.
(20) ﴾ كُلَّمَآ أَضَآءَ لَهُم
﴿ "Setiap kali kilat itu menyinari mereka," yakni kilat dalam
kegelapan-kegelapan tersebut, ﴾
مَّشَوۡاْ فِيهِ وَإِذَآ أَظۡلَمَ عَلَيۡهِمۡ قَامُواْۚ
﴿ "mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka,
mereka berhenti," yakni, mereka diam. Seperti itulah kondisi orang-orang
munafik ketika mereka mendengarkan al-Qur`an, perintah-perintahnya,
larangan-larangannya, janji dan ancamannya. Mereka meletakkan jari
jemari mereka pada telinga-telinga mereka dan mereka berpaling dari
perintahnya, larangannya, janjinya dan ancamannya, lalu ancamannya
mengusik mereka, janji-janjinya mengganggu mereka, dan mereka berpaling
darinya dengan sekuat tenaga, hingga membuat mereka lebih kokoh, mereka
membenci-nya seperti seorang yang terkena hujan dan ia mendengar guruh
lalu meletakkan jari jemarinya pada kedua telinganya karena takut dari
kematian. Orang seperti ini masih mempunyai kemungkinan memperoleh
keselamatan, adapun orang-orang munafik, dari manakah mereka memperoleh
keselamatan, padahal Allah تعالى mengawasi mereka, baik dengan Kuasa
maupun ilmuNya, dan mereka tidak akan lepas dariNya dan tidak mampu
melemahkan-Nya, bahkan Dia akan mencatat perbuatan-perbuatan mereka lalu
kelak akan memberikan balasan atasnya dengan balasan yang setimpal. Dan
ketika mereka diuji dengan ketulian, kebutaan, dan kebisuan maknawi
serta tertutupnya pintu-pintu keimanan bagi mereka, Allah berfirman,
﴾
وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمۡعِهِمۡ وَأَبۡصَٰرِهِمۡۚ
﴿ "Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka" yaitu yang bersifat nyata. Ini merupakan sebuah
tindakan agar mereka takut, dan peringatan dari hukuman dunia, agar
me-reka berhati-hati lalu mengambil pelajaran dari sebagian kejahatan
dan kemunafikan mereka. ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ
﴿ "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." Dia tidaklah lemah
terhadap apa pun, dan di antara KuasaNya adalah bahwa apabila Dia
menghendaki sesuatu, niscaya Dia lakukan, tanpa ada yang bisa
menghalangi dan tanpa ada yang bisa merintangi. Dalam ayat ini dan
ayat-ayat yang semisalnya ada sebuah jawaban terhadap golongan
al-Qadariyah yang berpendapat bah-wasanya perbuatan-perbuatan mereka
tidaklah termasuk dalam Kuasa Allah تعالى, karena perbuatan-perbuatan
mereka termasuk bagian dari hal-hal yang masuk dalam FirmanNya, ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah berkuasa
atas segala sesuatu."
{يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا
وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ
مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)}
.
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah mencipta-kanmu dan orang-orang
sebelummu, agar kamu bertakwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit se-bagai atap, dan Dia menurunkan air
(hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan segala
buah-buahan dengan hujan itu sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah
kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui."
(Al-Baqarah: 21-22).
#
{21} هذا أمر عام لجميع الناس بأمر عام وهو
العبادة الجامعة لامتثال أوامر الله واجتناب نواهيه وتصديق خبره، فأمرهم
تعالى بما خلقهم له، قال تعالى:
{وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون}؛ ثم
استدل على وجوب عبادته وحده بأنه ربكم الذي رباكم بأصناف النعم، فخلقكم بعد
العدم، وخلق الذين من قبلكم.
(21) Ini adalah perintah yang bersifat umum bagi
seluruh manusia dengan sebuah perintah yang umum, yaitu ibadah yang
mencakup menaati perintah-perintah Allah, menjauhi larangan-laranganNya,
dan mempercayai kabar-kabarNya. Allah تعالى meme-rintahkan mereka kepada
tujuan diciptakannya mereka, di mana Allah berfirman, ﴾ وَمَا خَلَقۡتُ
ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ 56 ﴿ "Dan tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu."
(Adz-Dzariyat: 56).
Kemudian Allah mengemukakan dalil yang menunjukkan kewajiban beribadah
kepadaNya semata, yaitu karena Dia-lah Rabb kalian yang telah
menganugerahkan kepada kalian berbagai macam nikmat, lalu Dia menciptakan
kamu setelah
(sebelumnya) kamu tidak ada dan Dia
juga yang menciptakan orang-orang se-belum kamu.
#
{22} وأنعم عليكم بالنعم الظاهرة والباطنة،
فجعل لكم الأرض فراشاً تستقرون عليها، وتنتفعون بالأبنية والزراعة والحراثة
والسلوك من محل إلى محل، وغير ذلك من وجوه الانتفاع بها، وجعل السماء بناء
لمسكنكم وأودع فيها من المنافع ما هو من ضروراتكم وحاجاتكم كالشمس والقمر
والنجوم {وأنزل من السماء ماء}؛
والسماء هو:
كل ما علا فوقك فهو سماء، ولهذا قال المفسرون:
المراد بالسماء ههنا السحاب، فأنزل منه تعالى ماء
{فأخرج به من الثمرات}؛ كالحبوب والثمار من
نخيل وفواكه وزروع وغيرها {رزقاً لكم}؛ به
ترتزقون وتتقوتون وتعيشون وتفكهون ،
{فلا تجعلوا لله أنداداً}؛
أي:
أشباهاً ونظراء من المخلوقين؛ فتعبدونهم كما تعبدون الله، وتحبونهم كما
تحبونه ، وهم مِثْلكم مخلوقون مرزوقون مُدبَّرون، لا يملكون مثقال ذرة في
الأرض، ولا في السماء ، ولا ينفعونكم ولا يضرون
{وأنتم تعلمون}؛ أن الله ليس له شريك، ولا
نظير لا في الخلق والرزق والتدبير، ولا في الألوهية والكمال ، فكيف تعبدون
معه آلهة أخرى مع علمكم بذلك؟ هذا من أعجب العجب وأسفه السفه. وهذه الآية
جمعت بين الأمر بعبادة الله وحده، والنهي عن عبادة ما سواه، وبيان الدليل
الباهر على وجوب عبادته وبطلان عبادة ما سواه، وهو ذكر توحيد الربوبية
المتضمن انفراده بالخلق والرزق والتدبير، فإذا كان كل أحد مقرًّا بأنه ليس
له شريك بذلك فكذلك؛ فليكن الإقرار بأن الله ليس له شريك في عبادته ، وهذا
أوضح دليل عقلي على وحدانية الباري تعالى وبطلان الشرك.
وقوله:
{لعلكم تتقون}؛ يحتمل أن المعنى أنكم إذا
عبدتم الله وحده اتقيتم بذلك سخطه وعذابه؛ لأنكم أتيتم بالسبب الدافع لذلك،
ويحتمل أن يكون المعنى أنكم إذا عبدتم الله صرتم من المتقين الموصوفين
بالتقوى، وكلا المعنيين صحيح، وهما متلازمان، فمن أتى بالعبادة كاملة؛ كان
من المتقين، ومن كان من المتقين؛ حصلت له النجاة من عذاب الله، وسخطه.
(22) Dan Dia memberikan nikmat kepada kamu dengan
nikmat-nikmat lahiriyah maupun batiniyah, Dia menjadikan untukmu dunia ini
sebagai hamparan yang menjadi tempat kamu menetap, dan kamu mengambil
manfaatnya dengan membangun rumah, pertanian, pembajakan, dan berkelana
dari suatu tempat menuju tempat lain, dan lain sebagainya dari
bentuk-bentuk pe-manfaatannya, lalu Dia menjadikan langit sebagai atap
bagi rumah tempat tinggal kalian dan menyediakan manfaat-manfaat yang
merupakan kebutuhan pokok hidup kalian dan kebutuhan dasar, seperti
matahari, bulan, dan bintang, ﴾ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ
﴿ "dan Dia menurunkan air hujan dari langit." Langit adalah segala yang
ada di atas kalian, oleh karena itu para ahli tafsir berkata, "Maksud
dari langit di sini adalah awan, di mana Allah تعالى menurunkan air
hujan darinya, ﴾
فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ
﴿ "lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan," seperti
biji-bijian dan hasil-hasil dari pohon kurma, buah-buahan, tanaman dan
lain sebagainya, ﴾
رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ
﴿ "sebagai rizki untukmu," yang dengannya kamu mendapatkan rizki, kamu
makan, kamu hidup, dan kamu bahagia. ﴾
فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا
﴿ "Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,"
yakni yang diserupakan dan yang disepadankan dari makhluk-makhlukNya,
lalu kamu menyembahnya sebagaimana kamu me-nyembah Allah, kamu
mencintainya sebagaimana kamu mencintai Allah, padahal mereka itu sama
saja seperti kalian, mereka adalah makhluk yang diciptakan, diberi
rizki, dan diatur, di mana mereka tidak memiliki seberat biji atom pun
di bumi dan tidak pula di langit, serta mereka tidak dapat memberikan
manfaat kepadamu dan tidak juga menimpakan mudarat. ﴾
وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
﴿ "Padahal kamu mengetahui," bahwasanya Allah tidak memiliki sekutu,
tidak pula kesamaan, tidak pada mencipta, memberi rizki, dan mengatur
semesta, tidak pula pada peribadahan dan kesempurnaan, lalu bagaimanakah
kamu menyembah tuhan-tuhan lain bersamaNya padahal kalian mengetahuinya?
Hal ini merupakan perkara yang paling mengherankan dan yang paling
bodoh. Ayat ini menyatukan antara perintah untuk beribadah hanya kepada
Allah semata dan larangan dari beribadah kepada selain Allah, dan
penjelasan akan dalil yang sangat jelas atas kewajiban beribadah
kepadaNya dan batilnya beribadah kepada selainNya, yaitu penyebutan
tauhid rububiyah yang mengandung keesaanNya dalam mencipta, memberi
rizki, dan mengatur semesta. Lalu apa-bila setiap orang menetapkan
bahwasanya tidak ada sekutu bagi Allah dalam hal itu, maka itulah yang
seharusnya, maka haruslah seperti itu juga penetapannya bahwasanya Allah
itu tidak ada se-kutu bagiNya dalam beribadah kepadaNya. Ini adalah
dalil logika yang paling terang atas keesaan Sang Pencipta, Allah تعالى
dan batil-nya kesyirikan. Dan FirmanNya, ﴾
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "Agar kamu bertakwa," kemung-kinan maknanya
adalah, bahwasanya karena kamu sekalian ber-ibadah hanya kepada Allah
semata, maka dengan hal itu kalian telah menjaga diri kalian sendiri dari
murka dan azabNya, karena kalian telah melakukan sebab yang mendorong hal
tersebut. Ke-mungkinan lain maknanya adalah, bahwasanya jika kamu
menyem-bah Allah semata, niscaya kamu menjadi golongan orang-orang
bertakwa yang memiliki sifat ketakwaan. Kedua arti ini adalah benar, dan
keduanya saling berkaitan, karena barangsiapa yang melakukan ibadah secara
sempurna, niscaya ia menjadi golongan orang-orang bertakwa, dan
barangsiapa yang tergolong dalam orang-orang bertakwa, pastilah ia akan
memperoleh keselamatan dari azab dan murka Allah.
{وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (23) فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
(24)}
.
"Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang
al-Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surat
(saja) yang semisal al-Qur`an itu, dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka
jika kamu tidak dapat membuat
(nya), dan pasti kamu
tidak akan dapat membuat
(nya), peliharalah dirimu
dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan
bagi orang-orang kafir."
(Al-Baqarah: 23-24).
#
{23} وهذا دليل عقلي على صدق رسول الله - صلى
الله عليه وسلم - وصحة ما جاء به فقال: وإن كنتم ـ
يا معشر المعاندين للرسول الرادين دعوته الزاعمين كذبه ـ في شك، واشتباه
مما نزلنا على عبدنا، هل هو حق أو غيره؟ فههنا أمر نَصَفٌ فيه الفيصلة
بينكم وبينه، وهو:
أنه بشر مثلكم ليس من جنس آخر ، وأنتم تعرفونه منذ نشأ بينكم لا يكتب ولا
يقرأ، فأتاكم بكتاب زعم أنه من عند الله، وقلتم أنتم إنه تقوَّله وافتراه،
فإن كان الأمر كما تقولون؛ فأتوا بسورة من مثله، واستعينوا بمن تقدرون عليه
من أعوانكم وشهدائكم، فإن هذا أمر يسير عليكم، خصوصاً وأنتم أهل الفصاحة
والخطابة والعداوة العظيمة للرسول، فإن جئتم بسورة من مثله؛ فهو كما زعمتم،
وإن لم تأتوا بسورة من مثله وعجزتم غاية العجز
[ولن تأتوا بسورة من مثله، ولكنّ هذا التقييم على وجه الإنصاف والتنزل
معكم]؛ فهذا آية كبيرة ودليل واضح جلي على صدقه وصدق ما جاء به؛ فيتعين عليكم
اتباعه، واتقاء النار التي بلغت في الحرارة العظيمة والشدة، أن كان وقودها
الناس والحجارة، ليست كنار الدنيا التي إنما تُتَّقَد بالحطب، وهذه النار
الموصوفة مُعَدة ومُهَيأة للكافرين بالله ورسله؛ فاحذروا الكفر برسوله
بعدما تبين لكم أنه رسول الله.
(23) Ini merupakan dalil logika atas kebenaran
Rasulullah ﷺ dan keshahihan apa yang dibawa beliau di mana Allah
berfir-man, "Dan jika kamu tetap -wahai sekalian orang-orang yang
menentang Rasulullah ﷺ dan menolak dakwah beliau serta yang menuduhnya
berdusta- dalam keraguan, dan kebimbangan ter-hadap wahyu yang Kami
turunkan atas hamba Kami, apakah itu benar ataukah bohong belaka? Maka di
sinilah suatu perkara
(baca: tindakan) yang adil
sebagai pemutus perkara antara kalian dengannya, yaitu, bahwasanya ia
adalah seorang manusia juga seperti kalian dan bukan dari jenis makhluk
yang lain,
[4]
dan kalian mengenalnya sejak lahirnya di tengah kehidupan kalian, ia tidak
menulis dan tidak pula membaca, lalu ia datang kepada kalian dengan
membawa sebuah kitab suci yang ia katakan berasal dari sisi Allah, dan
kalian berkata bahwasanya ia membuat-buatnya dan melakukan kedustaan, maka
jika itu sebagaimana yang kalian se-butkan, maka hadirkanlah sebuah surat
saja yang semisal dengan-nya, mintalah bantuan kepada orang-orang yang
kalian anggap mampu membuatnya dari sahabat dan sejawat-sejawat kalian,
karena hal itu adalah suatu perkara yang mudah saja bagi kalian, apalagi
kalian adalah pakar-pakar bidang bahasa, pakar orator, dan permusuhan
terhadap Rasul ﷺ. Apabila kalian mampu menghadirkan satu surat yang
semi-salnya, maka perkaranya adalah seperti yang kalian sebutkan, na-mun
bila kalian tidak mampu menghadirkan satu surat pun yang semisal dan
kalian tidak mampu lagi berusaha
[dan kalian tidak akan pernah mampu menghadirkan satu surat pun yang
semisal-nya, akan tetapi tantangan ini adalah tantangan yang obyektif
dan mencoba memahami keberatan kalian], maka ayat ini merupakan ayat yang agung dan dalil yang jelas lagi
terang akan kebenarannya dan kebenaran wahyu yang dibawanya, maka wajiblah
atas kalian untuk mengikutinya, dan sebagai tindakan penjagaan diri dari
api neraka yang panasnya sangat tinggi dan membara, di mana bahan bakarnya
adalah manusia dan bebatuan, yang bukan seperti api dunia yang hanya
dibakar dengan kayu saja, api ini seperti yang telah dijelaskan, telah
disiapkan dan dipersembahkan bagi orang-orang yang kafir kepada Allah dan
Rasul-rasulNya, maka jangan-lah kalian kafir terhadap RasulNya setelah
jelas bagi kalian bahwa-sanya ia adalah Rasulullah ﷺ.
#
{24} وهذه الآية ونحوها يسمونها: آية
التحدي، وهو: تعجيز الخلق عن أن يأتوا بمثل هذا
القرآن أو يعارضوه بوجه، قال تعالى:
{قل لئن اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثل هذا القرآن لا يأتون
بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيراً}؛ وكيف يقدر المخلوق من تراب أن يكون كلامه ككلام رب الأرباب، أم كيف يقدر
الفقير الناقص من جميع الوجوه أن يأتي بكلام ككلام الكامل، الذي له الكمال
المطلق، والغنى الواسع من جميع الوجوه ؟ هذا ليس في الإمكان ولا في قدرة
الإنسان، وكل من له أدنى ذوق ومعرفة بأنواع الكلام ، إذا وزن هذا القرآن
[العظيم] بغيره من كلام البلغاء، ظهر له الفرق
العظيم. وفي قوله:
{وإن كنتم في ريب}؛ إلى آخره، دليل على أن
الذي يرجى له الهداية من الضلالة هو الشاك الحائر، الذي لم يعرف الحق من
الضلالة، فهذا الذي إذا بين له الحق حري باتباعه إن كان صادقاً في طلب
الحق، وأما المعاند الذي يعرف الحق ويتركه، فهذا لا يمكن رجوعه؛ لأنه ترك
الحق بعد ما تبين له، لم يتركه عن جهل فلا حيلة فيه، وكذلك الشاكُّ الذي
ليس بصادق في طلب الحق بل هو معرض غير مجتهد بطلبه؛ فهذا في الغالب لا
يوفق. وفي وصف الرسول بالعبودية في هذا المقام العظيم دليل على أن أعظم
أوصافه - صلى الله عليه وسلم - قيامه بالعبودية التي لا يلحقه فيها أحد من
الأولين والآخرين،
كما وصفه بالعبودية في مقام الإسراء فقال:
{سبحان الذي أسرى بعبده ليلاً}؛
وفي مقام الإنزال فقال:
{تبارك الذي نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً}. وفي قوله:
{أعدت للكافرين}؛ ونحوها من الآيات دليل
لمذهب أهل السنة والجماعة أن الجنة والنار مخلوقتان، خلافاً للمعتزلة.
وفيها أيضاً:
أن الموحدين وإن ارتكبوا بعض الكبائر لا يخلدون في النار لأنه قال:
{أعدت للكافرين}؛ فلو كان عصاة الموحدين
يخلدون فيها لم تكن معدة للكافرين وحدهم،
خلافاً للخوارج والمعتزلة وفيها:
دلالة على أن العذاب مُستَحَق بأسبابه وهو الكفر وأنواع المعاصي على
اختلافها.
(24) Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya
dinamakan de-ngan ayat tantangan. Maksudnya adalah membuktikan kelemahan
makhluk dalam hal menghadirkan sesuatu yang semisal dengan al-Qur`an, atau
karena mengkritiknya dari suatu sisi. Allah تعالى berfirman, ﴾ قُل لَّئِنِ
ٱجۡتَمَعَتِ ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَىٰٓ أَن يَأۡتُواْ بِمِثۡلِ هَٰذَا
ٱلۡقُرۡءَانِ لَا يَأۡتُونَ بِمِثۡلِهِۦ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٖ
ظَهِيرٗا 88
﴿ "Katakanlah, 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa al-Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain'."
(Al-Isra`: 88).
Bagaimana mungkin makhluk yang berasal dari tanah mampu agar
perkataannya sama seperti perkataan Rabb segala makhluk, atau bagaimana
mungkin seorang yang miskin lagi papa dalam segala bentuknya dapat
menghadirkan sebuah perkataan yang sama dengan perkataan Dzat yang
sempurna, yang memiliki ke-sempurnaan mutlak, Dzat yang Mahakaya lagi
luas dalam segala bentuknya? Hal ini tidaklah mungkin dan di luar
kemampuan manusia, dan setiap orang yang memiliki sekecil-kecilnya rasa
dan pengetahuan terhadap corak dan bentuk perkataan. Apabila seseorang
membanding-bandingkan al-Qur`an yang agung ini de-ngan selainnya dari
perkataan-perkataan para ahli sastra, niscaya nampaklah baginya suatu
perbedaan yang luar biasa besarnya. Dan dalam FirmanNya, ﴾
وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ
بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن
كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
﴿ "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang
al-Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surat
(saja) yang semisal al-Qur`an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang
benar," terkandung sebuah dalil yang menunjukkan bahwasanya orang yang
diharapkan hidayah baginya dari kesesatan adalah seorang yang ragu dan
bingung, yang belum mengetahui kebenaran dari kesesatan, maka orang
seperti ini bila dijelaskan kebenaran baginya, niscaya ia segera
mengikutinya jika ia memang benar-benar mencari kebenaran. Adapun orang
yang keras kepala yang mengetahui kebenaran namun ia meninggalkannya,
maka yang seperti ini tidaklah mung-kin kembali, karena ia telah
meninggalkan kebenaran setelah jelas baginya kebenaran itu, di mana ia
tidak meninggalkannya karena sebuah kebodohan, maka tidak ada alasan
lain untuknya. Demikian juga orang yang ragu dan tidak benar-benar
mencari kebenaran, bahkan ia berleha-leha dan tidak bersungguh-sungguh
dalam men-carinya, maka yang seperti ini secara garis besar tidaklah
dibimbing ke sana. Dalam penjelasan tentang Rasulullah ﷺ sebagai hamba
Allah dalam konteks yang agung ini adalah sebuah dalil bahwasanya sifat
beliau ﷺ yang paling besar adalah realisasi beliau ﷺ dalam penghambaan
yang tidak dapat disaingi oleh siapa pun dari orang-orang terdahulu
maupun yang akan datang, sebagaimana Allah juga menjelaskan tentang
beliau dengan predikat hamba Allah dalam surat al-Isra` seraya
berfirman, ﴾
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا
﴿ "Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu
malam." (Al-Isra`: 1).
Dan dalam konteks menurunkan, Allah berfirman, ﴾
تَبَارَكَ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡفُرۡقَانَ عَلَىٰ عَبۡدِهِۦ لِيَكُونَ
لِلۡعَٰلَمِينَ نَذِيرًا 1
﴿ "Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan
(al-Qur`an) kepada hambaNya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam."
(Al-Furqan: 1). Dan
dalam Firman Allah, ﴾
أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ
﴿ "Yang disediakan bagi orang-orang kafir," dan ayat-ayat yang
semacamnya adalah sebuah dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwasanya
surga dan neraka itu telah diciptakan, berbeda dengan al-Mu'tazilah.
Ayat ini juga mengandung isyarat bahwasanya orang-orang yang bertauhid
walaupun mereka terkadang melakukan beberapa dosa besar, namun tidak
akan kekal dalam neraka, karena Allah berfirman, ﴾
أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ﴿ "Yang disediakan bagi orang-orang kafir,"
se-kiranya orang-orang yang melakukan maksiat dari ahli tauhid itu kekal
dalam neraka, maka neraka tidaklah disiapkan hanya untuk orang-orang kafir
semata. Ini berbeda dengan faham al-Khawarij dan al-Mu'tazilah. Demikian
juga isyarat lain tentang suatu dalil bahwa siksaan itu diperoleh dengan
adanya sebab-sebabnya yaitu kekufuran dan segala corak kemaksiatan yang
berbeda-beda.
{وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا
مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ
وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ
وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (25)}
.
"Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang ber-iman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di bawahnya. Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu,
mereka mengatakan, 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.'
Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya."
(Al-Baqarah: 25).
#
{25} لمَّا ذكر جزاء الكافرين ذكر جزاء
المؤمنين أهل الأعمال الصالحات كما هي طريقته تعالى في كتابه يجمع بين
الترغيب والترهيب؛
ليكون العبد راغباً راهباً خائفاً راجياً فقال:
{وبشّر}؛ أي:
أيها الرسول ، ومن قام مقامك
{الذين آمنوا}؛ بقلوبهم
{وعملوا الصالحات}؛ بجوارحهم؛ فصدقوا إيمانهم
بأعمالهم الصالحة، ووُصِفت أعمال الخير بالصالحات؛ لأن بها تصلح أحوال
العبد، وأمور دينه ودنياه، وحياته الدنيوية والأخروية، ويزول بها عنه فساد
الأحوال؛ فيكون بذلك من الصالحين الذين يصلحون لمجاورة الرحمن في جنته
فبشرهم {أن لهم جنات}؛
أي:
بساتين جامعة للأشجار العجيبة والثمار الأنيقة والظل المديد والأغصان
والأفنان، وبذلك صارت جنة يجتن بها داخلها وينعم فيها ساكنها
{تجري من تحتها الأنهار}؛
أي:
أنهار الماء واللبن والعسل والخمر يفجرونها كيف شاؤوا، ويصرفونها أين
أرادوا، وتُسقَى منها تلك الأشجار؛ فتنبت أصناف الثمار
{كلما رزقوا منها من ثمرة رزقاً قالوا هذا الذي رزقنا من قبل}؛ أي: هذا من جنسه وعلى وصفه، كلها متشابهة في
الحسن واللذة ليس فيها ثمرة خاسَّةٌ، وليس لهم وقت خالٍ من اللَّذة؛ فهم
دائماً متلذذون بأُكُلِها، وقوله:
{وأتوا به متشابهاً}؛
قيل:
متشابهاً في الاسم مختلفاً في الطعم ، وقيل:
متشابهاً في اللون مختلف في الاسم، وقيل: يشبه
بعضه بعضاً في الحسن واللذة والفكاهة، ولعل هذا أحسن. ثم لما ذكر مسكنهم،
وأقواتهم من الطعام والشراب، وفواكههم ذكر أزواجهم؛ فوصفهنَّ بأكمل وصف
وأوجزه وأوضحه؛ فقال:
{ولهُم فيها أزواجٌ مُطهرةٌ}؛ فلم يقل مطهرةٌ
من العيب الفلاني؛ ليشمل جميع أنواع التطهير، فهنَّ مطهرات الأخلاق، مطهرات
الخلق، مطهرات اللسان، مطهرات الأبصار، فأخلاقهن أنهن عُرُبٌ متحببات إلى
أزواجهن بالخلق الحسن وحسن التبعل والأدب القولي والفعلي، ومطهرٌ خَلْقُهن
من الحيض والنفاس والمني والبول والغائط والمخاط والبصاق والرائحة الكريهة،
ومُطَهرات الخَلْق أيضاً بكمال الجمال؛ فليس فيهن عيب ولا دمامة خَلْق، بل
هن خيرات حسان، مطهرات اللسان والطرف، قاصرات طرفهن على أزواجهن، وقاصرات
ألسنتهن عن كل كلام قبيح. ففي هذه الآية الكريمة ذكر المبشِّر والمُبشَّر
والمُبَشَّر به والسبب الموصل لهذه البشارة؛
فالمبشر هو:
الرسول - صلى الله عليه وسلم - ومن قام مقامه من أمته،
والمبشَّر هم:
المؤمنون العاملون الصالحات، والمبشر به هي:
الجنات الموصوفات بتلك الصفات، والسبب الموصل لذلك،
هو:
الإيمان والعمل الصالح، فلا سبيل إلى الوصول إلى هذه البشارة إلا بهما،
وهذا أعظم بشارة حاصلة على يد أفضل الخلق بأفضل الأسباب، وفيه استحباب
بشارة المؤمنين وتنشيطهم على الأعمال بذكر جزائها وثمراتها؛ فإنها بذلك تخف
وتسهل، وأعظم بشرى حاصلة للإنسان توفيقه للإيمان والعمل الصالح، فذلك أول
البشارة وأصلها، ومن بعده البشرى عند الموت، ومن بعده الوصول إلى هذا
النعيم المقيم. نسأل الله من فضله.
(25) Setelah Allah menyebutkan tentang balasan
orang-orang kafir, Dia menyebutkan juga balasan orang-orang beriman yang
selalu mengerjakan amal-amal shalih. Ini adalah suatu metode Allah dalam
kitabNya, yaitu Dia menyatukan antara harapan dan ancaman, agar seorang
hamba optimis, mengharap, khawatir dan takut, lalu Allah berfirman, ﴾
وَبَشِّرِ
﴿ "Dan sampaikanlah berita gembira," yakni, wahai Rasul dan siapa pun
yang berada dalam posisimu (sebagai penyeru),
﴾
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
﴿ "kepada mereka yang beriman" dengan hati mereka, ﴾
وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
﴿ "dan berbuat baik" dengan anggota tubuh mereka, maka mereka
membenarkan
(baca: membuktikan benarnya) keimanan mereka
dengan tindakan nyata dari perbuatan-perbuatan baik mereka.
Perbuatan-perbuatan baik disifati dengan kata shalih karena dengan
perbuatan-perbuatan itu akan memper-baiki keadaan seorang hamba,
memperbaiki perkara agama dan dunianya, dan penghidupan dunia maupun
akhiratnya, serta menghilangkan kerusakan dirinya, yang pada akhirnya ia
menjadi golongan orang-orang yang shalih lagi baik, karena berdekatan
dengan ar-Rahman dalam surgaNya. Maka berikanlah mereka kabar gembira,
﴾
أَنَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ
﴿ "bahwa bagi mereka disediakan surga-surga," yakni kebun-kebun yang
meliputi pohon-pohon yang indah, buah-buahan yang menggiurkan, naungan
yang sejuk, dahan-dahan dan ranting-ranting pohon yang rimbun. Dengan
itu semua, jadilah ia sebagai taman-taman yang di-nikmati oleh orang
yang masuk ke dalamnya dan dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di
dalamnya, ﴾
تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ
﴿ "yang mengalir sungai-sungai di bawahnya," yakni sungai-sungai air,
susu, madu dan khamar, di mana mereka mengalirkannya bagaimana-pun cara
yang mereka kehendaki dan mengalirkannya kemana pun mereka inginkan, dan
darinya pohon-pohon itu disiram, hingga tumbuhlah buah-buahan yang
bermacam-macam. ﴾
كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنۡهَا مِن ثَمَرَةٖ رِّزۡقٗا قَالُواْ هَٰذَا ٱلَّذِي
رُزِقۡنَا مِن قَبۡلُۖ
﴿ "Setiap mereka diberi rizki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan, 'Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu'."
Maksudnya buah-buahan ini sama dari sisi jenis dan sifatnya, semuanya
sama rata dalam kelezatan dan keung-gulannya, tidak ada buah-buahan yang
busuk, dan mereka tidak memiliki waktu yang kosong dari kenikmatan,
mereka selalu berada dalam kenikmatan dengan buah-buahannya. Dan
FirmanNya, ﴾
وَأُتُواْ بِهِۦ مُتَشَٰبِهٗاۖ
﴿ "Mereka diberi buah-buahan yang serupa," menurut suatu pendapat,
serupa dalam namanya namun berbeda dalam rasanya. Ada juga yang
berpendapat, serupa dalam warnanya namun berbeda dalam namanya. Ada juga
yang berpen-dapat, sebagian serupa dengan sebagiannya lagi dalam
keunggulan, kelezatan, dan kenik-matannya, dan yang terakhir ini mungkin
pendapat yang terbaik.[5] Kemudian, setelah
Allah menyebutkan tentang kediaman mereka, makanan mereka dari makanan
dan minuman, dan buah-buahan mereka, Allah menyebutkan pula istri-istri
mereka, lalu Dia menjelaskan tentang sifat mereka dengan sifat yang
paling ideal, Dia meringkasnya dan membahasnya seraya berfirman,﴾
وَلَهُمۡ فِيهَآ أَزۡوَٰجٞ مُّطَهَّرَةٞۖ ﴿ "Dan untuk mereka di dalamnya
ada istri-istri yang suci," dan Allah tidak mengatakan suci dari satu aib
saja, demi mencakup segala macam kesucian, mereka itu suci akhlaknya, suci
tubuhnya, suci lisannya, suci penglihatannya, akhlak-akhlak mereka penuh
cinta yang disukai oleh suami-suami mereka dengan akhlak yang baik,
berhias diri yang paling indah dan bertata krama, baik lisan maupun
perbuatan, juga suci tubuh mereka dari haid, nifas, mani, air seni,
kotoran, lendir hidung, air ludah dan bau yang tidak sedap, dan juga suci
penampilan mereka dengan kesempurnaan kecan-tikan, di mana tidak ada aib
sama sekali pada diri mereka, tidak pula buruk rupa, akan tetapi mereka
itu baik-baik lagi cantik-cantik, suci lisan dan pandangan mereka, yang
sopan lagi menundukkan pandangan mereka terhadap suami-suami mereka, sopan
lisan mereka dalam bertutur kata yang jauh dari perkataan yang buruk.
Dalam ayat ini disebutkan yang menyampaikan kabar gem-bira, yang diberikan
kabar gembira, dan apa-apa yang menjadi kabar gembira, serta sebab-sebab
yang menyampaikan kepadanya. Yang menyampaikan kabar gembira itu adalah
Rasulullah ﷺ atau umatnya yang berada dalam posisinya, dan penerima kabar
gem-bira adalah orang-orang yang beriman yang beramal shalih, se-dangkan
hal yang menjadi kabar gembira itu adalah surga-surga yang telah
disebutkan sifat-sifatnya, dan sebab-sebab yang menyam-paikan kepadanya
adalah keimanan dan amal shalih, karena tidak ada jalan lain yang
menyampaikan kepada berita gembira itu ke-cuali dengan kedua sebab
tersebut. Ini merupakan kabar gembira terbesar yang diucapkan oleh
semulia-mulia makhluk dengan se-baik-baik faktor penyebabnya. Ayat ini
juga menunjukkan sunnah-nya memberikan kabar gembira bagi kaum Mukminin
dan mem-bangkitkan semangat mereka untuk beramal lebih giat yaitu dengan
menyebutkan balasan perbuatan mereka dan hasilnya, karena dengan hal
tersebut perbuatan akan lebih mudah dan ringan. Dan sebesar-besar berita
gembira bagi seorang manusia adalah taufik-Nya kepada keimanan dan amal
shalih, dan hal tersebut merupa-kan awal dan asal dari berita gembira, dan
yang setelahnya adalah berita gembira ketika mati, dan yang setelahnya
adalah sampai kepada kenikmatan tersebut yang abadi. Kita memohon kepada
Allah dari karuniaNya.
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً
فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ
مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي
بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ
(26) الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ
بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ
وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
(27)}
"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka
mengetahui
(yakin) bahwa pe-rumpamaan itu benar dari Tuhan
mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apa maksud Allah menjadikan
ini untuk perumpa-maan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu
(pula) banyak orang yang diberiNya petunjuk. Dan
tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.
(Yaitu) orang-orang yang melanggar per-janjian
Allah sesudah perjanjian itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang
diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk
menghubung-kannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah
orang-orang yang rugi."
(Al-Baqarah: 26-27).
#
{26} يقول تعالى:
{إن الله لا يستحيي أن يضرب مثلاً ما}؛
أيْ:
أيُّ مثل كان {بعوضة فما فوقها}؛ لاشتمال
الأمثال على الحكمة وإيضاح الحق، والله لا يستحيي من الحق، وكأنّ في هذا
جواباً لمن أنكر ضرب الأمثال في الأشياء الحقيرة، واعترض على الله في ذلك؛
فليس في ذلك محل اعتراض، بل هو من تعليم الله لعباده ورحمته بهم، فيجب أن
تتلقى بالقبول والشكر، ولهذا قال:
{فأما الذين آمنوا فيعلمون أنه الحق من ربهم}؛ فيفهمونها ويتفكرون فيها، فإن علموا ما اشتملت عليه على وجه التفصيل
ازداد بذلك علمهم وإيمانهم، وإلا علموا أنها حق، وما اشتملت عليه حق، وإن
خفي عليهم وجه الحق فيها، لعلمهم بأن الله لم يضربها عبثاً بل لحكمة بالغة
ونعمة سابغة،
{وأما الذين كفروا فيقولون ماذا أراد الله بهذا مثلاً}؛ فيعترضون ويتحيرون فيزدادون كفراً إلى كفرهم كما ازداد المؤمنون إيماناً
على إيمانهم؛ ولهذا قال:
{يضل به كثيراً ويهدي به كثيراً}؛ فهذه حال
المؤمنين والكافرين عند نزول الآيات القرآنية،
قال تعالى:
{وإذا ما أنزلت سورة فمنهم من يقول أيكم زادته هذه إيماناً، فأما الذين
آمنوا فزادتهم إيماناً وهم يستبشرون. وأما الذين في قلوبهم مرض فزادتهم
رجساً إلى رجسهم وماتوا وهم كافرون}؛ فلا أعظم نعمة على العباد من نزول الآيات القرآنية، ومع هذا تكون لقوم
محنة وحيرة وضلالة وزيادة شر إلى شرهم، ولقوم منحة ورحمة وزيادة خير إلى
خيرهم، فسبحان من فاوت بين عباده، وانفرد بالهداية والإضلال. ثم ذكر حكمته
وعدله في إضلاله من يضل ؛ فقال:
{وما يضل به إلا الفاسقين}؛
أي:
الخارجين عن طاعة الله المعاندين لرسل الله الذين صار الفسق وصفهم؛ فلا
يبغون به بدلاً، فاقتضت حكمته تعالى إضلالهم؛ لعدم صلاحيتهم للهدى، كما
اقتضى فضله وحكمته هداية من اتصف بالإيمان وتحلى بالأعمال الصالحة.
والفسق نوعان:
نوع مخرج من الدين وهو الفسق المقتضي للخروج من الإيمان كالمذكور في هذه
الآية ونحوها،
ونوع غير مخرج من الإيمان كما في قوله تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبأ فتبينوا ... }؛ الآية.
(26) Allah تعالى berfirman, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يَسۡتَحۡيِۦٓ أَن يَضۡرِبَ مَثَلٗا مَّا
﴿ "Sesung-guhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan," maksudnya
perum-pamaan apa pun itu, ﴾
بَعُوضَةٗ فَمَا فَوۡقَهَاۚ
﴿ "berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu," karena perumpamaan
meliputi kebijaksanaan dan penjelasan akan kebenaran, sedang Allah
tidaklah segan mengung-kapkan kebenaran. Dalam hal ini seakan-akan ada
sebuah jawaban bagi orang yang mengingkari pemakaian perumpamaan dalam
hal-hal yang remeh dan memprotes Allah dalam hal tersebut, pa-dahal
dalam hal itu tidak ada yang patut diprotes, bahkan hal itu adalah suatu
pengajaran Allah تعالى kepada hamba-hambaNya serta kasih sayangNya
kepada mereka, maka wajiblah diterima dengan terbuka dan penuh
kesyukuran. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن
رَّبِّهِمۡۖ
﴿ "Adapun orang-orang yang ber-iman, maka mereka mengetahui
(yakin) bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan
mereka," mereka memahami dan memikirkannya, lalu apabila mereka
mengetahui apa yang meliputi hal tersebut dalam perinciannya, niscaya
bertambahlah ilmu dan keimanan mereka dengan hal itu, namun bila tidak,
niscaya mereka mengetahui bah-wasanya hal itu adalah suatu kebenaran dan
apa pun yang dikan-dungnya adalah kebenaran, walaupun kandungan
kebenarannya itu tidak dapat mereka mengerti, karena pengetahuan mereka
bahwasanya Allah tidaklah membuat perumpamaan itu dengan sia-sia, akan
tetapi karena sebuah hikmah yang tinggi dan nikmat yang dalam. ﴾
وَأَمَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا
مَثَلٗاۘ
﴿ "Tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apa maksud Allah menjadikan
ini untuk perum-pamaan?'" Yakni, mereka menyanggah dan bingung sehingga
ber-tambahlah kekufuran kepada kekufuran yang telah ada pada me-reka,
sebagaimana bertambahnya keimanan bagi kaum Mukminin kepada keimanan
mereka. Oleh karena itulah Allah berfirman, ﴾
يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرٗا وَيَهۡدِي بِهِۦ كَثِيرٗاۚ
﴿ "Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan
dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberiNya petunjuk." Demikianlah kondisi kaum Mukminin dan kaum kafir
ketika turunnya ayat-ayat al-Qur`an. Allah تعالى berfirman, ﴾
وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٞ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمۡ زَادَتۡهُ
هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنٗاۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا
وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ 124 وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ
فَزَادَتۡهُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كَٰفِرُونَ 125
﴿ "Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka
(orang-orang munafik) ada yang berkata,
'Siapakah di antara kamu yang bertam-bah imannya dengan
(turunnya) surat ini?' Adapun orang-orang yang
beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan
adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
surat itu bertambahlah kekafiran mereka, di samping kekafiran-nya
(yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan
kafir."
(At-Taubah: 124-125).
Maka tidak ada kenikmatan yang lebih besar bagi hamba dari turunnya
ayat-ayat al-Qur`an. Walaupun demikian, hal ini bagi suatu kaum menjadi
sebuah ujian, kebingungan, kesesatan, dan bertambahnya keburukan kepada
keburukan yang telah ada pada mereka, sedang bagi kaum yang lain menjadi
ujian, rahmat, dan bertambahnya kebaikan kepada kebaikan yang telah ada
pada mereka. Maka Mahasuci Dzat yang telah membeda-bedakan antara
hamba-hambaNya dan keesaanNya dalam memberikan petunjuk dan kesesatan.
Kemudian Allah menyebutkan hikmah di balik penyesatan yang dilakukan
olehNya kepada seseorang yang tersesat, seraya berfirman, ﴾
وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا ٱلۡفَٰسِقِينَ
﴿ "Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,"
yaitu orang-orang yang berpaling dari ketaatan kepada Allah dan yang
menentang Rasul-rasul Allah yang akhirnya kefasikan itu menjadi sifat
paten mereka, dan mereka sendiri tidak ingin merubahnya, maka
berjalanlah hikmah Allah bagi mereka dalam menyesatkan mereka, karena
mereka tidaklah pantas mendapatkan petunjuk, sebagaimana berjalannya
hikmah dan keutamaanNya dalam memberikan petunjuk kepada orang yang
memiliki sifat keimanan dan menghiasi diri mereka dengan amalan-amalan
shalih. Kefasikan itu ada dua macam: Yang
pertama adalah kefasikan yang mengeluarkan seseorang dari Islam yaitu
kefasikan yang mengakibatkan keluar dari keimanan seperti yang
disebutkan dalam ayat ini dan yang semacamnya, sedangkan yang kedua
adalah kefasikan yang tidak mengeluarkan dari keimanan, seperti dalam
Firman Allah تعالى, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ
فَتَبَيَّنُوٓاْ ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti."
(Al-Hujurat: 6).
Kemudian Allah menjelaskan sifat-sifat kaum fasik dalam FirmanNya,
#
{27}
{الذين ينقضون عهد الله من بعد ميثاقه}؛ وهذا
يعم العهد الذي بينهم وبين ربهم ، والذي بينهم وبين الخلق ، الذي أكده
عليهم بالمواثيق الثقيلة والإلزامات، فلا يبالون بتلك المواثيق، بل
ينقضونها، ويتركون أوامره، ويرتكبون نواهيه، وينقضون العهود التي بينهم
وبين الخلق
{ويقطعون ما أمر الله به أن يوصل}؛ وهذا يدخل
فيه أشياء كثيرة، فإن الله أمرنا أن نصل ما بيننا وبينه بالإيمان به
والقيام بعبوديته، وما بيننا وبين رسوله بالإيمان به ومحبته وتعزيره
والقيام بحقوقه، وما بيننا وبين الوالدين والأقارب والأصحاب وسائر الخلق
بالقيام بحقوقهم التي أمر الله أن نصلها، فأما المؤمنون فوصلوا ما أمر الله
به أن يوصل من هذه الحقوق، وقاموا بها أتم القيام؛ وأما الفاسقون فقطعوها
ونبذوها وراء ظهورهم معتاضين عنها بالفسق والقطيعة والعمل بالمعاصي وهو
الإفساد في الأرض، {فأولئك}؛
أي:
من هذه صفته {هم الخاسرون}؛ في الدنيا
والآخرة، فحصر الخسارة فيهم؛ لأن خسرانهم عام في كل أحوالهم ليس لهم نوع من
الربح، لأن كل عمل صالح شرطه الإيمان، فمن لا إيمان له؛ لا عمل له،
وهذا الخسار هو:
خسار الكفر، وأما الخسار الذي قد يكون كفراً وقد يكون معصية وقد يكون
تفريطاً في ترك مستحب، المذكور في قوله تعالى:
{إن الإنسان لفي خسر}؛ فهذا عام لكل مخلوق
إلا من اتصف بالإيمان والعمل الصالح والتواصي بالحق والتواصي بالصبر،
وحقيقته فوات الخير الذي كان العبد بصدد تحصيله وهو تحت إمكانه.
(27) ﴾ ٱلَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهۡدَ ٱللَّهِ مِنۢ
بَعۡدِ مِيثَٰقِهِۦ
﴿ "Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian
itu diteguhkan." Hal ini bersifat umum yang meliputi perjanjian antara
mereka dengan Rabb mereka, atau juga perjanjian yang terjadi antara
mereka dengan sesama makhluk, yang dikukuhkan atas mereka dengan
ikatan-ikatan yang erat dan komitmen-komitmen, namun mereka tidak peduli
terhadap ikatan-ikatan tersebut bahkan mereka membatal-kannya dan mereka
meninggalkan perintah-perintahNya, melaku-kan larangan-laranganNya, dan
mereka juga membatalkan janji-janji antara mereka dengan sesama makhluk,
﴾
وَيَقۡطَعُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ
﴿ "dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
(kepada mereka) untuk menghubungkannya." Banyak
hal yang termasuk ke dalam ayat ini, dan Allah تعالى telah memerintahkan
kepada kita untuk menghubungkan antara kita dengan DiriNya yaitu dengan
keimanan kepadaNya, melak-sanakan ibadah hanya semata kepadaNya, atau
antara kita dengan RasulNya yaitu dengan beriman kepada beliau,
mencintai beliau, menghormati beliau, menunaikan segala hak-hak beliau,
atau di antara kita dengan kedua orang tua, karib kerabat, teman sahabat
dan seluruh makhluk yaitu dengan menunaikan hak-hak mereka yang mana
Allah telah memerintahkan untuk bersilaturahim. Orang-orang Mukmin, maka
mereka akan menyambung silaturahim yang telah Allah perintahkan untuk
disambung dari hak-hak tersebut, dan mereka menunaikannya dengan
sebaik-baik pelaksanaan, sedangkan orang-orang fasik, maka mereka
memutus-kannya dan membuangnya dari diri mereka dan menggantikannya
dengan kefasikan, memutus hubungan, dan melakukan kemak-siatan, yaitu
berbuat kerusakan di muka bumi. ﴾
أُوْلَٰٓئِكَ
﴿ "Mereka itulah," yakni orang-orang yang memiliki sifat seperti itu
adalah, ﴾
هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ
﴿ "orang-orang yang merugi" di dunia dan akhirat. Allah membatasi
kerugian itu hanya bagi mereka, karena kerugian me-reka itu bersifat
umum dalam segala kondisi mereka yang tidak ada sama sekali percikan
dari keuntungan, karena setiap amalan shalih syaratnya adalah keimanan,
maka barangsiapa yang tidak memiliki keimanan, niscaya ia tidak memiliki
nilai amal, dan ke-rugian ini adalah kerugian kekufuran. Adapun kerugian
yang ter-kadang menjadi kekufuran dan terkadang menjadi kemaksiatan dan
terkadang menjadi suatu tindakan kelalaian dalam meninggalkan
kesunnahan, yang disebutkan dalam FirmanNya تعالى, ﴾
إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ 2 ﴿ "Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian."
(Al-Ashr: 2), maka ini
bersifat umum untuk seluruh makhluk, kecuali orang-orang yang bersifat
dengan keimanan, amalan shalih, saling nasihat menasihati kepada kebenaran
dan saling nasihat menasihati dengan kesabaran; maka pada hakikatnya
adalah hilangnya kebaikan yang mana seorang hamba itu bertujuan
memperolehnya dan itu masih dalam kemampuannya.
Kemudian Allah تعالى berfirman,
{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ
ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
(28)}
.
"Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanNya kembali,
kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan?"
(Al-Baqarah: 28).
#
{28} هذا استفهام بمعنى التعجب والتوبيخ
والإنكار؛ أي: كيف يحصل منكم الكفر بالله الذي
خلقكم من العدم، وأنعم عليكم بأصناف النعم، ثم يميتكم عند استكمال آجالكم،
ويجازيكم في القبور، ثم يحييكم بعد البعث والنشور، ثم إليه ترجعون فيجازيكم
الجزاء الأوفى، فإذا كنتم في تصرفه وتدبيره وبره وتحت أوامره الدينية، وبعد
ذلك تحت دينه الجزائي أَفَيَليق بكم أن تكفروا به؟ وهل هذا إلا جهل عظيم
وسفه كبير ؟ بل الذي يليق بكم أن تتقوه وتشكروه، وتؤمنوا به ، وتخافوا
عذابه، وترجوا ثوابه.
(28) Ini adalah sebuah pertanyaan yang bermakna
keheranan dan sekaligus celaan serta pengingkaran, yakni bagaimana bisa
terjadi kekufuran dari kalian kepada Allah yang telah menciptakan kalian
dari tidak ada, lalu memberikan nikmatNya kepada kalian dengan berbagai
macam nikmat, kemudian Dia mematikan kalian bila telah sampai ajal kalian
lalu Dia membalas kalian dalam kubur, kemudian Dia membangkitkan kalian
kembali setelah Hari Kebang-kitan dan berdiri di padang mahsyar, kemudian
kepadaNya-lah kalian akan kembali, maka Dia akan memberikan balasan kepada
kalian dengan balasan yang sepadan, dan bila kalian berada dalam
tindak-tandukNya, pengaturanNya, kebaikanNya dan dalam kerangka
perintah-perintahNya yang bersifat agama, kemudian setelah itu dalam
kerangka pembalasanNya; maka apakah pantas bagi kalian kufur kepadaNya?
Dan bukankah hal ini hanyalah suatu kebodohan dan kedunguan yang besar?
Akan tetapi yang sepantasnya bagi kalian adalah agar kalian bertakwa
kepadaNya, mensyukuriNya, beriman kepadaNya, takut akan azabNya, dan
mengharap balasan baikNya.
{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا}
.
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
bermaksud
(menciptakan) langit, lalu dijadi-kanNya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
(Al-Baqarah: 29).
#
{29} أي: خلق لكم برًّا بكم ورحمة جميع ما
على الأرض للانتفاع والاستمتاع والاعتبار. وفي هذه الآية الكريمة دليل على
أن الأصل في الأشياء الإباحة والطهارة؛ لأنها سيقت في معرض الامتنان، يخرج
بذلك الخبائث فإن تحريمها أيضاً يؤخذ من فحوى الآية، وبيان المقصود منها،
وأنه خلقها لنفعنا، فما فيه ضرر؛ فهو خارج من ذلك، ومن تمام نعمته منعنا من
الخبائث تنزيهاً لنا؛ وقوله:
{ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (29)}. «استوى»: ترد في القرآن على ثلاثة معانٍ: فتارة
لا تُعدَّى بالحرف فيكون معناها: الكمال والتمام،
كما في قوله عن موسى:
{ولما بلغ أشده واستوى}؛ وتارة تكون بمعنى
علا وارتفع، وذلك إذا عديت «بعلى» كقوله تعالى:
{الرحمن على العرش استوى} ؛
{لتستووا على ظهوره}؛ وتارة تكون بمعنى قصد
كما إذا عُدِيت «بإلى» كما في هذه الآية،
أي:
لما خلق تعالى الأرض قصد إلى خلق السماوات فسواهن سبع سماوات فخلقها
وأحكمها وأتقنها وهو بكل شيء عليم، فيعلم ما يلج في الأرض وما يخرج منها،
وما ينزل من السماء وما يعرج فيها، ويعلم ما تسرون وما تعلنون، يعلم السر
وأخفى.
وكثيراً ما يقرن بين خلقه وإثبات علمه كما في هذه الآية وكما في قوله
تعالى:
{ألا يعلم من خلق وهو اللطيف الخبير}؛ لأن
خلقه للمخلوقات أدل دليل على علمه وحكمته وقدرته.
(29) Maksudnya, Dia menciptakan segala sesuatu di
muka bumi ini sebagai suatu kebaikan dan kasih sayang untukmu agar dapat
diambil manfaatnya, dinikmati, dan dijadikan pelajaran. Ayat yang mulia
ini merupakan sebuah dalil yang menunjuk-kan bahwasanya segala sesuatu itu
pada dasarnya adalah mubah dan suci, karena disebutkan dalam kerangka
suatu anugerah, dengan nash tersebut, maka hal-hal yang kotor tidak
termasuk di dalamnya, dan sesungguhnya keharaman hal-hal yang kotor itu
pun telah diambil dari pemahaman utama ayat ini
(fahwa al-ayat), penjelasan akan maksudnya dan
bahwasanya Allah menciptakan-nya untuk kemaslahatan kita. Maka apa pun
yang ada bahayanya dalam hal itu, maka tidak termasuk di dalamnya, dan
sebagai pe-nyempurnaan nikmatNya, Dia melarang kita dari hal-hal yang
kotor demi untuk membersihkan kita. Dan FirmanNya, ﴾ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ
إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ
عَلِيمٞ 29
﴿ "Dan Dia bermaksud (menciptakan) langit, lalu
dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
(Al-Baqarah: 29). Kata
اِسْتَوَى yang disebutkan dalam al-Qur`an hadir dengan tiga makna:
Terkadang tidak dijadikan kata kerja muta'addi
(transitif yang membutuhkan obyek)
dengan huruf, maka berarti kesempur-naan dan kepurnaan, sebagaimana
FirmanNya tentang Musa عليه السلام, ﴾
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَٱسۡتَوَىٰٓ
﴿ "Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya."
(Al-Qa-shash: 14).
Terkadang juga bermakna عَلَا وَارْتَفَعَ
(tinggi dan jauh di atas), hal ini bila kata
kerja ini dijadikan kata kerja muta'addi dengan عَلَى seperti Firman
Allah (yaitu), ﴾
ٱلرَّحۡمَٰنُ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ ٱسۡتَوَىٰ 5
﴿ "Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam
(tinggi) di atas 'Arasy."
(Thaha: 5). Dan juga
(FirmanNya), ﴾
لِتَسۡتَوُۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِۦ
﴿ "Supaya kamu duduk di atas punggungnya."
(Az-Zukhruf: 13). Dan
juga terkadang berarti, bermaksud, sebagaimana bila dijadikan kata kerja
muta'addi (transitif) dengan إِلَى yaitu kepada,
sebagaimana yang ada pada ayat ini. Maksudnya, ketika Allah تعالى telah
menciptakan bumi, Dia bermaksud menciptakan langit dan dijadikannya
tujuh langit, maka Dia menciptakannya, menyeim-bangkannya dan
mengukuhkannya, dan Allah Mahatahu akan segala sesuatu, Dia mengetahui
apa yang masuk dalam bumi dan apa yang keluar darinya, mengetahui apa
yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya, dan Dia mengetahui
juga apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian perlihatkan, dan
Dia mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi. Sangat sering sekali
Allah menyandingkan penciptaanNya terhadap sesuatu dengan penetapan akan
ilmuNya, sebagaimana dalam ayat ini dan juga dalam Firman Allah تعالى,
﴾
أَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ 14 ﴿ "Apakah Allah
Yang menciptakan itu tidak mengetahui
(yang kamu lahirkan atau rahasiakan); sedangkan
Dia Mahahalus lagi Maha Menge-tahui."
(Al-Mulk: 14). Karena
penciptaan Allah terhadap makhluk-makhluk adalah dalil yang paling jelas
akan pengetahuan, hikmah, dan kekuasaan-Nya.
{وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30) وَعَلَّمَ
آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ
فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
(31) قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا
إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
(32) قَالَ يَاآدَمُ أَنْبِئْهُمْ
بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ
أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
(33) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا
لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ
الْكَافِرِينَ (34)}
.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, 'Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa
Engkau hendak menjadikan
(kha-lifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
de-ngan memuji dan menyucikanMu?' Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.' Dan Dia menga-jarkan kepada Adam
nama-nama
(benda-benda), seluruhnya, ke-mudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, 'Sebutkanlah kepadaKu
nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!'
Mereka menjawab, 'Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang
Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.' Allah berfirman, 'Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman,
'Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sem-bunyikan?' Dan
(ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka sujudlah
mereka kecuali iblis; dia enggan dan takabur, dan dia termasuk golongan
orang-orang yang kafir."
(Al-Baqarah: 30-34).
#
{30} هذا شروع في ابتداء خلق آدم عليه السلام
أبي البشر وفضلهِ، وأن الله تعالى حين أراد خلقه أخبر الملائكة بذلك، وأن
الله مستخلفه في الأرض،
فقالت الملائكة عليهم السلام:
أتجعل فيها من يفسد فيها بالمعاصي ويسفك الدماء، وهذا تخصيص بعد تعميم؛
لبيان شدة مفسدة القتل، وهذا بحسب ظنهم أن الخليفةَ المَجْعُول في الأرض
سيحْدُثُ منه ذلك، فنزهوا الباري عن ذلك وعظموه،
وأخبروا أنهم قائمون بعبادة الله على وجه خالٍ من المفسدة فقالوا:
{ونحن نسبح بحمدك}؛
أي:
ننزهك التنزيه اللائق بحمدك وجلالك
{ونقدس لك}؛ يحتمل أن معناها ونقدسك؛ فتكون
اللام مفيدة للتخصيص والإخلاص، ويحتمل أن يكون:
ونقدس لك أنفسنا؛ أي: نطهرها بالأخلاق الجميلة؛
كمحبة الله، وخشيته، وتعظيمه، ونطهرها من الأخلاق الرذيلة
{قال}؛
الله للملائكة:
{إني أعلم}؛ من هذا الخليفة
{ما لا تعلمون}؛ لأن كلامكم بحسب ما ظننتم،
وأنا عالم بالظواهر والسرائر، وأعلم أن الخير الحاصل بخلق هذا الخليفة
أضعاف أضعاف ما في ضمن ذلك من الشر، فلو لم يكن في ذلك، إلا أن الله تعالى
أراد أن يجتبي منهم الأنبياء والصديقين والشهداء والصالحين، ولتظهر آياته
للخلق ، ويحصل من العبوديات التي لم تكن تحصل بدون خلق هذا الخليفة كالجهاد
وغيره، وليظهر ما كمن في غرائز المكلفين من الخير والشر بالامتحان، وليتبين
عدوه من وليه وحزبه من حربه، وليظهر ما كَمُن في نفس إبليس من الشر الذي
انطوى عليه واتصف به، فهذه حكم عظيمة يكفي بعضها في ذلك.
(30) Ini adalah permulaan penciptaan Nabi Adam
عليه السلام, bapak moyang manusia dan keutamaan beliau, dan bahwasanya
Allah تعالى ketika ingin menciptakannya, Allah mengabarkan kepada para
malaikat tentang hal tersebut, dan bahwasanya Allah تعالى menjadikannya
sebagai khalifah di bumi, lalu para malaikat عليه السلامberkata, "Mengapa
Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dengan kemak-siatan-kemaksiatan
dan menumpahkan darah?" Hal ini merupakan uraian secara khusus setelah
disebutkan secara umum demi men-jelaskan besarnya kerusakan akibat
pembunuhan itu. Dan hal itu adalah sebatas dugaan para malaikat,
bahwasanya khalifah yang akan diciptakan di bumi itu akan melakukan
hal-hal yang mereka sebutkan, lalu mereka menyucikan Sang Pencipta dari
hal itu semua dan mengagungkanNya, kemudian mereka mengungkapkan
bah-wasanya mereka dalam setiap kondisi selalu beribadah kepadaNya tanpa
berbuat kerusakan, maka mereka berkata, ﴾ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ
﴿ "Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu," maksudnya, kami
menyucikanMu dengan segala kesucian yang sesuai dengan segala pujian dan
keagunganMu, ﴾
وَنُقَدِّسُ لَكَۖ
﴿ "dan menyucikanMu." Kemungkinan artinya adalah menyucikanMu, jadi
huruf lam me-ngandung maksud pengkhususan dan keikhlasan, atau mungkin
juga dapat berarti kami menyucikan diri kami karenaMu yaitu
membersihkannya dengan cara menghiasinya dengan akhlak-akhlak yang
mulia, seperti mencintai Allah, takut kepadaNya, dan mengagungkanNya,
dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang hina. Selanjutnya ﴾
قَالَ
﴿ "Dia berkata," yakni, Allah berkata kepada malaikat, ﴾
إِنِّيٓ أَعۡلَمُ
﴿ "Sesungguhnya Aku mengetahui," dari khalifah ini, ﴾
مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "apa yang kamu tidak ketahui," karena perkataan kamu
adalah menurut apa yang kamu sangkakan, sedangkan Aku mengetahui yang
nampak maupun yang tersembunyi, dan Aku mengetahui bahwasanya kebaikan
yang diperoleh dari penciptaan khalifah ini adalah lebih besar berlipat
ganda sekalipun termasuk di dalamnya ada pula keburukan-keburukan. Dan
sekiranya saja dalam hal itu tidak ada kebaikan kecuali bahwa Allah hendak
memilih di antara mereka para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada, dan
orang-orang yang shalih, juga agar ayat-ayat Allah nampak jelas bagi
makhluk, lalu penyembahan kepada Allah menjadi ada yang tidak mungkin ada
tanpa penciptaan khalifah tersebut seperti berjihad atau lain-lainnya, dan
agar nampak se-suatu yang dirahasiakan oleh insting orang-orang yang
mukallaf, berupa kebaikan maupun kejahatan dengan ujian, dan agar jelas
antara musuhNya dari waliNya dan golonganNya dari yang meme-rangiNya, dan
agar nampak pula apa yang tersirat oleh jiwa iblis dari kejahatan yang
terpatri padanya dan menjadi karakternya, niscaya itu semua sudah cukup
sebagai hikmah-hikmah yang agung yang tidak perlu mencari hikmah
selainnya.
Kemudian ketika perkataan para malaikat menunjukkan keutamaan mereka
atas khalifah yang akan diciptakan oleh Allah di muka bumi, maka Allah
hendak menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan Nabi Adam عليه السلام
yang membuat mereka menge-tahui keutamaan Allah, kesempurnaan hikmah, dan
ilmuNya.
#
{31} فَعَلَّمَ
{آدم الأسماء كلَّها}؛
أي:
أسماء الأشياء ومن هو مسمى بها، فعلمه الاسم والمُسمَّى؛
أي:
الألفاظ والمعاني حتى المصغر من الأسماء والمكبر؛ كالقصعة والقُصيْعَة
{ثم عرضهم}؛ أي: عرض
المسمَّيَات {على الملائكة}؛ امتحاناً لهم هل
يعرفونها أم لا
{فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صادقين}؛
في قولكم وظنكم أنكم أفضل من هذا الخليفة.
(31) Lalu Dia mengajarkan ﴾ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ
كُلَّهَا
﴿ "kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya," yakni nama-nama
sesuatu dan apa pun yang bernama dengan nama itu, maka Allah
mengajar-kan kepadanya nama dan yang dinamakan, yakni kata-kata dan
makna-maknanya hingga kata-kata yang dikecilkan dan yang dibe-sarkan,
seperti اَلْقَصْعَةُ yaitu mangkuk besar dan اَلْقُصَيْعَةُ yaitu
mangkok kecil. ﴾
ثُمَّ عَرَضَهُمۡ
﴿ "Kemudian mengemukakannya." Yakni Allah menge-mukakan hal-hal yang
bernama-nama tersebut, ﴾
عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
﴿ "kepada para malaikat" sebagai ujian bagi mereka, apakah mereka
mengeta-hui hal-hal yang bernama itu ataukah tidak, ﴾
فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ﴿
"Lalu berfirman, "Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu
memang benar orang-orang yang benar" dalam perkataan dan dugaan kalian
bahwasanya kalian lebih utama daripada kha-lifah tersebut.
#
{32}
{قالوا سبحانك}؛ أي ننزهك من الاعتراض منَّا
عليك، ومخالفة أمرك {لا علم لنا}؛ بوجه من
الوجوه، {إلا ما علمتنا}؛ إياه فضلاً منك
وجوداً {إنك أنت العليم الحكيم}؛ العليم الذي
أحاط علماً بكل شيء، فلا يغيب عنه ولا يعزب مثقال ذرة في السماوات والأرض
ولا أصغر من ذلك ولا أكبر، الحكيم:
من له الحكمة التامة التي لا يخرج عنها مخلوق ولا يشذ عنها مأمور، فما خلق
شيئاً إلا لحكمة، ولا أمر بشيء إلا لحكمة، والحكمة وضع الشيء في موضعه
اللائق به. فأقروا واعترفوا بعلم الله وحكمته وقصورهم عن معرفة أدنى شيء،
واعترافهم بفضل الله عليهم وتعليمه إياهم ما لا يعلمون.
(32) ﴾ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ
﴿ "Mereka menjawab, 'Mahasuci Engkau'." Maksudnya, kami menyucikanMu
dari sanggahan kami terhadap-Mu dan penentangan kami atas perintahMu,
﴾
لَا عِلۡمَ لَنَآ
﴿ "tidak ada yang kami ketahui" dengan segala bentuknya, ﴾
إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ
﴿ "selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami" tentangnya
sebagai suatu anugerah dariMu dan kemuliaan, ﴾
إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ﴿ "sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana," Yang Maha Mengetahui adalah yang
mengetahui sesuatu dalam segala aspek-nya, tidak ada yang tertutup olehnya
dan tidak terlupakan seberat biji dzarrah pun di langit maupun di bumi dan
tidak yang kecil maupun yang besar, dan yang Mahabijaksana adalah Dzat
yang memiliki kebijaksanaan yang sempurna, yang tidak ada seorang makhluk
pun yang keluar darinya dan tidak seorang pun yang diperintahkan
menyimpang darinya, karena Dia tidaklah mencipta-kan sesuatu kecuali ada
hikmah di baliknya, dan tidak pula Dia memerintahkan kepada sesuatu
kecuali menyimpan hikmah padanya, dan hikmah itu sendiri adalah meletakkan
sesuatu pada tempatnya yang sesuai. Lalu mereka sadar dan mengakui ilmu
Allah dan hikmahNya, dan ketidakmampuan mereka dalam mengetahui sekecil
apa pun, serta pengakuan mereka terhadap keutamaan Allah atas mereka dan
pengajaranNya kepada mereka apa-apa yang tidak mereka ketahui.
#
{33} فحينئذ قال الله:
{يا آدم أنبئهم بأسمائهم}؛
أي:
أسماء المسميات التي عرضها الله على الملائكة؛ فعجزوا عنها
{فلما أنبأهم بأسمائهم}؛ تبين للملائكة فضل
آدم عليهم، وحكمة الباري وعلمه في استخلاف هذا الخليفة
{قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السموات والأرض}
وهو ما غاب عنا فلم نشاهده، فإذا كان عالماً بالغيب، فالشهادة من باب أولى
{وأعلم ما تبدون}؛
أي:
تظهرون {وما كنتم تكتمون}.
(33) Saat itulah Allah berfirman, ﴾ يَٰٓـَٔادَمُ
أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ
﴿ "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini," yakni
nama-nama benda yang dikemukakan oleh Allah kepada para malaikat yang
tidak mampu mereka ketahui, ﴾
فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ
﴿ "maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,"
jelaslah bagi mereka keutamaan Adam عليه السلام atas mereka, dan hikmah
Allah Yang Maha Pencipta dan ilmuNya dalam menetapkannya sebagai
khalifah, ﴾
قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ
﴿ "Allah berfirman, 'Bukan-kah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi," yakni apa yang
tersembunyi darinya dan tidak kita lihat, sehingga apabila Dia
mengetahui yang ghaib, maka alam nyata tentu lebih utama, ﴾
وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ
﴿ "dan Aku juga menge-tahui apa yang kamu lahirkan," maksudnya, apa
yang kamu nampak-kan, ﴾
وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ ﴿ "dan apa yang kamu sembunyikan."
#
{34} ثم أمرهم تعالى بالسجود لآدم إكراماً له
وتعظيماً وعبودية لله تعالى؛ فامتثلوا أمر الله، وبادروا كلهم بالسجود،
{إلا إبليس أبى} امتنع عن السجود، واستكبر عن
أمر الله، وعلى آدم قال:
{أأسجد لمن خلقت طيناً} وهذا الإباء منه،
والاستكبار نتيجة الكفر الذي هو منطوٍ عليه، فتبينت حينئذ عداوته لله ولآدم
وكفره واستكباره. وفي هذه الآيات من العِبَر والآيات إثبات الكلام لله
تعالى، وأنه لم يزل متكلماً يقول ما شاء، ويتكلم بما شاء وأنه عليم حكيم،
وفيه أن العبد إذا خفيت عليه حكمة الله في بعض المخلوقات، والمأمورات؛
فالواجب عليه التسليم واتهامُ عقله والإقرار لله بالحكمة؛ وفيه اعتناء الله
بشأن الملائكة وإحسانه بهم بتعليمهم ما جهلوا، وتنبيههم على ما لم
يعلموه. وفيه فضيلة العلم من وجوه: منها: أن الله
تعرف لملائكته بعلمه وحكمته. ومنها: أن الله عرفهم
فضل آدم بالعلم، وأنه أفضل صفة تكون في العبد.
ومنها:
أن الله أمرهم بالسجود لآدم إكراماً له لمَّا بانَ فضل علمه.
ومنها:
أن الامتحان للغير إذا عجزوا عما امتحنوا به ثم عرفه صاحب الفضيلة فهو أكمل
مما عرفه ابتداء. ومنها:
الاعتبار بحال أبوي الإنس والجن وبيان فضل آدم وأفضال الله عليه وعداوة
إبليس له، إلى غير ذلك من العبر.
(34) Kemudian Allah تعالى memerintahkan kepada
mereka untuk bersujud kepada Adam عليه السلام sebagai suatu penghormatan
terhadapnya, dan sebagai pengagungan dan penghambaan kepada Allah تعالى.
Maka mereka semua menaati perintah Allah tersebut dan mereka semuanya
segera bersujud, ﴾ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ
﴿ "kecuali iblis; dia enggan" dia tidak mau bersujud dan dia takabur
terhadap perintah Allah dan terhadap Adam عليه السلام seraya berkata,
﴾
ءَأَسۡجُدُ لِمَنۡ خَلَقۡتَ طِينٗا 61 ﴿ "Apakah aku akan sujud kepada orang
yang Engkau ciptakan dari tanah?"
(Al-Isra`: 61). Keengganan
ini berasal darinya, dan kesombongan yang dihasilkan dari kekufuran yang
merupakan perkara cakupannya, sehingga akhirnya jelaslah saat itu
permusuhan iblis terhadap Allah dan Nabi Adam serta kekufuran dan
kesombongannya. Dalam ayat ini terkandung banyak sekali pelajaran yang
dapat diambil dan tanda-tanda Kekuasaan Allah,
di antaranya:
Penetapan sifat berfirman
(berbicara) bagi Allah تعالى serta bahwasanya
Allah senantiasa berfirman sekehendakNya dan bahwasanya Allah se-nantiasa
bersifat berfirman dengan apa yang dikehendakiNya dan berbicara dengan apa
yang Dia kehendaki, dan bahwasanya Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Dalam ayat ini juga terkandung dalil bahwasanya seorang hamba bila tidak
mengetahui tentang hikmah Allah yang terkan-dung di balik beberapa
makhluk, dan perintah-perintah, maka wajiblah atasnya menerimanya saja dan
menuduh akalnya yang lemah serta menetapkan bahwasanya Allah memiliki
hikmah di balik itu semua. Dalam ayat ini juga ada dalil tentang perhatian
Allah terhadap urusan para malaikat dan kebaikan Allah kepada mereka
dengan mengajarkan kepada mereka apa yang mereka tidak tahu, serta
peringatanNya kepada mereka akan hal-hal yang tidak mereka ketahui.
Dalam ayat ini terkandung pernyataan akan keutamaan ilmu dari beberapa
segi:
F Bahwasanya Allah mengenalkan kepada para malaikatNya tentang ilmu dan
hikmahNya. F Bahwasanya Allah mengemukakan kepada mereka akan keuta-maan
Nabi Adam karena ilmu, dan bahwasanya ilmu itu adalah perkara yang paling
baik bagi seorang hamba. F Bahwasanya Allah memerintahkan kepada para
malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan terhadapnya
ketika jelas keutamaan ilmunya. F Bahwasanya ujian bagi orang lain, bila
mereka tidak mampu melakukan ujian itu kemudian Allah تعالى memberitahukan
jawabannya, maka hal tersebut adalah lebih utama daripada mengetahui ujian
itu sejak semula. F Mengambil pelajaran dari kondisi kedua bapak moyang
ma-nusia dan jin, dan penjelasan akan keutamaan Adam serta karunia-karunia
Allah terhadapnya serta permusuhan iblis kepadanya, dan
pelajaran-pelajaran lainnya.
{وَقُلْنَا يَاآدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا
مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ
فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
(35) فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا
فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ
لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى
حِينٍ (36)}
.
"Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini,
dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang
kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang zhalim.' Lalu keduanya digelincirkan oleh setan
dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfir-man,
'Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu
ada tempat kediaman di bumi, dan kesenang-an hidup sampai waktu yang
ditentukan'."
(Al-Baqarah: 35-36).
#
{35} لما خلق الله آدم وفضَّله، أتمَّ نعمته
عليه بأن خلق منه زوجة؛ ليسكن إليها ويستأنس بها، وأمرهما بسكنى الجنة
والأكل منها رغداً؛ أي: واسعاً هنيئاً
{حيث شئتما}؛ أي: من
أصناف الثمار والفواكه، وقال الله له:
{إن لك أن لا تجوع فيها ولا تعرى، وأنك لا تظمأ فيها ولا تضحى}، {ولا تقربا هذه الشجرة}؛ نوع من أنواع شجر
الجنة الله أعلم بها، وإنما نهاهما عنها امتحاناً وابتلاء أو لحكمة غير
معلومة لنا، {فتكونا من الظالمين}؛ دل على أن
النهي للتحريم؛ لأنه رتب الظلم عليه ؛ فلم يزل عدوهما يوسوس لهما ويزين
لهما تناول ما نُهيا عنه حتى أزلهما أي حملهما على الزلل بتزيينه
{وقاسمهما}؛ بالله
{إني لكما لمن الناصحين}.
(35) Setelah Allah menciptakan Adam lalu
memuliakan-nya, Dia menyempurnakan nikmat baginya dengan menjadikan
seorang istri, agar dia merasa tenang dan terhibur dengannya, dan Allah
memerintahkan kepada keduanya untuk menetap di surga dan memakan makanan
yang berlimpah di sana, yaitu dengan puas lagi nikmat, ﴾ حَيۡثُ شِئۡتُمَا
﴿ "di mana saja kamu sukai," yakni dari berbagai buah-buahan. Dan Allah
berfirman, ﴾
إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ فِيهَا وَلَا تَعۡرَىٰ 118 وَأَنَّكَ لَا
تَظۡمَؤُاْ فِيهَا وَلَا تَضۡحَىٰ 119
﴿ "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan
telanjang. Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak
(pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya."
(Thaha: 118-119). ﴾
وَلَا تَقۡرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ
﴿ "Dan janganlah kamu dekati pohon ini," yaitu sebuah pohon dari
pohon-pohon surga yang mana hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah
melarang mereka berdua men-dekatinya adalah sebagai suatu ujian dan
cobaan atau untuk suatu hikmah yang tersembunyi yang tidak kita ketahui,
﴾
فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
﴿ "yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim." Ini
menunjukkan bahwasanya larangan itu adalah dengan maksud pengharaman,
karena Allah menetapkan kezhaliman atasnya
(bila dilanggar), dan musuh mereka senantiasa
menggoda dan mem-bujuk mereka berdua agar memakan pohon yang dilarang
untuk mereka hingga dia dapat menggelincirkan keduanya atau men-jatuhkan
keduanya dalam suatu kesalahan dengan membuatnya indah.
(Dalam ayat lain), ﴾
وَقَاسَمَهُمَآ
﴿ "Dan setan bersumpah kepada keduanya," dengan Nama Allah, ﴾
إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ ٱلنَّٰصِحِينَ 21 ﴿ "sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua."
(Al-A'raf: 21).
#
{36} فاغترا به وأطاعاه؛ فأخرجهما مما كانا
فيه من النعيم، والرغد، وأُهْبِطوا إلى دار التعب والنصب والمجاهدة
{بعضكم لبعض عدو}؛
أي:
آدم وذريته أعداء لإبليس وذريته. ومن المعلوم أن العدو يَجِدُّ ويجتهد في
ضرر عدوه وإيصال الشر إليه بكل طريق وحرمانه الخير بكل طريق،
ففي ضمن هذا تحذير بني آدم من الشيطان كما قال تعالى:
{إنّ الشيطان لكم عدو فاتخذوه عدواً إنما يدعو حزبه ليكونوا من أصحاب
السعير}
{أفتتخذونه وذريته أولياء من دوني وهم لكم عدو بئس للظالمين
بدلاً}
ثم ذكر منتهى الإهباط فقال:
{ولكم في الأرض مستقر}؛
أي:
مسكن وقرار {ومتاعٌ إلى حين}؛ انقضاء آجالكم
ثم تنتقلون منها للدار التي خُلقتم لها وخلقت لكم، ففيها أن مدة هذه الحياة
مؤقتة عارضة ليست مسكناً حقيقياً، وإنما هي معبر يُتزوَّد منها لتلك الدار،
ولا تُعمَّر للاستقرار.
(36) Akhirnya mereka berdua terpedaya dan menaati
setan, maka Allah mengeluarkan mereka berdua dari kondisi semula yang
penuh kenikmatan dan makanan yang banyak, dan mereka berdua diturunkan ke
negeri yang penuh kelelahan, kerja keras, dan perjuangan; ﴾ بَعۡضُكُمۡ
لِبَعۡضٍ عَدُوّٞۖ
﴿ "sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain," maksudnya Adam dan
keturunannya sebagai musuh bagi iblis dan keturunannya. Telah diketahui
bahwasanya seorang musuh selalu berusaha dan berjuang untuk membahayakan
musuhnya dan menjahatinya dengan segala cara, serta menghalanginya dari
kebaikan dengan segala cara pula, termasuk dalam kandungan hal ini
adalah peri-ngatan kepada anak cucu Adam dari godaan setan, sebagaimana
Firman Allah, ﴾
إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لَكُمۡ عَدُوّٞ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا
يَدۡعُواْ حِزۡبَهُۥ لِيَكُونُواْ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ 6
﴿ "Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah dia
musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu
hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala." (Fathir: 6).
(Juga Firman Allah تعالى), ﴾
أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِي وَهُمۡ لَكُمۡ
عَدُوُّۢۚ بِئۡسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلٗا 50
﴿ "Patutkah kamu mengambilnya dan keturunannya sebagai pemim-pin selain
Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai
pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang
zhalim." (Al-Kahfi: 50).
Kemudian Allah menyebutkan puncak maksud dari "me-nurunkan" seraya
berfirman, ﴾
وَلَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُسۡتَقَرّٞ
﴿ "Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi," maksudnya tempat tinggal
dan tempat menetap, ﴾
وَمَتَٰعٌ إِلَىٰ حِينٖ ﴿ "dan kesenangan hidup sampai waktu yang
diten-tukan," maksudnya waktu habisnya ajal kalian kemudian kalian pindah
darinya menuju kepada negeri yang kalian diciptakan untuknya dan dia
diciptakan untuk kalian. Di dalam ayat tersebut terkandung dalil yang
menunjukkan bahwa kehidupan ini hanya sementara, yang berlalu, yang bukan
tempat tinggal yang sebenar-nya, namun hanya sebagai tempat lewat agar
mengambil bekal padanya untuk negeri tujuan tersebut, dan tidak dihuni
untuk menetap.
[{فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ
هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (37)}].
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhan-nya, maka Allah
menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang."
(Al-Baqarah: 37).
#
{37}
{فتلقّى آدم}؛ أي:
تلقف وتلقن وألهمه الله
{من ربه كلمات}؛
وهي قوله:
{ربنا ظلمنا أنفسنا ... }؛ الآية؛ فاعترف
بذنبه، وسأل الله مغفرته {فتاب}؛ الله،
{عليه}؛ ورحمه
{إنه هو التواب}؛ لمن تاب إليه وأناب.
وتوبته نوعان:
توفيقه أولاً. ثم قبوله للتوبة إذا اجتمعت شروطها ثانياً.
{الرحيم}؛ بعباده، ومن رحمته بهم أن وفقهم
للتوبة وعفا عنهم وصفح.
(37) ﴾ فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ
﴿ "Kemudian Adam menerima," maksudnya, mengambil dan menerima serta
Allah mengilhamkan kepadanya, ﴾
مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٖ
﴿ "beberapa kalimat dari Tuhannya," yaitu FirmanNya, ﴾
رَبَّنَا ظَلَمۡنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَنَا وَتَرۡحَمۡنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ 23
﴿ "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, nis-caya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."
(Al-A'raf: 23). Nabi
Adam عليه السلام mengakui kesalahannya, lalu memohon ampunan kepada
Allah, ﴾
فَتَابَ عَلَيۡهِۚ
﴿ "maka Allah menerima taubatnya" dan merahmatinya, ﴾
إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ
﴿ "sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat" bagi orang yang bertaubat
dan kembali kepadaNya. Penerimaan taubat oleh Allah ada dua macam, yaitu
pertama, taufik kepadanya, kedua, penerimaanNya terhadap taubat
hamba-Nya apabila syarat-syarat taubatnya telah sempurna. ﴾
ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Lagi Maha Penyayang" kepada hamba-hambaNya, dan di antara
kasih sayangNya kepada mereka adalah taufikNya bagi mereka untuk bertaubat
dan maaf serta ampunan Allah bagi mereka.
{قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي
هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ (38) وَالَّذِينَ كَفَرُوا
وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ (39)}
.
"Kami berfirman, 'Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika
datang petunjukKu kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.' Adapun orang-orang
yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya."
(Al-Baqarah: 38-39).
#
{38} كرر الإهباط؛ ليرتب عليه ما ذكر،
وهو قوله:
{فإما يأتينكم مني هدى}؛
أي:
أيُّ وقت وزمان جاءكم مني يا معشرَ الثقلين هدى؛
أي:
رسول وكتاب يهديكم لما يقربكم مني، ويدنيكم من رضائي فمن تبع هداي منكم،
بأن آمن برسلي، وكتبي واهتدى بهم، وذلك بتصديق جميع أخبار الرسل والكتب
والامتثال للأمر والاجتناب للنهي،
{فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ وفي الآية
الأخرى،
{فمن اتبع هداي فلا يضل ولا يشقى}.
فرتب على اتباع هداه أربعة أشياء:
نفي الخوف والحزن والفرق بينهما: أن المكروه إن كان قد مضى أحدث الحزن وإن
كان منتظراً أحدث الخوف، فنفاهما عمن اتبع الهدى وإذا انتفيا حصل ضدهما وهو
الأمن التام.
(38) Allah mengulangi kata menurunkan agar
tersambung jelas dengan apa yang disebutkan berikutnya yaitu FirmanNya, ﴾
فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدٗى
﴿ "Kemudian jika datang petunjukKu kepadamu," yakni di waktu dan zaman
apa pun petunjukKu datang kepadamu wahai sekalian makhluk, berupa
seorang Rasul dan sebuah kitab suci yang menunjukkan kalian kepada
perkara yang mendekatkan kalian kepadaKu dan kepada ridhaKu; maka
barangsiapa di antara kalian yang mengikuti petunjukKu, yaitu dengan
beriman kepada RasulKu dan kitabKu lalu mengambil petunjuk dari mereka,
dan hal tersebut direalisasikan dengan membenarkan segala kabar-kabar
para Rasul dan kitab-kitab, dan menunaikan perintah-perin-tah dan
menjauhi larangan-larangan (di dalamnya),﴾
فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
﴿ "niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka
bersedih hati." Dan dalam ayat yang lain, ﴾
فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشۡقَىٰ 123 ﴿ "Maka
barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, maka ia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka."
(Thaha: 123). Allah mengimplikasikan
bagi orang yang mengikuti petun-
jukNya empat perkara:
Menghilangkan "kekhawatiran" dan "kesedihan," dan perbe-daan antara
keduanya adalah bahwasanya suatu hal yang dibenci apabila telah berlalu,
mengakibatkan kesedihan namun apabila hal itu adalah sesuatu yang
ditunggu, maka mengakibatkan kekha-watiran, oleh karena itu Allah
menghilangkan kedua hal itu dari orang yang mengikuti petunjuk, lalu
apabila kedua hal tersebut telah hilang, niscaya terjadilah yang kebalikan
dari keduanya yaitu rasa aman yang sempurna.
#
{39} وكذلك: نفي الضلال والشقاء عمن اتبع
هداه، وإذا انتفيا ثبت ضدهما، وهو الهدى والسعادة، فمن اتبع هداه حصل له
الأمن والسعادة الدنيوية والأخروية والهدى وانتفى عنه كل مكروه من الخوف
والحزن والضلال والشقاء؛ فحصل له المرغوب واندفع عنه المرهوب، وهذا عكس من
لم يتبع هداه فكفر به وكذب بآياته؛ فأولئك أصحاب النار،
أي:
الملازمون لها ملازمة الصاحب لصاحبه، والغريم لغريمه
{هم فيها خالدون} لا يخرجون منها ولا يفتر
عنهم العذاب ولا هم ينصرون. وفي هذه الآيات، وما أشبهها انقسام الخلق من
الجن والإنس إلى أهل السعادة، وأهل الشقاوة، وفيها صفات الفريقين والأعمال
الموجبة لذلك، وأن الجن كالإنس في الثواب والعقاب، كما أنهم مثلهم في الأمر
والنهي.
(39) Demikian juga menghilangkan "kesesatan" dan
"ke-sengsaraan" dari orang yang mengikuti petunjukNya. Dan apabila kedua
hal itu juga telah hilang, niscaya tetaplah hal yang menjadi kebalikan
keduanya yaitu hidayah dan kebahagiaan. Barangsiapa yang mengikuti
petunjukNya, niscaya dia akan memperoleh rasa aman dan kebahagiaan dunia
maupun akhirat dan juga hidayah, dan hilanglah darinya segala hal yang
dibenci berupa kekhawatiran, kesedihan, dan kesesatan, serta kesengsaraan,
dan dia memperoleh hal yang diharap-harapkan dan lenyaplah hal yang
ditakuti. Hal ini akan terbalik bagi orang yang tidak mengikuti
petunjukNya lalu ia kufur kepadaNya dan mendustakan ayat-ayatNya; mereka
itulah penghuni neraka, maksudnya, orang-orang yang senantiasa di neraka
sebagaimana kebersamaan seorang teman dengan te-mannya atau seorang yang
berhutang terhadap pemberi hutang. ﴾ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "Mereka
kekal di dalamnya," mereka tidak akan keluar darinya, dan azab tidak akan
berhenti menyiksa mereka, dan me-reka sama sekali tidak akan ditolong.
Dalam ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya terkandung dalil tentang
pengelompokan makhluk dari jin dan manusia ke-pada kelompok bahagia dan
kelompok sengsara. Juga terkandung penjelasan tentang sifat-sifat kedua
kelompok tersebut serta per-buatan-perbuatan yang mengakibatkan kepada
kedua kelompok tersebut, dan bahwasanya jin itu seperti manusia dalam hal
pahala dan hukuman sebagaimana mereka juga sama dengan manusia da-lam hal
(kewajiban menjalankan) perintah dan
(menjauhi) larangan.
Kemudian Allah تعالى mulai mengingatkan Bani Israil akan nikmat-nikmatNya
terhadap mereka dan anugerah-anugerahNya atas mereka seraya berfirman,
{يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ
عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ
فَارْهَبُونِ (40) وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ
مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا
تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
(41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ
وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)}
.
"Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janjiKu
kepadamu; dan hanya kepadaKu-lah kamu harus takut
(tunduk). Dan berimanlah kamu kepada
(al-Qur`an) yang telah Aku turunkan, yang
membenarkan
(Taurat) yang ada padamu, dan
janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah
kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah, dan hanya
kepadaKu-lah kamu harus bertak-wa. Dan janganlah kamu campur adukkan yang
haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang
kamu mengetahui. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuk-lah
beserta orang-orang yang rukuk."
(Al-Baqarah: 40-43).
#
{40}
{يا بني إسرائيل}؛
المراد بإسرائيل:
يعقوب عليه السلام، والخطاب مع فِرَق بني إسرائيل، الذين بالمدينة وما
حولها ويدخل فيهم من أتى بعدهم،
فأمرهم بأمر عام فقال:
{اذكروا نعمتي التي أنعمت عليكم}؛ وهو يشمل
سائر النعم التي سيذكر في هذه السورة بعضها، والمراد بذكرها بالقلب
اعترافاً، وباللسان ثناءً، وبالجوارح باستعمالها فيما يحبه ويرضيه
{وأوفوا بعهدي}؛ وهو ما عهده إليهم من
الإيمان به، وبرسله، وإقامة شرعه
{أوف بعهدكم}؛ وهو المجازاة على ذلك،
والمراد بذلك ما ذكره الله في قوله:
{ولقد أخذ الله ميثاق بني إسرائيل وبعثنا منهم اثني عشر نقيباً وقال
الله إني معكم لئن أقمتم الصلاة وآتيتم الزكاة وآمنتم برسلي}؛ إلى قوله:
{فقد ضل سواء السبيل}؛ ثم أمرهم بالسبب
الحامل لهم على الوفاء بعهده، وهو الرهبة منه تعالى، وخشيته وحده، فإن من
خشيه أوجبت له خشيته امتثال أمره، واجتناب نهيه،
ثم أمرهم بالأمر الخاص الذي لا يتم إيمانهم ولا يصح إلا به فقال:
(40) ﴾ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ
﴿ "Hai Bani Israil." Yang dimaksud dengan Israil adalah Nabi Ya'qub
عليه السلام, titah (khitbah) ini ditujukan
kepada kelompok-kelompok dari Bani Israil, yang berada di Madinah dan
sekitarnya, termasuk di dalamnya orang-orang yang datang sete-lahnya.
Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu perin-tah yang bersifat
umum seraya berfirman, ﴾
ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ
﴿ "Ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu," yang
termasuk di dalamnya seluruh nikmat-nikmat yang akan disebut-kan dalam
surat ini sebagiannya, dan yang dimaksudkan dengan mengingatnya dengan
hati adalah adanya pengakuan, dan dengan lisan adanya pujian, dan dengan
anggota tubuh adalah dengan menggunakannya kepada hal-hal yang disukai
oleh Allah dan di-ridhaiNya, ﴾
وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ
﴿ "dan penuhilah janjimu kepadaKu," maksudnya, apa-apa yang
diamanatkanNya kepada mereka, berupa amanat iman kepadaNya, kepada
Rasul-rasulNya dan menegakkan sya-riatNya, ﴾
أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ
﴿ "niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu," mak-sudnya Allah memberikan
ganjaran akan hal tersebut, dan yang dimaksud dengan hal itu adalah apa
yang disebutkan oleh Allah dalam FirmanNya, ﴾
وَلَقَدۡ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَبَعَثۡنَا مِنۡهُمُ
ٱثۡنَيۡ عَشَرَ نَقِيبٗاۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّي مَعَكُمۡۖ لَئِنۡ
أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّكَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِي
وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا لَّأُكَفِّرَنَّ
عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّكُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا
ٱلۡأَنۡهَٰرُۚ فَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ
ٱلسَّبِيلِ 12 ﴿ "Dan sungguh Allah telah mengambil perjanjian
(dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara
mereka dua belas orang pemimpin, dan Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku
beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan Shalat dan menunaikan
Zakat serta beriman kepada rasul-rasulKu, dan kamu bantu mereka dan kamu
pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus
dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang
me-ngalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antara
kamu sesudah itu, sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus'."
(Al-Ma`idah: 12). Kemudian
Allah memerintahkan mereka untuk melakukan sebab yang dapat mendorong
mereka untuk menunaikan janjinya yaitu rahbah
(takut akan pembalasan) dariNya dan khasyyah
(takut disebabkan ma'rifat tentang keagungan)Nya
تعالى semata, karena sesungguhnya orang yang khasyyah kepadaNya pastilah
khasyyah itu akan mendorongnya untuk menaati perintahNya dan menjauhi
laranganNya. Kemudian Allah memerintahkan kepada mereka dengan suatu
perintah yang bersifat khusus yang mana keimanan mereka tidak akan
sempurna dan tidak akan benar kecuali dengan-nya seraya berfirman,
#
{41}
{وآمنوا بما أنزلت}؛
وهو:
القرآن الذي أنزله على عبده ورسوله محمد - صلى الله عليه وسلم -، فأمرهم
بالإيمان به واتباعه، ويستلزم ذلك، الإيمان بمن أنزل عليه، وذكر الداعي
لإيمانهم، فقال:
{مصدقاً لما معكم}؛
أي:
موافقاً له لا مخالفاً ولا مناقضاً، فإذا كان موافقاً لما معكم من الكتب
غير مخالف لها فلا مانع لكم من الإيمان به؛ لأنه جاء بما جاءت به المرسلون،
فأنتم أولى من آمن به وصدق به؛ لكونكم أهل الكتب والعلم.
وأيضاً فإن في قوله:
{مصدقاً لما معكم}؛ إشارة إلى أنكم إن لم
تؤمنوا به عاد ذلك عليكم بتكذيب ما معكم؛ لأن ما جاء به هو الذي جاء به
موسى وعيسى وغيرهما من الأنبياء، فتكذيبكم له تكذيب لما معكم. وأيضاً فإن
في الكتب التي بأيديكم صفة هذا النبي الذي جاء بهذا القرآن، والبشارة به،
فإن لم تؤمنوا به؛ كذبتم ببعض ما أنزل إليكم، ومن كذب ببعض ما أنزل إليه؛
فقد كذب بجميعه، كما أن من كفر برسولٍ؛ فقد كذب الرسل جميعهم، فلما أمرهم
بالإيمان به نهاهم،
وحذرهم عن ضده وهو الكفر به فقال:
{ولا تكونوا أول كافر به}؛
أي:
بالرسول والقرآن، وفي قوله:
{أول كافر به}؛ أبلغ من قوله ولا تكفروا به؛
لأنهم إذا كانوا أول كافر به كان فيه مبادرتهم إلى الكفر
[به] عكس ما ينبغي منهم، وصار عليهم إثمهم وإثم من
اقتدى بهم من بعدهم.
ثم ذكر المانع لهم من الإيمان وهو اختيار العرض الأدنى على السعادة
الأبدية فقال:
{ولا تشتروا بآياتي ثمناً قليلاً}؛ وهو ما
يحصل لهم من المناصب والمآكل التي يتوهمون انقطاعها إن آمنوا بالله ورسوله،
فاشتروها بآيات الله واستحبوها وآثروها
{وإياي}؛ أي: لا
غيري، {فاتقون}؛ فإنكم إذا اتقيتم الله وحده
أوجبت لكم تقواه تقديم الإيمان بآياته على الثمن القليل، كما أنكم إذا
اخترتم الثمن القليل؛ فهو دليل على ترحل التقوى من قلوبكم،
ثم قال:
(41) ﴾ وَءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلۡتُ
﴿ "Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan," maksudnya
al-Qur`an, yang Allah turunkan kepada hamba dan RasulNya, Muhammad ﷺ.
Allah memerintah-kan mereka untuk beriman kepadanya dan mengikutinya,
hal ini mengharuskan keimanan kepada seseorang yang kitab tersebut
diturunkan kepadanya, dan Allah menyebutkan pendorong dalam keimanan
mereka, seraya berfirman, ﴾
مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَكُمۡ
﴿ "Yang membe-narkan apa yang ada padamu
(Taurat)," maksudnya, kitab yang sesuai dengan
kitab yang berada di sisi kalian, tidak berbeda dan tidak pula
bertentangan, lalu apabila ia sesuai dengan apa yang ada pada kalian
yang tidak berbeda dengannya, maka tidaklah ada peng-halang bagi kalian
untuk beriman kepadanya, karena ia membawa ajaran yang dibawa oleh para
rasul, dan kalian lebih patut beriman kepadanya dan mempercayainya,
karena kalian adalah ahli kitab dan ahli ilmu. Kemudian dalam Firman
Allah تعالى, ﴾
مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَكُمۡ
﴿ "Yang mem-benarkan (Taurat) yang ada padamu,"
terkandung isyarat bahwa bila kalian tidak beriman kepadanya, maka itu
akan kembali kepada kalian sendiri dengan pendustaan kalian terhadap apa
yang ada pada kalian, karena ajaran yang dibawa kitab tersebut adalah
sama dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa عليه السلام, Nabi Isa عليه
السلام dan lain-lainnya dari para Nabi. Maka pendustaan kalian
terhadapnya adalah pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian.
Yang demikian itu ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dalam kitab yang
ada pada kalian ada berita tentang Nabi yang membawa al-Qur`an tersebut,
dan telah disampaikan sebagai kabar gembira
(kepada kalian), dan apabila kalian tidak
beriman kepa-danya niscaya kalian telah mendustai sebagian yang telah
turun kepada kalian, padahal orang yang mendustai sebagian yang
ditu-runkan kepadanya, maka dia telah mendustai seluruhnya, sebagai-mana
orang yang mendustai seorang Rasul, maka dia telah men-dustai para Rasul
seluruhnya. Dan ketika Allah memerintahkan kepada mereka untuk beriman
kepadanya, Allah melarang dan mengingatkan mereka dari kebalikannya
yaitu kafir terhadapnya, Allah berfirman, ﴾
وَلَا تَكُونُوٓاْ أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ
﴿ "Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya,"
maksudnya kafir kepada Rasul dan al-Qur`an. Dalam FirmanNya, ﴾
أَوَّلَ كَافِرِۭ بِهِۦۖ
﴿ "Orang yang pertama kafir kepadanya" adalah statemen yang lebih kuat
daripada kalau mengatakan, "dan janganlah kalian kafir kepadanya."
Karena apa-bila mereka yang pertama kafir kepadanya, maka itu
menunjukkan bahwa mereka bersegera kepada kekafiran, suatu tindakan
terbalik dari yang seharusnya mereka lakukan, sehingga dosa-dosa mereka
dan dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti mereka dibeban-kan kepada
mereka. Kemudian Allah menyebutkan tentang penghalang bagi mereka dari
keimanan mereka tersebut yaitu memilih penawaran yang paling rendah
daripada kebahagiaan yang abadi, seraya ber-firman, ﴾
وَلَا تَشۡتَرُواْ بِـَٔايَٰتِي ثَمَنٗا قَلِيلٗا
﴿ "Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah,"
maksudnya, kedudukan dan penghidupan yang mereka peroleh di mana mereka
mengira itu semua akan lenyap jika mereka beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, maka mereka menukarkan hal itu dengan ayat-ayat Allah, mereka
menyukainya dan mendahulukannya, ﴾
وَإِيَّٰيَ
﴿ "dan hanya kepada Aku-lah" maksudnya tidak kepada selainKu, ﴾
فَٱتَّقُونِ ﴿ "kamu harus bertakwa," karena bila kalian bertakwa kepada
Allah semata, niscaya ketakwaan kalian itu mendorong kalian untuk
mendahu-lukan keimanan kepada ayat-ayatNya daripada penawaran yang rendah
itu, sebagaimana juga bila kalian memilih penawaran yang rendah itu, maka
hal itu adalah bukti petunjuk akan hilangnya ketakwaan dalam hati kalian.
Kemudian Allah berfirman,
#
{42}
{ولا تلبسوا}؛ أي:
تخلطوا
{الحق بالباطل وتكتموا الحق}؛ فنهاهم عن
شيئين، عن خلط الحق بالباطل وكتمان الحق؛ لأن المقصود من أهل الكتب والعلم
تمييز الحق [من الباطل] وإظهار الحق، ليهتدي بذلك
المهتدون، ويرجع الضالون وتقوم الحجة على المعاندين؛ لأن الله فصل آياته
وأوضح بيناته؛ ليميز الحق من الباطل، ولتستبين سبيل المهتدين من سبيل
المجرمين، فمن عمل بهذا من أهل العلم؛ فهو من خلفاء الرسل وهداة الأمم، ومن
لَبَّس الحق بالباطل فلم يميز هذا من هذا مع علمه بذلك، وكتم الحق الذي
يعلمه وأُمِرَ بإظهاره؛ فهو من دعاة جهنم؛ لأن الناس لا يقتدون في أمر
دينهم بغير علمائهم، فاختاروا لأنفسكم إحدى الحالتين.
(42) ﴾ وَلَا تَلۡبِسُواْ
﴿ "Dan janganlah kamu campur adukkan," yakni, mengacak-acak ﴾
ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ ﴿ "yang haq dengan yang batil
dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu." Di sini Allah mela-rang
mereka dari dua hal, pertama, mencampur antara yang haq dengan yang batil
dan kedua, menyembunyikan yang haq, karena yang diinginkan dari ahli kitab
dan ahli ilmu adalah membedakan antara yang haq dari yang batil dan
menampakkan yang haq itu, agar orang-orang yang ingin mendapatkan petunjuk
darinya dapat mengambil petunjuk darinya, orang-orang yang sesat dapat
kem-bali sadar, dan tegaknya dalil atas orang-orang yang mengingkari-nya,
karena Allah تعالى telah menjelaskan ayat-ayatNya dan mene-rangkan
keterangan-keteranganNya untuk membedakan yang haq dari yang batil dan
agar jelas jalan orang-orang yang mengambil petunjuk dari jalan
orang-orang yang mengingkari. Dan siapa yang mengamalkannya, maka dia
tergolong dari para khalifah Rasul dan pemberi petunjuk bagi umat, dan
barangsiapa mencampur adukkan yang haq dengan yang batil dan ia tidak
membedakan antara yang ini dari yang itu, padahal ia tahu akan hal itu
lalu ia menyembunyikan yang haq yang ia tahu padahal ia diperintahkan
untuk menampakkannya, maka ia tergolong di antara para penyeru kepada
Neraka Jahanam, karena manusia tidaklah akan mencontoh siapa pun dalam
urusan agama mereka kecuali kepada para ulama mereka. Nah, pilihlah bagi
diri kalian salah satu dari kedua kondisi tersebut.
#
{43} ثم قال:
{وأقيموا الصلاة}؛
أي:
ظاهراً وباطناً {وآتوا الزكاة}؛ مستحقيها،
{واركعوا مع الراكعين}؛
أي:
صلوا مع المصلين، فإنكم إذا فعلتم ذلك مع الإيمان برسل الله وآيات الله،
فقد جمعتم بين الأعمال الظاهرة والباطنة، وبين الإخلاص للمعبود والإحسان
إلى عبيده، وبين العبادات القلبية والبدنية والمالية،
وقوله:
{واركعوا مع الراكعين}؛
أي:
صلوا مع المصلين، ففيه، الأمر بالجماعة للصلاة، ووجوبها، وفيه، أن الركوع
ركن من أركان الصلاة، لأنه عبر عن الصلاة بالركوع، والتعبير عن العبادة
بجزئها يدل على فرضيته فيها.
(43) Kemudian Allah berfirman, ﴾ وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ
﴿ "Dan dirikan-lah shalat," yakni, secara lahir maupun batin, ﴾
وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ
﴿ "dan tunai-kanlah zakat" terhadap orang-orang yang berhak
menerimanya, ﴾
وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
﴿ "dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk," mak-sudnya shalatlah
beserta orang-orang yang shalat, karena bila kalian melakukan hal itu
dengan keimanan kepada Rasul-rasul Allah dan ayat-ayatNya, maka
sesungguhnya kalian telah menyatukan antara perbuatan-perbuatan yang
lahir dan yang batin, dan antara keikhlasan kepada Allah dan berbuat
baik kepada hamba-hamba-Nya, dan antara ibadah-ibadah hati dengan ibadah
tubuh dan ibadah harta. Dan FirmanNya, ﴾
وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ﴿ "Dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk," maksudnya, shalatlah bersama orang-orang yang shalat. Di sini ada
suatu perintah untuk shalat berjamaah dan juga menunjukkan hukum wajibnya,
dan bahwasanya rukuk itu merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat,
karena Allah menyebutkan shalat dengan kata rukuk, sedangkan
mengungkap-kan suatu ibadah dengan kata yang merupakan bagian darinya
adalah menunjukkan kepada wajibnya hal itu padanya.
[{أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ
وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
(44)}].
"Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan
diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca
al-Kitab
(Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir?"
(Al-Baqarah: 44).
#
{44}
{أتأمرون الناس بالبر}؛
أي:
بالإيمان والخير،
{وتنسون أنفسكم}؛
أي:
تتركونها عن أمرها بذلك والحال،
{وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون}؛ وسُمِّي
العقل عقلاً؛ لأنه يعقل به ما ينفعه من الخير، وينعقل به عما يضره، وذلك أن
العقل يحث صاحبه أن يكون أول فاعل لما يأمر به، وأول تارك لما ينهى عنه،
فمن أمر غيره بالخير ولم يفعله أو نهاه عن الشر فلم يتركه دل على عدم عقله
وجهله، خصوصاً إذا كان عالماً بذلك، قد قامت عليه الحجة، وهذه الآية وإن
كانت نزلت في سبب بني إسرائيل،
فهي عامة لكل أحد لقوله تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا لم تقولون ما لا تفعلون كبر مقتاً عند الله أن
تقولوا ما لا تفعلون}؛ وليس في الآية أن الإنسان إذا لم يقم بما أُمِر به أنه يترك الأمر
بالمعروف، والنهي عن المنكر؛ لأنها دلت على التوبيخ بالنسبة إلى
الواجبَيْنِ،
وإلا فمن المعلوم أن على الإنسان واجبين:
أمر غيره ونهيه، وأمر نفسه ونهيها، فترك أحدهما لا يكون رخصة في ترك الآخر،
فإن الكمال أن يقوم الإنسان بالواجبَيْنِ، والنقص الكامل أن يتركهما، وأما
قيامه بأحدهما دون الآخر فليس في رتبة الأول وهو دون الأخير، وأيضاً فإن
النفوس مجبولة على عدم الانقياد لمن يخالف قولَه فعلُه، فاقتداؤهم بالأفعال
أبلغ من اقتدائهم بالأقوال المجردة.
(44) ﴾ أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ
﴿ "Mengapa kamu suruh orang lain mengerja-kan kebajikan," yakni dengan
keimanan dan kebaikan, ﴾
وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ
﴿ "sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu
sendiri," maksudnya ka-lian meninggalkannya padahal kalian
memerintahkannya kepada orang lain, padahal ﴾
وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ
﴿ "kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka
tidakkah kamu berpikir?" Dinamakan akal itu sebagai akal karena ia
dipakai untuk berpikir kepada kebaikan yang ber-manfaat untuknya, dan
sadar dengannya dari hal-hal yang me-mudaratkan dirinya, dan hal
tersebut dibuktikan bahwa akal meng-anjurkan kepada pemiliknya untuk
menjadi orang yang pertama melakukan apa yang diperintahkan dan orang
yang pertama me-ninggalkan apa yang dilarang. Maka barangsiapa yang
memerin-tahkan orang lain kepada kebaikan lalu dia tidak melakukannya
atau melarang dari kemungkaran namun dia tidak meninggalkan-nya, maka
hal itu menunjukkan tidak adanya akal padanya dan kebodohannya,
khususnya bila dia telah mengetahui akan hal itu, dan hujjah benar-benar
telah tegak atasnya. Dan ayat ini walaupun turun terhadap Bani Israil
namun ia bersifat umum kepada setiap orang, karena Allah تعالى
berfirman, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 2
كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ 3 ﴿ "Wahai
orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan se-suatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa
yang tidak kamu kerjakan."
(Ash-Shaff: 2). Dalam ayat
ini tidak ada suatu indikasi pun yang menun-jukkan bahwasanya seseorang
bila tidak melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, maka dia boleh
meninggalkan ajakan kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar, karena
ayat itu menunjukkan suatu kecaman berkaitan dengan kedua kewajiban
tersebut. Bila tidak seperti itu, maka suatu hal yang telah diketahui
bahwasanya setiap manusia memiliki dua kewajiban yaitu meme-rintah orang
lain dan melarangnya, dan memerintah dirinya sendiri dan melarangnya. Maka
meninggalkan salah satu dari kedua ke-wajiban itu bukanlah suatu
keringanan untuk meninggalkan yang lainnya, karena idealnya adalah
seseorang mampu melakukan kedua kewajiban itu dan demikian juga sangat aib
sekali bila sese-orang meninggalkan keduanya. Adapun jika dia melakukan
salah satu dari kedua kewajiban itu tanpa lainnya, maka dia tidaklah dalam
posisi yang ideal dan tidak pula pada posisi sangat aib. Lebih dari itu,
diri manusia memang diciptakan dengan kecenderungan tidak respek untuk
tunduk kepada orang yang perbuatannya ber-tentangan dengan perkataannya,
maka peniruan mereka dengan perbuatan adalah lebih kuat daripada peniruan
mereka dengan sekedar perkataan saja.
{وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ
إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45) الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (46) يَابَنِي إِسْرَائِيلَ
اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي
فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
(47) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ
عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ
مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ
(48)}
.
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan se-sungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka
akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya. Hai Bani
Israil, ingatlah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan
(ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan
kamu atas segala umat. Dan jagalah dirimu dari
(azab) Hari
(Kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat
membela orang lain, walau sedikitpun; dan
(begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan
dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong."
(Al-Baqarah: 45-48).
#
{45} أمرهم الله أن يستعينوا في أمورهم كلها
بالصبر بجميع أنواعه، وهو الصبر على طاعة الله حتى يؤديها، والصبر عن معصية
الله حتى يتركها، والصبر على أقدار الله المؤلمة فلا يتسخطها، فبالصبر وحبس
النفس على ما أمر الله بالصبر عليه معونة عظيمة على كل أمر من الأمور، ومن
يتصبر يصبره الله، وكذلك الصلاة التي هي ميزان الإيمان، وتنهى عن الفحشاء
والمنكر يستعان بها على كل أمر من الأمور،
{وإنها}؛ أي:
الصلاة، {لكبيرة}؛
أي:
شاقة {إلا على الخاشعين}؛ فإنها سهلة عليهم
خفيفة؛ لأن الخشوع وخشيةَ الله ورجاءَ ما عنده يوجب له فعلها منشرحاً صدره
لترقبه للثواب وخشيته من العقاب، بخلاف من لم يكن كذلك، فإنه لا داعي له
يدعوه إليها، وإذا فعلها صارت من أثقل الأشياء عليه.
والخشوع:
هو خضوع القلب وطمأنينته وسكونه لله تعالى وانكساره بين يديه ذلًّا
وافتقاراً وإيماناً به وبلقائه، ولهذا قال:
(45) Allah memerintahkan kepada mereka untuk
meminta pertolongan dalam
(menyelesaikan) segala
urusan mereka dengan kesabaran dalam segala bentuknya, yaitu sabar dalam
ketaatan kepada Allah hingga dia mampu menunaikannya, sabar dari
ke-maksiatan hingga dia menghindarinya, dan sabar dalam mengha-dapi
takdir-takdir Allah yang menyakitkan agar dia tidak menge-camnya. Dengan
kesabaran dan menahan diri terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah
untuk bersabar atasnya adalah sebuah pertolongan yang besar dalam setiap
perkara dari perkara-perkara yang ada, dan barangsiapa yang bersabar,
niscaya Allah akan mem-buatnya menjadi sabar. Demikian juga shalat yang
merupakan timbangan dari keimanan dan dapat mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar, dapat dijadikan penolong dalam segala perkara ke-hidupan. ﴾
وَإِنَّهَا
﴿ "Dan sesungguhnya yang demikian itu," yaitu shalat, ﴾
لَكَبِيرَةٌ
﴿ "sungguh berat," maksudnya sulit, ﴾
إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ﴿ "kecuali bagi orang-orang yang khusyu'."
Shalat itu adalah mudah bagi mereka dan sangat ringan, karena kekhusyu'an,
takut kepada Allah, dan mengharap apa yang ada di sisiNya mengharuskan
adanya realisasi perbuatan itu dengan dada yang lapang demi mencari
ganjaran dan takut dari hukuman. Berbeda dengan orang yang tidak
demi-kian, karena tidak ada pendorong baginya yang mengajaknya kepada hal
tersebut, dan bila pun dia melakukannya, maka hal itu menjadi suatu
perkara yang paling berat yang dia rasakan. Khusyu' adalah ketundukan
hati, ketenteraman dan kete-nangannya karena Allah تعالى, serta
kepasrahannya di hadapan Allah dengan segala bentuk menghinakan diri, rasa
butuh, dan iman kepadaNya dan kepada pertemuan denganNya. Oleh karena itu
Allah berfirman,
#
{46}
{الذين يظنون}؛ أي يستيقنون
{أنهم ملاقو ربهم}؛ فيجازيهم بأعمالهم،
{وأنهم إليه راجعون}؛ فهذا الذي خفف عليهم
العبادات وأوجب لهم التسلي في المصيبات ونفس عنهم الكربات وزجرهم عن فعل
السيئات، فهؤلاء لهم النعيمُ المقيمُ في الغرفاتِ العالياتِ، وأما من لم
يؤمن بلقاء ربه كانت الصلاة وغيرها من العبادات من أشق شيء عليه.
(46) ﴾ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ
﴿ "Yaitu orang-orang yang meyakini," yakni yang yakin serta percaya,
﴾
أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ رَبِّهِمۡ
﴿ "bahwa mereka akan menemui Rabbnya," lalu Dia akan membalas
perbuatan-perbuatan mereka, ﴾
وَأَنَّهُمۡ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ﴿ "dan bahwa mereka akan kembali
kepadaNya." Inilah yang meringankan mereka dalam beribadah, yang
mewajibkan bagi mereka untuk berhibur diri dalam segala musibah, berlapang
dada dalam segala kesulitan, dan mencegah mereka dari berbuat keburukan.
Maka mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kenikmatan yang abadi
dalam ruangan-ruangan yang tinggi. Ada-pun orang yang tidak beriman kepada
pertemuan dengan Rabbnya, maka shalat dan ibadah-ibadah lainnya adalah
suatu hal yang paling sulit bagi mereka.
#
{47} ثم: كرر على بني إسرائيل التذكير بنعمته
وعظاً لهم وتحذيراً وحثًّا.
(47) Kemudian Allah mengulangi peringatanNya
kepada Bani Israil tentang nikmat-nikmatNya sebagai suatu nasihat,
pe-ringatan, dan anjuran bagi mereka.
#
{48} وخوفهم بيوم القيامة الذي:
{لا تجزي}؛ فيه أي لا تغني
{نفس}؛ ولو كانت من الأنفس الكريمة كالأنبياء
والصالحين، {عن نفس}؛ ولو كانت من العشيرة
الأقربين، {شيئاً}؛ لا كبيراً ولا صغيراً
وإنما ينفع الإنسانَ عملُه الذي قدمه
{ولا يقبل منها}؛
أي:
النفس، {شفاعة}؛ لأحد بدون إذن الله ورضاه عن
المشفوع له، ولا يرضى من العمل إلا ما أُريد به وجهه وكان على السبيل
والسنة، {ولا يؤخذ منها عدل}؛ أي فداء ولو أن
لكل نفس ظلمت ما في الأرض جميعاً ومثله معه لافتدوا به من عذاب الله ولا
يقبل منهم ذلك، {ولا هم ينصرون}؛
أي:
يدفع عنهم المكروه، فنفى الانتفاعَ من الخلق بوجه من الوجوه،
فقوله:
{لا تَجْزِي نفس عن نفس شيئاً} هذا في تحصيل
المنافع، {ولا هم ينصرون} هذا في دفع المضار،
فهذا النفي للأمر المستقبل به النافع،
{ولا يقبل منها شفاعة ولا يؤخذ منها عدل}
هذا نفي للنفع الذي يطلب ممن يملكه بعوض، كالعدل أو بغيره كالشفاعة؛ فهذا
يوجب للعبد أن ينقطع قلبه من التعلق بالمخلوقين لعلمه أنهم لا يملكون له
مثقال ذرة من النفع، وأن يعلقه بالله الذي يجلب المنافع ويدفع المضار
فيعبده وحده لا شريك له، ويستعينه على عبادته.
(48) Dan Allah mempertakutkan mereka dengan Hari
Kiamat, yang ﴾ لَّا تَجۡزِي
﴿ "tidak dapat membela" pada hari itu, maksud-nya, tidaklah, ﴾
نَفۡسٌ
﴿ "seseorang" bisa menolong walaupun dia ada-lah seorang yang mulia
seperti para Nabi dan orang-orang shalih, bagi ﴾
عَن نَّفۡسٖ
﴿ "orang lain" walaupun keluarga paling terdekat seka-lipun, ﴾
شَيۡـٔٗا
﴿ "walau sedikit pun," tidak besar dan tidak pula kecil. Akan tetapi
seorang manusia hanya dapat memanfaatkan per-buatan-perbuatan yang telah
dia kerjakan, ﴾
وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡهَا
﴿ "dan begitu pula tidak diterima darinya," yaitu dari seseorang,
﴾
شَفَٰعَةٞ
﴿ "syafa'at" bagi seseorang pun tanpa ada izin dari Allah dan
keridhaanNya terhadap orang yang diberi syafa'at, dan tidaklah Allah
meridhai suatu amal perbuatan kecuali dilakukan karena hanya mengharap
ridhaNya dan perbuatan itu sesuai dengan jalan dan sunnah. ﴾
وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡهَا عَدۡلٞ
﴿ "Dan tebusan darinya tidak diambil," yakni pembayaran tebusan. Dan
kalau setiap diri yang zhalim itu mempunyai segala yang ada di bumi ini
dan ditambah yang seperti itu lagi, niscaya mereka tidak akan bisa
menebus diri mereka dengannya dari azab Allah. Allah tidaklah menerima
itu dari mereka, ﴾
وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ
﴿ "dan tidaklah mereka akan ditolong," maksudnya, mereka tidak akan
dibela dari ancaman hal-hal yang dibenci, maka Allah menghilangkan
segala bentuk bantuan dari makhluk dalam bentuk apa pun. FirmanNya,
﴾
لَّا تَجۡزِي نَفۡسٌ عَن نَّفۡسٖ شَيۡـٔٗا
﴿ "Seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun," adalah
dalam mendapatkan manfaat, ﴾
وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ
﴿ "dan tidaklah mereka akan ditolong," adalah dalam meng-hilangkan
kemudaratan. Maka peniadaan ini adalah untuk perkara masa yang akan
datang[6] bagi orang bersangkutan. ﴾
وَلَا يُقۡبَلُ مِنۡهَا شَفَٰعَةٞ وَلَا يُؤۡخَذُ مِنۡهَا عَدۡلٞ ﴿ "Dan
(begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan
dari padanya." Ini adalah peniadaan akan manfaat yang diminta kepada orang
yang memilikinya dengan suatu kompensasi, seperti dengan tebusan atau
selainnya seperti syafa'at. Berdasarkan semua ini wajiblah atas seorang
hamba untuk memutuskan ketergan-tungan hatinya kepada makhluk karena
mengetahui bahwasanya makhluk itu tidaklah memiliki manfaat walaupun
seberat biji dzarrah, dan agar dia hanya menggantungkan dirinya kepada
Allah saja dalam mendapatkan manfaat-manfaat dan menolak mudarat-mudarat,
sehingga dia menyembahNya semata, yang tidak ada sekutu bagiNya dan
memohon pertolongan hanya kepadaNya dalam beribadah kepadaNya.
{وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ
الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ
وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
(49) وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ
فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
(50) وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ
ظَالِمُونَ (51) ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ
بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(52) وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ
وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
(53) وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ
إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا
إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ
عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ (54) وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ
نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ
الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (55) ثُمَّ
بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(56) وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ
وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ
مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ
يَظْلِمُونَ (57)}
.
"Dan
(ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari
(Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka
menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih
anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang
perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar
dari Tuhanmu. Dan
(ingatlah), ketika Kami belah
laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan
(Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu
sendiri menyaksikan. Dan
(ingatlah), ketika Kami
berjanji kepada Musa
(memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam,
lalu kamu menjadikan anak lembu
(sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah
orang-orang yang zhalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu,
agar kamu bersyukur. Dan
(ingatlah), ketika Kami
berikan kepada Musa al-Kitab
(Taurat) dan
keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu
mendapat petunjuk. Dan
(ingatlah), ketika Musa
berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya
dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu
(sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang
menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu lebih baik bagimu di sisi
Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.' Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai Musa, kami
tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang,'
karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah
itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyu-kur. Dan
Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa.
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan
tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya
diri mereka sendiri."
(Al-Baqarah: 49-57).
#
{49 ـ 54} هذا: شروع في تعداد نعمه على بني
إسرائيل على وجه التفصيل فقال:
{وإذ نجيناكم من آل فرعون}؛
أي:
من فرعون وملئه وجنوده وكانوا قبل ذلك،
{يسومونكم}؛ أي:
يولونهم ويستعملونهم
{سوء العذاب}؛ أي:
أشده بأن كانوا، {يذبحون أبناءكم}؛ خشية
نموكم، {ويستحيون نساءكم}؛
أي:
فلا يقتلونهن فأنتم بين قتيل ومُذلَّل بالأعمال الشاقة مستحيَى على وجه
المنة عليه والاستعلاء عليه فهذا غاية الإهانة، فَمَنَّ الله عليهم بالنجاة
التامة، وإغراق عدوهم، وهم ينظرون لتَقَرَّ أعينهم
{وفي ذلكم}؛ أي:
الإنجاء {بلاء}؛ أي:
إحسان {من ربكم عظيم}؛ فهذا مما يوجب عليكم
الشكر والقيام بأوامره. ثم ذكر منته عليهم بوعده لموسى أربعين ليلة؛ لينزل
عليهم التوراة المتضمنة للنعم العظيمة والمصالح العميمة، ثم إنهم لم يصبروا
قبل استكمال الميعاد حتى عبدوا العجل من بعده؛ أي ذهابه
{وأنتم ظالمون}؛ عالمون بظلمكم، قد قامت
عليكم الحجة، فهو أعظم جرماً، وأكبر إثماً. ثم إنه أمركم بالتوبة على لسان
نبيه موسى بأن يقتل بعضكم بعضاً؛ فعفا الله عنكم بسبب ذلك
{لعلكم تشكرون}؛ الله.
(49-54) Ini adalah awal dari penyebutan satu
persatu nikmat-nikmatNya terhadap Bani Israil dengan suatu perincian.
Allah berfirman, ﴾ وَإِذۡ نَجَّيۡنَٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ
﴿ "Dan ingatlah ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir'aun,"
maksudnya, dari Fir'aun, pe-ngikut-pengikutnya dan bala tentaranya,
sedangkan sebelum itu, ﴾
يَسُومُونَكُمۡ
﴿ "mereka menimpakan kepadamu," maksudnya menyiksa Bani Israil dan
menimpakan kepada mereka, ﴾
سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ
﴿ "siksaan yang seberat-beratnya," yaitu siksaan paling keras dengan
cara ﴾
يُذَبِّحُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ
﴿ "mereka menyembelih anak-anak kamu yang laki-laki," karena khawatir
akan kebangkitan kalian, ﴾
وَيَسۡتَحۡيُونَ نِسَآءَكُمۡۚ
﴿ "dan membiarkan hidup anak-anak kamu yang perempuan." Maksudnya
mereka tidak membunuhnya, maka kamu sekalian dalam kondisi antara
terbu-nuh dan terhina dengan pekerjaan-pekerjaan yang berat, yaitu
dibiarkan hidup karena suatu pemberian dan kesombongannya, dan inilah
puncak dari keterhinaan. Akhirnya Allah memberikan karunia kepada mereka
dengan keselamatan yang sempurna dan menenggelamkan musuh-musuh mereka
sedang mereka melihat hal itu dengan nyata, agar hati mereka tenteram.
﴾
وَفِي ذَٰلِكُم
﴿ "Dan pada yang demikian itu," yaitu pemberian keselamatan, ﴾
بَلَآءٞ
﴿ "ada ujian-ujian," yaitu perbuatan baik ﴾
مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ
﴿ "yang besar dari Tuhanmu," di mana hal yang seperti ini mengharuskan
kalian untuk bersyukur dan mengerjakan perintah-perintahNya. Kemudian
Allah menyebutkan karuniaNya yang lain kepada mereka dengan janjiNya
kepada Nabi Musa عليه السلام selama empat puluh hari, untuk menurunkan
bagi mereka Taurat yang termasuk suatu karunia yang besar dan
kemaslahatan yang menyeluruh. Tapi mereka tidak bersabar sebelum masa
janji tersebut selesai, hingga akhirnya mereka menyembah anak hewan
setelah itu, yaitu setelah kepergian Nabi Musa, ﴾
وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ
﴿ "dan kamu adalah orang-orang yang zhalim," kalian mengetahui
kezhaliman kalian, di mana hujjah telah tegak atas kalian, maka itu
merupakan kejahatan dan dosa yang paling besar. Lalu Allah memerintahkan
kepada kalian untuk bertaubat lewat lisan NabiNya, Musa عليه السلام,
yaitu dengan cara sebagian kalian membunuh sebagian lainnya, hingga
Allah memaafkan kalian oleh sebab itu, ﴾
لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ﴿ "agar kamu bersyukur" kepada Allah.
#
{55}
{وإذ قلتم يا موسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة}؛ وهذا غاية الجرأة على الله وعلى رسوله،
{فأخذتكم الصاعقة}؛ إما الموت أو الغشية
العظيمة {وأنتم تنظرون}؛ وقوع ذلك كل ينظر
إلى صاحبه.
(55) ﴾ وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نُّؤۡمِنَ
لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ
﴿ "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai
Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang'." Ini merupakan puncak kelan-cangan terhadap Allah تعالى dan
terhadap RasulNya, ﴾
فَأَخَذَتۡكُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ
﴿ "karena itu kamu disambar petir," baik meninggal atau pingsan yang
parah, ﴾
وَأَنتُمۡ تَنظُرُونَ ﴿ "sedang kamu menyaksikan" terjadinya hal itu, di
mana setiap mereka menyaksikan yang lainnya.
#
{56}
{ثم بعثناكم من بعد موتكم لعلكم تشكرون}؛
ثم ذكر نعمته عليهم في التِيه والبرية الخالية من الظلال وسعة الأرزاق
فقال:
(56) ﴾ ثُمَّ بَعَثۡنَٰكُم مِّنۢ بَعۡدِ مَوۡتِكُمۡ
لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ﴿ "Setelah itu Kami bang-kitkan kamu sesudah kamu
mati, supaya kamu bersyukur." Kemudian Allah menyebutkan tentang nikmatNya
kepada mereka pada padang sahara dan daratan yang kosong di mana mereka
tersesat tetapi rizki melimpah seraya berfirman,
#
{57}
{وظللنا عليكم الغمام وأنزلنا عليكم المنّ}؛ وهو: اسم جامع لكل رزق
[حسن] يحصل بلا تعب، ومنه الزنجبيل والكمأة،
والخبز، وغير ذلك، {والسلوى}؛
طائر صغير يقال له:
السماني طيب اللحم؛ فكان ينزل عليهم من المنِّ والسلوى ما يكفيهم ويقيتهم
{كلوا من طيبات ما رزقناكم}؛
أي:
رزقاً لا يحصل نظيره لأهل المدن المترفهين، فلم يشكروا هذه النعمة ،
واستمروا على قساوة القلوب وكثرة الذنوب
{وما ظلمونا}؛ يعني بتلك الأفعال المخالفة
لأوامرنا، لأن الله لا تضره معصية العاصين كما لا تنفعه طاعات الطائعين
{ولكن كانوا أنفسهم يظلمون}؛ فيعود ضرره
عليهم.
(57) ﴾ وَظَلَّلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡغَمَامَ
وَأَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَنَّ
﴿ "Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna,"
yaitu sebuah kata yang mencakup setiap rizki atau kebaikan yang
dihasilkan tanpa keringat, di antaranya, jahe, cendawan dan roti, dan
sebagainya, ﴾
وَٱلسَّلۡوَىٰۖ
﴿ "dan salwa," berupa burung kecil yang disebut "as-Samany," suatu nama
burung yang dagingnya sangat lezat, dan kepada mereka diturunkan hal-hal
tersebut, berupa Manna dan Salwa yang mencukupi kebutuhan mereka dan
menjadi makanan pokok mereka. ﴾
كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡۚ
﴿ "Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan
kepadamu," yaitu rizki yang tidak ada ban-dingannya bagi penduduk kota
yang telah hidup mewah. Namun mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut
dan mereka selalu ber-ada dalam kekerasan hati dan kemaksiatan mereka
yang banyak, ﴾
وَمَا ظَلَمُونَا
﴿ "dan tidaklah mereka menganiaya Kami," maksudnya tidak-lah mereka
menganiaya Kami dengan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang telah
Kami perintahkan, karena Allah تعالى tidak-lah mendapatkan mudarat dari
kemaksiatan pelaku maksiat seba-gaimana juga tidak bermanfaatnya
ketaatan seseorang yang mela-kukan ketaatan kepadaNya, ﴾
وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ﴿ "akan tetapi mere-kalah yang
menganiaya diri mereka sendiri," maka kemudaratannya kembali kepada mereka
sendiri.
{وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَذِهِ الْقَرْيَةَ فَكُلُوا مِنْهَا حَيْثُ
شِئْتُمْ رَغَدًا وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ
نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ
(58) فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا
غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا
رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
(59)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Kami berfirman, 'Masuklah
kamu ke negeri ini
(Baitul Maqdis), dan makanlah
dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana saja kamu suka, dan
masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah, 'Bebaskanlah
kami dari dosa,' niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami
akan menambah
(pemberian Kami) kepada orang-orang
yang berbuat baik.' Lalu orang-orang yang zhalim mengganti perintah dengan
(mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada
mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu hukuman
dari langit, karena mereka berbuat fasik."
(Al-Baqa-rah: 58-59).
#
{58} وهذا أيضاً من نعمته عليهم بعد معصيتهم
إياه، فأمرهم بدخول قرية تكون لهم عزًّا ووطناً ومسكناً، ويحصل لهم فيها
الرزقُ الرغدُ، وأن يكون دخولهم على وجه خاضعين لله فيه بالفعل، وهو دخول
الباب سجداً، أي: خاضعين ذليلين،
وبالقول وهو أن يقولوا:
{حطة}؛ أي:
أن يحط عنهم خطاياهم بسؤالهم إياه مغفرته،
{نغفر لكم خطاياكم}؛ بسؤالكم المغفرة
{وسنزيد المحسنين}؛
بأعمالهم أي:
جزاء عاجلاً وآجلاً.
(58) Ini juga termasuk di antara nikmat Allah
terhadap mereka setelah kemaksiatan mereka kepadaNya, lalu Allah
meme-rintahkan kepada mereka untuk memasuki suatu kampung yang menjadi
sebuah negeri dan tempat menetap, serta kemuliaan bagi mereka
(kala itu), dan mereka akan memperoleh rizki yang
melim-pah, dan agar jalan mereka memasukinya harus dengan rasa tunduk
patuh kepada Allah dengan perbuatan, yaitu memasuki pintu ger-bang sambil
bersujud, artinya tunduk dan patuh, dan juga dengan perkataan yaitu agar
mereka berkata, ﴾ حِطَّةٞ
﴿ "Bebaskanlah kami dari dosa," yakni menghapus dosa dan kesalahan
mereka dengan per-mohonan mereka atas ampunanNya kepadaNya, ﴾
نَّغۡفِرۡ لَكُمۡ خَطَٰيَٰكُمۡۚ
﴿ "niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu" dengan adanya permo-honan
kalian atas ampunanNya, ﴾
وَسَنَزِيدُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ﴿ "dan kelak Kami akan menambah pemberian Kami
kepada orang-orang yang berbuat baik," dengan perbuatan-perbuatan mereka,
yaitu balasan yang segera maupun yang tertunda.
#
{59}
{فبدل الذين ظلموا}؛ منهم، ولم يقل فبدلوا؛
لأنهم لم يكونوا كلهم بدلوا
{قولاً غير الذي قيل لهم}؛
فقالوا:
بدل حطة، حبة في حنطة، استهانة بأمر الله، واستهزاء وإذا بدلوا القول مع
خفته فتبديلهم للفعل من باب أولى وأحرى، ولهذا دخلوا يزحفون على
أدبارهم،
ولما كان هذا الطغيان أكبر سببٍ لوقوع عقوبة الله بهم قال:
{فأنزلنا على الذين ظلموا}؛ منهم
{رجزاً}؛ أي: عذاباً
{من السماء}؛ بسبب فسقهم وبغيهم.
(59) ﴾ فَبَدَّلَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ
﴿ "Lalu orang-orang yang zhalim meng-ganti," yakni yang zhalim di
antara mereka. Allah tidak berkata lalu mereka mengganti, karena tidak
semua dari mereka itu mengganti ﴾
قَوۡلًا غَيۡرَ ٱلَّذِي قِيلَ لَهُمۡ
﴿ "perintah dengan (mengerjakan) yang tidak
diperin-tahkan kepada mereka," dan mereka berkata, gantikanlah kata
حِطَّةٌ (bebaskanlah kami dari dosa) dengan kata
حِنْطَةٌ
(yang berarti se-buah biji dari gandum)
dengan maksud penghinaan atas perintah Allah dan olok-olokan. Ketika
mereka mengganti perkataan itu padahal sangatlah ringan, maka
penggantian mereka terhadap perbuatan adalah lebih patut dan utama. Oleh
karena itu mereka memasukinya dengan merangkak dengan pantat mereka, dan
ketika kezhaliman ini merupakan penyebab terbesar akan azab Allah
terhadap mereka, Allah berfirman, ﴾
فَأَنزَلۡنَا عَلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ
﴿ "Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zhalim itu," di antara
mereka ﴾
رِجۡزٗا
﴿ "hukuman," yaitu azab ﴾ مِّنَ
ٱلسَّمَآءِ ﴿ "dari langit," disebabkan karena kefasikan dan kezhaliman
mereka.
{وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ
الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ
كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ
وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
(60)}
.
"Dan
(ingatlah) ketika Musa memohon air untuk
kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu
memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah
mengetahui tempat minumnya
(masing-masing). Makan
dan minumlah rizki
(yang diberikan) Allah, dan
janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan."
(Al-Baqa-rah: 60).
#
{60}
{استسقى}؛ أي:
طلب لهم ماء يشربون منه
{فقلنا اضرب بعصاك الحجر}؛ إما حجر مخصوص
معلوم عنده، وإما اسم جنس؛
{فانفجرت منه اثنتا عشرة عيناً}؛ وقبائل بني
إسرائيل اثنتا عشرة قبيلة، {قد علم كل أناس}؛
منهم {مشربهم}؛ أي:
محلهم الذي يشربون عليه من هذه الأعين، فلا يزاحم بعضهم بعضاً بل يشربونه
متهنئين لا متكدرين، ولهذا قال:
{كلوا واشربوا من رزق الله}؛
أي:
الذي آتاكم من غير سعي ولا تعب
{ولا تعثوا في الأرض}؛
أي:
تخربوا على وجه الإفساد.
(60) ﴾ ٱسۡتَسۡقَىٰ
﴿ "Memohon air," yakni meminta air buat mereka untuk mereka minum,
﴾
فَقُلۡنَا ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡحَجَرَۖ
﴿ "lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu'," baik
sebuah batu yang khusus yang hanya diketahui oleh Allah atau sebuah nama
jenis (yang berarti batu apa saja), ﴾
فَٱنفَجَرَتۡ مِنۡهُ ٱثۡنَتَا عَشۡرَةَ عَيۡنٗاۖ
﴿ "lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air," dan suku dari
Bani Israil ada dua belas suku, ﴾
قَدۡ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٖ
﴿ "sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui" di antara mereka, ﴾
مَّشۡرَبَهُمۡۖ
﴿ "tempat minumnya (masing-masing)," yaitu
tempat mereka yang menjadi tempat minum mereka dari mata air tersebut,
sehingga sebagian mereka tidak (perlu) mendesak
seba-gian lainnya, akan tetapi agar mereka minum dengan tenang dan tidak
tergesa-gesa. Oleh karena itu Allah berfirman,﴾
كُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ مِن رِّزۡقِ ٱللَّهِ
﴿ "Makan dan minumlah rizki
(yang diberikan) Allah," yaitu yang telah
dihadirkan buat kalian tanpa usaha dan keringat, ﴾
وَلَا تَعۡثَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ ﴿ "dan janganlah kamu berkeliaran di muka
bumi," maksudnya, merubuhkan dengan tujuan merusak.
{وَإِذْ قُلْتُمْ يَامُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ
فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ
بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا
مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ
وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
(61)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata, 'Hai Musa,
kami tidak bisa sabar
(tahan) dengan satu macam
makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluar-kan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, berupa
sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya.' Musa berkata, 'Apakah kamu meminta yang rendah sebagai
pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu
memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu ditim-pakanlah kepada mereka nista
dan kehinaan, serta mereka men-dapat kemurkaan dari Allah. Hal itu
(terjadi) karena mereka selalu mengingkari
ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa hak
(alasan yang benar). Demikian itu
(terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas."
(Al-Baqarah: 61).
#
{61} أي: واذكروا
{إذ قلتم} لموسى على وجه التملل لنعم الله،
والاحتقار لها {لن نصبر على طعام واحد}؛
أي:
جنس من الطعام وإن كان كما تقدم أنواعاً لكنها لا تتغير
{فادع لنا ربك يخرج لنا مما تنبت الأرض من بقلها}؛ أي: نباتها الذي ليس بشجر يقوم على ساقه
{وقثائها}؛ وهو الخيار
{وفومها}؛ أي: ثومها
والعدس والبصل معروف، قال لهم موسى:
{أتستبدلون الذي هو أدنى}؛ وهو الأطعمة
المذكورة {بالذي هو خير}؛ وهو المن والسلوى،
فهذا غير لائق بكم، فإن هذه الأطعمة التي طلبتم، أي مِصْرٍ هبطتموه
وجدتموها، وأما طعامكم الذي منَّ الله به عليكم فهو خير الأطعمة وأشرفها
فكيف تطلبون به بدلاً؟ ولما كان الذي جرى منهم فيه أكبر دليل على قلة
صبرهم،
واحتقارهم لأوامر الله ونعمه جازاهم من جنس عملهم فقال:
{وضربت عليهم الذلة}؛ التي تُشاهدَ على ظاهر
أبدانهم {والمسكنة}؛ بقلوبهم فلم تكن أنفسهم
عزيزة، ولا لهم همم عالية بل أنفسهم أنفس مهينة، وهممهم أردأ الهمم
{وباؤوا بغضب من الله}؛
أي:
لم تكن غنيمتهم التي رجعوا بها، وفازوا إلا أن رجعوا بسخطه عليهم؛ فبئس
الغنيمة غنيمتهم، وبئس الحالة حالتهم
{ذلك}؛ الذي استحقوا به غضبه
{بأنهم كانوا يكفرون بآيات الله}؛ الدالات
على الحق الموضحة لهم، فلما كفروا بها عاقبهم بغضبه عليهم وبما كانوا
{يقتلون النبيين بغير الحق}؛
وقوله:
{بغير الحق} زيادة شناعة، وإلا فمن المعلوم
أن قتل النبيين لا يكون بحق، لكن لئلا يظن جهلهم وعدم علمهم
{ذلك بما عصوا}؛ بأن ارتكبوا معاصي الله
{وكانوا يعتدون}؛ على عباد الله؛ فإن المعاصي
يجر بعضها بعضاً، فالغفلة ينشأ عنها الذنب الصغير، ثم ينشأ عنه الذنب
الكبير، ثم ينشأ عنها أنواع البدع والكفر وغير ذلك، فنسأل الله العافية من
كل بلاء. واعلم أن الخطاب في هذه الآيات لأمة بني إسرائيل الذين كانوا
موجودين وقت نزول القرآن، وهذه الأفعال المذكورة خوطبوا بها وهي فعل
أسلافهم، ونسبت لهم لفوائد عديدة. منها: أنهم
كانوا يتمدحون، ويزكون أنفسهم، ويزعمون فضلهم على محمد ومن آمن به؛ فبين
الله من أحوال سلفهم التي قد تقررت عندهم ما يبين به لكل واحد منهم أنهم
ليسوا من أهل الصبر، ومكارم الأخلاق، ومعالي الأعمال،
فإذا كانت هذه حالة سلفهم ـ مع أن المظنة أنهم أولى وأرفع حالة ممن بعدهم
ـ فكيف الظن بالمخاطبين! ومنها:
أن نعمة الله على المتقدمين منهم نعمة واصلة إلى المتأخرين، والنعمة على
الآباء نعمة على الأبناء، فخوطبوا بها، لأنها نعم تشملهم وتعمهم.
ومنها:
أن الخطاب لهم بأفعال غيرهم مما يدل على أن الأمة المجتمعة على دين تتكافل
وتتساعد على مصالحها، حتى كأنَّ متقدمهم ومتأخرهم في وقت واحد، وكأن
الحادثَ من بعضهم حادثٌ من الجميع؛ لأن ما يعمله بعضهم من الخير يعود
بمصلحة الجميع، وما يعمله من الشر يعود بضرر الجميع.
ومنها:
أن أفعالهم أكثرها لم ينكروها، والراضي بالمعصية شريك للعاصي، إلى غير ذلك
من الحكم التي لا يعلمها إلا الله.
(61) Maksudnya, dan ingatlah kalian
(wahai Bani Israil), ﴾ إِذۡ قُلۡتُمۡ
﴿ "ketika kamu berkata" kepada Nabi Musa عليه السلام tentang pera-saan
bosan mereka terhadap nikmat-nikmat Allah dan penghinaan mereka
terhadapnya, ﴾
لَن نَّصۡبِرَ عَلَىٰ طَعَامٖ وَٰحِدٖ
﴿ "Kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu
macam makanan saja," maksudnya satu jenis makanan saja walaupun
sebenarnya seperti yang telah lewat bahwa maka-nannya bermacam-macam
namun tidak berubah, ﴾
فَٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُخۡرِجۡ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلۡأَرۡضُ مِنۢ
بَقۡلِهَا
﴿ "sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan-mu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, berupa
sayur-mayurnya," maksudnya tumbuh-tumbuhannya yang bukan pepohonan yang
tegak di atas kakinya, ﴾
وَقِثَّآئِهَا
﴿ "ketimun-nya," yaitu buah mentimun, ﴾
وَفُومِهَا
﴿ "dan bawangnya," yaitu bawang, baik putih maupun merah yang telah
diketahui. Maka Musa ber-kata kepada mereka, ﴾
أَتَسۡتَبۡدِلُونَ ٱلَّذِي هُوَ أَدۡنَىٰ
﴿ "Apakah kamu meminta yang rendah," yaitu makanan yang disebutkan,
﴾
بِٱلَّذِي هُوَ خَيۡرٌۚ
﴿ "sebagai pengganti yang lebih baik?" Yaitu Manna dan Salwa? Karena
yang ini tidaklah cocok dengan kalian, makanan yang kalian minta itu
terdapat pada suatu kota yang kalian temui dan kalian dapatkan, adapun
makanan yang telah Allah anugerahkan kepada kalian merupakan sebaik-baik
makanan dan semulia-mulianya, maka bagaimana kalian bisa meminta
penggantinya? Dan ketika apa yang terjadi pada mereka itu adalah sebuah
isyarat terbesar tentang sedikitnya kesabaran mereka dan penghi-naan
mereka terhadap perintah-perintah Allah dan nikmat-nikmat-Nya, maka
Allah membalas mereka sesuai dengan perbuatan me-reka seraya berfirman,
﴾
وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ
﴿ "Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista," yang terlihat pada
tubuh-tubuh mereka, ﴾
وَٱلۡمَسۡكَنَةُ
﴿ "dan kehinaan" pada hati mereka, hingga diri mereka tidak lagi mulia
dan tidak pula memiliki cita-cita yang tinggi, akan tetapi jiwa mereka
adalah jiwa yang terhina dan cita-cita mereka adalah cita-cita yang
paling buruk, ﴾
وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِۚ
﴿ "serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah," maksudnya, bukan hasil
baik dan kemenangan yang mereka bawa pulang, tetapi mereka pulang dengan
menda-patkan kemurkaan Allah atas mereka, maka sangat jeleklah hasil
mereka itu, dan sangat jeleklah kondisi mereka itu. ﴾
ذَٰلِكَ
﴿ "Hal itu terjadi," maksudnya, yang membuat murka Allah atas mereka,
adalah ﴾
كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ
﴿ "karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah" yang menunjukkan
kepada kebenaran dan yang men-jelaskannya kepada mereka, dan ketika
mereka mengingkarinya, maka Allah menghukum mereka dengan kemurkaanNya
atas mereka, dan juga disebabkan karena mereka ﴾
وَيَقۡتُلُونَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ
﴿ "membunuh para Nabi tanpa hak
(alasan yang benar)." FirmanNya, ﴾
بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّۚ
﴿ "tanpa hak (alasan yang benar)" merupakan
tambahan cela-an, dan bila tidak demikian pun, maka sudah dimaklumi
bahwa membunuh para Nabi tidak akan terjadi dengan suatu kebenaran, akan
tetapi hal itu agar kebodohan dan ketidaktahuan mereka tidak
menduga-duga. ﴾
ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ
﴿ "Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu
berbuat durhaka," dengan berbuat kemaksiatan kepada Allah, ﴾
وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ﴿ "dan mereka melampaui batas" terhadap
hamba-hamba Allah, karena kemaksiatan itu sebagiannya akan menarik
sebagian yang lain, kelalaian dapat menimbulkan dosa kecil kemu-dian
tumbuh darinya dosa yang besar kemudian tumbuh lagi dari-nya berbagai
macam bid'ah, kekufuran, dan lain-lainnya. Maka kita memohon kepada Allah
keselamatan dari setiap malapetaka. Ketahuilah, bahwasanya titah dalam
ayat-ayat ini ditujukan kepada umat Bani Israil yang ada saat turunnya
al-Qur`an, dan perbuatan-perbuatan yang disebutkan di atas juga dijelaskan
kepada mereka karena ia adalah perbuatan-perbuatan para pendahulu mereka,
dan disandarkan kepada mereka juga, untuk faidah dan manfaatnya yang
beragam.
Di antaranya:
Bahwasanya mereka meminta untuk dipuji dan disucikan serta mengira bahwa
mereka lebih utama atas Nabi Muhammad ﷺ dan orang-orang yang beriman
kepada beliau ﷺ, kemudian Allah menjelaskan kepada mereka tentang kondisi
para pendahulu mereka yang telah jelas bagi mereka untuk menjelaskan
kepada setiap orang dari mereka bahwasanya mereka itu bukan orang-orang
yang sabar, tidak berakhlak mulia, dan tidak beramal shalih, maka apabila
para pendahulu mereka saja kondisinya se-perti itu -padahal kesan yang ada
bahwa para pendahulu itu lebih utama dan lebih mulia kondisinya daripada
orang-orang yang se-telah mereka- lalu bagaimanakah persepsi untuk Bani
Israil yang mana pesan ayat ini dialamatkan kepada mereka
(sejak ayat ini turun hingga sekarang)? Di antara
faidahnya, bahwasanya nikmat Allah atas orang-orang terdahulu di antara
mereka adalah nikmat yang berkesinam-bungan hingga generasi yang datang
kemudian, nikmat atas para orang tua adalah nikmat atas anak-anak, maka
pesan ayat ini di-arahkan kepada mereka
(yang hidup di zaman Nabi hingga seka-rang),
karena hal itu adalah nikmat-nikmat yang mencakup dan meliputi mereka
juga. Di antaranya adalah, bahwasanya pesan ini untuk mereka dengan
perbuatan-perbuatan selain mereka, di mana hal ini me-nunjukkan bahwa
suatu umat yang berkumpul dalam suatu agama akan saling menanggung dan
saling membantu dalam kemaslahat-an mereka semua, hingga seolah-olah para
pendahulu mereka dan orang-orang yang datang belakangan berada dalam satu
waktu, dan seolah-olah kejadian dari sebagian mereka itu adalah kejadian
dari semuanya; karena kebaikan yang dilakukan oleh sebagian mereka akan
kembali dengan semua kemaslahatan dan kejahatan yang dilakukan oleh
sebagian mereka akan kembali dengan semua kemudaratannya. Dan di antaranya
adalah, bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka kebanyakan tidak mereka
ingkari, maka orang yang ridha terhadap suatu kemaksiatan adalah penolong
bagi pelaku kemak-siatan itu, dan lain sebagainya dari hikmah-hikmah yang
tidak kita ketahui, kecuali Allah saja
(yang mengetahuinya).
Kemudian Allah تعالى berfirman sebagai pemutus perkara antara
kelompok-kelompok yang telah diberi kitab suci,
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى
وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ
صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62)}
.
"Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabi`in; siapa saja di antara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta beramal shalih, mereka akan
menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka,
dan tidak
(pula) mereka bersedih hati."
(Al-Baqarah: 62).
#
{62} وهذا الحكم على أهل الكتاب خاصة،
لأن الصابئين الصحيح:
أنهم من جملة فرق النصارى، فأخبر الله أن المؤمنين من هذه الأمة واليهود
والنصارى والصابئين من آمن بالله [منهم] واليوم
الآخر وصدقوا رسلهم، فإن لهم الأجر العظيم، والأمن، ولا خوف عليهم ولا هم
يحزنون، وأما من كفر منهم بالله ورسله واليوم الآخر، فهو بضد هذه الحال؛
فعليه الخوف والحزن. والصحيح: أن هذا الحكم بين
هذه الطوائف من حيث هم لا بالنسبة إلى الإيمان بمحمد، فإن هذا إخبار عنهم
قبل بعثة محمد، وإن هذا مضمون أحوالهم، وهذه طريقة القرآن إذا وقع في بعض
النفوس ـ عند سياق الآيات ـ بعض الأوهام، فلا بد أن تجد ما يزيل ذلك الوهم؛
لأنه تنزيل من يعلم الأشياء قبل وجودها، ومن رحمته وسعت كل شيء، وذلك ـ
والله أعلم ـ أنه لما ذكر بني إسرائيل وذمهم وذكر معاصيَهم وقبائحهم ربما
وقع في بعض النفوس أنهم كلهم يشملهم الذم، فأراد الباري تعالى أن يبين من
لا يلحقه الذم منهم بوصفه، ولما كان أيضاً ذكر بني إسرائيل خاصة يوهم
الاختصاص بهم، ذكر تعالى حكماً عامًّا يشمل الطوائف كلها؛ ليتضح الحق ويزول
التوهم والإشكال، فسبحان من أودع في كتابه ما يبهر عقول العالمين.
(62) Hukum ini khusus untuk ahli kitab, karena
pada haki-katnya orang-orang shabi`in yang sebenarnya termasuk dari
kelom-pok-kelompok Nasrani. Allah mengabarkan bahwasanya kaum Mukminin
dari umat ini, Yahudi, Nasrani dan orang-orang shabi`in yang beriman
kepada Allah di antara mereka, juga kepada Hari Akhir, dan mempercayai
Rasul-rasul mereka; maka bagi mereka ganjaran yang besar, rasa aman dan
tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
Adapun orang yang kafir di antara mereka kepada Allah, Rasul-rasulNya dan
Hari Akhir, tentu berbeda dengan kondisi yang pertama, maka dia di-timpa
rasa kekhawatiran dan kesedihan. Yang benar adalah bahwasanya hukum ini
adalah antara kelompok-kelompok tersebut menurut latar belakang mereka,
dan bukan menurut keimanan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ini adalah kabar
tentang mereka sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, dan ini adalah kandungan
dari kondisi mereka, dan inilah metode al-Qur`an apabila terjadi pada
beberapa orang -menurut konteks ayat- beberapa kesamaran, maka sudah
seharusnya ada hal yang mampu menghilangkan kesamaran tersebut darinya,
karena al-Qur`an itu diturunkan oleh Tuhan Yang mengetahui sesuatu sebelum
terjadi, dan rahmatNya mencakup segala sesuatu, hal itu -Allah lebih
mengetahui- bahwasanya ketika Allah menyebutkan Bani Israil lalu mencela
mereka, dan Dia mengungkapkan kemak-siatan-kemaksiatan dan
kejahatan-kejahatan mereka akan terjadi kesamaran pada jiwa beberapa orang
yang semuanya termasuk dalam celaan tersebut, maka Allah sang Pencipta
menghendaki untuk menjelaskan orang-orang yang tidak termasuk dalam celaan
tersebut di antara mereka dengan menyebutkan sifatnya, dan juga ketika
Allah menyebutkan Bani Israil secara khusus, maka hal itu membuat
kesamaran akan kekhususan mereka, lalu Allah menye-butkan suatu hukum yang
bersifat umum yang mencakup seluruh kelompok-kelompok, agar jelaslah
kebenaran itu dan hilanglah kesamaran dan kemusykilan tersebut. Mahasuci
Allah yang mene-tapkan dalam kitabNya hal-hal yang membuat akal-akal
makhluk terpana.
Kemudian Allah تعالى menyebutkan kembali hinaan terhadap Bani Israil
karena apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka,
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا
مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ (63) ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ مِنْ
بَعْدِ ذَلِكَ فَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ
لَكُنْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (64)}
"Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji
darimu dan Kami angkatkan gunung
(Thursina) di
atasmu
(seraya Kami ber-firman), 'Peganglah
teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang
ada di dalamnya, agar kamu bertak-wa.' Kemudian kamu berpaling setelah
(adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada
karunia Allah dan rahmatNya atasmu, nis-caya kamu tergolong orang-orang
yang rugi."
(Al-Baqarah: 63-64).
#
{63} أي: واذكروا،
{إذ أخذنا ميثاقكم}؛ وهو العهد الثقيل المؤكد
بالتخويف لهم برفع الطور فوقهم وقيل لهم،
{خذوا ما آتيناكم}؛ من التوراة
{بقوة}؛ أي بجد واجتهاد، وصبر على أوامر الله
{واذكروا ما فيه}؛
أي:
ما في كتابكم بأن تتلوه وتتعلموه
{لعلكم تتقون}؛ عذاب الله وسخطه، أو لتكونوا
من أهل التقوى.
(63) Maksudnya, dan ingatlah kalian, ﴾ وَإِذۡ
أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ
﴿ "ketika Kami mengambil janji darimu," yakni janji yang kuat lagi
kokoh de-ngan menakut-nakuti mereka dengan mengangkat gunung di atas
mereka, dan dikatakan kepada mereka, ﴾
خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم
﴿ "peganglah apa yang Kami berikan kepadamu" dari Taurat ﴾
بِقُوَّةٖ
﴿ "dengan teguh," yaitu dengan semangat dan usaha yang kuat serta
kesabaran atas perintah-perintah Allah, ﴾
وَٱذۡكُرُواْ مَا فِيهِ
﴿ "dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya," yaitu apa yang ada di
dalam kitab suci kalian de-ngan cara membaca dan mempelajarinya, ﴾
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "agar kamu bertakwa" pada azab Allah dan murkaNya
atau agar kalian menjadi golongan orang-orang yang bertakwa.
#
{64} فبعد هذا التأكيد البليغ
{توليتم}؛ وأعرضتم وكان ذلك موجباً لأن يحل
بكم أعظم العقوبات ولكن
{لولا فضل الله عليكم ورحمته لكنتم من الخاسرين}.
(64) Dan setelah penegasan yang kuat ini, ﴾
تَوَلَّيۡتُم
﴿ "kemudian kamu berpaling" dan kalian meninggalkan hal itu, padahal ia
meng-akibatkan kalian tertimpa hukuman yang paling berat, akan tetapi
﴾
فَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَكُنتُم مِّنَ
ٱلۡخَٰسِرِينَ ﴿ "kalau tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atasmu,
niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi."
{وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ
فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
(65) فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ
يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
(66)}
.
"Dan sungguh telah kamu ketahui orang-orang yang melang-gar di antaramu
pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, 'Jadilah kamu kera
yang hina.' Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi
orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
(Al-Baqarah: 65-66).
#
{65} أي: ولقد تقرر عندكم حالةُ،
{الذين اعتدوا منكم في السبت}؛
وهم الذين ذكر الله قصتهم مبسوطة في سورة الأعراف في قوله:
{واسألهم عن القرية التي كانت حاضرة البحر إذ يعدون في السبت ...
}
الآيات؛ فأوجب لهم هذا الذنب العظيم أن غضب الله عليهم، وجعلهم
{قردة خاسئين}؛ حقيرين ذليلين،
وجعل الله هذه العقوبة:
(65) Maksudnya, sungguh telah jelas bagi kalian
sebuah kondisi, ﴾ ٱلَّذِينَ ٱعۡتَدَوۡاْ مِنكُمۡ فِي ٱلسَّبۡتِ
﴿ "orang-orang yang melanggar di antara-mu pada hari Sabtu," dan mereka
itulah yang disebutkan oleh Allah tentang kisah mereka secara terbuka
dalam surat al-A'raf dalam FirmanNya, ﴾
وَسۡـَٔلۡهُمۡ عَنِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلَّتِي كَانَتۡ حَاضِرَةَ ٱلۡبَحۡرِ إِذۡ
يَعۡدُونَ فِي ٱلسَّبۡتِ
﴿ "Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di
dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu."
(Al-A'raf: 163). Lalu
dosa besar itu berkonsekuensi mendatangkan murka Allah atas mereka dan
Allah menjadikan mereka, ﴾
قِرَدَةً خَٰسِـِٔينَ ﴿ "kera yang hina" dina dan tercela, dan Allah
menjadikan hukuman ini,
#
{66}
{نكالاً لما بين يديها}؛
أي:
لمن حضرها من الأمم، وبلغه خبرها ممن هو في وقتهم
{وما خلفها}؛ أي:
من بعدها فتقوم على العباد حجة الله، وليرتدعوا عن معاصيه، ولكنها لا تكون
موعظة نافعة إلا للمتقين، وأما من عداهم فلا ينتفعون بالآيات.
(66) ﴾ نَكَٰلٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهَا
﴿ "peringatan bagi orang-orang di masa itu," yaitu bagi orang yang ada
di antara umat-umat itu, dan sampai kabar tentang mereka kepadanya di
antara orang yang ada pada masa itu, ﴾
وَمَا خَلۡفَهَا ﴿ "dan bagi mereka yang datang kemudian," mak-sudnya,
orang yang setelahnya, hingga tegaklah hujjah Allah atas hamba-hambaNya,
dan agar mereka menghindari kemaksiatan kepadaNya, akan tetapi hal ini
bukanlah merupakan suatu nasihat yang berguna kecuali bagi orang-orang
yang bertakwa. Adapun orang-orang yang selain mereka, maka mereka tidak
mengambil manfaat dari ayat-ayat tersebut.
{وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ
بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
(67) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ
لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ
وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ
(68) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ
لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ
فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ
(69) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ
لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ
اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (70) قَالَ إِنَّهُ
يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي
الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآنَ جِئْتَ
بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ
(71) وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ
فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
(72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ
يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
(73) ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ
ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ
الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا
لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا
يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ (74)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada
kaumnya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi
betina.' Mereka berkata, 'Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan
ejekan?' Musa menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi
salah seorang dari orang-orang yang jahil.' Mereka menjawab, 'Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina
apakah itu.' Musa menjawab, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan
antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.' Mereka
berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami apa warnanya.' Musa menjawab, 'Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua
warnanya, lagi menyenang-kan orang-orang yang memandangnya.' Mereka
berkata, 'Mohon-kanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi
itu
(masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami
insya Allah akan mendapat petunjuk
(untuk memperoleh sapi itu).' Musa berkata,
'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.' Mereka berkata,
'Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.'
Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksana-kan
perintah itu. Dan
(ingatlah), ketika kamu membunuh
seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah
hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami
berfirman, 'Pukullah mayat itu dengan sebagian ang-gota sapi betina itu!'
Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan
memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti.
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, atau lebih keras
lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu
keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah
dari apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 67-74).
#
{67} أي: واذكروا ما جرى لكم مع موسى حين
قتلتم قتيلاً؛ فادّارَأْتم فيه، أي: تدافعتم
واختلفتم في قاتله حتى تفاقم الأمر بينكم، وكاد ـ لولا تبيين الله لكم ـ
يحدث بينكم شر كبير،
فقال لكم موسى في تبيين القاتل:
اذبحوا بقرة، وكان من الواجب المبادرة إلى امتثال أمره وعدم الاعتراض
عليه، ولكنهم أبوا إلا الاعتراض فقالوا:
{أتتخذنا هزواً}؛
فقال نبي الله:
{أعوذ بالله أن أكون من الجاهلين}؛ فإن
الجاهل هو الذي يتكلم بالكلام الذي لا فائدة فيه وهو الذي يستهزئ بالناس،
وأما العاقل فيرى أن من أكبر العيوب المزرية بالدين والعقل استهزاءه بمن هو
آدمي مثله.
وإن كان قد فضل عليه فتفضيله يقتضي منه الشكر لربه والرحمة لعباده:
فلما قال لهم موسى ذلك علموا أن ذلك صدق، فقالوا:
(67) Maksudnya, dan ingatlah kalian apa yang
terjadi pada kalian bersama Musa عليه السلام ketika kalian membunuh
seseorang lalu kalian saling tuduh menuduh tentang itu, maksudnya, kalian
saling mengingkari dan saling berselisih tentang pembunuhnya hingga
perkara itu menjadi rumit di antara kalian, dan hampir saja -sekiranya
Allah tidak menjelaskannya untuk kalian- terjadi suatu keburukan yang
dahsyat di antara kalian. Lalu Nabi Musa عليه السلام ber-kata kepada
kalian untuk mengungkap pelaku pembunuhannya, "Kalian sembelihlah seekor
sapi," dan yang wajib adalah bersegera dalam menaati perintahnya tanpa ada
sanggahan atasnya. Akan tetapi mereka enggan melakukannya kecuali dengan
memberikan sanggahan seraya mereka berkata, ﴾ أَتَتَّخِذُنَا هُزُوٗاۖ
﴿ "Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan?" Nabi Allah Musa
menjawab, ﴾
أَعُوذُ بِٱللَّهِ أَنۡ أَكُونَ مِنَ ٱلۡجَٰهِلِينَ ﴿ "Aku berlindung kepada
Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil,"
karena orang yang jahil itu ada-lah orang yang berbicara dengan perkataan
yang tidak ada guna-nya dan orang bodoh seperti itulah yang mengejek
orang. Adapun orang yang berakal, maka pastilah dia akan meya-kini bahwa
sebesar-besarnya aib yang mengurangi derajat agama dan akal, adalah
olok-olokannya terhadap orang yang mana dia adalah sama manusianya seperti
dirinya, walaupun
(memang) dia lebih utama daripada orang yang
dihinanya, karena keutamaan itu menuntutnya bersyukur kepada Allah dan
berlaku kasih sayang terhadap sesama makhluk. Dan ketika Nabi Musa عليه
السلام mengata-kan hal itu kepada mereka, maka mereka mengetahui bahwa itu
benar, lalu mereka berkata,
#
{68}
{ادع لنا ربك يبين لنا ما هي}؛ أي ما سنُّها
{قال إنه يقول إنها بقرة لا فارض}؛
أي:
كبيرة، {ولا بكر}؛
أي:
صغيرة،
{عوان بين ذلك فافعلوا ما تؤمرون}؛ واتركوا
التشديد والتعنت.
(68) ﴾ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا
هِيَۚ
﴿ "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada
kami; sapi betina apakah itu?" Yakni, berapa umurnya? ﴾
قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ لَّا فَارِضٞ
﴿ "Musa menjawab, 'Sesung-guhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang tidak tua'," yakni tidak terlalu dewasa, besar,
﴾
وَلَا بِكۡرٌ عَوَانُۢ
﴿ "dan tidak muda," yakni, bukan yang masih kecil, ﴾
عَوَانُۢ بَيۡنَ ذَٰلِكَۖ فَٱفۡعَلُواْ مَا تُؤۡمَرُونَ ﴿ "pertengahan
antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepa-damu," dan
tinggalkanlah bersikap keras dan berlebih-lebihan.
#
{69}
{قالوا ادع لنا ربك يبين لنا ما لونها قال إنه يقول إنها بقرة صفراء
فاقع لونها}؛ أي: شديد،
{تسر الناظرين}؛ من حسنها.
(69) ﴾ قَالُواْ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن
لَّنَا مَا لَوۡنُهَاۚ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ صَفۡرَآءُ
فَاقِعٞ لَّوۡنُهَا
﴿ "Mereka berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami apa warnanya.' Musa menjawab, 'Sesungguh-nya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning,
yang kuning tua warnanya'." yakni yang sangat, ﴾
تَسُرُّ ٱلنَّٰظِرِينَ ﴿ "lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya,"
karena bagusnya.
#
{70}
{قالوا ادع لنا ربك يبين لنا ما هي إن البقر تشابه علينا}؛ فلم نهتد إلى ما تريد،
{وإنا إن شاء الله لمهتدون}.
(70) ﴾ قَالُواْ ٱدۡعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن
لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ ٱلۡبَقَرَ تَشَٰبَهَ عَلَيۡنَا
﴿ "Mereka berkata, 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sapi
itu (masih) samar bagi kami'." Artinya, kami
belum paham apa yang kamu inginkan, ﴾
وَإِنَّآ إِن شَآءَ ٱللَّهُ لَمُهۡتَدُونَ ﴿ "dan sesungguhnya kami insya
Allah akan mendapat petunjuk
(untuk memperoleh sapi itu)."
#
{71}
{قال إنه يقول إنها بقرة لا ذلول}؛
أي:
مذللة بالعمل {تثير الأرض}؛ بالحراثة
{ولا تسقي الحرث}؛
أي:
ليست بسانية، {مسلمة}؛ من العيوب أو من العمل
{لا شية فيها}؛ أي:
لا لون فيها غير لونها الموصوف المتقدم،
{قالوا الآن جئت بالحق}؛
أي:
بالبيان الواضح، وهذا من جهلهم، وإلا فقد جاءهم بالحق أول مرة، فلو أنهم
اعترضوا أيَّ بقرة لحصل المقصود، ولكنهم شددوا بكثرة الأسئلة؛ فشدد الله
عليهم، ولو لم يقولوا إن شاء الله لم يهتدوا أيضاً إليها،
{فذبحوها}؛ أي:
البقرة التي وصفت بتلك الصفات،
{وما كادوا يفعلون}؛ بسبب التعنت الذي جرى
منهم.
(71) ﴾ قَالَ إِنَّهُۥ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٞ
لَّا ذَلُولٞ
﴿ "Musa berkata, 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai'." Yakni belum pernah
dimanfaatkan untuk bekerja, baik ﴾
تُثِيرُ ٱلۡأَرۡضَ
﴿ "membajak tanah" dengan bercocok tanam, ﴾
وَلَا تَسۡقِي ٱلۡحَرۡثَ
﴿ "dan tidak pula untuk mengairi tanaman," yakni, bukan dari hewan
untuk bekerja, ﴾
مُسَلَّمَةٞ
﴿ "tidak bercacat" dari aib atau dari bekerja, dan ﴾
لَّا شِيَةَ فِيهَاۚ
﴿ "tidak ada belangnya," yakni tidak ada warna padanya selain warna
yang telah disebutkan sebelumnya. ﴾
قَالُواْ ٱلۡـَٰٔنَ جِئۡتَ بِٱلۡحَقِّۚ
﴿ "Mereka berkata, 'Sekarang barulah kamu me-nerangkan hakikat sapi
betina yang sebenarnya'." Yakni dengan penje-lasan yang sempurna, dan
ini merupakan kejahilan mereka, kalau tidak demikian, niscaya dia telah
membawakan mereka suatu ke-benaran sejak semula. Sekiranya mereka tidak
menyanggah sapi yang mana niscaya terlaksanalah yang dimaksud dengan
sapi apa saja, akan tetapi mereka ngeyel dengan memperbanyak pertanyaan,
maka Allah memperlakukan mereka juga dengan keras, dan sekiranya mereka
tidak mengatakan insya Allah, niscaya mereka pun tidak akan di-bimbing
untuk mendapatkannya. ﴾
فَذَبَحُوهَا
﴿ "Kemudian mereka me-nyembelihnya," yaitu sapi yang telah dijelaskan
dengan sifat-sifat tersebut, ﴾
وَمَا كَادُواْ يَفۡعَلُونَ ﴿ "dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu" disebabkan sikap keras kepala yang terjadi dari mereka.
#
{72 ـ 73} فلما ذبحوها قلنا لهم اضربوا
القتيل ببعضها، أي: بعضو منها إما بعضو معين أو أي
عضو منها فليس في تعيينه فائدة؛ فضربوه ببعضها؛ فأحياه الله، وأخرج ما
كانوا يكتمون؛ فأخبر بقاتله، وكان في إحيائه ـ وهم يشاهدون ـ ما يدل على
إحياء الله الموتى، لعلكم تعقلون؛ فتنزجرون عن ما يضركم.
(72-73) Dan ketika mereka menyembelihnya, Kami
ber-kata kepada mereka; pukullah yang terbunuh itu dengan sebagian dari
sembelihan tersebut, maksudnya dengan salah satu organ tubuhnya, organ
tertentu ataupun organ mana saja darinya, karena dalam penentuannya juga
tidak ada gunanya. Lalu mereka memu-kulnya dengan sebagiannya kemudian
Allah menghidupkannya kembali, dan mengemukakan apa yang mereka
sembunyikan, lalu Allah mengabarkan tentang pelaku pembunuhan, dan dalam
tindakan Allah menghidupkannya -sedang mereka menyaksikan- adalah suatu
dalil bahwa Allah itu menghidupkan yang mati agar kalian berpikir hingga
kalian menghindari segala yang memuda-ratkan diri kalian.
#
{74}
{ثم قست قلوبكم}؛
أي:
اشتدت وغلظت فلم تؤثر فيها الموعظة
{من بعد ذلك}؛ أي:
من بعد ما أنعم الله عليكم بالنعم العظيمة وأراكم الآيات، ولم يكن ينبغي أن
تقسو قلوبكم لأن ما شاهدتم مما يوجب رقة القلب وانقياده، ثم وصف قسوتها
بأنها
{كالحجارة} التي هي أشد قسوة من الحديد، لأن
الحديد؛ والرصاص إذا أذيب في النار ذاب بخلاف الأحجار،
وقوله:
{أو أشد قسوة}؛ أي:
أنها لا تقصر عن قساوة الأحجار، وليست
«أو» بمعنى بل.
ثم ذكر فضيلة الأحجار على قلوبهم فقال:
{وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه
الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله}، فبهذه الأمور فَضَلَتْ قلوبَكم.
ثم توعدهم تعالى أشد الوعيد فقال:
{وما الله بغافل عمَّا تعملون}، بل هو عالم
بها حافظ لصغيرها وكبيرها، وسيجازيكم على ذلك أتم الجزاء وأوفاه. واعلم أن
كثيراً من المفسرين رحمهم الله قد أكثروا في حشو تفاسيرهم من قصص بني
إسرائيل، ونزَّلوا عليها الآيات القرآنية، وجعلوها تفسيراً لكتاب الله،
محتجين بقوله - صلى الله عليه وسلم -:
«حدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج». والذي أرى أنه
وإن جاز نقل أحاديثهم على وجه تكون مفردة غير مقرونة ولا منزلة على كتاب
الله، فإنه لا يجوز جعلها تفسيراً لكتاب الله قطعاً إذا لم تصح عن رسول
الله - صلى الله عليه وسلم -، وذلك أن مرتبتها كما قال - صلى الله عليه
وسلم -: «لا تصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم» ،
فإذا كانت مرتبتها أن تكون مشكوكاً فيها، وكان من المعلوم بالضرورة من دين
الإسلام أن القرآن يجب الإيمان به والقطع بألفاظه ومعانيه، فلا يجوز أن
تجعل تلك القصص المنقولة بالروايات المجهولة التي يغلب على الظن كذبها، أو
كذب أكثرها معاني لكتاب الله مقطوعاً بها، ولا يستريب بهذا أحد، ولكن بسبب
الغفلة عن هذا حصل ما حصل، والله الموفق.
(74) ﴾ ثُمَّ قَسَتۡ قُلُوبُكُم
﴿ "Kemudian hatimu menjadi keras," maksud-nya mengeras dan menebal
hingga nasihat tidak mampu berpe-ngaruh padanya ﴾
مِّنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ
﴿ "setelah itu," maksudnya, setelah Allah memberikan nikmat atas kalian
dengan nikmat-nikmat yang besar dan memperlihatkan kepada kalian
ayat-ayatNya, dan seharusnya tidaklah patut hati-hati kalian menjadi
keras, karena apa yang kalian saksikan sendiri seharusnya menimbulkan
kelembutan hati dan ketundukannya. Kemudian Allah menerangkan tentang
kekerasan hati mereka yaitu bahwasanya ia, ﴾
كَٱلۡحِجَارَةِ
﴿ "seperti batu" daripada besi, karena besi dan timah apabila dibakar
dalam api, niscaya akan meleleh, berbeda dengan batu. Dan FirmanNya,
﴾
أَوۡ أَشَدُّ قَسۡوَةٗۚ
﴿ "Atau lebih keras lagi," maksudnya bahwa ia tidaklah terbatas hanya
sekeras batu, dan أَوْ (atau) di sini tidaklah
bermakna بَلْ (bahkan). Kemudian Allah
menyebutkan tentang keutamaan batu atas hati mereka seraya berfirman,
﴾
وَإِنَّ مِنَ ٱلۡحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنۡهُ ٱلۡأَنۡهَٰرُۚ وَإِنَّ
مِنۡهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخۡرُجُ مِنۡهُ ٱلۡمَآءُۚ وَإِنَّ مِنۡهَا
لَمَا يَهۡبِطُ مِنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۗ
﴿ "Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai dari padanya dan di antara-nya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah." Maka dengan sifat-sifat itu,
batu itu melebihi keutamaan hati mereka. Kemudian Allah تعالى mengancam
mereka dengan ancaman yang paling keras seraya berfirman, ﴾
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-sekali
tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan," bahkan Allah sangat
mengetahuinya, menghafalnya, baik kecil maupun besar, dan kalian akan
diberi balasan atas perbuatan kalian dengan balasan yang paling sempurna
dan paling penuh. Ketahuilah bahwasanya kebanyakan para ahli tafsir
telah memperbanyak penyisipan cerita-cerita Bani Israil dalam tafsir
mereka, dan memaknai ayat-ayat al-Qur`an menurut cerita-cerita tersebut,
mereka menjadikan cerita-cerita tersebut sebagai tafsir bagi kitabullah
dengan dalih sabda Nabi ﷺ, حَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَلَا
حَرَجَ. "Sampaikanlah dari Bani Israil dan tidak masalah."
[7]
Dan menurut hemat saya adalah bahwasanya bila pun boleh meriwayatkan
cerita-cerita mereka adalah dalam bentuk dialo-kasikan tersendiri tanpa
dikaitkan dan tidak pula menjadi makna dasar atas kitabullah, karena
sesungguhnya menjadikannya seba-gai tafsir bagi kitabullah tidaklah boleh
sama sekali apabila tidak shahih kabarnya dari Rasulullah ﷺ, hal tersebut
dikarenakan bahwa derajat cerita-cerita tersebut adalah seperti sabda
beliau ﷺ, لَا تُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوْهُمْ.
"Janganlah kalian membenarkan ahli Kitab dan jangan pula
men-dustakannya."
[8] Apabila derajatnya diragukan,
dan suatu hal yang pasti dike-tahui dalam agama Islam bahwasanya al-Qur`an
itu wajib diimani dengan keyakinan bulat, baik kata-katanya maupun
makna-makna-nya, oleh karena itu tidak boleh menjadikan cerita-cerita
tersebut yang diriwayatkan secara majhul
(tidak diketahui) yang kemung-kinan besar menurut
akal adalah cerita dusta atau mayoritasnya adalah dusta, sebagai
makna-makna al-Qur`an sebagai suatu yang pasti dan tidak ada seorang pun
yang meragukannya, akan tetapi karena kelalaian terhadap hal ini akhirnya
terjadilah apa yang ter-jadi. Hanya Allah sajalah Dzat yang membimbing.
{أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ
يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا
عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (75) وَإِذَا
لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ
إِلَى بَعْضٍ قَالُوا أَتُحَدِّثُونَهُمْ بِمَا فَتَحَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ لِيُحَاجُّوكُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
(76) أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ
يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ
(77) وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ
الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
(78)}
.
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya
setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? Dan apabila mereka
berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata,' Kami pun telah
ber-iman,' tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka
berkata, 'Apakah kamu menceritakan kepada mereka
(orang-orang Mukmin) apa yang telah diterangkan
Allah kepadamu, supaya de-ngan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu
di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?' Tidakkah mereka mengeta-hui
bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang
mereka nyatakan? Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak
mengetahui al-Kitab
(Taurat), kecuali dongengan
bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga."
(Al-Baqarah: 75-78).
#
{75} هذا قطع لأطماع المؤمنين من إيمان أهل
الكتاب؛ أي فلا تطمعوا في إيمانهم، وأخلاقهم لا تقتضي الطمع فيهم؛ فإنهم
كانوا يحرفون كلام الله من بعد ما عقلوه وعلموه، فيضعون له معانيَ ما
أرادها الله؛ ليوهموا الناس أنها من عند الله، وما هي من عند الله، فإذا
كانت حالهم في كتابهم الذي يرونه شرفهم ودينهم يصدون به الناس عن سبيل
الله، فكيف يرجى منهم إيمان لكم؟! فهذا من أبعد الأشياء.
(75) Ayat ini adalah sebuah pemupusan akan harapan
kaum Mukminin dari keimanan ahli kitab. Yakni janganlah kalian terlalu
berharap mereka akan beriman, sedangkan akhlak mereka tidak mendukung
harapan kalian terhadap mereka, karena mereka dahulu merubah kalam Allah
setelah mereka memahami dan me-ngetahuinya, lalu mereka membuat suatu
makna yang tidak Allah kehendaki untuk menipu manusia bahwasanya
makna-makna itu datangnya dari sisi Allah padahal itu bukanlah dari sisi
Allah. Jika perilaku mereka terhadap kitab mereka sendiri -yang mana
mereka meyakininya sebagai kemuliaan bagi mereka dan agama mereka-, mereka
menghalangi manusia dari jalan Allah dengan kitab itu, maka bagaimana
mungkin mereka diharapkan percaya kepada kalian? Hal ini adalah perkara
yang paling mustahil.
#
{76} ثم ذكر حال منافقي أهل الكتاب،
فقال:
{وإذا لقوا الذين آمنوا قالوا آمنا}، فأظهروا
لهم الإيمان قولاً بألسنتهم ما ليس في قلوبهم،
{وإذا خلا بعضهم إلى بعض}؛
فلم يكن عندهم أحد من غير أهل دينهم قال بعضهم لبعض:
{أتحدثونهم بما فتح الله عليكم}؛
أي:
أتظهرون لهم الإيمان وتخبرونهم أنكم مثلهم؟ فيكون ذلك حجة لهم عليكم،
يقولون إنهم قد أقروا بأن ما نحن عليه حق وما هم عليه باطل، فيحتجون عليكم
بذلك عند ربكم {أفلا تعقلون}؛
أي:
أفلا يكون لكم عقل فتتركون ما هو حجة عليكم؟
(76) Kemudian Allah menyebutkan tentang kisah kaum
munafik ahli kitab seraya berfirman, ﴾ وَإِذَا لَقُواْ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا
﴿ "Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
berkata, 'Kami pun telah beriman'." Mereka menampakkan keimanan mereka
secara lisan kepada kaum Muslimin yang tidak ada dalam hati mereka,
﴾
وَإِذَا خَلَا بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ
﴿ "tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja" di sisi mereka
tidak ada seorang pun selain dari pe-meluk agama mereka, maka berkatalah
sebagian mereka kepada sebagian lain, ﴾
أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيۡكُمۡ
﴿ "Apakah kamu menceritakan kepada mereka
(orang-orang Mukmin) apa yang telah diterangkan
Allah kepadamu?" Yakni, apakah kalian menampakkan keimanan kalian kepada
kaum Muslimin dan kalian kabarkan bahwasanya kalian itu sama seperti
mereka? Hingga hal itu menjadi hujjah yang mem-bela mereka yang justru
memberatkan kalian. Mereka berkata bahwasanya mereka telah mengakui
bahwa apa yang kami jadikan pedoman adalah benar dan apa yang mereka
jadikan pedoman adalah batil, lalu mereka berhujjah terhadap kalian
dengan hal itu pada sisi Rabb kalian, ﴾
أَفَلَا تَعۡقِلُونَ ﴿ "tidakkah kamu mengerti?" Mak-sudnya, tidakkah
kalian memiliki pikiran hingga kalian mening-galkan hal-hal yang menjadi
hujjah melawan kalian?
#
{77} هذا يقوله بعضهم لبعض:
{أو لا يعلمون أن الله يعلم ما يسرون وما يعلنون}، فهم وإن أسروا ما يعتقدونه فيما بينهم، وزعموا أنهم بإسرارهم لا يتطرق
عليهم حجة للمؤمنين؛ فإن هذا غلط منهم وجهل كبير؛ فإن الله يعلم سرهم
وعلنهم؛ فيظهر لعباده ما هم عليه.
(77) Ini adalah perkataan sebagian mereka kepada
sebagian yang lain. ﴾ أَوَلَا يَعۡلَمُونَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا
يُسِرُّونَ وَمَا يُعۡلِنُونَ ﴿ "Tidakkah mereka me-ngetahui bahwa Allah
mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
nyatakan?" Mereka itu walaupun menyembu-nyikan apa yang mereka yakini di
antara mereka saja, dan mereka mengira bahwasanya dengan tindakan
menyembunyikan itu tidak ada jalan bagi kaum Mukminin berhujjah atas
mereka, maka se-sungguhnya hal itu adalah suatu kesalahan dan kebodohan
yang besar dari mereka, karena Allah mengetahui yang rahasia dan yang
terang-terangan dari mereka, lalu Allah menampakkan keadaan mereka kepada
hamba-hambaNya.
#
{78}
{ومنهم}؛ أي: من أهل
الكتاب {أميون}؛ أي:
عوام، وليسوا من أهل العلم
{لا يعلمون الكتاب إلا أماني}؛
أي:
ليس لهم حظ من كتاب الله إلا التلاوة فقط، وليس عندهم خبر بما عند الأولين
الذين يعلمون حق المعرفة حالهم، وهؤلاء إنما معهم ظنون وتقاليد لأهل العلم
منهم. فذكر في هذه الآيات علماءهم وعوامهم ومنافقيهم ومن لم ينافق منهم،
فالعلماء منهم متمسكون بما هم عليه من الضلال، والعوام مقلدون لهم، لا
بصيرة عندهم؛ فلا مطمع لكم في الطائفتين.
(78) ﴾ وَمِنۡهُمۡ
﴿ "Dan di antara mereka," yakni, di antara ahli kitab, ﴾
أُمِّيُّونَ
﴿ "ada yang buta huruf," maksudnya yang awam, tidak mengerti apa-apa
dan bukan dari orang yang berilmu,﴾
لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّآ أَمَانِيَّ ﴿ "mereka tidak mengetahui
al-Kitab
(Taurat), kecuali do-ngengan bohong
belaka," maksudnya, mereka tidak memiliki bagian dari kitabullah selain
dari membaca saja, dan mereka juga tidak memiliki kabar tentang apa yang
orang-orang terdahulu ketahui dengan sebenar-benar pengetahuan akan
keadaan mereka, mereka hanyalah memiliki dugaan-dugaan semata dan
taklid-taklid kepada orang yang berilmu di antara mereka. Lalu Allah
menyebutkan dalam ayat-ayat ini tentang ulama-ulama, orang-orang awam, dan
orang-orang munafik mereka serta orang-orang yang tidak munafik di antara
mereka. Di antara ulama mereka ada yang berpegang teguh dengan pedoman
kese-satan, dan orang-orang awam bertaklid kepada mereka, tidak ada
bashirah dalam diri mereka, maka tidak ada harapan bagi kalian
(hai orang-orang Mukmin) dari kedua kelompok
tersebut.
{فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ
يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا
قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ
مِمَّا يَكْسِبُونَ (79)}
.
"Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, 'Ini dari Allah',
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang
sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat
apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi
mereka, akibat apa yang mereka kerja-kan."
(Al-Baqarah: 79).
#
{79} توعد تعالى المحرفين للكتاب الذين
يقولون لتحريفهم وما يكتبون
{هذا من عند الله}، وهذا فيه إظهار الباطل
وكتم الحق، وإنما فعلوا ذلك مع علمهم،
{ليشتروا به ثمناً قليلاً}، والدنيا كلها من
أولها إلى آخرها ثمن قليل، فجعلوا باطلهم شَرَكاً يصطادون به ما في أيدي
الناس. فظلموهم من وجهين: من جهة تلبيس دينهم
عليهم، ومن جهة أخذ أموالهم بغير حق بل بأبطل الباطل،
[وذلك] أعظم ممن يأخذها غصباً وسرقة ونحوهما،
ولهذا توعدهم بهذين الأمرين، فقال:
{فويل لهم مما كتبت أيديهم}؛ أي من التحريف
والباطل {وويل لهم مما يكسبون}؛ من الأموال،
والويل شدة العذاب والحسرة، وفي ضمنها الوعيد الشديد.
قال شيخ الإسلام لما ذكر هذه الآيات من قوله:
أفتطمعون إلى يكسبون:
«فإن الله ذم الذين يحرفون الكلم عن مواضعه، وهو متناول لمن حمل الكتاب
والسنة على ما أصَّلَه من البدع الباطلة، وذم الذين لا يعلمون الكتاب إلا
أماني وهو متناول لمن ترك تدبر القرآن ولم يعلم إلا مجرد تلاوة
حروفه،
ومتناول لمن كتب كتاباً بيده مخالفاً لكتاب الله لينال به دنيا
وقال:
إنه من عند الله، مثل أن يقول: هذا هو الشرع
والدين، وهذا معنى الكتاب والسنة، وهذا
[معقول] السلف والأئمة، وهذا هو أصول الدين الذي
يجب اعتقاده على الأعيان أو الكفاية، ومتناول لمن كتم ما عنده من الكتاب
والسنة، لئلا يَحْتَجَّ به مخالفه في الحق الذي يقوله، وهذه الأمور كثيرة
جداً في أهل الأهواء جملة، كالرافضة
[والجهمية ونحوهم من أهل الأهواء والكلام، وفي أهل الأهواء]
وتفصيلاً مثل كثير من المنتسبين إلى الفقهاء ... »
انتهى.
(79) Allah تعالى mengancam orang-orang yang
merubah kitab suci yang berkata tentang apa yang mereka rubah dan apa yang
mereka tulis, ﴾ هَٰذَا مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ
﴿ "Ini dari Allah." Ayat ini mengandung isyarat tentang menampakkan
kebatilan dan menyembunyikan kebenaran, dan mereka melakukan hal itu
dengan ilmu,﴾
لِيَشۡتَرُواْ بِهِۦ ثَمَنٗا قَلِيلٗاۖ
﴿ "untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu."
Seluruh dunia dari awal hingga akhirnya merupakan keun-tungan yang
sedikit (dibandingkan kitab suci Allah), lalu
mereka menjadikan kebatilan mereka sebagai sekutu, yang mana mereka
berburu dengannya harta benda dan apa pun yang ada di tangan manusia.
Dan mereka menzhalimi orang-orang tersebut dalam dua aspek, yaitu aspek
mencampur adukkan agama mereka dan aspek mengambil harta mereka tanpa
hak bahkan dengan cara yang paling batil. Hal itu[9]
lebih besar dosanya daripada orang yang mengambilnya tanpa izin atau
mencuri dan semacamnya. Oleh karena itu, Allah mengancam mereka dengan
dua perkara tersebut, Allah berfirman, ﴾
فَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتۡ أَيۡدِيهِمۡ
﴿ "Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh
tangan mereka sendiri," yaitu disebabkan perubahan dan kebatilan,
﴾
وَوَيۡلٞ لَّهُم مِّمَّا يَكۡسِبُونَ ﴿ "dan kece-lakaan besarlah bagi
mereka, akibat apa yang mereka kerjakan," disebab-kan harta. Kata وَيْلٌ
itu bermakna azab yang keras dan kerugian, dan termasuk di dalamnya adalah
azab yang pedih. Syaikhul Islam berkata ketika menyebutkan ayat-ayat ini,
dari FirmanNya, "Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya
kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
berkata, 'Kami pun telah beriman,' tetapi apabila mereka berada sesama
mereka saja, mereka berkata, 'Apakah kamu menceritakan kepada mereka apa
yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya de-ngan demikian mereka
dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Rabbmu; tidakkah kamu mengerti?'
Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka
sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan? Dan di antara mereka ada yang
buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab
(Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan
mereka hanya menduga-duga. Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
menu-lis al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, 'Ini
dari Allah,'
(dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah
bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan." "Sesungguhnya Allah
تعالى mencela orang-orang yang merubah ayat-ayat dari makna-makna yang
dimaksudkan. Hal ini meliputi orang yang membawa
(mengajarkan) al-Qur`an dan as-Sunnah dengan
dasar-dasar yang mereka buat dari bid'ah-bid'ah yang batil, dan Allah juga
mencela orang-orang yang tidak mengerti al-Kitab kecuali hanya dongeng
bohong belaka, yang ini juga meliputi orang yang meninggalkan tadabbur
al-Qur`an dan dia tidak mengerti apa-apa kecuali hanya sekedar membaca
huruf-hurufnya saja, dan juga meliputi orang yang menulis sebuah karangan
dengan tangan-nya sendiri yang bertentangan dengan kitabullah demi sekedar
mendapatkan faidah dunia lalu dia berkata bahwa tulisan itu da-tangnya
dari sisi Allah, seperti dia mengatakan, 'Inilah syariat dan agama itu,
dan inilah makna al-Qur`an dan as-Sunnah, dan inilah pemikiran
[10]
para salaf dan para ulama umat, inilah dasar-dasar agama yang harus
diyakini, baik secara wajib ain maupun kifayah.' Dan juga meliputi orang
yang menyembunyikan sesuatu yang telah dia ketahui dari al-Qur`an dan
as-Sunnah agar seseorang yang menyelisihinya tidak berhujjah dengannya
atas kebenaran yang dia katakan. Perkara-perkara seperti ini sangat banyak
terjadi pada hamba-hamba hawa nafsu secara umum -seperti ar-Rafidhah
[dan al-Jahmiyah dan semacamnya dari pengikut-pengikut hawa nafsu dan
ilmu kalam, dan pada pengikut hawa nafsu]- dan secara khusus seperti juga banyak orang-orang yang bernisbat kepada
para ahli fikih..."
[11]
{وَقَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلَّا أَيَّامًا مَعْدُودَةً قُلْ
أَتَّخَذْتُمْ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدًا فَلَنْ يُخْلِفَ اللَّهُ عَهْدَهُ
أَمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
(80) بَلَى مَنْ كَسَبَ سَيِّئَةً وَأَحَاطَتْ
بِهِ خَطِيئَتُهُ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(81) وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(82)}
.
"Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api
neraka, kecuali selama beberapa hari saja.' Katakanlah, 'Sudahkah kamu
menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janjiNya,
ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?'
(Bukan demikian) yang benar, barangsiapa berbuat
dosa, sedangkan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta
beramal shalih, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya."
(Al-Baqa-rah: 80-82).
#
{80} ذكر أفعالهم القبيحة، ثم ذكر ـ مع هذا ـ
أنهم يزكون أنفسهم، ويشهدون لها بالنجاة من عذاب الله والفوز بثوابه، وأنهم
لن تمسهم النار إلا أياماً معدودة؛ أي قليلة تعد بالأصابع، فجمعوا بين
الإساءة والأمن، ولما كان هذا مجرد دعوى رد تعالى عليهم؛
فقال:
{قل}؛ لهم يا أيها الرسول،
{أتخذتم عند الله عهداً}؛
أي:
بالإيمان به وبرسله وبطاعته، فهذا الوعد الموجب لنجاة صاحبه الذي لا يتغير
ولا يتبدل
{أم تقولون على الله مالا تعلمون}؛ فأخبر
تعالى أن صدق دعواهم متوقفة على أحد هذين الأمرين اللذين لا ثالث لهما. إما
أن يكونوا قد اتخذوا عند الله عهداً؛ فتكون دعواهم صحيحة. وإما أن يكونوا
متقولين عليه؛ فتكون كاذبة فيكون أبلغ لخزيهم وعذابهم، وقد عُلِم من حالهم
أنهم لم يتخذوا عند الله عهداً لتكذيبهم كثيراً من الأنبياء حتى وصلت بهم
الحال إلى أن قتلوا طائفة منهم، ولنكولهم عن طاعة الله ونقضهم المواثيق،
فتعين بذلك أنهم متقولون مختلقون قائلون عليه ما لا يعلمون، والقول عليه
بلا علم من أعظم المحرمات وأشنع القبيحات.
(80) Allah menyebutkan tentang perbuatan-perbuatan
me-reka yang buruk, kemudian Allah menyebutkan -bersama dengan semua
keburukan mereka tersebut- bahwasanya mereka menyu-cikan diri mereka
(baca: menyatakan diri bahwa mereka suci)
dan mereka mempersaksikan
(memastikan) keselamatan bagi diri me-reka dari
azab Allah dan kemenangan dengan ganjaranNya, dan bahwasanya mereka tidak
akan tersentuh oleh api neraka kecuali hanya beberapa hari tertentu saja,
maka artinya sangat sedikit yang dapat dihitung oleh jari; mereka
menyatukan antara dosa-dosa dengan rasa aman
(dari azab). Namun ketika semua itu hanyalah
sebatas dugaan saja, Allah membantah mereka dalam FirmanNya, ﴾ قُلۡ
﴿ "Katakanlah" kepada mereka wahai Rasulullah ﷺ,﴾
أَتَّخَذۡتُمۡ عِندَ ٱللَّهِ عَهۡدٗا
﴿ "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah?" Yakni, dengan beriman
kepadaNya, kepada Rasul-rasulNya dan dengan menaati keduanya, maka janji
itu yang membawa keselamatan pelakunya yang tidak akan berubah dan tidak
berganti, ﴾
أَمۡ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "ataukah kamu hanya
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?" Lalu Allah تعالى
mengabarkan bahwa kebenaran dugaan mereka itu tergantung dari salah satu
dari dua perkara tersebut yang tidak ada ketiganya. Jika mereka telah
menerima janji dari Allah hingga dugaan mereka adalah benar, atau mungkin
mereka hanya berkata bohong belaka hingga dugaan mereka itu hanyalah dusta
dan hal itu men-jadi lebih kuat dalam penghinaan dan siksaan bagi mereka,
pada-hal telah diketahui dari sifat mereka bahwasanya mereka belum
menerima janji dari Allah karena banyaknya pendustaan mereka terhadap para
Nabi, hingga perkara mereka itu sampai kepada tin-dakan membunuh
sekelompok dari para Nabi di antara mereka. Dan karena penolakan mereka
untuk taat kepada Allah dan pem-batalan mereka terhadap
perjanjian-perjanjian, maka jelas dan pastilah dengan semua itu kebohongan
dan dusta mereka yang berkata apa yang tidak mereka ketahui, dan berkata
terhadap hal itu tanpa ilmu termasuk hal yang diharamkan paling besar dan
keburukan yang paling keji.
Kemudian Allah تعالى menyebutkan hukum yang bersifat umum untuk setiap
orang, yang meliputi Bani Israil maupun selain me-reka, yaitu suatu hukum
yang tidak ada hukum yang sebanding dengannya, yang bukan dongengan bohong
belaka mereka dan dugaan-dugaan dengan perkara orang-orang yang celaka dan
orang-orang yang selamat, Allah berfirman, ﴾ بَلَىٰۚ ﴿ "Bukan demikian
yang benar," yaitu bukanlah perkara itu seperti apa yang kalian se-butkan,
karena ia hanyalah perkataan yang tidak ada maknanya, akan tetapi,
#
{81}
{من كسب سيئة}؛ وهو نكرة في سياق الشرط؛ فيعم
الشرك فما دونه، والمراد به الشرك،
هنا بدليل قوله:
{وأحاطت به خطيئته}؛
أي:
أحاطت بعاملها فلم تدع له منفذاً، وهذا لا يكون إلا الشرك، فإن من معه
الإيمان لا تحيط به خطيئته،
{فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون}؛ وقد
احتج بها الخوارج على كفر صاحب المعصية، وهي حجة عليهم كما ترى، فإنها
ظاهرة في الشرك، وهكذا كل مُبْطِل يحتَجُّ بآية أو حديث صحيح على قوله
الباطل؛ فلا بد أن يكون فيما احتج به حجة عليه.
(81) ﴾ مَن كَسَبَ سَيِّئَةٗ
﴿ "barangsiapa yang berbuat dosa," dengan kata berbentuk nakirah
(umum) dalam susunan kalimat syarat, maka
mencakup kesyirikan ataupun yang lainnya, walaupun maksudnya adalah
kesyirikan, dalam hal ini dengan dasar dalil Firman Allah تعالى, ﴾
وَأَحَٰطَتۡ بِهِۦ خَطِيٓـَٔتُهُۥ
﴿ "Dan dia telah diliputi oleh dosa-nya," maksudnya pelakunya telah
diliputi hingga dia tidak memi-liki jalan keluar, hal ini tidaklah lain
kecuali kesyirikan saja, karena barangsiapa yang memiliki keimanan, maka
dia tidak akan diliputi oleh kesalahannya. ﴾
فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "Mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." Orang-orang Khawarij berhujjah
dengan ayat ini atas kufurnya pelaku kemaksiatan, pada-hal ayat itu
sebagai hujjah bantahan terhadap mereka sebagaimana yang jelas Anda lihat,
karena ayat itu sebenarnya jelas tentang kesyirikan. Demikianlah setiap
pelaku kebatilan selalu berhujjah dengan suatu ayat atau hadits yang
shahih untuk memperkuat perkataannya yang batil, sehingga dalil yang
dipakainya berhujjah menjadi bantahan yang melawannya.
#
{82}
{والذين آمنوا}؛ بالله وملائكته وكتبه ورسله
واليوم الآخر {وعملوا الصالحات}؛
ولا تكون الأعمال صالحة إلا بشرطين:
أن تكون خالصة لوجه الله، متبعاً بها سنة رسوله. فحاصل هاتين الآيتين أن
أهل النجاة والفوز أهل الإيمان والعمل الصالح، والهالكون أهل النار
المشركون بالله الكافرون به.
(82) ﴾ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
﴿ "Dan orang-orang yang beriman" kepada Allah, para malaikat,
kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan Hari Akhir, ﴾
وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ﴿ "serta beramal shalih,
" dan suatu amal itu tidak menjadi shalih kecuali dengan dua
syarat:
Amal tersebut ikhlas hanya untuk Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ.
Kesimpulan dari kedua ayat ini adalah bahwa orang-orang yang selamat dan
berhasil adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih, sedangkan
orang-orang yang celaka
(penghuni neraka) adalah orang-orang yang musyrik
kepada Allah dan kafir terhadapNya.
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا
اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ
وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (83)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
Bani Israil
(yaitu): Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan ber-buat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang
baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemu-dian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari padamu, dan
kamu selalu berpaling."
(Al-Baqarah: 83).
#
{83} فهذه الشرائع من أصول الدين التي أمر
الله بها في كل شريعة لاشتمالها على المصالح العامة في كل زمان ومكان؛ فلا
يدخلها نسخ، كأصل الدين،
ولهذا أمرنا الله بها في قوله:
{واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئاً}؛ إلى آخر
الآية. فقوله:
{وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل}؛ هذا من
قسوتهم أن كل أمر أمروا به استعصوا، فلا يقبلونه إلا بالأيمان الغليظة
والعهود الموَثَّقة {لا تعبدون إلا الله}؛
هذا أمر بعبادة الله وحده ونهي عن الشرك به، وهذا أصل الدين فلا تقبل
الأعمال كلها إن لم يكن هذا أساسها، فهذا حق الله تعالى على عباده،
ثم قال:
{وبالوالدين إحساناً}؛ أي أحسنوا بالوالدين
إحساناً، وهذا يعم كل إحسان قولي وفعلي مما هو إحسان إليهم، وفيه النهي عن
الإساءة إلى الوالدين أو عدم الإحسان والإساءة؛ لأن الواجب الإحسان، والأمر
بالشيء نهي عن ضده، وللإحسان ضدان: الإساءة وهي
أعظم جرماً، وترك الإحسان بدون إساءة وهذا محرم لكن لا يجب أن يلحق بالأول.
وكذا يقال في صلة الأقارب واليتامى والمساكين، وتفاصيل الإحسان لا تنحصر
بالعد بل تكون بالحد كما تقدم.
ثم أمر بالإحسان إلى الناس عموماً فقال:
{وقولوا للناس حسناً}؛ ومن القول الحسن أمرهم
بالمعروف ونهيهم عن المنكر وتعليمهم العلم وبذل السلام والبشاشة وغير ذلك
من كل كلام طيب، ولما كان الإنسان لا يسع الناس بماله أُمر بأمر يقدر به
على الإحسان إلى كل مخلوق وهو الإحسان بالقول، فيكون في ضمن ذلك النهي عن
الكلام القبيح للناس حتى للكفار، ولهذا قال تعالى:
{ولا تجادلوا أهل الكتاب إلا بالتي هي أحسن}؛
ومن أدب الإنسان الذي أدب الله به عباده أن يكون الإنسان نزيهاً في أقواله
وأفعاله، غير فاحش ولا بذيء ولا شاتم ولا مخاصم، بل يكون حسن الخلق واسع
الحلم، مجاملاً لكلِّ أحد، صبوراً على ما يناله من أذى الخلق امتثالاً لأمر
الله ورجاءً لثوابه. ثم أمرهم بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة لما تقدم أن
الصلاة متضمنة للإخلاص للمعبود، والزكاة متضمنة للإحسان إلى العبيد، ثم بعد
هذا الأمر لكم بهذه الأوامر الحسنة التي إذا نظر إليها البصير العاقل، عرف
أن من إحسان الله على عباده أن أمرهم بها وتفضل بها، عليهم وأخذ المواثيق
عليكم {توليتم}؛ على وجه الإعراض؛ لأن
المتولي قد يتولى وله نية رجوع إلى ما تولى عنه، وهؤلاء ليس لهم رغبة ولا
رجوع في هذه الأوامر، فنعوذ بالله من الخذلان.
وقوله:
{إلا قليلاً منكم}؛ هذا استثناء؛ لئلا يوهم
أنهم تولوا كلهم، فأخبر أن قليلاً منهم عصمهم الله وثبتهم.
(83) Syariat-syariat ini adalah di antara
dasar-dasar agama yang diperintahkan oleh Allah pada setiap syariat yang
diturun-kan, karena meliputi maslahat-maslahat yang umum dalam setiap masa
dan tempat, yang tidak disentuh oleh hukum naskh, sebagai dasar agama.
Oleh karena itu Allah memerintahkan kepada kita dengannya dalam FirmanNya,
﴾ وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ
وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ
وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ
وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا 36
﴿ "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu
pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri." (An-Nisa`: 36).
FirmanNya ﴾
وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ
﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji
dari Bani Israil." Ini merupakan bagian dari keke-rasan hati mereka,
bahwa setiap perintah yang ditujukan kepada mereka, niscaya mereka
melanggarnya, dan mereka tidaklah me-nerimanya kecuali dengan
sumpah-sumpah yang kuat dan janji-janji yang kokoh. Dan perjanjian
tersebut adalah, ﴾
لَا تَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ
﴿ "Janganlah kamu menyembah selain Allah." Ini merupakan perintah untuk
menyembah kepada Allah semata dan larangan dari mem-persekutukanNya. Ini
adalah dasar agama, di mana segala per-buatan tidak akan diterima bila
tidak berdasar di atasnya, dan hal itu adalah hak Allah atas
hamba-hambaNya. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَانٗا
﴿ "Dan berbuat baik-lah kepada ibu bapak," yakni berbaktilah kalian
kepada kedua orang tua. Ini bersifat umum mencakup segala kebajikan,
baik perkataan maupun tindakan yang merupakan perbuatan baik kepada
mereka. Ayat ini menunjukkan larangan dari berbuat buruk kepada kedua
orang tua atau larangan tidak berbuat baik dan berbuat jelek, karena
yang wajib adalah berbuat baik, dan perintah kepada sesuatu adalah
larangan dari hal yang bertentangan dengannya. Dan kebalikan dari
berbuat kebaikan ada dua, berbuat buruk yang merupakan kejahatan yang
paling besar, dan meninggalkan ber-buat baik sekalipun tidak berbuat
buruk, juga merupakan hal yang diharamkan, akan tetapi tidak mesti
disamakan dengan yang pertama. Dan seperti ini juga hukumnya dalam hal
silaturahim kepada kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.
Adapun perin-cian masalah berbuat baik tidaklah terbatas oleh bilangan,
akan tetapi dengan definisi sebagaimana yang telah berlalu. Kemudian
Allah memerintahkan manusia untuk berbuat baik secara umum dengan
FirmanNya, ﴾
وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسۡنٗا
﴿ "Serta ucapkan-lah kata-kata yang baik kepada manusia," dan di antara
perkataan yang baik adalah memerintah mereka kepada yang ma'ruf dan
mencegah mereka dari perbuatan mungkar, serta mengajarkan ilmu kepada
mereka, menyebarkan salam dan wajah berseri, dan lain sebagainya dari
perkataan-perkataan yang baik. Dan ketika tidak semua manusia mampu
berbuat baik dengan hartanya, maka mereka diperintahkan dengan suatu hal
yang mereka mampu melakukannya untuk berbuat baik kepada setiap makhluk,
yaitu berbuat baik dengan perkataan. Dengan demikian termasuk dalam
kandungan hal itu juga adalah larangan dari perkataan yang buruk kepada
manusia hingga kepada kaum kafir. Oleh karena itulah Allah تعالى
berfirman, ﴾
وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ
﴿ "Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik."
(Al-Ankabut: 46). Dan di
antara tata krama seorang manusia yang telah Allah didikkan kepada
hamba-hambaNya adalah agar manusia itu mulia dalam perkataan maupun
tindakannya, tidak berlaku keji dan tidak pula jorok, tidak mencela dan
tidak juga bertengkar, akan tetapi berakhlak yang baik, luas
keramahannya, pandai bergaul dengan setiap orang, bersabar atas segala
yang diterima dari gang-guan makhlukNya sebagai tindakan menaati
perintah Allah dan pengharapan atas ganjaranNya. Kemudian Allah
memerintahkan mereka untuk mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat,
karena seperti yang telah dijelaskan bahwa shalat itu mengandung sikap
keikhlasan kepada Dzat yang disembah, sedangkan zakat mengandung
tindakan berbuat baik kepada hamba. Kemudian setelah perintah ini,
kalian pasti men-dapatkan kebaikan-kebaikan dan justru dengan adanya
perintah-perintah yang baik tersebut, yang mana bila seorang yang sangat
jeli dan paham melihat hal-hal itu niscaya dia akan mengetahui kebaikan
Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya yang memerintah-kan hal-hal tersebut
kepada mereka dan memuliakan mereka dengannya, yang telah mengambil
janji-janji atas kalian, ﴾
تَوَلَّيۡتُمۡ
﴿ "kamu tidak memenuhi janji itu," dengan cara berpaling, karena orang
yang berbalik pergi itu terkadang masih memiliki niat untuk kem-bali
lagi kepada hal yang dia tinggalkan, namun mereka ini sama sekali tidak
memiliki keinginan dan tidak pula punya niat untuk kembali. Maka mari
kita berlindung kepada Allah dari keterhinaan. Dan FirmanNya, ﴾
إِلَّا قَلِيلٗا مِّنكُمۡ ﴿ "Kecuali sebagian kecil dari kamu," ini adalah
pengecualian, agar tidak timbul asumsi bahwasa-nya mereka berpaling
semuanya, maka Allah mengabarkan bahwa ada sedikit di antara mereka yang
dilindungi oleh Allah dan di-kukuhkan dalam hal tersebut.
{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا
تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ
وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (84) ثُمَّ أَنْتُمْ
هَؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ
مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ
إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ
بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ
الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
(85) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الْحَيَاةَ
الدُّنْيَا بِالْآخِرَةِ فَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ
يُنْصَرُونَ (86)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
kamu
(yaitu): Kamu tidak akan menumpahkan darahmu
(membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir
dirimu
(saudaramu sebang-sa) dari kampung
halamanmu, kemudian kamu berikrar
(akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya.
Kemudian kamu
(Bani Israil) membunuh dirimu
(saudaramu sebangsa) dan meng-usir segolongan
darimu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan
membuat dosa dan permusuh-an; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai
tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu
(juga) terlarang bagi-mu. Apakah kamu beriman
kepada sebagian al-Kitab
(Taurat) dan ingkar
terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian darimu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari
Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak
lengah dari apa yang kamu perbuat. Itulah orang-orang yang membeli
kehidupan dunia dengan
(kehidupan) akhirat, maka
tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong."
(Al-Baqarah: 84-86).
#
{84 ـ 85} وهذا الفعل المذكور في هذه الآية
فعل للذين كانوا في زمن الوحي بالمدينة، وذلك أن الأوس والخزرج ـ وهم
الأنصار ـ كانوا قبل مبعث النبي - صلى الله عليه وسلم - مشركين، وكانوا
يقتتلون على عادة الجاهلية،
فنزلت عليهم الفرق الثلاث من فرق اليهود:
بنو قريظة، وبنو النضير، وبنو قينقاع، فكل فرقة منهم حالفت فرقة من أهل
المدينة، فكانوا إذا اقتتلوا أعان اليهودي حليفه على مقاتليه الذين
يُعِينونهم الفرقة الأخرى من اليهود، فيقتل اليهوديُ اليهوديَ، ويخرجه من
دياره إذا حصل جلاء ونهب، ثم إذا وضعت الحرب أوزارها، وكان قد حصل أسارى
بين الطائفتين فدى بعضهم بعضاً،
والأمور الثلاثة كلها قد فرضت عليهم:
ففرض عليهم أن لا يسفك بعضهم دم بعض، ولا يخرج بعضهم بعضاً، وإذا وجدوا
أسيراً منهم وجب عليهم فداؤه، فعملوا بالأخير وتركوا الأولين،
فأنكر الله عليهم ذلك فقال:
{أفتؤمنون ببعض الكتاب}؛ وهو فداء الأسير
{وتكفرون ببعض}؛ وهو القتل والإخراج، وفيها
دليل على أن الإيمان يقتضي فعل الأوامر واجتناب النواهي، وأن المأمورات من
الإيمان. قال تعالى:
{فما جزاء من يفعل ذلك منكم إلا خزي في الحياة الدنيا}؛ وقد وقع ذلك فأخزاهم الله، وسلط رسوله عليهم فقتل من قتل، وسبى من سبى
منهم، وأجلى من أجلى،
{ويوم القيامة يردون إلى أشد العذاب}؛
أي:
أعظمه، {وما الله بغافل عما تعملون}؛ ثم أخبر
تعالى عن السبب الذي أوجب لهم الكفر ببعض الكتاب والإيمان ببعضه،
فقال:
(84-85) Perbuatan yang disebutkan dalam ayat itu
adalah sebuah perbuatan orang-orang yang ada pada zaman turunnya wahyu di
Madinah. Hal itu karena suku Aus dan Khazraj -yang mana mereka itu adalah
kaum Anshar- sebelum diutusnya Nabi ﷺ adalah kaum musyrikin, dan mereka
dahulu saling berperang sebagaimana kebiasaan kaum jahiliyah. Lalu datang
kepada me-reka tiga kelompok dari kelompok-kelompok kaum Yahudi, yaitu
Bani Quraizhah, Bani Nadhir dan Bani Qainuqa', dan setiap dari kelompok
itu bergabung bersama salah satu kelompok dari pen-duduk Madinah, dan
penduduk Madinah tersebut bila saling berperang, maka orang-orang Yahudi
itu mendukung sekutunya untuk memerangi kelompok yang dibantu juga oleh
Yahudi yang lain, yang akhirnya orang Yahudi membunuh orang Yahudi
lain-nya dan dia mengusirnya dari kampungnya bila terjadi kekalahan
ataupun perampasan. Kemudian bila peperangan berhenti, dan di antara kedua
belah pihak memiliki tawanan-tawanan, maka seba-gian mereka menebus
sebagian yang lain. Ketiga perkara itu telah diwajibkan atas mereka,
diwajibkan atas mereka agar tidak menumpahkan darah sebagian mereka atas
sebagian lainnya, dan sebagian mereka tidak mengusir sebagian yang lain,
lalu apabila mereka mendapatkan tawanan di antara mereka, maka wajib atas
mereka untuk menebusnya. Namun mereka mengamalkan yang terakhir ini dan
tidak mengamalkan dua hal yang sebelumnya, lalu Allah mengingkari
perbuatan me-reka seraya Allah berfirman, ﴾ أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ
ٱلۡكِتَٰبِ
﴿ "Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab
(Taurat)" yaitu penebusan tawanan, ﴾
وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ
﴿ "dan ingkar terhadap sebagian yang lain?" Yaitu pem-bunuhan dan
pengusiran. Ayat ini adalah dalil bahwasanya keimanan itu menuntut
pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan, dan bahwasanya hal-hal yang
diperintahkan itu adalah di antara keimanan. Allah berfirman, ﴾
فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَاۖ
﴿ "Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia." Hal itu benar-benar telah terjadi, di
mana Allah telah menghinakan mereka, dan Allah telah menguasakan
RasulNya terhadap mereka hingga di antara mereka ada yang terbunuh dan
ada yang ditawan bahkan ada juga yang terusir, dan terusirlah orang yang
mengusir, ﴾
وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ
﴿ "dan pada Hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat
berat," yaitu yang paling besar, ﴾
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "dan Allah tidak lengah dari
apa yang kamu perbuat." Kemudian Allah تعالى mengabarkan tentang sebab
yang mewajibkan mereka untuk beriman kepada sebagian kitab dan kafir
terhadap sebagian yang lain seraya ber-firman,
#
{86}
{أولئك الذين اشتروا الحياة الدنيا بالآخرة}؛
توهموا أنهم إن لم يعينوا حلفاءهم حصل لهم عار فاختاروا النار على
العار، فلهذا قال:
{فلا يخفف عنهم العذاب}؛ بل هو باقٍ على
شدته، ولا يحصل لهم راحة بوقت من الأوقات
{ولا هم ينصرون}؛
أي:
يدفع عنهم مكروه.
(86) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ
ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا بِٱلۡأٓخِرَةِۖ
﴿ "Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan
(kehidupan) akhirat." Mereka mengira bahwasanya
mereka itu bila tidak membantu sekutu-sekutu mereka, niscaya mereka akan
mendapatkan aib yang besar, maka mereka lebih memilih neraka daripada
aib semata. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
فَلَا يُخَفَّفُ عَنۡهُمُ ٱلۡعَذَابُ
﴿ "Maka tidak akan diringankan siksa mereka," bahkan dia kekal dalam
kerasnya siksaan dan mereka sama sekali tidak mempunyai waktu istirahat,
﴾
وَلَا هُمۡ يُنصَرُونَ ﴿ "dan mereka tidak akan ditolong," maksudnya tidak
ada yang akan men-jauhkan hal-hal yang tidak disukai dari mereka.
{وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ
بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ
وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا
لَا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ
وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ (87)}
.
"Dan sungguh Kami telah mendatangkan al-Kitab
(Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya
(berturut-turut) se-sudah itu dengan rasul-rasul,
dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran
(mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami
mem-perkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah setiap datang kepada-mu seorang
rasul yang membawa sesuatu
(pelajaran) yang tidak
sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongkan diri; maka beberapa
orang
(di antara mereka) kamu dustakan dan
beberapa orang
(yang lain) kamu bunuh."
(Al-Baqarah: 87).
#
{87} يمتنُّ تعالى على بني إسرائيل أن أرسل
إليهم كليمه موسى وآتاه التوراة، ثم تابع من بعده بالرسل الذين يحكمون
بالتوراة، إلى أن ختم أنبياءهم بعيسى
[بن مريم] عليه السلام وآتاه من الآيات البينات ما
يؤمن على مثله البشر
{وأيدناه بروح القدس}؛
أي:
قواه الله بروح القدس، قال أكثر المفسرين إنه جبريل عليه السلام، وقيل إنه
الإيمان الذي يؤيد الله به عباده، ثم مع هذه النعم التي لا يُقدَر قدرُها
لمَّا أتوكم
{بما لا تهوى أنفسكم استكبرتم}؛ عن الإيمان
بهم، {ففريقاً}؛ منهم،
{كذبتم وفريقاً تقتلون}؛ فقدمتم الهوى على
الهدى وآثرتم الدنيا على الآخرة، وفيها من التوبيخ والتشديد ما لا يخفى.
(87) Allah تعالى memberikan anugerahNya atas Bani
Israil yaitu dengan mengutus kepada mereka Nabi yang pernah berbi-cara
langsung denganNya, yaitu Musa عليه السلام dan memberikan kepada beliau
kitab Taurat, kemudian disusul setelahnya para nabi-nabi yang berhukum
dengan kitab Taurat, hingga ditutuplah nabi bagi mereka dengan Nabi Isa
bin Maryam عليه السلام dan Allah memberikan kepadanya bukti-bukti
kebenaran yang tidak seorang pun pernah diberi amanat
(mukjizat) dengan semisalnya. ﴾ وَأَيَّدۡنَٰهُ
بِرُوحِ ٱلۡقُدُسِۗ
﴿ "Dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus," maksudnya Allah
me-nguatkannya dengan Ruhul Qudus. Sebagian besar ahli tafsir
me-ngatakan bahwa Ruhul Qudus itu adalah Jibril عليه السلام, dan ada
juga yang mengatakan bahwa itu adalah keimanan yang mana Allah menolong
hambaNya dengannya. Kemudian dengan kenikmatan-kenikmatan yang tidak
dapat diukur banyaknya ketika hadir ke-pada kalian
(hai Bani Israil), ﴾
بِمَا لَا تَهۡوَىٰٓ أَنفُسُكُمُ ٱسۡتَكۡبَرۡتُمۡ
﴿ "yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong diri" dari
keimanan kepada mereka, ﴾
فَفَرِيقٗا
﴿ "maka beberapa orang" di antara mereka ﴾
كَذَّبۡتُمۡ وَفَرِيقٗا تَقۡتُلُونَ ﴿ "kamu dustakan dan beberapa orang
yang lain kamu bunuh," karena kalian mendahulukan hawa nafsu daripada
petunjuk dan kalian lebih memilih dunia daripada akhirat. Ayat ini
mengandung kecaman dan celaan yang nampak jelas.
{وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ
فَقَلِيلًا مَا يُؤْمِنُونَ (88)}
.
"Dan mereka berkata, 'Hati kami tertutup.' Tetapi sebenar-nya Allah telah
mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang
beriman."
(Al-Baqarah: 88).
#
{88} أي: اعتذروا عن الإيمان لما دعوتهم إليه
يا أيها الرسول بأن قلوبهم غلف أي عليها غلاف وأغطية فلا تفقه ما تقول،
يعني فيكون لهم ـ بزعمهم ـ عذر لعدم العلم، وهذا كذب منهم،
فلهذا قال تعالى:
{بل لعنهم الله بكفرهم}؛
أي:
أنهم مطرودون ملعونون بسبب كفرهم؛ فقليلاً المؤمن منهم، أو قليلاً إيمانهم،
وكفرهم هو الكثير.
(88) Maksudnya, mereka membela diri
(dengan mengemu-kakan alasan) kenapa mereka tidak
beriman ketika engkau berdak-wah kepada mereka, karena hati mereka
tertutup atau di atasnya ada pelapis dan penutup hingga apa yang engkau
bicarakan tidak mereka pahami, maksudnya, mereka -menurut dugaan mereka-
memiliki alasan karena tidak tahu, akan tetapi hal ini adalah dusta belaka
dari mereka. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾ بَل لَّعَنَهُمُ
ٱللَّهُ بِكُفۡرِهِمۡ ﴿ "Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka
karena keing-karan mereka," maksudnya bahwasanya mereka terusir dan
terkutuk yang disebabkan oleh kekufuran mereka, dan sangat sedikit sekali
di antara mereka yang beriman, atau keimanan mereka sangat sedikit
sedangkan kekufuran mereka sangatlah banyak.
{وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا
مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ
كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ
اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ (89) بِئْسَمَا
اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
بَغْيًا أَنْ يُنَزِّلَ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ
مُهِينٌ (90)}
.
"Dan setelah datang kepada mereka al-Qur`an dari Allah yang membenarkan
apa yang ada pada mereka, padahal sebelum-nya mereka biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas
orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka
ketahui, mereka lalu ingkar kepa-danya. Maka laknat Allah-lah atas
orang-orang yang ingkar itu. Alangkah buruknya
(hasil perbuatan) mereka yang menjual diri-nya
sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena
dengki, bahwa Allah menurunkan karuniaNya kepada siapa yang dikehendakiNya
di antara hamba-hambaNya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah
(mendapat) kemur-kaan. Dan orang-orang kafir itu
mendapat siksaan yang meng-hinakan."
(Al-Baqarah: 89-90).
#
{89 ـ 90} أي:
{ولما جاءهم [كتابٌ]}
من عند الله على يد أفضل الخلق وخاتم الأنبياء، المشتمل على تصديق ما معهم
من التوراة، وقد علموا به، وتيقنوه على أنهم إذا كان وقع بينهم وبين
المشركين في الجاهلية حروب استنصروا بهذا النبي وتوعدوهم بخروجه، وأنهم
يقاتلون المشركين معه، فلما جاءهم هذا الكتاب والنبي الذي عرفوا؛ كفروا به
بغياً وحسداً أن ينزل الله من فضله على من يشاء من عباده، فلعنهم الله وغضب
عليهم غضباً بعد غضب؛ لكثرة كفرهم وتوالي شكهم وشركهم، ولهم في الآخرة عذاب
مهين أي مؤلم موجع، وهو صلْيُ الجحيم وفوت النعيم المقيم، فبئس الحال
حالهم، وبئس ما استعاضوا واستبدلوا من الإيمان بالله وكتبه ورسله، الكفر به
وبكتبه وبرسله مع علمهم وتيقنهم، فيكون أعظمَ لعذابهم.
(88-90) Maksudnya, ﴾ وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ ﴿
"dan setelah datang kepada mereka al-Qur`an" dari sisi Allah melalui
sebaik-baik makhluk dan penutup para Nabi, yang mengandung segala hal yang
membenar-kan Taurat yang ada pada mereka, dan sebenarnya mereka telah
mengetahuinya, dan mereka telah yakin bahwasanya bila terjadi peperangan
di antara mereka dengan kaum musyrikin pada masa jahiliyah, mereka meminta
bantuan kepada Nabi ini, dan mereka mengancam kepada orang-orang musyrik
itu akan munculnya Nabi tersebut, dan bahwasanya mereka akan memerangi
kaum musyrikin bersamanya, namun ketika benar-benar telah datang kepada
mereka kitab dan Nabi yang telah mereka ketahui tersebut, mereka malah
kafir terhadapnya karena dengki dan zhalim, dise-babkan Allah memberikan
kemuliaanNya terhadap siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Maka
Allah melaknat mereka dan memurkai mereka dengan murka yang sangat besar,
dan banyaknya pengingkaran mereka dan berturut-turutnya kera-guan dan
kesyirikan mereka, maka mereka mendapatkan azab yang menghinakan di
akhirat nanti, maksudnya menyakitkan dan pedih, yaitu masuk Neraka Jahim
dan lenyapnya nikmat surga yang abadi, maka teramat buruklah kondisi
mereka, dan teramat buruklah apa yang mereka ganti dan rubah dari keimanan
kepada Allah, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya, kepada pengingkaran
kepada Allah, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya, padahal mereka mengetahui
dan meyakininya, sehingga dengan begitu azabnya lebih dahsyat lagi.
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا نُؤْمِنُ
بِمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَاءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ
مُصَدِّقًا لِمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ
مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(91) وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَى بِالْبَيِّنَاتِ
ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ
(92) وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا
فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا
قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ
بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (93)}
.
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kepada al-Qur`an yang
diturunkan Allah,' mereka berkata, 'Kami hanya beriman kepada apa yang
diturunkan kepada kami.' Dan mereka kafir kepada al-Qur`an yang diturunkan
sesudahnya, sedang al-Qur`an itu adalah
(Kitab) yang haq; yang membenarkan apa yang ada
pada mereka. Katakanlah, 'Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah
jika benar kamu orang-orang yang beriman? Sungguh Musa telah datang
kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran
(mukjizat),
kemudian kamu jadikan anak sapi
(sebagai sembahan) sesudah
(kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah
orang-orang yang zhalim.' Dan
(ingatlah), ketika
Kami mengam-bil janji darimu dan Kami angkat bukit
(Thursina) di atasmu
(seraya Kami berfirman), 'Peganglah teguh-teguh
apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!' Mereka menjawab, 'Kami
mendengar tetapi tidak menaati.' Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka
itu
(kecintaan menyembah) anak sapi karena
kekafir-annya. Katakanlah, 'Amat jahat perbuatan yang telah diperintah-kan
imanmu kepadamu jika betul kamu beriman
(kepada Taurat)'."
(Al-Baqarah: 91-93).
#
{91} أي: وإذا أُمِر اليهود بالإيمان بما
أنزل الله على رسوله وهو القرآن استكبروا وعتوا و
{قالوا نؤمن بما أنزل علينا ويكفرون بما وراءه}؛ أي: بما سواه من الكتب، مع أن الواجب أن يؤمنوا
بما أنزل الله مطلقاً سواء أنزل عليهم أو على غيرهم، وهذا هو الإيمان
النافع، الإيمان بما أنزل الله على جميع رسل
[الله]، وأما التفريق بين الرسل والكتب وزعم
الإيمان ببعضها دون بعض فهذا ليس بإيمان بل هو الكفر بعينه،
ولهذا قال تعالى:
{إن الذين يكفرون بالله ورسله ويريدون أن يفرقوا بين الله ورسله ويقولون
نؤمن ببعض ونكفر ببعض ويريدون أن يتخذوا بين ذلك سبيلا أولئك هم الكافرون
حقًّا}؛
ولهذا رد عليهم تبارك وتعالى هنا ردًّا شافياً وألزمهم إلزاماً لا محيد
لهم عنه فرد عليهم بكفرهم بالقرآن بأمرين فقال:
{وهو الحق}؛ فإذا كان هو الحق في جميع ما
اشتمل عليه من الإخبارات والأوامر والنواهي وهو من عند ربهم؛ فالكفر به بعد
ذلك كفر بالله وكفر بالحق الذي أنزله. ثم قال:
{مصدقاً لما معهم}؛
أي:
موافقاً له في كلِّ ما دل عليه من الحق ومهيمناً عليه، فَلِمَ تؤمنون بما
أنزل عليكم وتكفرون بنظيره، هل هذا إلا تعصب واتباع للهوى لا للهدى؟ وأيضاً
فإن كون القرآن مصدقاً لما معهم يقتضي أنه حجة لهم على صدق ما في أيديهم من
الكتب، فلا سبيل لهم إلى إثباتها إلا به، فإذا كفروا به وجحدوه صاروا
بمنزلة من ادعى دعوى بحجة وبينة ليس له غيرها، ولا تتم دعواه إلا بسلامة
بينته، ثم يأتي هو لبينته وحجته فيقدح فيها ويكذب بها، أليس هذا من الحماقة
والجنون؟ فكان كفرهم بالقرآن كفراً بما في أيديهم ونقضاً له.
ثم نقض عليهم تعالى دعواهم الإيمان بما أنزل إليهم بقوله:
{قل}؛ لهم
{فَلِمَ تقتلون أنبياء الله من قبل إن كنتم مؤمنين}.
(91) Jika orang Yahudi diperintahkan untuk beriman
ke-pada apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya yaitu al-Qur`an
maka mereka takabur dan sombong serta, ﴾ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ
عَلَيۡنَا وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُۥ
﴿ "mereka berkata, 'Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan
kepada kami.' Dan mereka kafir kepada al-Qur`an yang diturunkan
sesudahnya'." Maksudnya, kafir dengan kitab-kitab selainnya, padahal
yang wajib adalah mereka harus beriman kepada apa yang diturunkan oleh
Allah secara mutlak, baik yang diturun-kan kepada mereka atau kepada
selain mereka, dan inilah keimanan yang berguna, keimanan kepada apa
yang diturunkan oleh Allah kepada seluruh Rasul-rasul Allah. Adapun
membeda-bedakan antara kitab-kitab dan para Rasul atau mengaku beriman
kepada sebagiannya tanpa sebagiannya yang lain, maka yang seperti ini
bukanlah suatu keimanan, akan tetapi itu adalah hakikat kekufuran yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡفُرُونَ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيُرِيدُونَ أَن
يُفَرِّقُواْ بَيۡنَ ٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦ وَيَقُولُونَ نُؤۡمِنُ بِبَعۡضٖ
وَنَكۡفُرُ بِبَعۡضٖ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيۡنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
150 أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ حَقّٗاۚ
﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya,
dan bermaksud membedakan antara,
(keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya,
dengan mengatakan, 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir
terhadap sebagian (yang lain),' serta bermaksud
(dengan perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian
(iman atau kafir), mereka itulah sebenar-benar
orang kafir."
(An-Nisa`: 150-151).
Oleh karena itu, Allah membantah mereka dengan bantahan yang telak, dan
mewajibkan mereka dengan kewajiban yang tidak ada pelarian bagi mereka
darinya. Allah membantah kekufuran mereka terhadap al-Qur`an dengan dua
perkara seraya berfirman, ﴾
وَهُوَ ٱلۡحَقُّ
﴿ "Sedang al-Qur`an itu adalah (Kitab) yang
haq." Apabila al-Qur`an itu haq dalam segala hal yang dikandungnya
berupa kabar, perintah dan larangan, yang mana ia juga datang dari sisi
Rabb mereka, maka mengingkarinya adalah sebuah pengingkaran kepada Allah
dan kepada yang haq yang Dia turunkan. Kemudian Allah berfirman, ﴾
مُصَدِّقٗا لِّمَا مَعَهُمۡۗ
﴿ "Yang membenar-kan apa yang ada pada mereka," maksudnya, yang sesuai
dengannya dalam segala perkara yang dijelaskan olehnya dari kebenaran,
dan sebagai pelengkap baginya, lalu kenapa kalian beriman kepada Taurat
yang diturunkan kepada kalian namun kalian ingkar kepada yang
sepertinya? Tindakan yang demikian itu hanya fanatisme saja serta
mengikuti hawa nafsu, bukan mengikuti petunjuk. Demikian juga dengan
posisi al-Qur`an sebagai kitab yang membenarkan Taurat yang ada pada
mereka menunjukkan bahwa kitab ini ada-lah hujjah bagi mereka atas
kebenaran yang ada pada mereka dari kitab-kitab yang ada, dan itu
berarti tidak ada jalan lain bagi me-reka dalam membuktikan Taurat
kecuali dengan al-Qur`an, namun bila mereka mengingkari dan
menentangnya, maka mereka men-jadi kaum yang berkedudukan sebagai
pengklaim suatu pengakuan dengan suatu hujjah dan keterangan yang dia
tidak memiliki selainnya, klaimnya tersebut tidaklah akan sempurna
kecuali bila keterangannya benar, kemudian dia kembali menarik hujjah
dan keterangannya itu sendiri dan mendustainya. Bukankah hal yang
seperti ini adalah sebuah kebodohan dan kegilaan? Pengingkaran mereka
terhadap al-Qur`an hakikatnya adalah pengingkaran ter-hadap Taurat yang
ada pada mereka sendiri, bahkan menjadi pem-batal baginya. Kemudian
Allah menolak pengakuan mereka tentang keiman-an mereka kepada apa yang
diturunkan kepada mereka dengan FirmanNya, ﴾
قُلۡ
﴿ "Katakanlah" kepada mereka, ﴾ فَلِمَ تَقۡتُلُونَ
أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "Mengapa kamu
dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"
#
{92}
{ولقد جاءكم موسى بالبينات}؛
أي:
بالأدلة الواضحات المبينة للحق
{ثم اتخذتم العجل من بعده}؛
أي:
بعد مجيئه {وأنتم ظالمون}؛ في ذلك ليس لكم
عذر.
(92) ﴾ وَلَقَدۡ جَآءَكُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ
﴿ "Sungguh Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran
(mukjizat)," yakni dengan keterangan-keterangan
yang jelas dan berdasarkan kebenaran,﴾
ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ
﴿ "kemudian kamu jadikan anak sapi
(sebagai sembahan) sesudahnya," maksudnya
setelah kedatangannya, ﴾
وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ ﴿ "dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang
zhalim" dalam hal ter-sebut yang kalian tidak memiliki alasan tentangnya.
#
{93}
{وإذ أخذنا ميثاقكم ورفعنا فوقكم الطورخذوا ما آتيناكم بقوة
واسمعوا}؛ أي: سماع قبول وطاعة واستجابة،
{قالوا سمعنا وعصينا}؛
أي:
صارت هذه حالتهم
{وأشربوا في قلوبهم العجل}؛
أي:
صُبِغ حب العجل وحب عبادته في قلوبهم وشربها بسبب كفرهم
{قل بئسما يأمركم به إيمانكم إن كنتم مؤمنين}؛ أي: أنتم تدعون الإيمان وتتمدحون بالدين الحق
وأنتم قتلتم أنبياء الله واتخذتم العجل إلهاً من دون الله لمَّا غاب عنكم
موسى نبي الله، ولم تقبلوا أوامره ونواهيه إلا بعد التهديد وَرَفْعِ الطور
فوقكم، فالتزمتم بالقول ونقضتم بالفعل، فما هذا الإيمان الذي ادعيتم؟ وما
هذا الدين؟ فإن كان هذا إيماناً على زعمكم، فبئس الإيمان الداعي صاحبه إلى
الطغيان والكفر برسل الله وكثرة العصيان، وقد عُهِد أن الإيمان الصحيح يأمر
صاحبه بكل خير وينهاه عن كل شرٍّ، فوضح بهذا كذبهم وتبين تناقضهم.
(93) ﴾ وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَكُمۡ وَرَفَعۡنَا
فَوۡقَكُمُ ٱلطُّورَ خُذُواْ مَآ ءَاتَيۡنَٰكُم بِقُوَّةٖ وَٱسۡمَعُواْۖ
﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji
darimu dan Kami angkat bukit (Thursina) di
atasmu (seraya Kami berfirman), 'Peganglah
teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!'"
Maksud-nya, mendengar dengan menerima dan taat serta respon untuk
menunaikan. ﴾
قَالُواْ سَمِعۡنَا وَعَصَيۡنَا
﴿ "Mereka menjawab, 'Kami mendengar tetapi tidak menaati'." Karena hal
ini menjadi suatu kebiasaan me-reka, ﴾
وَأُشۡرِبُواْ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡعِجۡلَ بِكُفۡرِهِمۡۚ
﴿ "dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu
(kecintaan menyembah) anak sapi karena
kekafirannya," yakni, dijadikan dalam hati mereka kecintaan kepada anak
sapi itu dan penyembahan mereka kepadanya serta menyerapnya
(baca: menikmatinya) yang disebabkan oleh
kekufuran mereka tersebut. ﴾
قُلۡ بِئۡسَمَا يَأۡمُرُكُم بِهِۦٓ إِيمَٰنُكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿
"Katakanlah, 'Amat jahat per-buatan yang telah diperintahkan imanmu
kepadamu jika betul kamu ber-iman
(kepada Taurat)'." Maksudnya kalian mengaku
beriman dan kalian memuji diri kalian dengan agama yang benar dan kalian
juga membunuh para Nabi Allah lalu kalian menjadikan anak sapi sebagai
sesembahan kalian selain dari pada Allah ketika Musa عليه السلام, Nabi
Allah, tidak hadir di tengah kalian, kalian tidak menerima
perintah-perintah dan larangan-larangannya kecuali setelah adanya ancaman
dan akan diangkatnya gunung Thursina di atas kalian, lalu kalian menaati
secara lisan namun kalian mendustainya secara tindakan, maka pengakuan
iman seperti apakah yang kalian klaim itu? Dan agama apakah itu? Apabila
hal yang seperti itu adalah keimanan sebagaimana yang kalian klaim, maka
sangat jeleklah keimanan orang yang mengajak orang lain kepada kezhaliman
dan kekufuran kepada Rasul-rasul Allah dan banyak bermaksiat, padahal
telah diketahui bahwasanya keimanan yang benar adalah mengajak orang
kepada segala hal yang baik dan mencegahnya dari segala hal yang buruk.
Dengan semua itu jelaslah kebohongan mereka dan nyatalah pertentangan
dalam diri mereka.
{قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ
خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ (94) وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا
بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
(95) وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى
حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ
أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
(96)}
.
"Katakanlah, 'Jika kamu
(menganggap bahwa) kampung akhirat
(surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan
untuk orang lain, maka inginilah kematian
(mu),
jika kamu memang benar.' Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan
kema-tian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuat oleh tangan mereka
(sendiri), dan Allah
Maha Menge-tahui orang-orang yang berbuat zhalim. Dan sungguh kamu akan
mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan
(di dunia), bahkan
(lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik.
Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, pada-hal umur
panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan."
(Al-Baqarah: 94-96).
#
{94} أي: {قل}؛
لهم على وجه تصحيح دعواهم،
{إن كانت لكم الدار الآخرة}؛ يعني الجنة،
{خالصة من دون الناس}؛ كما زعمتم أنه لن يدخل
الجنة إلا من كان هوداً أو نصارى، وأن النار لن تمسهم إلا أياماً معدودة
فإن كنتم صادقين بهذه الدعوى،
{فتمنوا الموت}؛ وهذا نوع مباهلة بينهم وبين
رسول الله - صلى الله عليه وسلم -
وليس بعد هذا الإلجاء والمضايقة لهم بعد العناد منهم إلا أحد
أمرين:
إما أن يؤمنوا بالله ورسوله، وإما أن يباهلوا على ما هم عليه بأمر يسير
عليهم وهو تمني الموت الذي يوصلهم إلى الدار التي هي خالصة لهم، فامتنعوا
عن ذلك؛ فعلم كل أحد أنهم في غاية المعاندة والمحادّة لله ورسوله مع علمهم
بذلك، ولهذا قال تعالى:
(94) ﴾ قُلۡ
﴿ "Katakanlah" kepada mereka dalam bentuk mem-benarkan pengakuan
mereka, ﴾
إِن كَانَتۡ لَكُمُ ٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ
﴿ "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat
itu," maksudnya surga, ﴾
خَالِصَةٗ مِّن دُونِ ٱلنَّاسِ
﴿ "khusus untukmu di sisi Allah bukan untuk orang lain," sebagaimana
yang kalian klaim bahwasanya tidaklah akan masuk surga kecuali orang
Yahudi atau Nasrani, dan bahwasanya neraka tidaklah akan menyentuh
mereka kecuali hanya dalam waktu yang dapat dihitung saja, maka bila
kalian benar dalam pengakuan ini, ﴾
فَتَمَنَّوُاْ ٱلۡمَوۡتَ ﴿ "maka inginilah kematian
(mu)." Ini adalah sebuah bentuk mubahalah
(saling mendoakan agar orang yang dusta dilaknat Allah)
antara mereka dan Rasulullah ﷺ, dan tidak ada lagi setelah pemaksaan dan
tekanan bagi mereka setelah kedurhakaan mereka kecuali salah satu dari dua
perkara, pertama mereka beriman ke-pada Allah dan RasulNya, atau kedua,
bermubahalah dengan sesuatu yang mereka jadikan sebagai pedoman untuk
dipertaruhkan de-ngan perkara yang ringan yaitu keinginan untuk mati yang
akan menyampaikan mereka kepada negeri yang khusus bagi mereka tersebut.
Namun mereka menolak hal tersebut, sehingga setiap orang dapat mengetahui
bahwa mereka itu hakikatnya benar-benar dalam kondisi durhaka dan
menentang Allah dan RasulNya pada-hal mereka mengetahui hal tersebut. Oleh
karena itu Allah berfirman,
#
{95}
{ولن يتمنوه أبداً بما قدمت أيديهم}؛ من
الكفر والمعاصي؛ لأنهم يعلمون أنه طريق لهم إلى المجازاة بأعمالهم الخبيثة،
فالموت أكره شيء إليهم، وهم أحرص على الحياة من كل أحد من الناس حتى من
المشركين الذين لا يؤمنون بأحد من الرسل والكتب.
ثم ذكر شدة محبتهم الدنيا فقال:
(95) ﴾ وَلَن يَتَمَنَّوۡهُ أَبَدَۢا بِمَا
قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡۚ ﴿ "Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan
kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-ke-salahan yang telah
diperbuat oleh tangan mereka
(sendiri)" disebabkan
kekufuran dan kemaksiatan, karena mereka sangat mengetahui bahwa hal itu
adalah jalan bagi mereka kepada pembalasan atas perbuatan-perbuatan mereka
yang buruk, maka kematian itu ada-lah suatu perkara yang paling mereka
benci, dan mereka adalah orang yang paling rakus terhadap kehidupan
dibanding setiap manusia hingga dari kaum musyrikin yang tidak beriman
kepada salah seorang Rasul pun dari para Rasul dan kitab-kitab. Kemudian
Allah menyebutkan tentang sifat cinta mereka yang begitu besar terhadap
kehidupan dunia seraya berfirman,
#
{96}
{يود أحدهم لو يعمر ألف سنة}؛
وهذا:
أبلغ ما يكون من الحرص تمنوا حالة هي من المحالات، والحال أنهم لو عُمِّروا
العمر المذكور لم يغن عنهم شيئاً، ولا دفع عنهم من العذاب شيئاً،
{والله بصير بما يعملون}؛ تهديد لهم على
المجازاة بأعمالهم.
(96) ﴾ يَوَدُّ أَحَدُهُمۡ لَوۡ يُعَمَّرُ أَلۡفَ
سَنَةٖ
﴿ "Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun." Hal ini,
adalah lebih dalam maknanya dari sekedar ketamakan, di mana mereka
berkhayal tentang suatu hal yang paling mustahil di antara hal-hal yang
mustahil, walau-pun faktanya bila mereka diberikan kehidupan sebanyak
yang di-sebutkan dalam ayat ini, tetap saja tidak ada gunanya sama
sekali bagi mereka, dan tidak juga menyelamatkan mereka dari azab.
﴾
وَٱللَّهُ بَصِيرُۢ بِمَا يَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan." Ini adalah sebuah ancaman bagi mereka dengan adanya
pembalasan terhadap perbuatan-perbuatan mereka.
{قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى
قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى
وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (97) مَنْ كَانَ
عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ
فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
(98)}
.
"Katakanlah, 'Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya
(al-Qur`an) ke dalam hatimu dengan
seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk
serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barangsiapa yang
menjadi musuh Allah, malaikat-ma-laikatNya, rasul-rasulNya, Jibril dan
Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir'."
(Al-Baqarah: 97-98).
#
{97 ـ 98} أي: قل لهؤلاء اليهود الذين زعموا
أن الذي منعهم من الإيمان أن وليك جبريل عليه السلام ولو كان غيره من
ملائكة الله لآمنوا بك وصدقوا: إن هذا الزعم منكم تناقض وتهافت وتكبر على
الله، فإن جبريل عليه السلام هو الذي نزل بالقرآن من عند الله على قلبك،
وهو الذي ينزل على الأنبياء قبلك، والله هو الذي أمره وأرسله بذلك، فهو
رسول محض، مع أن هذا الكتاب الذي نزل به جبريل مصدقاً لما تقدمه من الكتب
غير مخالف لها ولا مناقض، وفيه الهداية التامة من أنواع الضلالات، والبشارة
بالخير الدنيوي والأخروي لمن آمن به، فالعداوة لجبريل الموصوف بذلك كفر
بالله وآياته وعداوة لله ولرسله وملائكته، فإن عداوتهم لجبريل لا لذاته، بل
لما ينزل به من عند الله من الحق على رسل الله، فيتضمن الكفر والعداوة للذي
أنزله وأرسله والذي أرسل به والذي أرسل إليه، فهذا وجه ذلك.
(97-98) Maksudnya, katakanlah kepada orang-orang
Ya-hudi yang mengklaim bahwasanya hal yang menghalangi mereka dari beriman
adalah bahwa Jibril عليه السلام, walimu
(Muhammad ﷺ), seandainya dia adalah berupa
malaikat-malaikat Allah yang lain selain Jibril, niscaya mereka beriman
kepadamu dan memper-cayaimu. Sesungguhnya klaim seperti ini saling
bertentangan dan merupakan kesombongan terhadap Allah, karena Jibril عليه
السلام itu adalah malaikat yang turun dengan membawa al-Qur`an dari Allah
kepada hatimu, dan dialah yang turun juga kepada para Nabi se-belummu, dan
Allah-lah yang memerintahkan dan mengutusnya dengan tugas seperti itu,
maka dia sebatas malaikat yang diutus, padahal kitab yang diturunkan oleh
Jibril itu telah membenarkan apa yang telah lewat dari kitab-kitab yang
sebelumnya dan tidak menyelisihi dan bertentangan dengannya. Kitab ini
berisi petunjuk yang sempurna dari segala bentuk kesesatan, juga berisi
kabar gembira tentang kebaikan dunia dan akhirat bagi orang yang ber-iman
kepadanya, maka permusuhan terhadap Jibril yang dijelaskan sifat-sifatnya
di atas adalah sebuah pengingkaran terhadap Allah dan ayat-ayatNya serta
permusuhan kepada Allah, kepada Rasul-rasulNya dan malaikat-malaikatNya.
Sesungguhnya permusuhan mereka terhadap Jibril bukanlah kepada Jibril
pribadi, namun juga terhadap al-Qur`an yang dibawa olehnya dari sisi Allah
berupa kebenaran
(yang diturunkan) kepada
Rasul-rasul Allah, maka permusuhan dan pengingkaran itu mencakup kepada
Dzat yang menyuruhnya turun dan kepada al-Qur`an yang diturunkan olehNya
serta kepada Rasul yang diturunkan kitab itu kepadanya, inilah maksud dari
hal itu.
{وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَمَا يَكْفُرُ بِهَا
إِلَّا الْفَاسِقُونَ (99)}
.
"Dan sungguh Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak
ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik."
(Al-Baqarah: 99).
#
{99} يقول لنبيه - صلى الله عليه وسلم -:
{ولقد أنزلنا إليك آيات بينات}؛ تحصل بها
الهداية لمن استهدى وإقامة الحجة على من عاند، وهي في الوضوح والدلالة على
الحق قد بلغت مبلغاً عظيماً، ووصلت إلى حالة لا يمتنع من قبولها إلا من فسق
عن أمر الله وخرج عن طاعة الله، واستكبر غاية التكبر.
(99) Allah berfirman kepada NabiNya, Muhammad ﷺ, ﴾
وَلَقَدۡ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ءَايَٰتِۭ بَيِّنَٰتٖۖ ﴿ "Dan sungguh Kami
telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas," yang dapat diperoleh
darinya petunjuk bagi orang yang mencari hidayah, dan menegakkan hujjah
atas orang yang menentangnya, di mana ayat-ayat itu dalam penjelasan dan
penunjukannya
(dilalah) kepada kebenaran sangatlah
jelas, hingga tidak mungkin ditolak kecuali oleh orang-orang yang
menyimpang dari perintah Allah dan bermaksiat dari ketaatan kepadaNya,
serta berlaku sombong dengan kesombongan yang besar.
{أَوَكُلَّمَا عَاهَدُوا عَهْدًا نَبَذَهُ فَرِيقٌ مِنْهُمْ بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (100)}
.
"Patutkah
(mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap
kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya? Bahkan
sebagian besar dari mereka tidak beriman."
(Al-Baqarah: 100).
#
{100} وهذا فيه التعجب من كثرة معاهداتهم
وعدم صبرهم على الوفاء بها فكلما تفيد التكرار، فكلما وجد العهد ترتب عليه
النقض، ما السبب في ذلك؟ السبب أن أكثرهم لا يؤمنون، فعدم إيمانهم هو الذي
أوجب لهم نقض العهود،
ولو صدق إيمانهم لكانوا مثل من قال الله فيهم:
{من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليه}.
(100) Ayat ini menunjukkan tentang suatu keheranan
karena banyaknya perjanjian mereka dan tidak sabarnya mereka untuk
menunaikan janji-janji itu. Kata "setiap kali" mengandung makna
pengulangan, maka setiap kali ada janji, setiap kali itu juga ada
pengingkaran. Apakah sebab dari semua itu? Sebabnya adalah bahwa mayoritas
mereka tidak beriman, oleh karena ketiadaan iman mereka itulah yang
membawa mereka kepada pengingkaran terhadap janji-janji tersebut,
seandainya keimanan mereka itu benar, niscaya mereka seperti orang-orang
yang Allah تعالى Firmankan, ﴾ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ رِجَالٞ صَدَقُواْ مَا
عَٰهَدُواْ ٱللَّهَ عَلَيۡهِۖ ﴿ "Di antara orang-orang Mukmin itu ada
orang-orang yang mene-pati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah."
(Al-Ahzab: 23).
{وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا
مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ
اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
(101) وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ
عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ
الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ
عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ
مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ
وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ
اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ
عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
(102) [وَلَوْ أَنَّهُمْ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَمَثُوبَةٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ خَيْرٌ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
(103)]}
.
"Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang
membenarkan kitab yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang
diberi kitab
(Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang
(punggung)nya, seolah-olah mereka tidak
me-ngetahui
(bahwa itu adalah kitab Allah). Dan
mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan
Sulaiman
(dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setanlah
yang kafir
(mengerjakan sihir). Mereka
mengajar-kan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang
malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan
(sesuatu) kepada seorang pun hingga
mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.' Maka
mereka mempelajari dari kedua malaikat tersebut sihir yang membuat mereka
dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu
(ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya
kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari
sesuatu yang tidak memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat.
Sungguh mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menu-karnya
(kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya
keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya
dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Kalau mereka beriman dan bertakwa,
(niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sungguh
pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengeta-hui."
[12]
(Al-Baqarah: 101-103).
#
{101} أي: ولما جاءهم هذا الرسول الكريم
بالكتاب العظيم بالحق الموافق لما معهم وكانوا يزعمون أنهم متمسكون
بكتابهم، فلما كفروا بهذا الرسول وبما جاء به
{نبذ فريق من الذين أوتوا الكتاب كتاب الله}؛
الذي أنزل إليهم أي طرحوه رغبة عنه
{وراء ظهورهم}؛ وهذا أبلغ في الإعراض كأنهم
في فعلهم هذا من الجاهلين وهم يعلمون صدقه وحقيقة ما جاء به، تبين بهذا أن
هذا الفريق من أهل الكتاب لم يبق في أيديهم شيء حيث لم يؤمنوا بهذا الرسول،
فصار كفرهم به كفراً بكتابهم من حيث لا يشعرون. ولما كان من العوائد
القدرية والحكمة الإلهية أن من ترك ما ينفعه وأمكنه الانتفاع به ولم ينتفع؛
ابتلي بالاشتغال بما يضره، فمن ترك عبادة الرحمن؛ ابتليَ بعبادة الأوثان،
ومن ترك محبة الله وخوفه ورجاءه؛ ابتليَ بمحبة غير الله وخوفه ورجائه، ومن
لم ينفق ماله في طاعة الله أنفقه في طاعة الشيطان، ومن ترك الذلَّ لربه؛
ابتليَ بالذل للعبيد، ومن ترك الحق؛ ابتليَ بالباطل.
(101) Maksudnya, ketika Rasul yang mulia ini,
Muhammad ﷺ, telah datang kepada mereka dengan membawa kitab yang agung
dengan kebenaran yang sesuai dengan apa yang ada pada mereka, sedang
mereka mengaku bahwa mereka berpegang teguh kepada kitab mereka tersebut,
lalu ketika mereka mengingkari Rasul tersebut dan apa yang beliau bawa,
maka ﴾ نَبَذَ فَرِيقٞ مِّنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ
﴿ "orang-orang yang diberi kitab
(Taurat) melemparkan kitab Allah" yang
diturunkan kepada mereka, maksudnya mereka melemparnya karena benci
terhadapnya, ﴾
وَرَآءَ ظُهُورِهِمۡ ﴿ "ke belakang
(punggung)nya." Ini adalah sikap parah dalam
pengingkaran, seolah-olah mereka, dengan tindakannya itu, adalah
orang-orang yang tidak tahu, padahal mereka mengetahui kebenarannya dan
hakikat kitab yang dibawanya. Maka jelaslah dengan hal ini bahwa kelom-pok
ini berasal dari ahli kitab yang mana kitab tersebut tidak akan tetap
berada di tangan mereka selama mereka tidak beriman kepada Rasul tersebut,
maka kekufuran mereka kepada Nabi ﷺ adalah sebuah pengingkaran terhadap
kitab mereka sendiri, tanpa mereka sadari. Ketika hukum takdir dan hikmah
Tuhan bahwa barangsiapa yang meninggalkan suatu hal yang bermanfaat
baginya dan sangat mungkin dia mengambil manfaat darinya, namun tidak dia
man-faatkan, niscaya dia akan diuji dengan disibukkan oleh suatu hal yang
justru memudaratkannya, maka barangsiapa yang mening-galkan penyembahan
kepada Dzat yang Maha Pengasih, niscaya dia diuji dengan menyembah
berhala, dan barangsiapa yang me-ninggalkan cinta kepada Allah, takut dan
berharap kepadaNya, niscaya akan diuji dengan cinta kepada selain Allah,
takut dan mengharapnya, barangsiapa yang tidak mengeluarkan hartanya dalam
ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan mengeluarkannya dalam ketaatan
kepada setan, barangsiapa yang meninggalkan kepasrahan hanya kepada
Rabbnya, niscaya ia akan diuji dengan kepasrahan kepada hamba-hambaNya,
dan barangsiapa yang me-ninggalkan kebenaran, niscaya dia akan diuji
dengan kebatilan.
#
{102 ـ 103} كذلك: هؤلاء اليهود لما نبذوا
كتاب الله اتبعوا ما تتلوا الشياطين، وتختلق من السحر على ملك سليمان حيث
أخرجت الشياطين للناس السحر، وزعموا أن سليمان عليه السلام كان يستعمله وبه
حصل له الملك العظيم،
وهم كذبة في ذلك فلم يستعمله سليمان بل نزهه الصادق في قيله:
{وما كفر سليمان}؛
أي:
بتعلم السحر فلم يتعلمه،
{ولكن الشياطين كفروا}؛ في ذلك
{يعلمون الناس السحر}؛ من إضلالهم وحرصهم على
إغواء بني آدم وكذلك اتبع اليهود السحر الذي أُنْزِلَ على الملكين الكائنين
بأرض بابل من أرض العراق، أنزل عليهما السحر امتحاناً وابتلاءً من الله
لعباده فيعلمانهم السحر،
{وما يعلمان من أحد حتى}؛ ينصحاه و
{يقولا إنما نحن فتنة فلا تكفر}؛
أي:
لا تتعلم السحر؛ فإنه كفر، فينهيانه عن السحر ويخبرانه عن مرتبته، فتعليم
الشياطين للسحر على وجه التدليس والإضلال، ونسبته وترويجه إلى من برأه الله
منه وهو سليمان عليه السلام، وتعليم الملكين امتحاناً مع نصحمها لئلا يكون
لهم حجة، فهؤلاء اليهود يتبعون السحر الذي تعلمه الشياطين والسحر الذي
يعلمه الملكان، فتركوا علم الأنبياء والمرسلين وأقبلوا على علم الشياطين،
وكلٌّ يصبو إلى ما يناسبه.
ثم ذكر مفاسد السحر فقال:
{فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء وزوجه}؛ مع أن محبة الزوجين لا تقاس بمحبة غيرهما،
لأن الله قال في حقهما:
{وجعل بينكم مودة ورحمة}؛ وفي هذا دليل على
أن السحر له حقيقة، وأنه يضر بإذن الله؛ أي:
بإرادة الله، والإذن نوعان: إذن قدري: وهو المتعلق
بمشيئة الله كما في هذه الآية،
وإذن شرعي كما في قوله تعالى في الآية السابقة:
{فإنه نزله على قلبك بإذن الله}؛ وفي هذه
الآية وما أشبهها أن الأسباب مهما بلغت في قوة التأثير فإنها تابعة للقضاء
والقدر ليست مستقلة في التأثير،
ولم يخالف في هذا الأصل أحد من فرق الأمة غير القدرية في أفعال العباد
زعموا:
أنها مستقلة غير تابعة للمشيئة، فأخرجوها عن قدرة الله، فخالفوا كتاب الله
وسنة رسوله وإجماع الصحابة والتابعين. ثم ذكر أن علم السحر مضرة محضة، ليس
فيه منفعة لا دينية ولا دنيوية،
كما يوجد بعض المنافع الدنيوية في بعض المعاصي كما قال تعالى في الخمر
والميسر:
{قل فيهما إثم كبير ومنافع للناس وإثمهما أكبر من نفعهما}؛ فهذا السحر مضرة محضة فليس له داعٍ أصلاً، فالمنهيات كلها إما مضرة محضة
أو شرها أكبر من خيرها، كما أن المأمورات إما مصلحة محضة أو خيرها أكثر من
شرها. {ولقد علموا}؛
أي:
اليهود، {لمن اشتراه}؛
أي:
رغب في السحر رغبة المشتري في السلعة،
{ما له في الآخرة من خلاق}؛
أي:
نصيب بل هو موجب للعقوبة، فلم يكن فعلهم إياه جهلاً ولكنهم استحبوا الحياة
الدنيا على الآخرة فلبئس
{ما شروا به أنفسهم لو كانوا يعلمون}؛ علماً
يثمر العمل ما فعلوه.
(102-103) Seperti itu juga, orang-orang Yahudi
ketika mereka melemparkan Kitabullah, mereka akhirnya mengikuti apa yang
dibaca oleh setan dan diciptakan dari sebuah sihir pada masa kerajaan
Sulaiman, di mana setan-setan mengeluarkan sihir kepada manusia hingga
mereka menyangka bahwasanya Sulaiman memakai sihir dan menggunakannya
untuk mendapatkan kerajaan yang besar. Mereka adalah pendusta dalam hal
itu karena Sulaiman tidak memakainya, karena Allah telah menyucikannya
dalam FirmanNya, ﴾ وَمَا كَفَرَ سُلَيۡمَٰنُ
﴿ "Padahal Sulaiman tidaklah kafir," yakni dengan mempelajari sihir
karena dia tidak mempelajarinya,﴾
وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُواْ
﴿ "akan tetapi setan-setan itulah yang kafir
(mengerjakan sihir)" dalam hal itu, ﴾
يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ
﴿ "mereka mengajarkan sihir kepada manusia" karena usaha penyesatan
mereka dan semangat mereka untuk menggoda anak Adam, kaum Yahudi juga
mengikuti sihir yang diturunkan oleh dua malaikat yang berada di Babil,
negeri Irak, di mana sihir diturunkan kepada mereka sebagai ujian dan
cobaan dari Allah untuk hamba-hambaNya, lalu mereka berdua mengajarkan
sihir kepada orang-orang, ﴾
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنۡ أَحَدٍ حَتَّىٰ
﴿ "sedang keduanya tidak mengajarkan kepada siapa pun hingga" mereka
berdua menasihatinya, dan ﴾
يَقُولَآ إِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَةٞ فَلَا تَكۡفُرۡۖ
﴿ "berkata, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah
kamu kafir'." Maksud-nya, janganlah kamu mempelajari sihir, karena sihir
itu adalah kekufuran, mereka berdua melarangnya mempelajari sihir seraya
mengabarkan tentang tingkatannya. Pengajaran setan akan sihir dalam
bentuk pengaburan dan penyesatan lalu menisbatkan dan melariskannya
kepada seseorang yang telah disucikan oleh Allah dari sihir, yaitu Nabi
Sulaiman عليه السلام. Adapun pengajaran kedua malaikat itu adalah
sebagai cobaan dengan adanya nasihat keduanya, agar tidak menjadi hujjah
bagi mereka. Orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang diajarkan oleh
setan dan sihir yang diajarkan oleh kedua malaikat tersebut, kemu-dian
mereka meninggalkan ilmu-ilmu dari para Nabi dan Rasul, dan menerima
ilmu-ilmu setan, maka masing-masing orang akan cenderung kepada hal yang
sesuai dengannya. Kemudian Allah menyebutkan tentang kemudaratan sihir
seraya berfirman, ﴾
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنۡهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ
وَزَوۡجِهِۦۚ
﴿ "Maka me-reka mempelajari dari kedua malaikat sihir yang membuat
mereka dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya" padahal cinta kasih
kedua suami istri tidaklah dapat diukur dengan cinta kasih selain
mereka, karena Allah تعالى telah berfirman tentang mereka berdua,
﴾
وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ
﴿ "Dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang."
(Ar-Rum: 21). Hal ini
menunjukkan bahwa sihir itu memiliki hakikat dan bahwa dia dapat
memudaratkan atas izin dari Allah dan atas ke-hendak Allah. Adapun izin
itu ada dua macam; izin yang bersifat takdir
(penciptaan) yaitu yang bersangkutan dengan
kehendak Allah sebagaimana yang ada dalam ayat ini, dan izin yang
bersifat syariat sebagaimana dalam FirmanNya تعالى yang lalu, ﴾
فَإِنَّهُۥ نَزَّلَهُۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ
﴿ "Maka Jibril itu telah menurunkannya
(al-Qur`an) ke dalam hatimu dengan seizin
Allah."
(Al-Baqarah: 97). Dalam
ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya menjelaskan bahwa apa pun
sebabnya walaupun ia memiliki pengaruh yang sangat besar, ia tetap saja
mengikuti qadha dan takdir di mana sebab-sebab tersebut tidak berdiri
sendiri (independent) dalam pengaruhnya, dan
tidak ada satu pun dari kelompok-kelompok umat Islam yang menentang
dasar kerangka ini selain al-Qadariyah dalam pembahasan
perbuatan-perbuatan hamba, di mana mereka menyatakan bahwasanya
perbuatan-perbuatan hamba itu terpisah dan tidak tunduk kepada kehendak,
mereka mengeluarkannya dari takdir Allah dan mereka menyalahi Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah ﷺ serta ijma' para sahabat dan tabi'in. Kemudian
Allah menyebutkan bahwa ilmu sihir itu murni berbahaya, tidak ada
manfaatnya sedikit pun, baik secara agama maupun dunia, sebagaimana
terdapat beberapa manfaat pada be-berapa kemaksiatan seperti dalam
Firman Allah tentang khamar dan judi, ﴾
قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ
أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ
﴿ "Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya'."
(Al-Baqarah: 219). Sihir
itu murni berbahaya bahkan ia tidak memiliki faktor penunjang sama
sekali, dan hal-hal yang dilarang itu semuanya murni berbahaya atau
mudaratnya lebih besar daripada manfaat-nya, sebagaimana perkara-perkara
yang diperintahkan itu juga murni bermanfaat atau manfaatnya lebih besar
daripada mudarat-nya. ﴾
وَلَقَدۡ عَلِمُواْ
﴿ "Sungguh mereka telah meyakini," yaitu orang-orang Yahudi, bahwa
﴾
لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ
﴿ "barangsiapa yang menukarnya dengan sihir itu," yaitu menyukai sihir
sebagaimana pembeli menyukai suatu barang dagangan, ﴾
مَا لَهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنۡ خَلَٰقٖۚ
﴿ "tiadalah baginya keuntungan di akhirat," maksudnya tidak mendapat
bagian, bahkan hal itu mengakibatkan hukuman, dan tidaklah perbuatan
mereka itu atas dasar kebodohan, akan tetapi karena sangat menyukai
kehidupan dunia daripada akhirat, maka sangat j e l e k l a h ﴾
مَا شَرَوۡاْ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ﴿ "perbuatan
mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui," maksudnya,
mengetahui akan buah dari per-buatan yang telah mereka lakukan.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا
انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(104) مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ
أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ
خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
(105)}
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan
(kepada Muhammad), 'Ra'ina,' tetapi katakanlah,
'Unzhurna,' dan 'dengarlah.' Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang
pedih. Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada
menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tu-hanmu. Dan
Allah menentukan siapa yang dikehendakiNya
(untuk diberi) rahmatNya
(kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang
besar."
(Al-Baqarah: 104-105).
#
{104} كان المسلمون يقولون حين خطابهم للرسول
عند تعلمهم أمر الدين: {راعنا}؛
أي:
راع أحوالنا فيقصدون بها معنى صحيحاً، وكان اليهود يريدون بها معنى فاسداً،
فانتهزوا الفرصة فصاروا يخاطبون الرسول بذلك ويقصدون المعنى الفاسد، فنهى
الله المؤمنين عن هذه الكلمة سَدًّا لهذا الباب، ففيه النهي عن الجائز إذا
كان وسيلة إلى محرم، وفيه الأدب واستعمال الألفاظ التي لا تحتمل إلا الحسن
وعدم الفحش وترك الألفاظ القبيحة أو التي فيها نوع تشويش واحتمال لأمر غير
لائق، فأمرهم بلفظة لا تحتمل إلا الحسن فقال:
{وقولوا انظرنا}؛ فإنها كافية يحصل بها
المقصود من غير محذور، {واسمعوا}؛ لم يذكر
المسموع ليعم ما أمر باستماعه فيدخل فيه سماع القرآن وسماع السنة التي هي
الحكمة لفظاً ومعنى واستجابة ففيه الأدب والطاعة، ثم توعد الكافرين بالعذاب
المؤلم الموجع.
(104) Kaum Muslimin berkata di tengah perbincangan
mereka bersama Rasul saat mereka belajar perkara-perkara agama mereka, ﴾
رَٰعِنَا
﴿ "Perhatikanlah kami," maksudnya perhatikan kon-disi kami, dan mereka
bermaksud baik, sedangkan orang-orang Yahudi juga mengatakan seperti itu
namun dengan maksud jelek, mereka memanfaatkan kesempatan tersebut
dengan mengatakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ dengan maksud yang jelek,
maka Allah melarang orang-orang beriman mengucapkan kalimat itu untuk
mencegah masalah tersebut. Ayat ini menunjukkan larangan tentang suatu
perkara yang (pada dasarnya) boleh tetapi bisa
menjadi jalan menuju kepada hal yang haram. Juga menunjukkan akhlak dan
pemakaian kalimat yang tidak bermakna kecuali hanya yang baik dan tidak
keji serta meninggalkan kalimat-kalimat yang jelek, atau yang mengandung
makna mengganggu atau perkara yang tidak patut, maka Allah memerintahkan
mereka kepada ka-limat-kalimat yang tidak bermaksud kecuali hanya yang
baik saja. Allah berfirman, ﴾
وَقُولُواْ ٱنظُرۡنَا
﴿ "Namun katakanlah, 'Lihatlah kami'." dengan kalimat ini cukup
mewakili maksud yang dikehendaki tanpa ada sedikit pun masalah, ﴾
وَٱسۡمَعُواْۗ ﴿ "dan dengarlah," Allah tidak menyebutkan hal yang didengar
agar menjadi lebih umum kepada segala perkara yang diperintahkan untuk
didengar, maka hal itu mencakup perintah mendengar al-Qur`an dan mendengar
sunnah yang merupakan hikmah secara lafazh maupun makna dan sebagai
respon. Ayat ini juga menunjukkan adab dan ketaatan, kemudian Allah
mengancam orang-orang kafir dengan azab yang pedih lagi menyakitkan.
#
{105} وأخبر عن عداوة اليهود والمشركين
للمؤمنين أنهم ما يودون،
{أن ينزل عليكم من خير}؛
أي:
لا قليلاً ولا كثيرًا، {من ربكم}؛ حسدًا منهم
وبغضاً لكم أن يختصكم بفضله فإنه،
{ذو الفضل العظيم} ومن فضله عليكم؛ إنزال
الكتاب على رسولكم ليزكيكم ويعلمكم الكتاب والحكمة ويعلمكم ما لم تكونوا
تعلمون، فله الحمد والمنة.
(105) Dan Allah mengabarkan tentang permusuhan
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik terhadap orang-orang beriman
yaitu bahwasanya mereka tidaklah menginginkan, ﴾ أَن يُنَزَّلَ عَلَيۡكُم
مِّنۡ خَيۡرٖ
﴿ "diturunkannya suatu kebaikan kepadamu," maksudnya, tidak
menginginkan kamu (kaum Muslimin) mendapat
kebaikan, baik sedikit ataupun banyak ﴾
مِّن رَّبِّكُمۡۚ
﴿ "dari Tuhanmu," karena kedengkian dan kebencian mereka kepada kamu,
karena Allah memberikan keistimewaan kepada kalian dari karuniaNya, oleh
karena ﴾
ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ ﴿ "Allah mempunyai karunia yang besar," dan di
antara karuniaNya atas kalian adalah menurunkan kitab kepada Rasul kalian
untuk menyucikan kalian, mengajarkan kalian kitab dan hikmah tersebut, dan
mengajarkan kalian apa yang belum ka-lian ketahui, maka segala pujian dan
pengagungan hanya bagiNya.
{مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ
مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(106) أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ
وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (107)}
.
"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang
lebih baik dari-padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu
menge-tahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu? Tidakkah kamu
mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepu-nyaan Allah? Dan
tiada seorang pelindung maupun seorang peno-long pun bagimu selain Allah."
(Al-Baqarah: 106-107).
#
{106} النسخ هو النقل، فحقيقة النسخ نقل
المكلفين من حكم مشروع إلى حكم آخر أو إلى إسقاطه، وكان اليهود ينكرون
النسخ ويزعمون أنه لا يجوز، وهو مذكور عندهم في التوراة، فإنكارهم له كفر
وهوى محض، فأخبر الله تعالى عن حكمته في النسخ، وأنه ما ينسخ
{من آية أو ننسها}؛
أي:
ننسها العباد فنزيلها من قلوبهم،
{نأت بخير منها}؛ وأنفع لكم،
{أو مثلها}؛ فدل على أن النسخ لا يكون لأقل
مصلحة لكم من الأول لأن فضله تعالى يزداد خصوصاً على هذه الأمة التي سهل
عليها دينها غاية التسهيل، وأخبر أن من قدح في النسخ
[فقد] قدح في ملكه وقدرته فقال:
{ألم تعلم أن الله على كل شيء قدير}.
(106) Nasakh
(mengganti dan menghapus) bermakna me-mindahkan,
maka hakikat dari nasakh itu adalah memindahkan seorang mukallaf dari
suatu hukum syariat kepada hukum syariat yang lain atau bahkan digugurkan.
Hukum nasakh ini diingkari oleh orang-orang Yahudi bahkan mereka mengira
bahwa hal itu tidak boleh, padahal telah disebutkan dalam kitab mereka
Taurat. Oleh karena itu, pengingkaran mereka terhadapnya merupakan
kekufuran dan hawa nafsu belaka, dan Allah mengabarkan ten-tang hikmahNya
dalam nasakh tersebut dan bahwasanya tidaklah dinasakh, ﴾ مِنۡ ءَايَةٍ
أَوۡ نُنسِهَا
﴿ "ayat mana saja, atau Kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya," maksudnya Kami
jadikan manusia melupakannya dan Kami menghilangkannya dari hati mereka,
﴾
نَأۡتِ بِخَيۡرٖ مِّنۡهَآ
﴿ "Kami datangkan yang lebih baik darinya" dan lebih berguna bagi
kalian, ﴾
أَوۡ مِثۡلِهَآۗ
﴿ "atau sebanding dengannya." Maka ayat ini menunjukkan bahwa yang
menasakh tidak akan menjadi maslahat yang lebih kecil daripada yang
dinasakh, karena karunia Allah تعالى itu selalu bertambah, khususnya
terhadap umat ini yang telah Dia mudahkan urusan agamanya dengan
semudah-mudahnya, dan Dia mengabar-kan bahwa siapa yang menghina nasakh,
maka sesungguhnya dia telah menghina kerajaan dan KuasaNya. Allah
berfirman,﴾
أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ﴿ "Tidakkah kamu
mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?"
#
{107}
{ألم تعلم أن الله له ملك السموات والأرض}؛
فإذا كان مالكاً لكم متصرفاً فيكم تصرف المالك البر الرحيم في أقداره
وأوامره ونواهيه، فكما أنه لا حجر عليه في تقدير ما يقدره على عباده من
أنواع التقادير، كذلك لا يعترض عليه فيما يشرعه لعباده من الأحكام، فالعبد
مدبر مسخر تحت أوامر ربه الدينية والقدرية فما له والاعتراض، وهو أيضاً ولي
عباده ونصيرهم، فيتولاهم في تحصيل منافعهم، وينصرهم في دفع مضارهم، فمن
ولايته لهم، أن يشرع لهم من الأحكام ما تقتضيه حكمته ورحمته بهم. ومن تأمل
ما وقع في القرآن والسنة من النسخ، عرف بذلك حكمة الله، ورحمته عباده،
وإيصالهم إلى مصالحهم من حيث لا يشعرون بلطفه.
(107) ﴾ أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلۡكُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ ﴿ "Tidakkah kamu menge-tahui bahwa kerajaan
langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?" Apabila Dia adalah Raja kalian
Yang memerintah kalian sebagai perintah Raja Yang Pemurah lagi Pengasih
dalam ketetapan-ketetapanNya, perintah-perintahNya, larangan-laranganNya,
sebagaimana tidak ada halangan bagiNya dalam menakdirkan sesuatu yang
ditakdir-kanNya, maka tidak ada pula yang menghalangiNya dalam segala yang
ditetapkanNya tentang hukum-hukum syariat bagi hamba-hambaNya. Maka
seorang hamba telah diatur dan disiapkan untuk tunduk di bawah
perintah-perintah Tuhannya, baik agama maupun hal-hal yang telah
ditentukan, maka kenapa dia menolak? Allah juga pelindung bagi hambaNya
dan penolong mereka, Dia menjadi Pelindung mereka dalam memperoleh hal-hal
yang ber-guna bagi mereka, menolong mereka dalam menjauhkan mereka dari
hal-hal yang mudarat, maka di antara perlindungan Allah terhadap mereka
adalah Dia mensyariatkan bagi mereka hukum-hukum yang didasarkan oleh
hikmah dan kasih sayangNya kepada mereka. Barangsiapa yang memperhatikan
nasakh yang terjadi dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, niscaya dia akan
mengetahui hikmah-hikmah Allah, kasih sayangNya terhadap hamba-hambaNya,
dan membawa mereka kepada kemaslahatan tanpa mereka sadari akan
kemurahanNya.
{أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ
قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ
السَّبِيلِ (108) وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا
حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ
الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(109) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ
عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(110)}
.
"Apakah kamu ingin bertanya kepada Rasulmu seperti Bani Israil bertanya
kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang-siapa yang menukar iman dengan
kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.
Sebagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata
bagi mereka kebenaran. Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sampai Allah
mendatangkan perintahNya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di
sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 108-110).
#
{108} ينهى الله المؤمنين أو اليهود بأن
يسألوا رسولهم، {كما سئل موسى من قبل}؛
والمراد بذلك أسئلة التعنت والاعتراض،
كما قال تعالى:
{يسألك أهل الكتاب أن تنزل عليهم كتاباً من السماء فقد سألوا موسى أكبر
من ذلك فقالوا أرنا الله جهرة}؛ وقال تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا لا تسألوا عن أشياء إن تبد لكم تسؤكم}؛ فهذه ونحوها هي المنهي عنها.
وأما سؤال الاسترشاد والتعلم فهذا محمود قد أمر الله به كما قال
تعالى:
{فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون}؛
ويقرهم عليه كما في قوله:
{يسألونك عن الخمر والميسر}؛ و
{يسألونك عن اليتامى}؛ ونحو ذلك.
ولما كانت المسائل المنهي عنها مذمومة قد تصل بصاحبها إلى الكفر
قال:
{ومن يتبدل الكفر بالإيمان فقد ضل سواء السبيل}.
(108) Allah melarang orang-orang yang beriman atau
orang-orang Yahudi untuk bertanya kepada Rasul mereka,﴾ كَمَا سُئِلَ
مُوسَىٰ مِن قَبۡلُۗ
﴿ "sebagaimana Bani Israil bertanya kepada Musa pada zaman dahulu?"
Maksud dari hal itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang menyu-litkan dan
menantang, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, ﴾
يَسۡـَٔلُكَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيۡهِمۡ كِتَٰبٗا مِّنَ
ٱلسَّمَآءِۚ فَقَدۡ سَأَلُواْ مُوسَىٰٓ أَكۡبَرَ مِن ذَٰلِكَ فَقَالُوٓاْ
أَرِنَا ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ
﴿ "Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka
sebuah Kitab dari langit. Maka sungguh mereka telah meminta kepada Musa
yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, 'Perlihatkanlah Allah kepada
kami dengan nyata'."
(An-Nisa`: 153). Allah
تعالى juga berfirman, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَسۡـَٔلُواْ عَنۡ أَشۡيَآءَ إِن
تُبۡدَ لَكُمۡ تَسُؤۡكُمۡ
﴿ "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyu-sahkanmu."
(Al-Ma`idah: 101).
Ayat-ayat ini dan yang semisalnya adalah pertanyaan-perta-nyaan yang
dilarang. Adapun pertanyaan untuk mendapat arahan dan ilmu, maka yang
demikian itu adalah terpuji, dan sesungguhnya Allah telah
memerintahkannya sebagaimana dalam FirmanNya, ﴾
فَسۡـَٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ 43
﴿ "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui."
(An-Nahl: 43). Dan Allah
menyetujui mereka dalam hal itu dalam Firman-Nya, ﴾
يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ
﴿ "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi."
(Al-Baqa-rah: 219).
﴾
وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡيَتَٰمَىٰۖ
﴿ "Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim."
(Al-Baqarah: 220). Dan
semacamnya. Ketika hal-hal yang dilarang darinya itu tercela, yang
mung-kin saja membawa pelakunya jatuh kepada kekufuran, maka Allah
berfirman, ﴾
وَمَن يَتَبَدَّلِ ٱلۡكُفۡرَ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ
﴿ "Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang
itu telah sesat dari jalan yang lurus."
#
{109} ثم أخبر عن حسد كثير من أهل الكتاب
وأنهم بلغت بهم الحال أنهم ودوا
{لو يردونكم من بعد إيمانكم كفاراً}؛ وسعوا
في ذلك، وعملوا المكايد،
وكيدهم راجع عليهم كما قال تعالى:
{وقالت طائفة من أهل الكتاب آمنوا بالذي أنزل على الذين آمنوا وجه
النهار واكفروا آخره لعلهم يرجعون}؛ وهذا من حسدهم الصادر من عند أنفسهم، فأمرهم الله بمقابلة من أساء إليهم
[غاية الإساءة] بالعفو عنهم والصفح حتى يأتي الله
بأمره، ثم بعد ذلك أتى الله بأمره إياهم بالجهاد، فشفى الله أنفس المؤمنين
منهم، فقتلوا من قتلوا واسترقوا من استرقوا، وأجلوا من أجلوا،
{إن الله على كل شيء قدير}.
(109) Kemudian Allah mengabarkan tentang sifat
hasad sebagian besar dari orang-orang ahli Kitab dan bahwasanya kondisi
tersebut memuncak hingga mereka berkeinginan,﴾ لَوۡ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ
بَعۡدِ إِيمَٰنِكُمۡ كُفَّارًا
﴿ "agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman," dan mereka berusaha untuk itu, dan meng-gunakan segala tipu
daya, namun tipu daya mereka itu kembali kepada mereka sendiri,
sebagaimana Allah berfirman, ﴾
وَقَالَت طَّآئِفَةٞ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ ءَامِنُواْ بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ
عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَجۡهَ ٱلنَّهَارِ وَٱكۡفُرُوٓاْ ءَاخِرَهُۥ
لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ 72
﴿ "Segolongan (lain) dari ahli Kitab berkata
(kepada sesamanya), 'Perlihatkanlah
(seolah-olah) kamu beriman kepada al-Qur`an yang
ditu-runkan kepada orang-orang beriman
(sahabat-sahabat Rasul) pada per-mulaan siang,
dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka
(orang-orang Mukmin) kembali
(kepada kekafiran)'."
(Ali Imran: 72). Ini adalah kedengkian mereka
yang timbul dari diri mereka sendiri, lalu Allah memerintahkan kepada
mereka untuk membalas orang-orang yang sangat berlaku buruk terhadap
mereka dengan cara memaafkan mereka dan berlapang dada hingga datang
keten-tuan Allah, kemudian setelah itu datanglah ketentuan Allah kepada
mereka agar berjihad, maka Allah menenangkan hati orang-orang yang
beriman di antara mereka. Mereka memerangi orang-orang yang telah
memerangi, mereka menawan orang-orang yang telah menawan dan mereka
mengusir orang-orang yang telah mengusir. ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Mahakuasa
atas segala se-suatu."
#
{110} ثم أمرهم الله بالاشتغال بالوقت الحاضر
بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة وفعل كل القربات، ووعدهم أنهم مهما فعلوا من
خير فإنه لا يضيع عند الله بل يجدونه عنده وافراً موفراً قد حفظه
{إن الله بما تعملون بصير}.
(110) Kemudian Allah memerintahkan mereka untuk
me-nyibukkan diri mereka pada saat ini dengan menegakkan shalat,
menunaikan zakat, dan mengerjakan segala ibadah, dan Allah menjanjikan
bagi mereka bahwasanya bagaimana pun mereka melakukan suatu kebaikan,
niscaya tidak akan disia-siakan. Bahkan mereka akan mendapatkan balasan
dariNya dengan sempurna dan tidak kurang sedikit pun, karena telah dijaga
olehNya.﴾ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah
Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan."
{وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ
نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ (111) بَلَى مَنْ أَسْلَمَ
وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
(112)}
.
"Dan mereka
(Yahudi dan Nasrani) berkata, 'Sekali-kali tidak
akan masuk surga kecuali orang-orang
(yang beragama) Yahudi atau Nasrani.' Demikian itu
(hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.
Katakanlah, 'Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang
benar.'
(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang
menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia ber-buat kebajikan, maka baginya
pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak
(pula) mereka ber-sedih hati."
(Al-Baqarah: 111-112).
#
{111} أي: قال اليهود: لن يدخل الجنة إلا من
كان هوداً، وقالت النصارى:
لن يدخل الجنة إلا من كان نصارى، فحكموا لأنفسهم بالجنة وحدهم، وهذا مجرد
أماني غير مقبولة إلا بحجة وبرهان فأتوا بها إن كنتم صادقين، وهكذا كل من
ادعى دعوى لا بد أن يقيم البرهان على صِحة دعواه، وإلا فلو قلبت عليه دعواه
وادعى مدع عكس ما ادعى بلا برهان لكان لا فرق بينهما، فالبرهان هو الذي
يصدق الدعاوي أو يكذبها، ولما لم يكن بأيديهم برهان علم كذبهم بتلك الدعوى.
(111) Maksudnya, orang-orang Yahudi berkata,
"Tidaklah akan masuk surga kecuali orang Yahudi," dan orang-orang Nasrani
berkata, 'Tidaklah akan masuk surga kecuali orang Nasrani." Me-reka
menentukan bahwa surga itu bagi mereka sendiri, namun hal ini hanya
sebatas angan-angan kosong belaka yang tidak dapat diterima kecuali dengan
hujjah dan keterangan yang jelas, maka berikanlah hujjah dan keterangan
yang jelas jikalau kalian adalah orang-orang yang benar, demikianlah
seharusnya bagi orang yang mengaku dengan suatu pengakuan bahwa dia harus
memberikan keterangan dan hujjahnya untuk membenarkan pengakuannya
tersebut, namun bila dia tidak memberikannya, maka pengakuan-nya itu
dikembalikan kepadanya dan jika ada seseorang yang mengaku dengan hal yang
bertentangan dengan pengakuan yang tadi juga tanpa ada keterangan dan
hujjah, maka tidaklah ada perbedaan antara kedua pengakuan tersebut. Bukti
nyata
(burhan) adalah hal yang membenarkan
pengakuan atau mendustakannya, dan ketika mereka semua tidak memiliki
keterangan yang jelas, maka diketahuilah kebohongan mereka dalam pengakuan
tersebut.
#
{112} ثم ذكر تعالى البرهان الجلي العام لكل
أحد فقال: {بلى}؛
أي:
ليس بأمانيكم ودعاويكم ولكن،
{من أسلم وجهه لله}؛
أي:
أخلص لله أعماله متوجهاً إليه بقلبه،
{وهو}؛ مع إخلاصه
{محسن}؛ في عبادة ربه بأن عبده بشرعه فأولئك
هم أهل الجنة وحدهم، فلهم أجرهم عند ربهم؛ وهو الجنة بما اشتملت عليه من
النعيم، {ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ فحصل
لهم المرغوب ونجوا من المرهوب، ويفهم منها أن من ليس كذلك فهو من أهل النار
الهالكين، فلا نجاة إلا لأهل الإخلاص للمعبود والمتابعة للرسول.
(112) Kemudian Allah تعالى menyebutkan keterangan
yang jelas dan bersifat umum bagi setiap orang seraya berfirman, ﴾ بَلَىٰۚ
﴿ "(Tidak demikian) tentu," maksudnya tidak
seperti angan-angan dan klaim kalian, akan tetapi ﴾
مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ
﴿ "barangsiapa yang menye-rahkan diri kepada Allah," maksudnya
mengikhlaskan segala perbuat-annya dan dengan menyerahkan hatinya
kepadaNya, ﴾
وَهُوَ
﴿ "sedang ia" dengan keikhlasannya itu, ﴾
مُحۡسِنٞ
﴿ "berbuat kebajikan" dalam menyembah Rabbnya dengan menyembahNya
sesuai syariatNya, maka mereka itulah penghuni surga, dan bagi mereka
ganjaran di sisi Rabb mereka yaitu surga dengan segala kenikmatan yang
ada padanya, ﴾
وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿ "dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati," mereka memperoleh
apa yang diharapkan dan terhindar dari apa yang dikhawatirkan. Dapat
dipahami dari sini bahwa barangsiapa yang berbeda dengan keterangan di
atas, maka dia adalah penghuni neraka lagi sengsara. Oleh karena itu,
tidaklah ada keselamatan kecuali bagi orang-orang yang ikhlas dalam
beribadah kepada Tuhannya dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ.
{وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ
النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ
الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ
فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ
يَخْتَلِفُونَ (113)}
.
"Dan orang-orang Yahudi berkata, 'Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai
suatu pegangan,' dan orang-orang Nasrani ber-kata, 'Orang-orang Yahudi
tidak mempunyai suatu pegangan,' padahal mereka
(sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula
orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka. Maka
Allah akan mengadili di antara mereka pada Hari Kiamat tentang sesuatu
yang mereka berselisih padanya."
(Al-Baqarah: 113).
#
{113} وذلك أنه بلغ بأهل الكتاب الهوى والحسد
إلى أن بعضهم ضلل بعضاً، وكفر بعضهم بعضاً كما فعل الأميون من مشركي العرب
وغيرهم، فكل فرقة تضلل [الفرقةَ] الأخرى، ويحكم
الله في الآخرة بين المختلفين بحكمه العدل الذي أخبر به عباده، فإنه لا فوز
ولا نجاة إلا لمن صدَّق جميع الأنبياء والمرسلين، وامتثل أوامر ربه، واجتنب
نواهيه، ومن عداهم فهو هالك.
(113) Yang demikian itu disebabkan karena
orang-orang ahli Kitab menyimpan hawa nafsu dan dengki yang besar hingga
sebagian mereka menyesatkan sebagian lain, dan sebagian lagi mengkafirkan
sebagian lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
membaca dan menulis dari kaum musy-rikin Arab dan selainnya, setiap
kelompok menyesatkan kelompok lainnya. Dan Allah akan menghakimi di antara
kelompok-kelom-pok yang bertikai itu dengan ketetapanNya yang adil yang
telah dikabarkan kepada hamba-hambaNya, maka tidaklah ada keber-hasilan
dan tidak juga ada keselamatan kecuali bagi orang yang mempercayai seluruh
Rasul dan Nabi, dan menaati perintah-perin-tah Rabbnya, menjauhi
larangan-laranganNya; sedangkan orang yang selain mereka, maka dia
termasuk yang binasa.
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ
فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ
يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ
فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (114)}
.
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang meng-halang-halangi
menyebut nama Allah dalam masjid-masjidNya, dan berusaha untuk
merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya
(masjid Allah), kecuali dengan rasa takut
(kepada Allah). Di dunia mereka mendapat kehinaan
dan di akhirat mendapat siksa yang berat."
(Al-Baqarah: 114).
#
{114} أي: لا أحد أظلم وأشد جرماً ممن منع
مساجد الله عن ذكر الله فيها وإقامة الصلاة وغيرها من
[أنواع] الطاعات،
{وسعى}؛ أي: اجتهد
وبذل وسعه، {في خرابها}؛ الحسي والمعنوي،
فالخراب الحسي هدمها وتخريبها وتقذيرها، والخراب المعنوي منع الذاكرين لاسم
الله فيها، وهذا عام لكل من اتصف بهذه الصفة فيدخل في ذلك أصحاب الفيل
وقريش حين صدوا رسول الله عنها عام الحديبية، والنصارى حين أخربوا بيت
المقدس، وغيرهم من أنواع الظلمة الساعين في خرابها محادّة لله ومشاقة،
فجازاهم الله بأن منعهم دخولها شرعاً وقدراً إلا خائفين ذليلين، فلما
أخافوا عباد الله أخافهم الله، فالمشركون الذين صدوا رسوله لم يلبث رسول
الله - صلى الله عليه وسلم -
إلا يسيراً حتى أذن الله له في فتح مكة ومنع المشركين من قربان بيته فقال
تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فلا يقربوا المسجد الحرام بعد
عامهم هذا}؛ وأصحاب الفيل قد ذكر الله ما جرى عليهم، والنصارى سلط الله عليهم
المؤمنين فأجلوهم [عنه]، وهكذا كل من اتصف بوصفهم
فلا بد أن يناله قسطه، وهذا من الآيات العظيمة أخبر بها الباري قبل وقوعها
فوقعت كما أخبر، واستدل العلماء بالآية الكريمة على أنه لا يجوز تمكين
الكفار من دخول المساجد {لهم في الدنيا خزي}؛
[أي]: فضيحة؛ كما تقدم
{ولهم في الآخرة عذاب عظيم}؛ وإذا كان لا
أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه، فلا أعظم إيماناً ممن سعى في
عمارة المساجد بالعمارة الحسية والمعنوية؛
كما قال تعالى:
{إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر}؛
بل قد أمر الله تعالى برفع بيوته وتعظيمها وتكريمها فقال تعالى:
{في بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه}.
وللمساجد أحكام كثيرة يرجع حاصلها إلى مضمون هذه الآيات الكريمة.
(114) Maksudnya, tidak ada seorang pun yang lebih
zhalim dan lebih jahat daripada orang yang menghalang-halangi menye-but
nama Allah, mendirikan shalat, dan ibadah ketaatan lainnya dalam
masjidNya, ﴾ وَسَعَىٰ
﴿ "dan berusaha" yaitu bersungguh-sungguh dan mengerahkan segala
kemampuannya ﴾
فِي خَرَابِهَآۚ
﴿ "untuk mero-bohkannya," baik dengan fisik maupun maknawi. Makna
meroboh-kannya dalam bentuk fisik adalah menghancurkan, membongkar dan
mengotorinya, sedangkan merobohkannya dalam bentuk maknawi adalah
menghalangi orang-orang dari berdzikir kepada Allah di dalamnya.
Keterangan ini bersifat umum bagi setiap orang yang berciri dengan
sifat-sifat seperti itu. Oleh karena itu, termasuk di dalamnya bala
tentara gajah Abrahah dan orang-orang Quraisy yang menghalangi
Rasulullah ﷺ dari Ka'bah dalam peristiwa Hudaibiyah, dan juga Nasrani
ketika mereka menghancurkan Baitul Maqdis dan selain mereka dari
orang-orang zhalim yang berusaha menghancurkannya sebagai bentuk
permusuhan kepada Allah dan peperangan terhadapNya, lalu Allah membalas
mereka dengan melarang mereka memasukinya secara syar'i maupun takdir
pen-ciptaan kecuali mereka dalam kondisi terhina dan takut, dan ketika
mereka menimbulkan rasa ketakutan bagi hamba-hamba Allah, maka Allah
menciptakan ketakutan bagi mereka. Adapun kondisi orang-orang musyrik
yang menghalangi Rasulullah ﷺ, tak lama kemudian Allah mengizinkan
beliau untuk menaklukkan mereka pada Fathu Makkah dan kemudian melarang
kaum musyrikin untuk mendekati rumahNya dalam FirmanNya, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡمُشۡرِكُونَ نَجَسٞ فَلَا
يَقۡرَبُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ ٱلۡحَرَامَ بَعۡدَ عَامِهِمۡ هَٰذَاۚ
﴿ "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik
itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun
ini." (At-Taubah: 28).
Adapun bala tentara gajah, maka Allah telah menyebutkan kisahnya
(dalam surat al-Fil) dan apa yang telah menimpa
mereka, dan juga Nasrani, maka Allah menjadikan kaum Muslimin mengua-sai
mereka hingga mampu mengusir mereka dari Baitul Maqdis. Seperti itulah
bagi setiap orang yang berciri seperti mereka di mana pasti akan
mendapatkan bagiannya. Ini semua adalah di antara ayat-ayat yang agung
yang dika-barkan oleh Allah sebelum terjadi yang pada akhirnya terbukti
terjadi sesuai dengan apa yang Dia kabarkan. Dan para ulama mengambil
ayat ini sebagai dalil bahwasanya tidak boleh memberi kesempatan bagi
kaum kafir untuk memasuki masjid-masjid. ﴾
لَهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞ
﴿ "Mereka di dunia mendapat kehinaan," yaitu celaan, seba-gaimana yang
telah dijelaskan, ﴾
وَلَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٞ
﴿ "dan di akhirat mereka mendapat siksa yang berat." Apabila tidak ada
yang lebih zhalim daripada para penghalang yang menghalangi orang-orang
yang berdzikir kepadaNya dalam masjidNya, maka tidak ada juga yang lebih
beriman daripada orang-orang yang memakmurkan masjid, baik memakmurkan
dengan fisik maupun maknawi seba-gaimana Firman Allah, ﴾
إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ
ٱلۡأٓخِرِ
﴿ "Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirlah yang
memakmurkan masjid-masjid Allah."
(At-Taubah: 19). Bahkan
Allah تعالى telah memerintahkan untuk meninggikan rumah-rumahNya,
mengagungkannya, dan memuliakannya. Allah berfirman, ﴾
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ ﴿
"Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya."
(An-Nur: 36). Dan masjid
memiliki hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang tidak sedikit, yang pada
intinya semuanya berdasar dari kan-dungan ayat-ayat yang mulia ini.
{وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ
وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
(115)}
.
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap,
di situlah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas
(rahmatNya) lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 115).
#
{115} أي:
{ولله المشرق والمغرب}؛ خصهما بالذكر لأنهما
محل الآيات العظيمة [فهما] مطالع الأنوار
ومغاربها، فإذا كان مالكاً لها كان مالكاً لكل الجهات
{فأينما تولوا}؛ وجوهكم من الجهات إذا كان
توليكم إياها بأمره، إما أن يأمركم باستقبال الكعبة بعد أن كنتم مأمورين
باستقبال بيت المقدس، أو تؤمرون بالصلاة في السفر على الراحلة ونحوها، فإن
القبلة حيثما توجه العبد، أو تشتبه القبلة فيتحرى الصلاة إليها، ثم يتبين
له الخطأ أو يكون معذوراً بصلب أو مرض ونحو ذلك، فهذه الأمور إما أن يكون
العبد فيها معذوراً أو مأموراً. وبكل حال فما استقبل جهة من الجهات خارجة
عن ملك ربه
{فثم وجه الله إن الله واسع عليم}؛ فيه إثبات
الوجه لله تعالى على الوجه اللائق به تعالى، وإن لله وجهاً لا تشبهه
الوجوه، وهو تعالى واسع الفضل والصفات عظيمها عليم بسرائركم ونياتكم، فمن
سعته وعلمه، وسع لكم الأمر، وقبل منكم المأمور، فله الحمد والشكر.
(115) ﴾ وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ
﴿ "Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat." Allah menyebutkan keduanya
secara khusus, karena kedua-nya adalah poros dari ayat-ayat Allah yang
agung pada tempat terbitnya cahaya dan terbenamnya, apabila Dia adalah
Penguasa bagi kedua arah tersebut, maka pastilah Dia adalah Penguasa
se-luruh arah, ﴾
فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ
﴿ "maka ke mana pun kamu menghadap," yakni
(menghadapkan) wajah kalian di antara arah-arah
yang ada, apa-bila penghadapan wajah kalian itu karena perintahNya, baik
dengan perintahNya untuk menghadap Ka'bah setelah sebelumnya kalian
diperintahkan untuk menghadap Baitul Maqdis atau kalian dipe-rintahkan
untuk menegakkan shalat di atas kendaraan dalam perjalanan atau
semacamnya, maka kiblat itu adalah ke manapun seorang hamba menghadapkan
wajahnya, atau kiblatnya tidak jelas maka dia menetapkan dengan dugaan
terkuat dalam meng-hadap kepadanya, kemudian jelas setelah itu kesalahan
dugaannya, atau dia mendapat udzur karena sakit atau lainnya, maka dalam
perkara ini seorang hamba boleh jadi diperintahkan atau dimaafkan. Yang
jelas, tidaklah mungkin seseorang menghadap ke suatu arah dari arah-arah
yang ada yang keluar dari kerajaan Tuhannya, ﴾
فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ﴿ "karena di situlah
Wajah Allah. Sesung-guhnya Allah Mahaluas
(rahmatNya) lagi Maha Mengetahui." Ayat ini
merupakan dalil tentang penetapan akan Wajah Allah تعالى yang sesuai
denganNya. Oleh karena itu Allah memiliki Wajah, yang semua wajah tidak
serupa denganNya dan Dia تعالى sangat luas karunia dan sifatNya, dan yang
terbesar darinya adalah Dia Mahatahu tentang yang kalian sembunyikan dan
kalian niat-kan, dan di antara karunia dan ilmuNya adalah Dia memudahkan
segala perkara bagi kalian dan Dia menerima apa yang diperintah-kan kepada
kalian, maka segala puji dan syukur hanya bagiNya.
{وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ
(116) بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
(117)}
.
"Orang-orang kafir berkata, 'Allah mempunyai anak.' Maha-suci Allah,
bahkan apa yang ada di langit dan bumi adalah kepu-nyaan Allah; semua
tunduk kepadaNya. Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak
(untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia mengatakan kepadanya, 'Jadilah!'
Maka jadilah ia."
(Al-Baqarah: 116-117).
#
{116}
{وقالوا}؛ أي:
اليهود والنصارى والمشركون وكل من قال ذلك،
{اتخذ الله ولداً}؛ فنسبوه إلى ما لا يليق
بجلاله وأساءوا كل الإساءة وظلموا أنفسهم وهو تعالى صابر على ذلك منهم، قد
حلم عليهم، وعافاهم، ورزقهم مع تنقصهم إياه
{سبحانه}؛ أي: تنزه
وتقدس عن كل ما وصفه به المشركون والظالمون مما لا يليق بجلاله، فسبحان من
له الكمال المطلق من جميع الوجوه الذي لا يعتريه نقصٌ بوجه من الوجوه،
ومع رده لقولهم أقام الحجة والبرهان على تنزيهه عن ذلك فقال:
{بل له ما في السموات والأرض}؛
أي:
جميعهم ملكه وعبيده يتصرف فيهم تصرف المالك بالمماليك وهم قانتون له مسخرون
تحت تدبيره، فإذا كانوا كلهم عبيده مفتقرين إليه، وهو غني عنهم فكيف يكون
منهم أحد يكون له ولداً، والولد لا بد أن يكون من جنس والده لأنه جزء منه،
والله تعالى المالك القاهر وأنتم المملوكون المقهورون وهو الغني وأنتم
الفقراء، فكيف مع هذا يكون له ولد؟ هذا من أبطل الباطل وأسمجه.
والقنوت نوعان:
قنوت عام وهو قنوت الخلق كلهم تحت تدبير الخالق، وخاص وهو قنوت العبادة.
فالنوع الأول كما في هذه الآية،
والنوع الثاني كما في قوله تعالى:
{وقوموا لله قانتين}.
ثم قال:
(116) ﴾ وَقَالُواْ
﴿ "Orang-orang kafir berkata," maksudnya, orang-orang kafir dari kaum
Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik dan setiap orang yang berkata
tentang itu, ﴾
ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدٗاۗ
﴿ "Allah mempu-nyai anak." Mereka menisbatkan Allah kepada suatu hal
yang tidak layak dengan keagunganNya dan mereka benar-benar berlaku
buruk serta mereka menganiaya diri mereka sendiri dengan per-kataan
tersebut, dan Allah تعالى bersabar atas perbuatan mereka, sungguh Dia
telah berlaku santun terhadap mereka, memaafkan mereka, dan memberikan
rizki atas mereka walaupun mereka telah berlaku tidak baik kepadaNya.
﴾
سُبۡحَٰنَهُۥۖ
﴿ "Mahasuci Allah," maksudnya suci dan bebas dari segala hal yang
dituduhkan oleh orang-orang musyrik dan orang-orang zhalim dari
perkara-perkara yang tidak sesuai dengan ke-agunganNya. Maka Mahasuci
Dzat yang memiliki kesempurnaan yang mutlak dalam segala bentuknya yang
tidak disisipi oleh ke-kurangan sedikitpun dalam segala bentuknya,
bersamaan dengan bantahan Allah terhadap perkataan mereka. Dia juga
menegakkan hujjah dan keterangan yang kuat terhadap kesucianNya dari
semua itu seraya berfirman, ﴾
بَل لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ
﴿ "Bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah,"
maksudnya, seluruhnya kepunyaan Allah berikut hamba-hambaNya, Dia
mengatur mereka dengan pengaturan seorang tuan terhadap budak-budaknya,
me-reka tunduk kepadanya dan di bawah pengaturannya. Maka bila mereka
semua itu adalah hamba-hambaNya yang membutuhkan-Nya, sedangkan Dia
tidak butuh kepada mereka lalu bagaimana-kah ada seseorang di antara
mereka yang menjadi anak bagi Allah? Seorang anak itu pasti berasal dari
jenis orang tuanya, karena dia merupakan bagian darinya, padahal Allah
تعالى adalah yang Maha Memiliki lagi Mahaperkasa, sedangkan kalian
adalah orang-orang yang dikuasai dan diatur, Allah Mahakaya dan kalian
sangatlah miskin, lalu dengan semua itu bagaimana mungkin Allah memiliki
anak? Ini adalah suatu hal yang paling batil dan yang paling buruk.
Ketundukan itu ada dua macam; ketundukan yang bersifat umum, yaitu
ketundukan seluruh makhluk di bawah pengaturan sang Pencipta, dan kedua,
ketundukan yang bersifat khusus, yaitu ketundukan ibadah. Bentuk yang
pertama adalah seperti dalam ayat ini, sedang bentuk yang kedua adalah
seperti dalam Firman Allah تعالى, ﴾
وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ 238 ﴿ "Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'."
(Al-Baqarah: 238).
Kemudian Allah berfirman,
#
{117}
{بديع السموات والأرض}؛
أي:
خالقهما على وجه قد أتقنهما وأحسنهما على غير مثال سبق،
{وإذا قضى أمراً فإنما يقول له كن فيكون}؛
فلا يستعصي عليه ولا يمتنع منه.
(117) ﴾ بَدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ
﴿ "Allah Pencipta langit dan bumi," maksudnya, Yang menciptakan
keduanya dalam bentuk yang telah dikokohkan dan diindahkannya tanpa ada
contoh sebelumnya. ﴾
وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ﴿ "Dan bila
Dia berkehendak
(untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia mengatakan kepadanya, 'Jadi-lah!'
maka jadilah ia," tanpa dibantu dan tanpa terhalang sedikit pun.
{وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ لَوْلَا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ
تَأْتِينَا آيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ
قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ (118) إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ
بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ
الْجَحِيمِ (119)}
.
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata, 'Mengapa Allah tidak
(langsung) berbicara dengan kami atau datang
tanda-tanda kekuasaanNya kepada kami?' Demikian pula orang-orang yang
sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka
serupa. Sungguh Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada
kaum yang yakin. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu
(Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan dan kamu tidak akan diminta
(pertanggungan jawaban) tentang penghuni-peng-huni
neraka."
(Al-Baqarah: 118-119).
#
{118} أي: قال الجهلة من أهل الكتاب وغيرهم
هلا يكلمنا الله كما كلم الرسل،
{أو تأتينا آية}؛
يعنون آيات الاقتراح التي يقترحونها بعقولهم الفاسدة وآرائهم الكاسدة
التي تجرؤوا بها على الخالق واستكبروا على رسله كقولهم:
{لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة}؛
{يسألك أهل الكتاب أن تنزل عليهم كتاباً من السماء فقد سألوا موسى أكبر
من ذلك ... }؛ الآية.
{وقالوا مالِ هذا الرسول يأكل الطعام ويمشي في الأسواق لولا أنزل إليه
ملك فيكون معه نذيراً أو يلقى إليه كنز أو تكون له جنة يأكل منها ...
}؛ الآيات، وقوله:
{وقالوا لن نؤمن لك حتى تفجر لنا من الأرض ينبوعاً ... }؛ الآيات. فهذا دأبهم مع رسلهم يطلبون آيات التعنت لا آيات الاسترشاد، ولم
يكن قصدهم تبيين الحق فإن الرسل قد جاؤوا من الآيات بما يؤمن على مثله
البشر، ولهذا قال تعالى:
{قد بينا الآيات لقوم يوقنون}؛ فكل موقن فقد
عرف من آيات الله الباهرة وبراهينه الظاهرة ما حصل له به اليقين، واندفع
عنه كل شك وريب.
(118) Orang-orang bodoh dari ahli kitab dan selain
mereka berkata, "Kenapa Allah tidak berbicara juga kepada kita
sebagai-mana Dia berbicara kepada para Rasul, ﴾ أَوۡ تَأۡتِينَآ ءَايَةٞۗ
﴿ "atau datang tanda-tanda kekuasaanNya kepada kami," mereka
memaksudkan tanda-tanda dari usulan yang mereka usulkan dari akal-akal
mereka yang rendah dan pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang yang
mengandung makna kelancangan terhadap sang Pencipta dan kesombongan
terhadap Rasul-rasulNya seperti perkataan mereka, ﴾
لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةٗ
﴿ "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
jelas."
(Al-Baqarah: 55), dan
﴾
يَسۡـَٔلُكَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ أَن تُنَزِّلَ عَلَيۡهِمۡ كِتَٰبٗا مِّنَ
ٱلسَّمَآءِۚ فَقَدۡ سَأَلُواْ مُوسَىٰٓ أَكۡبَرَ مِن ذَٰلِكَ
﴿ "Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka
sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah me-minta kepada
Musa yang lebih besar dari itu."
(An-Nisa`: 153), juga
﴾
وَقَالُواْ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأۡكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشِي فِي
ٱلۡأَسۡوَاقِ لَوۡلَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَلَكٞ فَيَكُونَ مَعَهُۥ نَذِيرًا 7
أَوۡ يُلۡقَىٰٓ إِلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ تَكُونُ لَهُۥ جَنَّةٞ يَأۡكُلُ مِنۡهَاۚ
وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلٗا مَّسۡحُورًا 8
﴿ "Dan mereka berkata, 'Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar
malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan nya? Atau
(mengapa tidak) diturunkan kepadanya
perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun
baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)-nya?'
Orang-orang zhalim berkata, 'Kamu sekalian tidaklah mengikuti melainkan
seorang laki-laki yang kena sihir'."
(Al-Furqan: 7-8). Dalam
FirmanNya juga, ﴾
وَقَالُواْ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ تَفۡجُرَ لَنَا مِنَ ٱلۡأَرۡضِ
يَنۢبُوعًا 90
﴿ "Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga
kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami'."
(Al-Isra`: 90). Inilah
adat kebiasaan mereka terhadap para Rasul di mana mereka meminta
tanda-tanda untuk memojokkan, bukan tanda-tanda untuk mendapatkan
petunjuk, dan juga maksud mereka bukanlah untuk menampakkan kebenaran,
karena para Rasul telah datang dengan tanda-tanda yang dapat dipercaya
oleh orang-orang yang semisal mereka. Oleh karena itu, Allah تعالى
berfirman, ﴾
قَدۡ بَيَّنَّا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ﴿ "Sungguh Kami telah
menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." Setiap
orang yang yakin telah mengetahui dengan baik dari ayat-ayat Allah yang
jelas dan keterangan-keteranganNya yang kuat yang membuatnya merasa yakin
dan menghilangkan segala rasa ragu dan bimbang.
Kemudian Allah menyebutkan beberapa ayat yang singkat dan komplit untuk
ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran Rasu-lullah ﷺ dan shahihnya apa yang
ia emban seraya berfirman,
#
{119}
{إنا أرسلناك بالحق بشيراً ونذيراً}؛ فهذا
مشتمل على الآيات التي جاء بها،
وهي ترجع إلى ثلاثة أمور:
الأول في نفس إرساله، والثاني في سيرته وهديه ودِلِّه، والثالث في معرفة ما
جاء به من القرآن والسنة.
فالأول والثاني قد دخلا في قوله:
{إنا أرسلناك}؛ والثالث
[دخل] في قوله:
{بالحق}.
وبيان الأمر الأول:
وهو ـ نفس إرساله ـ أنه قد علم حالة أهل الأرض قبل بعثته - صلى الله عليه
وسلم - وما كانوا عليه من عبادة الأوثان والنيران والصلبان وتبديلهم
للأديان حتى كانوا في ظلمة من الكفر قد عمتهم وشملتهم، إلا بقايا من أهل
الكتاب قد انقرضوا قبيل البعثة، وقد علم أن الله تعالى لم يخلق خلقه سدى
ولم يتركهم هملاً، لأنه حكيم عليم قدير رحيم، فمن حكمته ورحمته بعباده أن
أرسل إليهم هذا الرسول العظيم يأمرهم بعبادة الرحمن وحده لا شريك له،
فبمجرد رسالته يعرف العاقل صدقه، وهو آية كبيرة على أنه رسول الله. وأما
الثاني فمن عرف النبي - صلى الله عليه وسلم - معرفة تامة، وعرف سيرته وهديه
قبل البعثة ونشوءه على أكمل الخصال، ثم من بعد ذلك قد ازدادت مكارمه
وأخلاقه العظيمة الباهرة للناظرين، فمن عرفها وسبر أحواله عرف أنها لا تكون
إلا أخلاق الأنبياء الكاملين؛ لأنه تعالى جعل الأوصاف أكبر دليل على معرفة
أصحابها وصدقهم وكذبهم. وأما الثالث: فهو معرفة ما
جاء به - صلى الله عليه وسلم - من الشرع العظيم والقرآن الكريم المشتمل على
الإخبارات الصادقة والأوامر الحسنة والنهي عن كل قبيح، والمعجزات الباهرة،
فجميع الآيات تدخل في هذه الثلاثة. قوله:
{بشيراً}؛ أي:
لمن أطاعك بالسعادة الدنيوية والأخروية،
{نذيراً}؛ لمن عصاك بالشقاوة والهلاك الدنيوي
والأخروي، {ولا تسأل عن أصحاب الجحيم}؛
أي:
لست مسؤولاً عنهم، إنما عليك البلاغ وعلينا الحساب.
(119) ﴾ إِنَّآ أَرۡسَلۡنَٰكَ بِٱلۡحَقِّ بَشِيرٗا
وَنَذِيرٗاۖ
﴿ "Sesungguhnya Kami telah mengutusmu
(Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan." Ayat ini meliputi semua ayat
yang dia bawa, yang berporos pada tiga perkara, Pertama, berkaitan
dengan kerasulannya itu sendiri, dan yang kedua; pada kehidupan,
petunjuk, dan bimbingannya, dan yang ketiga; pada pengetahuan tentang
apa yang dibawa olehnya berupa al-Qur`an dan as-Sunnah. Perkara pertama
dan kedua masuk dalam Firman Allah, ﴾
إِنَّآ أَرۡسَلۡنَٰكَ
﴿ "Sesungguhnya Kami telah mengutusmu
(Muhammad)," sedang perkara ketiga masuk dalam
FirmanNya, ﴾
بِٱلۡحَقِّ
﴿ "dengan kebenaran." Penjelasan tentang perkara pertama, yaitu
kerasulannya itu sendiri, bahwasanya telah diketahui tentang kondisi
penduduk bumi sebelum diutusnya beliau ﷺ, yang mana mereka menyem-bah
berhala, api dan salib serta merubah-rubah agama, hingga mereka berada
dalam gelapnya kekafiran yang telah menguasai dan merasuki mereka semua,
kecuali segelintir dari ahli Kitab yang telah punah sesaat sebelum
kerasulan tiba. Sungguh telah diketahui bahwasanya Allah تعالى tidaklah
menciptakan makhluk-makhlukNya dengan sia-sia dan Dia tidak membiarkan
mereka berjalan sendiri, karena Allah itu Mahabijaksana lagi Maha
Menge-tahui, Mahamampu lagi Maha Pengasih, maka di antara hikmah dan
kasih sayangNya terhadap hamba-hambaNya adalah bahwa Dia mengutus kepada
mereka Rasul yang mulia tersebut yang mengajak mereka kepada penyembahan
hanya semata kepada Dzat yang Mahakasih, yang tidak ada sekutu bagiNya,
karena hanya dengan sebatas kerasulannya, seorang yang berakal akan
menge-tahui kebenarannya, dan itulah tanda yang paling besar yang
me-nunjukkan bahwasanya beliau itu adalah Rasulullah ﷺ. Penjelasan
perkara yang kedua adalah barangsiapa yang mengenal Nabi ﷺ secara baik
dan sempurna, dan dia mengetahui sejarah hidupnya dan kehidupannya
sebelum diutus serta perkem-bangan hidupnya dengan berpedoman kepada
sifat-sifat yang mulia, kemudian setelah itu bertambah mulia dan luhur
akhlak dan sifat-sifatnya yang agung dan indah bagi orang yang
meman-dangnya, maka barangsiapa yang mengetahuinya dan menapaki
kondisi-kondisinya, niscaya dia akan mengetahui bahwasanya semua itu
tidaklah mungkin kecuali merupakan akhlak-akhlak para Nabi yang
sempurna, karena Allah تعالى telah menjadikan sifat-sifat sebagai tanda
terbesar untuk mengetahui pemiliknya dari sisi kebenaran dan
kebohongannya. Sedangkan perkara yang ketiga adalah mengetahui apa yang
dibawa oleh Rasulullah ﷺ berupa syariat yang agung dan al-Qur`an yang
mulia yang mengandung segala kabar yang shahih, perintah-perintah kepada
hal yang baik, larangan-larangan dari hal-hal yang buruk, dan
mukzijat-mukjizat yang besar, maka seluruh tanda-tanda itu masuk ke
dalam ketiga perkara tersebut. FirmanNya, ﴾
بَشِيرٗا
﴿ "Sebagai pembawa berita gembira," yaitu bagi orang yang menaatimu
dengan kebahagiaan dunia maupun akhirat, ﴾
وَنَذِيرٗاۖ
﴿ "dan pemberi peringatan," yaitu bagi orang yang ber-maksiat kepadamu
dengan kesengsaraan dan kehancuran dunia maupun akhirat. ﴾
وَلَا تُسۡـَٔلُ عَنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلۡجَحِيمِ ﴿ "Dan kamu tidak akan diminta
(pertanggungan jawaban) tentang penghuni-penghuni
neraka," maksud-nya, kamu tidaklah bertanggung jawab terhadap mereka,
karena kamu hanya menyampaikan dan Kami-lah yang akan membalasnya.
{وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ
اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
(120)}
.
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepa-damu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Se-sungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk
(yang benar).' Dan sungguh jika kamu mengikuti
hawa nafsu mereka setelah pengeta-huan datang kepadamu, maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."
(Al-Baqarah: 120).
#
{120} يخبر تعالى رسوله أنه لا يرضى منه
اليهود ولا النصارى إلا باتباعه دينهم؛ لأنهم دعاة إلى الدين الذي هم عليه
يزعمون أنه الهدى، فقل لهم:
{إن هدى الله}؛ الذي أرسلت به
{هو الهدى}؛
وأما ما أنتم عليه فهو الهوى بدليل قوله:
{ولئن اتبعت أهواءهم بعد الذي جاءك من العلم ما لك من الله من ولي ولا
نصير}؛ فهذا فيه النهي العظيم عن اتباع أهواء اليهود والنصارى والتشبه بهم بما
يختص به دينهم. والخطاب وإن كان لرسول الله - صلى الله عليه وسلم -، فإن
أمته داخلة في ذلك؛ لأن الاعتبار بعموم المعنى لا بخصوص المخاطب، كما أن
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.
(120) Allah تعالى mengabarkan kepada RasulNya
bahwasa-nya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu hingga
kamu mengikuti agama mereka, karena mereka adalah penyeru-penyeru kepada
agama yang mereka anut yang mereka anggap sebagai petunjuk, maka
katakanlah kepada mereka, ﴾ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ
﴿ "Sesungguhnya petunjuk Allah" yang kamu
(Muhammad) diutus dengannya, ﴾
هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ
﴿ "itulah petunjuk (yang benar)," sedangkan apa
yang kalian anut hanyalah hawa nafsu belaka, dengan dalil Firman Allah
تعالى, ﴾
وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ
مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ ﴿ "Dan sungguh jika kamu
mengikuti hawa nafsu mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." Dalam ayat ini
ada sebuah larangan yang keras untuk meng-ikuti hawa nafsu orang-orang
Yahudi dan Nasrani dan larangan menyerupai mereka dalam perkara yang
menjadi kekhususan agama mereka. Perkataan ini walaupun ditujukan kepada
Rasulullah ﷺ, namun umat beliau juga termasuk di dalamnya, karena yang
dijadi-kan pedoman adalah keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab-nya.
Kemudian Allah berfirman,
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ
أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ (121) يَابَنِي إِسْرَائِيلَ
اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي
فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
(122) وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ
عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا
شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (123)}
.
"Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya
dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan
barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang
rugi. Hai Bani Israil, ingat-lah akan nikmatKu yang telah Aku anugerahkan
kepadamu dan Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan takutlah kamu
kepada suatu hari yang pada waktu itu seseorang tidak dapat menggantikan
orang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan dari padanya,
dan tidak akan bermanfaat suatu syafa'at pun kepadanya, dan tidak
(pula) mereka akan ditolong."
(Al-Baqarah: 121-123).
#
{121} يخبر تعالى أن الذين آتاهم الكتاب
ومنَّ عليهم به منِّة مطلقة أنهم
{يتلونه حق تلاوته}؛
أي:
يتبعونه حق اتباعه، والتلاوة الاتِّباع، فيحلون حلاله، ويحرمون حرامه،
ويعملون بمحكمه، ويؤمنون بمتشابهه، وهؤلاء هم السعداء من أهل الكتاب الذين
عرفوا نعمة الله وشكروها، وآمنوا بكل الرسل ولم يفرقوا بين أحد منهم،
فهؤلاء هم المؤمنون حقًّا لا من قال منهم نؤمن بما أنزل علينا ويكفرون بما
وراءه، ولهذا توعدهم بقوله:
{ومن يكفر به فأولئك هم الخاسرون}.
(121) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya orang
yang telah Dia berikan Kitab dan dikaruniai dengannya karunia yang mutlak,
mereka itu ﴾ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ
﴿ "membacanya dengan bacaan yang sebenar-nya," maksudnya mereka
mengikutinya dengan sebenar-benar ketaatan. Kata تِلَاوَةٌ
(di sini) bermakna mengikuti
(اَلْاِتِّبَاعُ). Mereka menghalalkan yang
halalnya dan mengharamkan yang haramnya, mereka melaksanakan ayat yang
jelas (muhkam) dan beriman kepada ayat yang
tidak jelas (mutasyabih). Itulah orang-orang
yang bahagia di antara ahli Kitab yang mengetahui nikmat-nikmat Allah
dan mereka mensyukurinya, mereka beriman kepada setiap Rasul dan mereka
tidak membeda-bedakan salah seorang pun di antara mereka, maka mereka
itulah orang-orang yang beriman secara benar, yang bukan dari orang yang
berkata, "Kami beriman kepada Taurat yang diturunkan kepada kami namun
kami ingkar terhadap al-Qur`an yang datang setelahnya." Oleh karena itu,
Allah me-ngancam mereka dalam FirmanNya, ﴾
وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ ﴿ "Dan barangsiapa
yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
#
{122 ـ 123} وقد تقدم تفسير الآية التي
بعدها.
(122-123) Tafsir ayat telah dijelaskan di atas.
{وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ
قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
(124) وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً
لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ
لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
(125)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya
dengan bebe-rapa kalimat
(perintah dan larangan),
lalu Ibrahim menunaikan-nya. Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.' Ibrahim berkata, '
(Dan saya mohon juga)
dari keturunanku.' Allah berfirman, 'JanjiKu
(ini) tidak me-ngenai orang yang zhalim.' Dan
(ingatlah), ketika Kami menjadi-kan rumah itu
(Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim se-bagai tempat
shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,
'Bersihkanlah rumahKu untuk orang-orang yang thawaf, i'tikaf, rukuk, dan
sujud'."
(Al-Baqarah: 124-125).
#
{124} يخبر تعالى عن عبده وخليله إبراهيم
عليه السلام المتفق على إمامته وجلالته الذي كل من طوائف أهل الكتاب تدعيه،
بل وكذلك المشركون أن الله ابتلاه وامتحنه بكلمات أي بأوامر ونواهٍ كما هي
عادة الله في ابتلائه لعباده ليتبين الكاذب الذي لا يثبت عند الابتلاء
والامتحان من الصادق، الذي ترتفع درجته، ويزيد قدره، ويزكو عمله ويخلص
ذهبه، وكان من أجلِّهم في هذا المقام الخليل عليه السلام، فأتم ما ابتلاه
الله به وأكمله ووفاه، فشكر الله له ذلك،
ولم يزل الله شكوراً فقال:
{إني جاعلك للناس إماماً}؛
أي:
يقتدون بك في الهدي ويمشون خلفك إلى سعادتهم الأبدية، ويحصل لك الثناء
الدائم والأجر الجزيل والتعظيم من كل أحد. وهذه ـ لعمر الله ـ أفضل درجة
تنافس فيها المتنافسون، وأعلى مقام شمر إليه العاملون، وأكمل حالة حصلها
أولو العزم من المرسلين وأتباعهم من كل صِدِّيق متبع لهم داعٍ إلى الله
وإلى سبيله، فلما اغتبط إبراهيم بهذا المقام، وأدرك هذا، طلب ذلك لذريته
لتعلو درجته ودرجة ذريته، وهذا أيضاً من إمامته ونصحه لعباد الله ومحبته أن
يكثر فيهم المرشدون، فلله عظمة هذه الهمم العالية والمقامات السامية.
فأجابه الرحيم اللطيف وأخبر بالمانع من نيل هذا المقام فقال:
{لا ينال عهدي الظالمين}؛
أي:
لا ينال الإمامة في الدين من ظلم نفسه وضرها وحطَّ قدرها لمنافاة الظلم
لهذا المقام، فإنه مقام آلته الصبر واليقين، ونتيجته أن يكون صاحبه على
جانب عظيم من الإيمان والأعمال الصالحة والأخلاق الجميلة والشمائل السديدة
والمحبة التامة والخشية والإنابة، فأين الظلم وهذا المقام؟ ودلَّ مفهوم
الآية أن غير الظالم سينال الإمامة، ولكن مع إتيانه بأسبابها.
(124) Allah تعالى mengabarkan tentang seorang
hamba dan kekasihNya, Nabi Ibrahim عليه السلام -yang telah disepakati
kepemim-pinan dan kemuliaannya di mana setiap kelompok dari ahli Kitab
mengakuinya dan bahkan juga orang-orang musyrik- bahwasanya Allah تعالى
menguji dan mencobanya dengan beberapa kalimat yaitu dengan
perintah-perintah dan larangan-larangan sebagaimana telah menjadi
kebiasaan Allah dalam menguji hamba-hambaNya, agar pembohong yang tidak
tegar dalam ujian dan cobaan jelas berbeda dengan orang yang jujur, yang
derajatnya akan meningkat dan martabatnya terangkat, amalnya bertambah dan
ikhlas, dan orang yang paling mulia dalam perkara ini adalah al-Khalil
Ibrahim عليه السلام, di mana beliau menghadapi ujian Allah bagi beliau,
lalu Allah berterima kasih terhadap beliau karena hal tersebut, dan Allah
masih saja terus berterima kasih seraya berfirman, ﴾ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ
﴿ "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia."
Maksudnya, mereka akan mengikutimu dalam petunjuk, dan me-reka berjalan
di belakangmu menuju kepada kebahagiaan mereka yang abadi, hingga kamu
memperoleh pujian yang abadi, balasan yang sempurna, dan penghormatan
dari setiap orang. Hal ini -demi Allah- merupakan derajat paling mulia
yang diburu oleh orang-orang yang saling berlomba, dan
setinggi-tinggi-nya kedudukan yang mana lengan baju orang yang bekerja
keras disingsingkan, sesempurna-sempurnanya keadaan yang diperoleh oleh
Ulul 'Azmi dari para Rasul, dan pengikut-pengikut mereka dari kalangan
shiddiq mengikuti mereka yang mengajak kepada Allah dan kepada jalanNya.
Dan ketika Ibrahim عليه السلامbergembira dengan kedudukan seperti itu,
dan memperolehnya, lalu beliau memohon hal itu juga diberikan kepada
keturunannya agar dera-jatnya dan derajat keturunannya tinggi, hal ini
merupakan kepe-mimpinan beliau dan nasihat beliau kepada hamba-hamba
Allah serta kebahagiaannya agar banyak di antara mereka orang-orang yang
menjadi penyeru kepada petunjuk, maka hanya bagi Allah-lah keagungan
cita-cita yang tinggi dan kedudukan-kedudukan yang mulia ini. Kemudian
Allah yang Maha Penyayang lagi Mahalembut mengabulkannya dan Dia
mengabarkan tentang penghalang dari memperoleh kedudukan seperti ini
dalam FirmanNya,﴾
لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "JanjiKu ini tidak mengenai
orang-orang yang zhalim," maksud-nya, orang yang menzhalimi diri sendiri
(dengan dosa dan kemak-siatan) dan memudaratkannya
serta merendahkan kedudukannya tidak memperoleh kepemimpinan dalam agama,
karena tidak ada kezhaliman dalam kedudukan ini. Dan sesungguhnya
perangkat untuk menggapai kedudukan seperti ini adalah kesabaran dan
keyakinan. Hasilnya adalah agar pelakunya berada dalam kondisi keimanan
yang kuat dan amalan shalih, akhlak-akhlak yang luhur, karakter yang
lurus, kecintaan yang sempurna, rasa takut
(kepada siksa Allah), dan penyerahan diri. Maka
sungguh jauh hal ini de-ngan kezhaliman. Pemahaman terbalik dari ayat ini
menunjukkan bahwasanya selain orang yang zhalim akan memperoleh
kepe-mimpinan, akan tetapi dengan berusaha melakukan segala faktor-faktor
penyebabnya.
#
{125} ثم ذكر تعالى أنموذجاً باقياً دالاًّ
على إمامة إبراهيم وهو: هذا البيت الحرام الذي جعل قصده ركناً من أركان
الإسلام حاطاًّ للذنوب والآثام،
وفيه من آثار الخليل وذريته ما عرف به إمامته وتُذُكِّرت به حالته
فقال:
{وإذ جعلنا البيت مثابة للناس}؛
أي:
مرجعاً يثوبون إليه بحصول منافعهم الدينية والدنيوية، يترددون إليه ولا
يقضون منه وطراً، وجعله {أمناً}؛ يأمن به
كلُّ أحد حتى الوحش وحتى الجمادات كالأشجار، ولهذا كانوا في الجاهلية ـ على
شركهم ـ يحترمونه أشد الاحترام ويجد أحدهم قاتل أبيه في الحرم فلا يهيجه،
فلما جاء الإسلام زاده حرمة وتعظيماً وتشريفاً وتكريماً،
{واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى}؛ يحتمل أن
يكون المراد بذلك المقام المعروف الذي قد جعل الآن مقابل باب الكعبة، وأن
المراد بهذا ركعتا الطواف يستحب أن تكونا خلف مقام إبراهيم وعليه جمهور
المفسرين ويحتمل أن يكون المقام مفرداً مضافاً فيعم جميع مقامات إبراهيم في
الحج، وهي المشاعر كلها من الطواف والسعي والوقوف بعرفة ومزدلفة ورمي
الجمار والنحر وغير ذلك من أفعال الحج،
فيكون معنى قوله:
{مصلى}؛ أي:
معبداً، أي اقتدوا به في شعائر الحج، ولعل هذا المعنى أولى لدخول المعنى
الأول فيه واحتمال اللفظ له.
{وعهدنا إلى إبراهيم وإسماعيل}؛
أي:
أوحينا إليهما وأمرناهما بتطهير بيت الله من الشرك والكفر والمعاصي ومن
الرجس والنجاسات والأقذار ليكون {للطائفين}؛
فيه {والعاكفين والركع السجود}؛
أي:
المصلين، قدّم الطواف لاختصاصه بالمسجد الحرام، ثم الاعتكاف لأن من شرطه
المسجد مطلقاً، ثم الصلاة مع أنها أفضل لهذا المعنى،
وأضاف الباري البيت إليه لفوائد:
منها: أن ذلك يقتضي شدة اهتمام إبراهيم وإسماعيل بتطهيره لكونه بيت الله
فيبذلان جهدهما، ويستفرغان وسعهما في ذلك. ومنها:
أن الإضافة تقتضي التشريف والإكرام ففي ضمنها أمر عباده بتعظيمه
وتكريمه. ومنها: أن هذه الإضافة هي السبب الجالب
للقلوب إليه.
(125) Kemudian Allah تعالى menyebutkan sebuah
contoh yang abadi yang menunjukkan akan kepemimpinan Nabi Ibrahim عليه
السلام yaitu Baitullah al-Haram yang pergi kepadanya dijadikan Allah
sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, sebagai penggugur dosa
dan kesalahan. Ayat ini juga menunjukkan peninggalan-peninggalan Nabi
Ibrahim dan keturunannya yang dengannya diketahui kepemim-pinan Ibrahim
dan selalu diingat kejadiannya dalam FirmanNya, ﴾ وَإِذۡ جَعَلۡنَا
ٱلۡبَيۡتَ مَثَابَةٗ لِّلنَّاسِ
﴿ "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah
itu sebagai tempat berkumpul bagi manusia." Maksudnya, tempat kembali
yang mana mereka berkumpul padanya dengan menda-patkan manfaat-manfaat
buat mereka, baik agama maupun dunia, mereka berulang-ulang pergi
kepadanya dan mereka tidak pernah habis keinginan untuk pergi ke sana.
Dan Allah menjadikannya ﴾
وَأَمۡنٗا
﴿ "tempat yang aman," yang setiap orang merasa aman dengan-nya hingga
binatang buas sekalipun dan bahkan benda-benda mati seperti pepohonan.
Oleh karena itu, mereka di zaman jahiliyah -sekalipun begitu parah
kondisi kesyirikan mereka- mereka meng-hormatinya dengan penghormatan
yang tinggi sampai kalau salah seorang mendapatkan orang yang membunuh
ayahnya di al-Haram maka dia tidak akan menghardiknya, dan ketika agama
Islam hadir, bertambahlah kehormatan, pengagungan dan kemuliaannya,
serta penghormatan manusia terhadapnya. ﴾
وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِـۧمَ مُصَلّٗىۖ
﴿ "Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat."
Kemungkinan maksud dari maqam itu adalah seperti yang diketahui sekarang
yaitu yang telah dijadikan sebagai sesuatu yang berhadapan dengan pintu
Ka'bah saat ini, dan shalat yang dimaksud adalah shalat sunnah dua
rakaat thawaf yang di-anjurkan agar dilakukan di belakang Maqam Ibrahim,
dan dengan inilah sebagian besar ahli tafsir menafsirkannya. Kemungkinan
lain maqam ini adalah sebuah kata tunggal yang bersandar, maka kata
"Maqam" bersifat umum untuk tempat-tempat yang disinggahi oleh Nabi
Ibrahim dalam ibadah haji, yaitu semua masy'ar-masy'ar al-Haram, thawaf,
sa'i, wuquf di Arafah dan Muzdalifah, melempar jumrah, menyembelih
kurban dan sebagainya dari perbuatan-per-buatan haji, dengan begitu
makna Firman Allah, ﴾
مُصَلّٗىۖ
﴿ "Tempat shalat," maksudnya, tempat ibadah. Artinya adalah contohlah
beliau dalam manasik-manasik haji. Semoga makna yang terakhir ini adalah
lebih utama karena makna yang pertama termasuk di dalamnya dan
kemungkinan lafazhnya dimaksudkan untuknya. ﴾
وَعَهِدۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ
﴿ "Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail," maksudnya
Kami mewahyukan kepada keduanya dan Kami perintahkan keduanya untuk
menyucikan rumah Allah dari kesyirikan, kekufuran, dan kemaksiatan, dan
juga dari kotoran, najis, dan kejorokan untuk ﴾
لِلطَّآئِفِينَ
﴿ "orang-orang yang thawaf" pada-nya, ﴾
وَٱلۡعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ ﴿ "orang-orang yang i'tikaf,
rukuk, dan sujud," maksudnya, orang-orang yang shalat. Thawaf didahulukan
karena kekhususannya berkaitan dengan Masjid al-Haram, kemudian i'tikaf,
karena di antara syaratnya adalah sebuah masjid secara mutlak, kemudian
shalat padahal amalan ini adalah yang paling utama bagi makna ini. Allah
menyandarkan rumah kepadaNya karena beberapa faidah.
Di antaranya:
Bahwasanya hal itu menunjukkan kepada tingginya perhatian Nabi Ibrahim
عليه السلام dan Nabi Ismail عليه السلام untuk membersihkannya, karena ia
adalah rumah Allah, maka mereka berdua bersungguh-sungguh berusaha
melakukannya dan mereka berdua benar-benar memusatkan segala upaya mereka
dalam hal itu. Yang lain adalah, bahwasanya penyandaran ini menunjukkan
kemuliaan dan penghormatan, dan di antara cakupannya adalah Allah
memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengagungkan dan memuliakannya. Faidah
lainnya adalah, bahwasanya penyandaran ini meru-pakan sebab yang membuka
kecenderungan hati kepadanya.
{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ
أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
(126)}
.
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, 'Ya
Tuhanku, jadi-kanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah
rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka
kepada Allah dan Hari Kemudian.' Allah berfirman, 'Dan kepada orang yang
kafir pun Aku beri kesenangan sementara, ke-mudian Aku paksa dia menjalani
siksa neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali'."
(Al-Baqarah: 126).
#
{126} أي: وإذ دعا إبراهيم لهذا البيت أن
يجعله الله بلداً آمناً ويرزق أهله من أنواع الثمرات، ثم قيد عليه السلام
هذا الدعاء للمؤمنين تأدباً مع الله إذ كان دعاؤه الأول فيه الإطلاق، فجاء
الجواب فيه مقيداً بغير الظالم،
فلما دعا لهم بالرزق وقيده بالمؤمن وكان رزق الله شاملاً للمؤمن والكافر
والعاصي والطائع قال تعالى:
{ومن كفر}؛ أي:
أرزقهم كلهم مسلمهم وكافرهم، أما المسلم فيستعين بالرزق على عبادة الله ثم
ينتقل منه إلى نعيم الجنة، وأما الكافر فيتمتع فيها قليلاً،
{ثم أضطره}؛ أي:
ألجئه وأخرجه مكرهاً
{إلى عذاب النار وبئس المصير}.
(126) Ketika Nabi Ibrahim عليه السلام berdoa bagi
Baitullah agar Allah menjadikannya sebagai negeri yang aman dan Allah
mem-berikan rizki berbagai macam buah-buahan kepada penduduknya, kemudian
beliau mengkhususkan doa ini hanya bagi orang-orang yang beriman sebagai
tindakan kesopanan kepada Allah, di mana doa beliau yang pertama bersifat
umum, dan diberi jawaban yang dibatasi dengan selain yang zhalim, dan
ketika beliau berdoa agar mereka mendapatkan rizki dan beliau membatasinya
hanya bagi orang-orang Mukmin saja, padahal rizki Allah itu menyeluruh
kepada orang Mukmin, orang kafir, pelaku kemaksiatan, dan pe-laku
ketaatan, maka Allah تعالى berfirman, ﴾ وَمَن كَفَرَ
﴿ "Dan kepada orang yang kafir pun" Aku memberi rizki kepada mereka
semuanya, baik Muslim maupun kafir. Adapun yang Muslim, dia akan
memper-gunakan rizki itu untuk beribadah kepada Allah, kemudian
de-ngannya dia berpindah kepada kenikmatan surga, sedangkan yang kafir,
dia akan bersenang-senang padanya sementara, ﴾
ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ
﴿ "kemudian Aku paksa ia," maksudnya, Aku mendorongnya dan
me-ngeluarkannya dengan paksa untuk ﴾
إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ ﴿ "menjalani siksa neraka,
dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
{وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ
وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ (127) رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا
مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ
وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ (128) رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ
رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ (129)}
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan
(membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail
(seraya berdoa), 'Ya Tuhan kami, terimalah dari
kami
(amalan kami), sesungguhnya Engkau-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua
orang yang tunduk patuh kepadamu dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami, umat yang
tunduk patuh kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguh-nya
Engkau-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penya-yang. Ya Tuhan kami,
utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab
(al-Qur`an) dan al-Hikmah
(as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya
Engkau-lah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana'."
(Al-Baqa-rah: 127-129).
#
{127} أي: واذكر إبراهيم وإسماعيل في حالة
رفعهما القواعد من البيت الأساس واستمرارهما على هذا العمل العظيم، وكيف
كانت حالهما من الخوف والرجاء حتى إنهما مع هذا العمل دعوا الله أن يتقبل
منهما عملهما حتى يجعل فيه النفع العميم.
(127) Maknanya, ingatlah saat Nabi Ibrahim عليه
السلام dan Nabi Ismail عليه السلام membangun kembali pondasi-pondasi
baitullah dan kesinambungan keduanya terhadap pekerjaan yang agung
tersebut, dan bagaimana kondisi mereka berdua dalam rasa kekhawatiran dan
pengharapan, hingga mereka berdua berdoa kepada Allah di samping bekerja
agar Allah menerima perbuatan mereka berdua dan agar Allah menjadikan
padanya manfaat yang luas.
#
{128} ودعوا لأنفسهما وذريتهما بالإسلام الذي
حقيقته خضوع القلب وانقياده لربه المتضمن لانقياد الجوارح
{وأرنا مناسكنا}؛
أي:
علمناها على وجه الإراءة والمشاهدة ليكون أبلغ، يحتمل أن يكون المراد
بالمناسك أعمال الحج كلها كما يدل عليه السياق والمقام ويحتمل أن يكون
المراد ما هو أعم من ذلك وهو الدين كله والعبادات كلها كما يدل عليه عموم
اللفظ، لأن النسك التعبد، ولكن غلب على متعبدات الحج تغليباً عرفياً، فيكون
حاصل دعائهما يرجع إلى التوفيق للعلم النافع والعمل الصالح.
ولما كان العبد مهما كان لا بد أن يعتريه التقصير ويحتاج إلى التوبة
قالا:
{وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم}.
(128) Mereka berdua memohon bagi diri mereka dan
keturunan mereka agar berpegang teguh kepada Islam yang pada hakikatnya
adalah ketundukan hati dan kepatuhannya kepada Rabbnya yang meliputi
ketundukan anggota tubuh, ﴾ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا
﴿ "dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji
kami," maksudnya, ajarilah kami hal-hal itu dalam bentuk pertun-jukan
dan demonstrasi agar lebih mantap. Kemungkinan juga maksud dari manasik
di sini adalah seluruh kegiatan yang dilaku-kan pada saat ibadah haji
sebagaimana yang diisyaratkan oleh konteks ayat. Kemungkinan juga
maksudnya adalah suatu hal yang lebih umum dari itu semua, yaitu agama
secara keseluruhan dan ibadah secara keseluruhan, sebagaimana yang
diisyaratkan oleh keumuman lafazh ayat, karena kata اَلنُّسُكُ berarti
peribadahan. Akan tetapi kata ini lebih cenderung dan lebih sering
dipakai pada kegiatan-kegiatan ibadah saat haji. Maka hasil dari doa
mereka berdua adalah taufik kepada ilmu dan amal shalih. Ketika seorang
hamba itu, bagaimanapun kondisinya, pasti ditimpa oleh kelalaian dan dia
butuh kepada taubat, maka mereka berdua pun berkata, ﴾
وَتُبۡ عَلَيۡنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Dan terimalah
taubat kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang."
#
{129}
{ربنا وابعث فيهم}؛
أي:
في ذريتنا {رسولاً منهم}؛ ليكون أرفع
لدرجتهما ولينقادوا له وليعرفوه حقيقة المعرفة
{يتلو عليهم آياتك}؛ لفظاً وحفظاً وتحفيظاً،
{ويعلمهم الكتاب والحكمة}؛ معنى
{ويزكيهم}؛ بالتربية على الأعمال الصالحة
والتبري من الأعمال الردية التي لا تزكو النفس معها،
{إنك أنت العزيز}؛
أي:
القاهر لكلِّ شيء الذي لا يمتنع على قوته شيء
{الحكيم}؛ الذي يضع الأشياء مواضعها، فبعزتك
وحكمتك ابعث فيهم هذا الرسول. فاستجاب اللهُ لهما؛ فبعث الله هذا الرسول
الكريم الذي رحم الله به ذريتهما خاصة وسائر الخلق عامة،
ولهذا قال عليه الصلاة والسلام:
«أنا دعوة أبي إبراهيم».
(129) ﴾ رَبَّنَا وَٱبۡعَثۡ فِيهِمۡ
﴿ "Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka," maksudnya kepada keturunan
kami ﴾
رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ
﴿ "seorang Rasul di antara mereka," agar lebih tinggi derajatnya, agar
ditaati dan agar mereka mengenalnya dengan sebaik-baiknya, ﴾
يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِكَ
﴿ "yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu" dari sisi lafazhnya,
menjaga dan menghafal, ﴾
وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ
﴿ "dan mengajarkan ke-pada mereka al-Kitab
(al-Qur`an) dan al-Hikmah
(as-Sunnah)," sebagai makna darinya, ﴾
وَيُزَكِّيهِمۡۖ
﴿ "serta menyucikan mereka," dengan men-didik mereka atas amalan-amalan
shalih dan menjauhkan dari amalan-amalan yang buruk yang membuat jiwa
tidak suci dengan-nya. ﴾
إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ
﴿ "Sesungguhnya Engkau-lah yang Mahaperkasa" maksudnya, yang Mampu
menundukkan segala sesuatu dan yang tidak dapat dibendung kekuatanNya
oleh apa pun, ﴾
ٱلۡحَكِيمُ ﴿ "lagi Mahabijaksana," Yang meletakkan segala sesuatu pada
tempatnya; maka dengan kemuliaan dan kebijaksanaanMu, utuslah Rasul
tersebut kepada mereka. Allah mengabulkan doa mereka berdua, dan Allah
mengutus Rasul yang mulia ini
(Muhammad ﷺ) yang
dengan beliau ketu-runan mereka berdua dirahmati Allah secara khusus dan
seluruh makhluk secara umum, dan oleh karena itu Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَنَا دَعْوَةُ أَبِيْ إِبْرَاهِيْمَ. "Saya adalah
(perwujudan) doa dari bapak moyang saya, Nabi
Ibrahim عليه السلام."
[13]
Dan ketika Ibrahim mengagungkan Allah dengan keagungan yang seperti ini
dan Dia mengabarkan tentang sifat-sifatNya yang sempurna, Allah berfirman,
{وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ
نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي
الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (130) إِذْ
قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
(131) وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ
وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
(132) أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ
يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي
قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
(133) تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا
كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا
يَعْمَلُونَ (134)}
"Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melain-kan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia,
dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang
shalih. Ketika Tuhannya ber-firman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!' Ibrahim
menjawab, 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.' Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata), 'Hai anak-anakku! Sesungguhnya
Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali
dalam memeluk agama Islam.' Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika dia berkata kepada
anak-anaknya, 'Apa yang kamu sembah sepeninggalku?' Mereka menjawab, 'Kami
akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan
Ishaq,
(yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya
tunduk patuh kepadaNya.' Itu adalah umat yang berlalu, baginya apa yang
telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu
tidak akan diminta pertanggunganjawaban tentang apa yang telah mereka
kerjakan."
(Al-Baqarah: 130-134).
#
{130} أي: ما يرغب
{عن ملة إبراهيم}؛ بعد ما عرف من فضله،
{إلا من سفه نفسه}؛
أي:
جهلها وامتهنها ورضي لها بالدون وباعها بصفقة المغبون كما أنه لا أرشد
وأكمل ممَّن رغب في ملة إبراهيم،
ثم أخبر عن حالته في الدنيا والآخرة فقال:
{ولقد اصطفيناه في الدنيا}؛
أي:
اخترناه ووفقناه للأعمال التي صار بها من المصطفين الأخيار،
{وإنه في الآخرة لمن الصالحين}؛ الذين لهم
أعلى الدرجات.
(130) Tidaklah ada orang yang benci ﴾ عَن مِّلَّةِ
إِبۡرَٰهِـۧمَ
﴿ "kepada agama Ibrahim," setelah dia mengetahui keutamaannya,﴾
إِلَّا مَن سَفِهَ نَفۡسَهُۥۚ
﴿ "melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri," maksud-nya,
membodohi dan menghinakannya, ridha dengan kehinaan dan menjualnya
dengan transaksi yang merugikan, sebagaimana tidak lebih lurus dan tidak
lebih sempurna dari orang yang menyu-kai agama Ibrahim. Kemudian Allah
mengabarkan tentang kondi-sinya di dunia maupun di akhirat seraya
berfirman,﴾
وَلَقَدِ ٱصۡطَفَيۡنَٰهُ فِي ٱلدُّنۡيَاۖ
﴿ "Dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia," maksudnya Kami
mengutamakan dan membimbingnya kepada amalan-amalan yang membuatnya
termasuk orang-orang yang terpilih dan isti-mewa, ﴾
وَإِنَّهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ﴿ "dan sesungguhnya di
akhirat dia benar-benar termasuk orang-orang yang shalih," yakni
orang-orang yang memiliki derajat yang tinggi.
#
{131}
{إذ قال له ربُّه أسلم قال}؛ امتثالاً لربه
{أسلمتُ لربِّ العالمين}؛ إخلاصاً وتوحيداً
ومحبة وإنابة فكان التوحيدُ للهِ نعته، ثم ورَّثه في ذريته ووصاهم به،
وجعلها كلمة باقية في عقبه، وتوارثت فيهم حتى وصلت ليعقوبَ فوصى بها بنيه.
(131) ﴾ إِذۡ قَالَ لَهُۥ رَبُّهُۥٓ أَسۡلِمۡۖ قَالَ
﴿ "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah'!
(Maka) Ibrahim menjawab," sebagai ketundukan
kepada Tuhannya, ﴾
أَسۡلَمۡتُ لِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ﴿ "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam," dengan ikhlas dan bertauhid, mencintai, dan pasrah. Maka bertauhid
kepada Allah adalah sifat beliau, lalu beliau me-wariskannya kepada
keturunannya dan mewasiatkannya kepada mereka, dan beliau jadikan tauhid
itu sebagai kalimat yang terus ada pada generasi selanjutnya, dan terus
diwarisi di antara mereka hingga sampai kepada Ya'qub, lalu beliau juga
mewasiatkan hal itu kepada anak-anaknya,
Kalian wahai anak-anak Ya'qub! Bapak moyang kalian telah mewasiatkan
kepada kalian secara khusus, maka wajiblah atas kalian tunduk secara
sempurna, dan mengikuti penutup para Nabi. Allah berfirman,
#
{132}
{يا بني إن الله اصطفى لكم الدين}؛
أي:
اختاره، وتخيره لكم رحمة بكم وإحساناً إليكم، فقوموا به، واتصفوا بشرائعه،
وانصبغوا بأخلاقه حتى تستمروا على ذلك فلا يأتيكم الموت إلا وأنتم عليه،
لأن من عاش على شيء مات عليه، ومن مات على شيء بعث عليه.
(132) ﴾ يَٰبَنِيَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ
ٱلدِّينَ ﴿ "Hai anak-anakku! Sesungguh-nya Allah telah memilih agama ini
bagimu." Maksudnya, Allah telah menjadikannya untuk kalian dan memilihnya
bagi kalian sebagai kasih sayang dan berlaku baik kepada kalian, maka
laksanakanlah, tunaikanlah syariat-syariatnya, hiasilah diri kalian dengan
akhlak-akhlaknya hingga kalian senantiasa seperti itu, dan tidaklah
ke-matian itu mendatangi dirimu kecuali kalian masih berpedoman padanya,
karena barangsiapa yang hidup dengan suatu ajaran, nis-caya dia akan
meninggal dengan ajaran tersebut, dan barangsiapa yang meninggal dengan
suatu ajaran, niscaya dia akan dibangkitkan dengan ajaran tersebut.
#
{133} ولما كان اليهود يزعمون أنهم على ملة
إبراهيم ومن بعده يعقوب قال تعالى منكراً عليهم:
{أم كنتم شهداء}؛
أي:
حضوراً {إذ حضر يعقوب الموت}؛
أي:
مقدماته وأسبابه فقال لبنيه على وجه الاختبار ولتقرَّ عينُه في حياته
بامتثالهم ما وصاهم به:
{ما تعبدون من بعدي}؛
فأجابوه بما قرت به عينُه فقالوا:
{نعبد إلهك وإله آبائك إبراهيم وإسماعيل وإسحاق إلهاً واحداً}؛ فلا نشرك به شيئاً ولا نعدل به
{ونحن له مسلمون}؛ فجمعوا بين التوحيد
والعمل، ومن المعلوم أنهم لم يحضروا يعقوب، لأنهم لم يوجدوا بعد، فإذا لم
يحضروا، فقد أخبر الله عنه أنه وصى بنيه بالحنيفية لا باليهودية،
ثم قال تعالى:
(133) Dan ketika Yahudi mengklaim bahwasanya
mereka berpegang pada agama Nabi Ibrahim dan orang yang setelahnya, Nabi
Ya'qub, maka Allah تعالى berfirman sebagai bantahan atas klaim mereka
tersebut, ﴾ أَمۡ كُنتُمۡ شُهَدَآءَ
﴿ "Adakah kamu hadir," maksudnya berada di sana, ﴾
إِذۡ حَضَرَ يَعۡقُوبَ ٱلۡمَوۡتُ
﴿ "ketika Ya'qub kedatangan tanda-tanda maut," yaitu pendahuluan dan
sebab-sebabnya. Lalu beliau berkata kepada anak-anaknya sebagai sesuatu
tes, dan agar hati-nya lega dalam kehidupannya dengan ketaatan mereka
terhadap apa yang diwasiatkannya, ﴾
مَا تَعۡبُدُونَ مِنۢ بَعۡدِيۖ
﴿ "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Maka mereka menjawabnya dengan
hal yang mem-buat hatinya lega, mereka berkata,﴾
نَعۡبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبۡرَٰهِـۧمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ
وَإِسۡحَٰقَ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗا
﴿ "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa,"
kami tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun dan kami tidak menyimpang
darinya, ﴾
وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ﴿ "dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya."
Mereka telah menyatukan antara tauhid dan perbuatan. Dan telah diketahui
bahwa mereka
(kaum Yahudi) tidak hadir di sisi Nabi Ya'qub,
karena mereka belum diciptakan saat itu, lalu ketika mereka
(kaum Yahudi) tidak hadir, maka sungguh Allah
تعالى telah mengabarkan tentang beliau bahwa beliau mewasiatkan
anak-anaknya dengan Agama yang hanif
(bersih dari syirik dan kebatilan) dan bukan
dengan agama Yahudi. Kemudian Allah تعالى berfirman,
#
{134}
{تلك أمة قد خلت}؛
أي:
مضت
{لها ما كسبت ولكم ما كسبتم}؛
أي:
كلٌّ له عمله، وكلٌّ سيجازى بما فعله، لا يُؤَاخذ أحد بذنب أحد، ولا ينفع
أحداً إلا إيمانه وتقواه، فاشتغالكم بهم وادعاؤكم أنكم على ملتهم والرضا
بمجرد القول أمر فارغ لا حقيقة له، بل الواجب عليكم أن تنظروا حالتكم التي
أنتم عليها هل تصلح للنجاة أم لا؟
(134) ﴾ تِلۡكَ أُمَّةٞ قَدۡ خَلَتۡۖ
﴿ "Itu adalah umat yang berlalu," yakni telah lewat, ﴾
لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَلَكُم مَّا كَسَبۡتُمۡۖ ﴿ "baginya apa yang telah
diusahakan-nya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan." Maksudnya, setiap
orang akan mendapatkan
(pahala) perbuatannya sendiri, dan setiap orang
akan dibalas dengan apa yang telah diperbuatnya, seseorang tidaklah akan
disiksa karena dosa orang lain, dan tidaklah akan bermanfaat bagi
seseorang, kecuali hanya keimanan dan ketakwa-annya. Maka kesibukan kalian
terhadap mereka dan anggapan kalian bahwa kalian berada dalam agama mereka
dan rela hanya sebatas perkataan semata, adalah perkara kosong belaka yang
tidak ada hakikatnya, semestinya kalian memperhatiakan kembali kondisi
kalian, apakah patut memperoleh keselamatan ataukah tidak?
{وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ
إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
(135)}
"Dan mereka berkata, 'Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau
Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.' Katakanlah, 'Tidak, melainkan
(kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan
bukanlah dia
(Ibrahim) dari golongan orang
musyrik'."
(Al-Baqarah: 135).
#
{135} أي: دعا كل من اليهود والنصارى
المسلمين إلى الدخول في دينهم زاعمين أنهم هم المهتدون وغيرهم ضال،
[قل] له مجيباً جواباً شافياً
{بل}؛ نتبع
{ملة إبراهيم حنيفاً}؛
أي:
مقبلاً على الله معرضاً عما سواه قائماً بالتوحيد تاركاً للشرك والتنديد،
فهذا الذي في اتباعه الهداية وفي الإعراض عن ملته الكفر والغواية.
(135) Setiap orang dari Yahudi dan Nasrani berdoa
agar kaum Muslimin masuk ke dalam agama mereka dengan asumsi bahwa mereka
itu adalah orang-orang yang diberi petunjuk, se-dangkan orang lain adalah
sesat. Katakanlah
[14]
kepadanya sebagai jawaban yang pantas, ﴾ بَلۡ
﴿ "tidak, melainkan" kami mengikuti,﴾
مِلَّةَ إِبۡرَٰهِـۧمَ حَنِيفٗاۖ ﴿ "agama Ibrahim yang lurus," yaitu yang
menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain diriNya, menegakkan
tauhid dan meninggalkan kesyirikan, dan inilah agama yang dengan
meng-ikutinya, maka hidayah diperolehnya, dan inilah agama yang de-ngan
berpaling darinya, maka kekafiran dan kesesatan diperoleh.
{قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ
إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ
النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ
وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (136)}
"Katakanlah
(hai orang-orang Mukmin), 'Kami
beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang
diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan
apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara
mereka dan kepadaNya kami tunduk patuh."
(Al-Baqarah: 136).
#
{136} هذه الآية الكريمة قد اشتملت على جميع
ما يجب الإيمان به. واعلم أن الإيمان الذي هو تصديق القلب التام بهذه
الأصول، وإقراره المتضمن لأعمال القلوب والجوارح، وهو ـ بهذا الاعتبار ـ
يدخل فيه الإسلام وتدخل فيه الأعمال الصالحة كلها، فهي من الإيمان وأثر من
آثاره، فحيث أطلق الإيمان دخل فيه ما ذكر، وكذلك الإسلام إذا أطلق دخل فيه
الإيمان، فإذا قرن بينهما كان الإيمان اسماً لما في القلب من الإقرار
والتصديق، والإسلام اسماً للأعمال الظاهرة. وكذلك إذا جمع بين الإيمان
والأعمال الصالحة. فقوله تعالى:
{قولوا}؛ أي:
بألسنتكم متواطئة عليها قلوبكم، وهذا هو القول التام المترتب عليه الثواب
والجزاء، فكما أن النطق باللسان بدون اعتقاد القلب نفاق وكفر، فالقول
الخالي من العمل عمل القلب عديم التأثير قليل الفائدة، وإن كان العبد يؤجر
عليه إذا كان خيراً ومعه أصل الإيمان، لكن فرق بين القول المجرد والمقترن
به عمل القلب. وفي قوله {قولوا}؛ إشارة إلى
الإعلان بالعقيدة والصدع بها والدعوة لها، إذ هي أصل الدين وأساسه، وفي
قوله {آمنا}؛ ونحوه مما فيه صدور الفعل
منسوباً إلى جميع الأمة إشارة إلى أنه يجب على الأمة الاعتصام بحبل الله
جميعاً والحث على الائتلاف حتى يكون داعيهم واحداً وعملهم متحداً، وفي ضمنه
النهي عن الافتراق. وفيه أن المؤمنين كالجسد الواحد.
وفي قوله:
{قولوا آمنا بالله ... } الخ؛ دلالة على جواز
إضافة الإنسان إلى نفسه الإيمان على وجه التقييد، بل على وجوب ذلك، بخلاف
قوله أنا مؤمن ونحوه فإنه لا يقال إلا مقروناً بالاستثناء بالمشيئة لما فيه
من تزكية النفس والشهادة على نفسه بالإيمان،
فقوله:
{آمنا بالله}؛ أي:
بأنه واجب الوجود واحد أحد متصف بكل صفة كمال، منزه عن كل نقص وعيب، مستحق
لإفراده بالعبادة كلها وعدم الإشراك به في شيء منها بوجه من الوجوه.
{وما أنزل إلينا}؛
يشمل القرآن والسنة لقوله تعالى:
{وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة}؛ فيدخل فيه
الإيمان بما تضمنه كتاب الله وسنة رسوله من صفات الباري وصفات رسله واليوم
الآخر والغيوب الماضية والمستقبلة، والإيمان بما تضمنه ذلك من الأحكام
الشرعية الأمرية وأحكام الجزاء وغير ذلك
{وما أنزل إلى إبراهيم ... }؛ إلى آخر الآية،
فيه الإيمان بجميع الكتب المنزلة على جميع الأنبياء، والإيمان بالأنبياء
عموماً وخصوصاً ما نص عليه في الآية لشرفهم ولإتيانهم بالشرائع الكبار،
فالواجب في الإيمان بالأنبياء والكتب أن يؤمن بهم على وجه العموم والشمول،
ثم ما عرف منهم بالتفصيل وجب الإيمان به مفصلاً.
وقوله:
{لا نفرق بين أحد منهم}؛
أي:
بل نؤمن بهم كلهم، هذه خاصية المسلمين التي انفردوا بها عن كلِّ من يدعي
أنه على دين، فاليهود والنصارى والصابئون وغيرهم وإن زعموا أنهم يؤمنون بما
يؤمنون به من الرسل والكتب فإنهم يكفرون بغيره فيفرقون بين الرسل والكتب،
بعضها يؤمنون به وبعضها يكفرون به، وينقض تكذيبهم تصديقهم، فإن الرسول الذي
زعموا أنهم قد آمنوا به قد صدق سائر الرسل وخصوصاً محمداً - صلى الله عليه
وسلم -، فإذا كذبوا محمداً فقد كذبوا رسولهم فيما أخبرهم به فيكون كفراً
برسولهم، وفي قوله:
{وما أوتي النبيون من ربهم}؛ دلالة على أن
عطية الدين هي العطية الحقيقية المتصلة بالسعادة الدنيوية والأخروية، لم
يأمرنا أن نؤمن بما أوتي الأنبياء من الملك والمال ونحو ذلك، بل أمرنا أن
نؤمن بما أعطوا من الكتب والشرائع، وفيه أن الأنبياء مبلغون عن الله ووسائط
بين الله وبين خلقه في تبليغ دينه، ليس لهم من الأمر شيء.
وفي قوله:
{من ربهم}؛ إشارة إلى أنه من كمال ربوبيته
لعباده أن ينزل عليهم الكتب ويرسل إليهم الرسل، فلا تقتضي ربوبيته تركهم
سدى ولا هملاً، وإذا كان ما أوتي النبيون إنما هو من ربهم ففيه الفرق بين
الأنبياء وبين من يدعي النبوة، وأنه يحصل الفرق بينهم بمجرد معرفة ما يدعون
إليه، فالرسل لا يدعون إلا لخير ولا ينهون إلا عن كل شر، وكل واحد منهم
يصدق الآخر ويشهد له بالحق من غير تخالف ولا تناقض لكونه من عند ربهم،
{فلو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافاً كثيراً}؛ وهذا بخلاف من ادعى النبوة فلا بد أن يتناقضوا في أخبارهم وأوامرهم
ونواهيهم كما يعلم ذلك من سبر أحوال الجميع وعرف ما يدعون إليه،
فلما بين تعالى جميع ما يؤمن به عموماً وخصوصاً وكان القول لا يغني عن
العمل قال:
{ونحن له مسلمون}؛
أي:
خاضعون لعظمته منقادون لعبادته بباطننا وظاهرنا مخلصون له العبادة، بدليل
تقديم المعمول وهو
{له}؛ على العامل وهو،
{مسلمون}.
فقد اشتملت هذه الآية الكريمة على إيجازها واختصارها على أنواع التوحيد
الثلاثة:
توحيد الربوبية، وتوحيد الألوهية، وتوحيد الأسماء والصفات. واشتملت على
الإيمان بجميع الرسل وجميع الكتب، وعلى التخصيص الدال على الفضل بعد
التعميم، وعلى التصديق بالقلب واللسان والجوارح والإخلاص لله في ذلك، وعلى
الفرق بين الرسل الصادقين ومن ادعى النبوة من الكاذبين، وعلى تعليم الباري
عباده كيف يقولون، ورحمته وإحسانه عليهم بالنعم الدينية المتصلة بسعادة
الدنيا والآخرة. فسبحان من جعل كتابه تبياناً لكل شيء وهدى ورحمة لقوم
يؤمنون.
(136) Ayat yang mulia ini meliputi seluruh perkara
yang wajib diimani. Ketahuilah bahwasanya iman yang artinya pembe-naran
hati yang total terhadap dasar-dasar ini, dan pengakuannya yang diikuti
dengan perbuatan-perbuatan hati dan tubuh, dan keimanan itu -dengan
kategori seperti ini- termasuk di dalamnya kata Islam juga seluruh
amalan-amalan shalih, maka itu semua adalah sebagian dari iman dan
merupakan suatu pengaruh dari pengaruh-pengaruhnya. Maka ketika disebutkan
kata iman secara bebas, maka perkara-perkara yang disebutkan akan masuk ke
dalamnya, demikian pula kata Islam, bila disebutkan secara bebas, maka
iman masuk ke dalamnya, namun bila disandingkan bersama, maka iman berarti
apa yang ada dalam hati berupa keyakinan dan kepercayaan, sedang Islam
adalah nama perbuatan-perbuatan zahir. Demikian pula apabila dia
menggabungkan antara iman dan amal shalih. Dan Firman Allah تعالى, ﴾
قُولُوٓاْ
﴿ "Katakanlah," yakni, dengan lisan kalian yang didasari dari hati
kalian, dan inilah perkataan yang sempurna yang mendatangkan ganjaran
dan balasan, seba-gaimana juga perkataan dengan lisan tanpa ada
keyakinan dalam hati adalah sebuah kemunafikan dan kekufuran. Perkataan
yang lepas dari perbuatan -perbuatan hati- sangat tidak berpengaruh dan
tidak berguna, walaupun seorang hamba itu akan diberikan ganjaran
apabila baik, dan kebaikan itu didasari oleh keimanan, akan tetapi
dibedakan antara perkataan semata dengan perkataan yang dibarengi dengan
perbuatan hati. Dalam FirmanNya, ﴾
قُولُوٓاْ
﴿ "Katakanlah," ada sebuah petunjuk untuk menampakkan akidah,
menyatakan secara terang-terangan dan berdakwah kepadanya, karena akidah
adalah dasar agama dan pondasinya. Dan dalam FirmanNya, ﴾
ءَامَنَّا
﴿ "Kami beriman," dan semacamnya yang berbentuk adanya suatu perbuatan
yang dinisbatkan kepada seluruh umat, adalah sebuah petunjuk kepada
suatu hal, bahwa umat ini wajib berpegang teguh kepada tali agama Allah
secara keseluruhan, dan sebuah anjuran untuk bersatu agar pendorong bagi
mereka adalah satu dan amalan mereka bersatu, juga termasuk larangan
dari perpecahan, dalam kondisi seperti itu kaum Mukminin adalah seperti
satu tubuh. Dalam Firman Allah تعالى, ﴾
قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ. . .
﴿ "Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami
beriman kepada Allah...' hingga akhir, terkan-dung sebuah dalil akan
bolehnya seseorang menisbahkan keimanan kepada dirinya dalam bentuk
pembatasan, bahkan ini adalah dalil atas wajibnya penisbatan tersebut,
berbeda dengan perkataan, "Saya seorang Mukmin," atau semacamnya, karena
perkataan ini tidaklah diucapkan kecuali dibarengi pengecualian dengan
kehen-dak Allah, karena mengandung penyucian diri dan kesaksian atas
diri sendiri dengan keimanan. Maka FirmanNya, ﴾
ءَامَنَّا بِٱللَّهِ
﴿ "Kami beriman kepada Allah," yakni bahwasanya Dia adalah pasti ada
dan Satu lagi Esa, yang bersifat dengan segala sifat-sifat yang
sempurna, terlepas dari setiap kekurangan dan aib, berhak untuk diesakan
dalam seluruh ibadah dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu pun
dalam segala bentuknya. ﴾
وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا
﴿ "Dan apa yang diturunkan kepada kami," yang me-liputi al-Qur`an dan
as-Sunnah berdasarkan Firman Allah تعالى, ﴾
وَأَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ
﴿ "Dan (juga karena) Allah telah menurunkan
Kitab dan hikmah kepadamu."
(An-Nisa`: 113). Maka
iman masuk di dalamnya sebagaimana yang dikandung Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah ﷺ dari sifat-sifat Allah dan sifat-sifat NabiNya, Hari Akhir,
hal-hal ghaib yang telah lampau maupun yang akan datang, keimanan
terhadap apa yang juga dikandungnya dari hukum-hukum syariat yang
bersifat perintah dan larangan, hukum tentang ganjaran dan lain
sebagainya,﴾
وَمَآ أُنزِلَ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِـۧمَ...
﴿ "dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim" hingga akhir ayat,
menunjukkan keimanan kepada seluruh kitab-kitab yang di-turunkan kepada
seluruh Nabi, juga keimanan kepada para Nabi secara umum dan secara
khusus kepada Nabi-nabi yang jelas dise-butkan dalam ayat-ayat, karena
kemuliaan mereka dan pelaksanaan mereka terhadap syariat-syariat yang
penting. Maka yang wajib dalam beriman kepada para Nabi dan kitab-kitab
adalah untuk beriman kepada mereka secara umum dan menyeluruh, kemudian
apa yang telah diketahui secara terperinci wajib diimani dengan
terperinci juga. FirmanNya, ﴾
لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ
﴿ "Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka," akan
tetapi kami beriman kepada mereka semua, hal ini adalah suatu
keistimewaan kaum Muslimin yang membedakan mereka dengan orang-orang
yang mengaku bahwa dia menganut suatu agama. Kaum Yahudi, Nasrani,
orang-orang shabi'ah dan selain mereka, walaupun mereka mengaku beriman
kepada Nabi-nabi dan kitab-kitab yang mereka yakini, namun mereka
mengingkari selainnya, mereka membeda-bedakan antara para Nabi dan
kitab-kitab, mereka beriman kepada sebagian dan mengingkari yang lain,
yang oleh karenanya pendustaan me-reka itu membatalkan kepercayaan
mereka sendiri. Rasul yang mereka klaim bahwa mereka beriman kepadanya
saja telah mempercayai seluruh Rasul dan khususnya kepada Rasu-lullah
Muhammad ﷺ, maka bila mereka mendustai Muhammad ﷺ, berarti mereka telah
mendustai Rasul mereka tersebut tentang apa yang telah dia kabarkan yang
menjadikan mereka mengingkari Rasul mereka sendiri. Dan dalam Firman
Allah تعالى, ﴾
وَمَآ أُوتِيَ ٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ
﴿ "Serta apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhannya," ada-lah
dalil yang menunjukkan bahwa pemberian agama adalah suatu pemberian yang
hakiki yang berhubungan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah
tidak memerintahkan kepada kita untuk beriman kepada sesuatu yang
diberikan kepada para Nabi berupa kerajaan dan harta atau semacamnya,
namun Allah memerintahkan kepada kita agar beriman kepada sesuatu yang
diberikan kepada mereka berupa kitab-kitab dan syariat-syariat. Ayat ini
juga menunjukkan bahwasanya para Nabi itu adalah pembawa berita dari
Allah dan menjadi perantara antara Allah dengan makhluk-makhlukNya dalam
misi penyampaian agamaNya, dan dalam urusan itu mereka tidak punya hak
sedikit pun. Dan dalam FirmanNya, ﴾
مِن رَّبِّهِمۡ
﴿ "Dari tuhannya," terkandung sebuah penjelasan bahwa di antara
kesempurnaan rububiyah Allah terhadap hamba-hambaNya adalah bahwa Dia
menurunkan kepada mereka kitab-kitab suci dan mengutus Rasul-rasul buat
mereka. RububiyahNya menuntut untuk tidak membiarkan mereka sia-sia dan
tidak diperhatikan, dan apabila apa yang diberikan kepada para Nabi itu
berasal dari Tuhan mereka, maka di sana terkandung sebuah perbedaan
antara para Nabi dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, dan
bahwasanya sangat jelas perbedaan mereka itu dengan sekedar mengetahui
apa yang mereka dakwahkan. Para Rasul hanya menyeru kepada kebaikan dan
hanya melarang dari setiap yang buruk, dan setiap orang di antara mereka
mempercayai yang lainnya, menyaksikannya atas kebenaran tanpa ada
perseli-sihan dan pertentangan, karena semuanya berasal dari Tuhan
mereka yang Satu. ﴾
وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ ٱخۡتِلَٰفٗا
كَثِيرٗا 82
﴿ "Kalau kiranya al-Qur`an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."
(An-Nisa`: 82). Ini
berbeda jauh dari orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, pastilah
terjadi pertentangan di antara mereka dalam kabar-kabar mereka,
perintah-perintah mereka, larangan-larangan me-reka, sebagaimana hal itu
telah diketahui oleh orang yang telah mencermati kehidupan mereka dan
mengetahui apa-apa yang mereka dakwahkan. Dan ketika Allah تعالى
menjelaskan seluruh hal yang harus diimani secara umum dan khusus, dan
perkataan itu tidaklah berguna tanpa amalan, maka Allah berfirman,
﴾
وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ
﴿ "Dan kepadaNya kami tunduk patuh," maksudnya, pasrah kepada
keagunganNya, patuh dalam menyembahNya secara lahir maupun batin, ikhlas
dalam menyembahNya. Itu semua didasari oleh dalil didahulukannya kata
yang menjadi obyek yaitu, ﴾
لَهُۥ
﴿ "kepadaNya," daripada kata yang menjadi subyek, ﴾
مُسۡلِمُونَ ﴿ "kami tunduk patuh." Ayat ini mengandung -dengan ringkas dan
intisarinya- ma-cam-macam tauhid yang tiga, yaitu tauhid rububiyah, tauhid
uluhiyah dan tauhid Asma` wa Shifat. Ayat ini juga mengandung keimanan
kepada seluruh Rasul dan seluruh kitab
(yang diturunkan Allah), dan mengandung
pengkhususan yang bermaksud pengutamaan setelah adanya penyebutan secara
global, juga pembenaran dengan hati, lisan, dan anggota tubuh, serta
keikhlasan hanya kepada Allah dalam semua itu, juga perbedaan antara para
Rasul yang benar dan orang-orang yang mengaku sebagai Nabi lagi pendusta
berdasarkan pengajaran Allah kepada hamba-hambaNya bagaimana cara
berbicara, berda-sarkan kasih sayangNya dan kebaikanNya kepada mereka
dengan segala nikmat-nikmatNya yang agamis yang berhubungan dengan
kebahagiaan dunia maupun akhirat. Mahasuci Allah Dzat yang telah
menjadikan kitabNya sebagai penjelas akan segala sesuatu dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ
تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ
وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (137)}
"Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya,
sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan
(denganmu). Maka Allah akan memelihara kamu dari
mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengeta-hui."
(Al-Baqarah: 137).
#
{137} أي: فإن آمن أهل الكتاب بمثل ما آمنتم
به يا معشر المؤمنين من جميع الرسل، وجميع الكتب، الذين أول من دخل فيهم
وأولى خاتمهم وأفضلهم محمد - صلى الله عليه وسلم -، والقرآن، وأسلموا لله
وحده ولم يفرقوا بين أحد من الرسل ،
{فقد اهتدوا}؛ للصراط المستقيم الموصل لجنات
النعيم؛ أي فلا سبيل لهم إلى الهداية إلا بهذا الإيمان، لا كما زعموا
بقولهم كونوا هوداً أو نصارى تهتدوا فزعموا أن الهداية خاصة بما كانوا
عليه. والهدى: هو العلم بالحق والعمل به، وضده
الضلال عن العلم، والضلال عن العمل بعد العلم وهو الشقاق الذي كانوا عليه
لما تولوا وأعرضوا، فالمشاق هو الذي يكون في شقٍّ والله ورسوله في شقٍّ،
ويلزم من المشاقة المحادَّة والعداوة البليغة التي من لوازمها بذل ما
يقدرون عليه من أذية الرسول، فلهذا وعد الله رسوله أن يكفيه إياهم لأنه
{السميع} لجميع الأصوات باختلاف اللغات على
تفنن الحاجات. {العليم} بما بين أيديهم وما
خلفهم بالغيب والشهادة بالظواهر والبواطن، فإذا كان كذلك كفاك الله شرهم،
وقد أنجز الله لرسوله وعده، وسلطه عليهم حتى قتل بعضهم، وسبى بعضهم، وأجلى
بعضهم، وشردهم كل مشرد، ففيه معجزة من معجزات القرآن وهو الإخبار بالشيء
قبل وقوعه فوقع طبق ما أخبر.
(137) Maknanya, apabila ahli Kitab beriman seperti
ber-imannya kalian
(kaum Mukminin) kepada seluruh
Rasul,
(termasuk dari mereka seorang Nabi dan yang paling utama yaitu
Muhammad)
dan seluruh Kitab
(termasuk al-Qur`an), dan mereka
berserah diri hanya kepada Allah semata dan mereka tidak membeda-bedakan
salah seorang di antara para Rasul itu, ﴾ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ
﴿ "sungguh mereka telah mendapat petunjuk" kepada jalan yang lurus yang
menyam-paikan kepada surga yang penuh kenikmatan. Artinya, tidak ada
jalan menuju kepada hidayah bagi mereka kecuali dengan keimanan
tersebut, dan bukan seperti apa yang mereka sangkakan dalam perkataan
mereka, "Jadilah orang Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk," mereka mengklaim bahwa petunjuk itu khusus dengan apa yang
mereka anut. Hidayah itu adalah mengetahui kebenaran dan
mengamalkan-nya, sedangkan lawannya adalah kesesatan dari ilmu dan
kesesatan dari amal perbuatan setelah berilmu, dan itulah penentangan
yang pernah terjadi pada mereka ketika mereka berpaling dan
meng-ingkari. Orang yang menentang itu adalah orang yang berada di satu
pihak sedang Allah dan RasulNya di pihak yang lain, dan konsekuensi dari
penentangan itu adalah permusuhan dan pertem-puran yang dahsyat yang
mana hal-hal yang harus ada dari hal itu adalah mengerahkan segala apa
yang mereka mampu dalam meng-ganggu Rasul ﷺ. Oleh karena itu Allah
menjanjikan RasulNya untuk melindunginya dari mereka karena Dia adalah
﴾
ٱلسَّمِيعُ
﴿ "Yang Maha Mendengar" seluruh suara dengan segala macam bahasa dengan
berbagai keperluan, ﴾
ٱلۡعَلِيمُ ﴿ "lagi Maha Mengetahui" apa yang ada pada mereka, dan yang di
belakang mereka, yang ghaib maupun yang nyata, yang batin maupun yang
lahir. Apabila kon-disinya seperti itu, maka Allah akan melindungimu dari
kejahatan mereka. Dan sesungguhnya Allah telah menunaikan janjiNya kepada
RasulNya, Allah membuat RasulNya menguasai mereka hingga sebagian mereka
terbunuh, sebagian lain ditawan, sebagian yang lain diusir dan setiap
pendepak mendepak mereka dengan kasar. Ayat ini menunjukkan sebuah
mukjizat di antara mukjizat-mukjizat al-Qur`an yaitu mengabarkan suatu hal
sebelum terjadi lalu terbukti terjadi sesuai dengan apa yang
dikabarkannya.
{صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ
عَابِدُونَ (138)}
"Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah?
Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah."
(Al-Baqarah: 138).
#
{138} أي: الزموا صبغة الله وهو دينه، وقوموا
به قياماً تامًّا بجميع أعماله الظاهرة والباطنة وجميع عقائده في جميع
الأوقات حتى يكون لكم صبغة وصفة من صفاتكم، فإذا كان صفة من صفاتكم أوجب
ذلك لكم الانقياد لأوامره طوعاً واختياراً ومحبة، وصار الدين طبيعة لكم
بمنزلة الصبغ التام للثوب الذي صار له صفة، فحصلت لكم السعادة الدنيوية
والأخروية لحثِّ الدين على مكارم الأخلاق ومحاسن الأعمال ومعالي الأمور.
فلهذا قال على سبيل التعجب المتقرر للعقول الزكية؛
{ومن أحسن من الله صبغة}؛
أي:
لا أحسن صبغة من صبغته ، وإذا أردت أن تعرف نموذجاً يبين لك الفرق بين صبغة
الله وبين غيرها من الصبغ فقس الشيء بضده، فكيف ترى في عبد آمن بربه
إيماناً صحيحاً أثر معه خضوع القلب وانقياد الجوارح، فلم يزل يتحلى بكل وصف
حسن وفعل جميل وخلق كامل ونعت جليل، ويتخلى من كل وصف قبيح ورذيلة وعيب
فَوَصْفُهُ الصدق في قوله وفعله والصبر والحلم والعفة والشجاعة والإحسان
القولي والفعلي ومحبة الله وخشيته وخوفه ورجاؤه، فحاله الإخلاص للمعبود
والإحسان لعبيده، فقسه بعبد كفر بربه وشرد عنه وأقبل على غيره من المخلوقين
فاتصف بالصفات القبيحة من الكفر والشرك والكذب والخيانة والمكر والخداع
وعدم العفة والإساءة إلى الخلق في أقواله وأفعاله فلا إخلاص للمعبود ولا
إحسان إلى عبيده؛ فإنه يظهر لك الفرق العظيم بينهما، ويتبين لك أنه لا أحسن
[صبغة] من صبغة الله، وفي ضمنه أنه لا أقبح صبغة
ممن انصبغ بغير دينه. وفي قوله:
{ونحن له عابدون}؛ بيان لهذه الصبغة وهي
القيام بهذين الأصلين الإخلاص والمتابعة؛
لأن العبادة:
اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأعمال والأقوال الظاهرة والباطنة،
ولا تكون كذلك حتى يشرعها الله على لسان رسوله. والإخلاص أن يقصد العبد وجه
الله وحده في تلك الأعمال، فتقديم المعمول يؤذن بالحصر،
وقال:
{ونحن له عابدون}؛ فوصفهم باسم الفاعل الدال
على الثبوت والاستقرار؛ ليدلَّ على اتصافهم بذلك
[وكونه صار صبغةً لهم ملازماً].
(138) Maksudnya, peganglah shibghah
[15]
Allah yaitu agama-Nya, tegakkanlah dia dengan penegakan sebenar-benarnya
dengan segala perbuatan lahir maupun batin, dan juga akidah-akidahnya pada
setiap waktu, hingga hal itu menjadi shibghah dan sifat di antara
sifat-sifat kalian, lalu apabila dia adalah sifat dari sifat-sifat kalian,
maka hal itu mengharuskan kalian untuk tunduk kepada perintah-perintahNya
secara pasrah, penuh kesadaran dan kecin-taan, hingga agama menjadi tabiat
kalian seperti sebuah celupan yang sempurna bagi sebuah pakaian yang jelas
menjadi sifat bagi-nya, sehingga tercapailah kebahagiaan dunia maupun
akhirat, karena agama menganjurkan kepada akhlak yang mulia, amalan yang
luhur, dan perkara yang indah. Oleh karena itu, Allah berfirman sebagai
kekaguman yang jelas bagi akal yang sehat, ﴾ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ
صِبۡغَةٗۖ
﴿ "Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah?" Maksudnya,
tidak ada yang lebih baik shibghahnya dari shibghah Allah. Apabila Anda
ingin tahu salah satu contohnya yang menjelaskan kepada Anda tentang
per-bedaan shibghah Allah dengan shibghah selainNya, maka analogi-kanlah
sesuatu dengan hal yang berkontradiksi dengannya, bagai-manakah Anda
melihat seorang hamba yang beriman kepada Tuhannya dengan keimanan yang
benar yang mempengaruhi kepasrahan hati dan ketundukan anggota tubuh
dengannya, dan dia akan selalu menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang
mulia, amalan yang baik, adab yang luhur dan tata krama yang santun,
juga menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang jelek, hina dan dina, maka
sifatnya adalah kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, sabar, ramah
tamah, menjaga diri, berani, berbuat baik lewat lisan maupun tindakan,
mencintai Allah, takut kepadaNya, khawatir akan pembalasanNya,
mengharapNya, hingga dia ikhlas hanya untuk Allah dan berlaku baik
kepada hamba-hambaNya, banding-kanlah dengan seorang hamba yang
mengingkari Tuhannya, jauh dariNya dan mendekat kepada selainNya dari
makhluk-makhluk-Nya. Dia mempunyai sifat yang buruk seperti kufur,
syirik, dusta, khianat, tipu daya, tidak menjaga diri, dan berbuat tidak
baik kepada makhluk secara lisan maupun tindakan, maka tidak ada
keikhlasan kepada TuhanNya dan tidak juga berbuat baik kepada
hamba-hambaNya. Dengan demikian sangatlah jelas perbedaan-nya bagi Anda
di antara kedua hamba tersebut, dan mengertilah Anda bahwa tidak ada
shibghah yang lebih baik daripada shibghah Allah, dan termasuk makna hal
ini adalah tidak ada shibghah yang lebih jelek daripada orang yang
tercelup dengan shibghah selain agama Allah. Dalam FirmanNya, ﴾
وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ
﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah," terkandung sebuah
penjelasan akan shibghah tersebut yaitu menunaikan dua dasar; keikhlasan
dan mengikuti contoh, karena ibadah itu adalah sebuah kata yang
menyeluruh bagi setiap hal yang dicintai oleh Allah dan diridhaiNya,
baik perbuatan maupun perkataan lahir maupun batin, dan hal itu tidak
bisa ter-jadi, hingga Allah mensyariatkannya melalui lisan RasulNya.
Keikhlasan itu adalah, seorang hamba menghendaki Wajah Allah semata
dalam perbuatan-perbuatan tersebut, dan dengan mendahulukan kata yang
menjadi obyek, maka maknanya bermak-sud pembatasan. Dan Allah berfirman,
﴾
وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ ﴿ "Dan hanya kepadaNya-lah kami menyembah."
Allah menjelaskan mereka dengan memakai kata "isim fa'il" atau kata benda
pelaku yang menunjuk-kan akan kelanggengan dan keberlangsungan agar
menunjukkan bahwa mereka bersifat seperti itu, dan hal itu telah menjadi
shibghah bagi mereka secara pasti.
{قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ
وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ
(139)}
"Katakanlah, 'Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah,
padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan kami, dan
bagi kamu amalan kamu dan hanya kepadaNya kami mengikhlaskan hati'."
(Al-Baqarah: 139).
#
{139} المحاجة: هي المجادلة بين اثنين فأكثر
تتعلق في المسائل الخلافية حتى يكون كل من الخصمين يريد نصرة قوله وإبطال
قول خصمه، فكل واحد منهما يجتهد في إقامة الحجة على ذلك، والمطلوب منها أن
تكون بالتي هي أحسن بأقرب طريق يرد الضال إلى الحق، ويقيم الحجة على
المعاند، ويوضح الحق، ويبين الباطل، فإن خرجت عن هذه الأمور كانت مماراة
ومخاصمة لا خير فيها، وأحدثت من الشرِّ ما أحدثت، فكان أهل الكتاب يزعمون
أنهم أولى بالله من المسلمين، وهذا مجرد دعوى تفتقر إلى برهان ودليل، فإذا
كان رب الجميع واحداً ليس ربًّا لكم دوننا، وكلٌّ منا ومنكم له عمله،
فاستوينا نحن وأنتم بذلك، فهذا لا يوجب أن يكون أحد الفريقين أولى بالله من
غيره؛ لأن التفريق مع الاشتراك في الشيء من غير فرق مؤثر دعوى باطلة،
وتفريق بين متماثلين ومكابرة ظاهرة، وإنما يحصل التفضيل بإخلاص الأعمال
الصالحة لله وحده، وهذه الحالة وصف المؤمنين وحدهم فتعين أنهم أولى بالله
من غيرهم لأن الإخلاص هو الطريق إلى الخلاص. فهذا هو الفرق بين أولياء
الرحمن وأولياء الشيطان بالأوصاف الحقيقية التي يسلمها أهل العقول ولا
ينازع فيها إلا كل مكابر جهول، ففي هذه الآية إرشاد لطيف لطريق المحاجة،
وأن الأمور مبنية على الجمع بين المتماثلين، والفرق بين المختلفين.
(139) Kata اَلْمَحَاجَّةُ bermakna perdebatan
antara dua orang atau lebih dalam masalah-masalah khilafiyah hingga setiap
pihak dari kedua belah pihak mengusahakan untuk menguatkan argumen-argumen
mereka dan menjatuhkan argumen-argumen lawannya, setiap pihak dari mereka
berusaha untuk menegakkan argumen dalam hal tersebut. Yang diharapkan
dalam perdebatan itu adalah seharusnya berjalan dengan cara yang paling
baik, dengan jalan yang paling dekat untuk mengembalikan seseorang yang
tersesat kepada kebenaran, dan menegakkan hujjah atas orang-orang yang
keras kepala, menjelaskan kebenaran dan menerangkan kebatilan. Jika keluar
dari prinsip-prinsip di atas, maka perdebatan itu men-jadi sebuah
perdebatan kusir dan pertengkaran mulut yang tidak ada gunanya, dan dapat
menimbulkan keburukan. Para ahli Kitab mengaku bahwa mereka adalah yang
paling berhak kepada Allah daripada kaum Muslimin. Ini hanyalah sebatas
pengakuan yang butuh dalil dan keterangan yang kuat. Apabila Tuhan bagi
semuanya hanya satu dan bukan Tuhan kalian saja, dan setiap dari kita dan
kalian memiliki amal perbuatan, hingga kalian
[16]
dan kami sama sederajat dalam hal itu, dengan demikian hal itu tidaklah
mengharuskan adanya salah satu dari kedua kelompok itu lebih berhak kepada
Allah dari lainnya, karena pembedaan dengan adanya keikutsertaan dalam
suatu hal tanpa ada perbedaan yang mempengaruhi adalah sebuah pengakuan
yang kosong dan batil, dan memisahkan antara kedua hal yang semisal adalah
suatu kecongkakan yang jelas sekali. Hanya saja dapat terjadi pengutamaan
yang didasarkan dengan keikhlasan dalam amalan-amalan shalih hanya untuk
Allah semata. Dan kon-disi yang seperti itu hanyalah sifat kaum Mukminin
saja, maka pas-tilah bahwa merekalah yang paling berhak kepada Allah
daripada selainnya, karena keikhlasan adalah jalan menuju keselamatan.
Inilah perbedaan antara wali-wali ar-Rahman dan wali-wali setan dalam
sifat-sifat yang hakiki yang diterima oleh orang-orang yang berakal dan
tidak diperdebatkan kecuali oleh orang yang sombong dan bodoh. Ayat ini
menunjukkan sebuah bimbingan yang baik dalam perdebatan, dan bahwasanya
segala perkara itu harus berdasar atas asas penggabungan antara hal-hal
yang semi-sal, dan pemisahan antara hal-hal yang berbeda.
{أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ
أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ
شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ (140)}
"Ataukah kamu
(hai orang-orang Yahudi dan Nasrani)
me-ngatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah
penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, 'Apa-kah kamu lebih
mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang
yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?' Dan Allah
sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 140).
#
{140} وهذه دعوى أخرى منهم ومحاجة في رسل
الله زعموا أنهم أولى بهؤلاء الرسل المذكورين من المسلمين؛
فردَّ الله عليهم بقوله:
{أأنتم أعلم أم الله}؛
فالله يقول:
{ما كان إبراهيم يهودياً ولا نصرانياً ولكن كان حنيفاً مسلماً وما كان
من المشركين}؛ وهم يقولون بل كان يهودياً أو نصرانياً، فإما أن يكونوا هم الصادقين
العالمين أو يكون الله تعالى هو الصادق العالم بذلك، فأحد الأمرين متعين لا
محالة، وصورة الجواب مبهم وهو في غاية الوضوح والبيان، حتى أنه من وضوحه لم
يحتج أن يقول بل الله أعلم وهو أصدق، ونحو ذلك لانجلائه لكل أحد، كما إذا
قيل الليل أنور أم النهار؟ والنار أحر أم الماء؟ والشرك أحسن أم التوحيد؟
ونحو ذلك، وهذا يعرفه كل من له أدنى عقل حتى أنهم بأنفسهم يعرفون ذلك
ويعرفون أن إبراهيم وغيره من الأنبياء لم يكونوا هوداً ولا نصارى، فكتموا
هذا العلم وهذه الشهادة، فلهذا كان ظلمهم أعظم الظلم،
ولهذا قال تعالى:
{ومن أظلم ممن كتم شهادة عنده من الله}؛ فهي
شهادة عندهم مودعة من الله لا من الخلق فيقتضي الاهتمام بإقامتها، فكتموها
وأظهروا ضدها، جمعوا بين كتم الحق وعدم النطق به وإظهار الباطل والدعوة
إليه، أليس هذا أعظم الظلم؟ بلى والله وسيعاقبهم عليه أشد العقوبة،
فلهذا قال:
{وما الله بغافل عما تعملون}؛ بل قد أحصى
أعمالهم وعدها وادَّخر لهم جزاءها، فبئس الجزاءُ جزاؤهم، وبئست النار مثوى
للظالمين. وهذه طريقة القرآن في ذكر العلم والقدرة عقب الآيات المتضمنة
للأعمال التي يجازى عليها، فيفيد ذلك الوعد والوعيد والترغيب والترهيب،
ويفيد أيضاً ذكر الأسماء الحسنى بعد الأحكام أن الأمر الديني والجزائي أثرٌ
من آثارها وموجب من موجباتها وهي مقتضية له.
ثم قال تعالى:
(140) Ini juga merupakan klaim lain dari mereka
dan se-buah perdebatan mengenai Rasul-rasul Allah. Mereka mengklaim bahwa
mereka lebih berhak kepada para Rasul yang disebutkan daripada kaum
Muslimin, lalu Allah membantah mereka dengan FirmanNya, ﴾ ءَأَنتُمۡ
أَعۡلَمُ أَمِ ٱللَّهُۗ
﴿ "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah?" Allah juga berfirman,
﴾
مَا كَانَ إِبۡرَٰهِيمُ يَهُودِيّٗا وَلَا نَصۡرَانِيّٗا وَلَٰكِن كَانَ
حَنِيفٗا مُّسۡلِمٗا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ 67
﴿ "Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan
(pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri
(kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik."
(Ali Imran: 67). Mereka berkata bahwasanya Nabi
Ibrahim itu Yahudi atau Nasrani, kemungkinan merekalah yang benar dan
mengetahui ataukah Allah-lah yang benar dan mengetahui hal tersebut?
Maka salah satu dari kemungkinan itulah yang benar dan pasti ada.
Gambaran jawabannya seakan-akan kurang jelas, padahal sangat jelas dan
nampak sekali, hingga karena kejelasannya itu tidaklah akan didebat lagi
bila dikatakan bahwa Allah-lah yang lebih tahu dan lebih benar, dan
semacam itu karena sangat jelas sekali bagi setiap orang. Hal ini
seperti kita mengatakan; apakah malam lebih terang ataukah siang? Api
lebih panas ataukah air? Kesyirikan lebih baik ataukah tauhid? Dan
semacamnya. Hal seperti ini dapat diketahui oleh orang yang paling
kerdil akalnya sekalipun, bahkan mereka sendiri pun mengetahui hal ini
dan mengetahui bahwa Nabi Ibrahim dan para nabi lainnya bukanlah Yahudi
dan bukan pula Nasrani, mereka menyembunyikan pengetahuan dan kesak-sian
mereka, oleh karena itu kezhaliman mereka itu adalah kezha-liman yang
paling besar. Karena itu Allah berfirman,﴾
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَٰدَةً عِندَهُۥ مِنَ ٱللَّهِۗ
﴿ "Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menyembunyikan
syahadah dari Allah yang ada padanya?" Mak-sudnya, kesaksian mereka yang
merupakan titipan dari Allah تعالى dan bukan dari makhluk sehingga
memerlukan adanya perhatian yang besar dengan menegakkannya, namun
mereka menyembu-nyikannya dan menampakkan yang sebaliknya. Mereka
menyatu-kan antara menyembunyikan kebenaran dan tidak mengucapkan-nya
dengan menampakkan kebatilan dan berdakwah kepadanya. Tidakkah tindakan
mereka ini adalah sebesar-besarnya kezhaliman? Memang benar, dan Allah
akan menghukum mereka karena hal itu dengan seberat-beratnya siksaan.
Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-kali tiada
lengah dari apa yang kamu kerjakan." Allah menghitung perbuatan-perbuatan
mereka dan menyimpannya serta menyiapkan balasannya bagi mereka, maka
seburuk-buruk balasan adalah balasan mereka, dan neraka itu sangatlah
buruk, yang menjadi tempat kembali orang-orang yang zhalim. Beginilah
metode al-Qur`an dalam menyebutkan Ilmu dan Kuasa Allah setelah ayat-ayat
yang mengandung perbuatan-per-buatan yang akan diberikan ganjaran. Hal itu
berarti sebuah janji dan ancaman, harapan dan kekhawatiran, demikian juga
penye-butan nama-nama Allah setelah ketetapan hukum bahwa perkara agama
dan balasan adalah sebuah akibat di antara akibat-akibatnya, dan
motif-motif pendorongnya yang menuntut suatu pembalasan.
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا
كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(141)}
.
"Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusaha-kannya dan
bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan dimintai
pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan."
(Al-Baqarah: 141).
#
{141} تقدم تفسيرها وكررها لقطع التعلق
بالمخلوقين، وإن المعول عليه ما اتصف به الإنسان لا عمل أسلافه وآبائه،
فالنفع الحقيقي بالأعمال لا بالانتساب المجرد للرجال.
(141) Telah berlalu tafsir ayat tersebut. Dan
Allah meng-ulang ayat ini untuk memupuskan adanya ketergantungan kepada
makhluk, dan bahwasanya yang menjadi sandaran adalah apa yang menjadi
sifat manusia itu, bukan dari perbuatan para pendahulu dan nenek
moyangnya. Maka manfaat yang sebenarnya adalah dengan perbuatan, bukan
dengan sebatas penisbatan diri kepada orang.
{سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ
قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
(142) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
شَهِيدًا}
"Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, 'Apakah
yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?' Katakanlah, 'Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus. Dan
demikian
(pula) Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar
Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu…."
(Al-Baqarah: 142-143).
#
{142} قد اشتملت الآية الأولى على معجزة
وتسلية وتطمين قلوب المؤمنين واعتراض، وجوابه من ثلاثة أوجه وصفة المعترض
وصفة المُسلِّم لحكم الله دينه، فأخبر تعالى أنه سيعترض السفهاء من الناس
وهم الذين لا يعرفون مصالح أنفسهم بل يضيعونها ويبيعونها بأبخس ثمن وهم
اليهود والنصارى ومن أشبههم من المعترضين على أحكام الله وشرائعه، وذلك أن
المسلمين كانوا مأمورين باستقبال بيت المقدس مدة مقامهم بمكة ثم بعد الهجرة
إلى المدينة نحو سنة ونصف لما لله [تعالى] في ذلك
من الحكم التي سيشير إلى بعضها،
وكانت حكمته تقتضي أمرهم باستقبال الكعبة فأخبرهم أنه لا بد أن يقول
السفهاء من الناس:
{ما ولاَّهم عن قبلتهم التي كانوا عليها}؛ وهي استقبال بيت المقدس أيْ: أيُّ شيء صرفهم
عنه؟ وفي ذلك الاعتراض على حكم الله وشرعه وفضله وإحسانه، فسَّلاهم وأخبر
بوقوعه وأنه إنما يقع ممن اتصف بالسفه قليل العقل والحلم والديانة، فلا
تبالوا بهم إذ قد عُلِم مصدر هذا الكلام، فالعاقل لا يبالي باعتراض السفيه
ولا يلقي له ذهنه. ودلت الآية على أنه لا يعترض على أحكام الله إلا سفيه
جاهل معاند،
وأما الرشيد المؤمن العاقل فيتلقى أحكام ربه بالقبول والانقياد والتسليم
كما قال تعالى:
{وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمراً أن يكون لهم الخيرة
من أمرهم}؛
{فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم}؛ الآية
{إنما كان قول المؤمنين إذا دعوا إلى الله ورسوله ليحكم بينهم أن يقولوا
سمعنا وأطعنا}؛ وقد كان في قوله السفهاء ما يغني عن رد قولهم وعدم المبالاة به،
ولكنه تعالى مع هذا لم يترك هذه الشبهة حتى أزالها وكشفها مما سيعرض لبعض
القلوب من الاعتراض فقال تعالى:
{قل}؛ لهم مجيباً:
{لله المشرق والمغرب يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم}؛ أي: فإذا كان المشرق والمغرب ملكاً لله ليس جهة
من الجهات خارجة من ملكه ومع هذا يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم ومنه
هدايتكم إلى هذه القبلة التي هي ملة أبيكم إبراهيم فلأي شيء يعترض المعترض
بتوليتكم قبلة داخلة تحت ملك الله؟ لم تستقبلوا جهة ليست ملكاً له فهذا
يوجب التسليم لأمره بمجرد ذلك، فكيف وهو من فضل الله عليكم وهدايته وإحسانه
أن هداكم لذلك، فالمعترض عليكم معترض على فضل الله حسداً لكم وبغياً.
ولما كان قوله:
{يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم}؛
مطلقاً والمطلق يُحمَل على المقيد فإن الهداية والضلال لهما أسباب
أوجبتها حكمة الله وعدله وقد أخبر في غير موضع من كتابه بأسباب الهداية
التي إذا أتى بها العبد حصل له الهدى كما قال تعالى:
{يهدي به الله من اتبع رضوانه سبل السلام}؛
ذكر في هذه الآية السبب الموجب لهداية هذه الأمة مطلقاً بجميع أنواع
الهداية ومنَّة الله عليها فقال:
(142) Ayat pertama meliputi mukjizat dan hiburan
serta menenangkan hati kaum Mukminin, juga sebuah bantahan beserta
jawabannya dari tiga faktor, dan sifat orang-orang yang memban-tah serta
sifat orang-orang yang menerima hukum Allah sebagai agamanya. Allah تعالى
memberikan kabar bahwasanya orang-orang bodoh di antara manusia akan
membantah, yaitu mereka yang tidak mengenal kemaslahatan bagi diri mereka
sendiri, bahkan mereka menyia-nyiakannya dan menukarnya dengan harga yang
paling rendah, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang
semisal dengan mereka dari orang-orang yang suka membantah hukum-hukum
Allah dan syariat-syariatNya. Yang demikian itu karena kaum Muslimin
diperintahkan untuk meng-hadap ke Baitul Maqdis selama mereka menetap di
Makkah, kemu-dian setelah hijrah ke Madinah kira-kira satu tahun setengah
lama-nya; karena Allah memiliki hikmah-hikmah di balik itu semua yang akan
disebutkan sebagiannya, dan hikmahNya menuntut adanya perintah kepada
mereka untuk menghadap ke Ka'bah. Lalu Allah mengabarkan kepada mereka
bahwa orang-orang bodoh di antara manusia itu pasti akan berkata,﴾ مَا
وَلَّىٰهُمۡ عَن قِبۡلَتِهِمُ ٱلَّتِي كَانُواْ عَلَيۡهَاۚ
﴿ "Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya
(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya," yakni, menghadap Baitul Maqdis, maksudnya apa yang
menyebabkan mereka berpaling darinya? Hal ini adalah sebuah bantahan
terha-dap hukum Allah, syariat, karunia, dan kebaikanNya. Maka Allah
menghibur mereka dan Dia mengabarkan tentang kejadiannya serta hal
seperti itu hanya terjadi dari orang-orang bodoh yang sedikit akal,
sedikit keramahan, dan miskin agama. Maka janganlah kalian mempedulikan
mereka karena telah diketahui sumber perkataan itu. Orang yang berakal
tidaklah akan mempedulikan ocehan orang bodoh dan tidak mengambil pusing
tentangnya. Ayat ini menunjukkan bahwa tidaklah akan membantah terhadap
hukum-hukum Allah kecuali orang bodoh, dungu, dan pembangkang. Sedangkan
orang yang berakal, lagi beriman dan pandai, pastilah akan menerima
hukum-hukum Allah dengan kepasrahan, ketundukan, serta kepatuhan,
sebagaimana Firman Allah تعالى, ﴾
وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ
أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ
﴿ "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allah
dan RasulNya telah mene-tapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka."
(Al-Ahzab: 36), dan juga
Firman Allah, ﴾
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيۡنَهُمۡ
﴿ "Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan."
(An-Nisa`: 65), dan
FirmanNya, ﴾
إِنَّمَا كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ
وَرَسُولِهِۦ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ
﴿ "Sesungguhnya jawaban orang-orang Mukmin, bila mereka di-panggil
kepada Allah dan RasulNya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami
mendengar, dan kami patuh'."
(An-Nur: 51). FirmanNya,
﴾
ٱلسُّفَهَآءُ
﴿ "Orang-orang bodoh," sudah cukup untuk menolak perkataan mereka dan
tidak perlunya mempedulikan mereka. Akan tetapi Allah تعالى dengan
adanya hal itu tidak akan membiarkan suatu syubhat hingga Dia
menghilangkan dan me-nyingkap apa yang akan dibeberkan kepada sebagian
hati dari bantahan tersebut. Maka Allah berfirman, ﴾
قُل
﴿ "Katakanlah" kepada mereka sebagai jawaban, ﴾
لِّلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ
مُّسۡتَقِيمٖ
﴿ "Ke-punyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus," maksudnya, apabila arah
barat dan timur adalah milik Allah dan tidak ada satu arah pun yang
keluar dari kekuasaan Allah, dan dengan ini Dia memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus, yang di antaranya
adalah petunjukNya kepada kalian untuk menghadap ke kiblat tersebut yang
merupakan ajaran bapak kalian Ibrahim, lalu untuk apa orang yang
membantah itu melakukan bantahan tentang perpindahan kiblat kalian
kepada arah yang ter-masuk bagian dari kekuasaan Allah? Dan kalian tidak
menghadap sebuah arah yang bukan kekuasaan Allah. Dengan hujjah tersebut
saja wajiblah ketundukan kepada perintahNya, lalu bagaimana pula bila
hal itu adalah karunia Allah dan petunjukNya, serta kebaikan-Nya kepada
kalian yang memberikan petunjuk kepada kalian me-nuju hal tersebut?
Orang yang membantah kalian berarti dia telah membantah karunia Allah,
karena dengki dan zhalim terhadap kalian. Dan ketika Firman Allah,
﴾
يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ
﴿ "Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang
lurus" bersifat mutlak (tidak terbatas),
sedangkan sesuatu yang tidak terbatas itu harus dimaknai dengan hal yang
telah membatasinya, maka hida-yah dan kesesatan itu memiliki sebab-sebab
yang telah menjadi suatu keharusan dari hikmah Allah تعالى dan
keadilanNya, dan sesungguhnya Allah telah mengabarkan dalam ayat lain
tentang sebab-sebab hidayah, yang mana apabila seorang hamba melaku-kan
sebab-sebab itu, niscaya dia akan memperoleh hidayah, seba-gaimana Allah
berfirman, ﴾
يَهۡدِي بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَٰمِ ﴿
"Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaanNya ke jalan keselamatan."
(Al-Ma`idah: 16). Dalam
ayat ini Allah menyebutkan suatu sebab yang meng-akibatkan umat ini
memperoleh hidayah secara mutlak dengan se-gala bentuk hidayah, dan Allah
menganugerahkannya bagi mereka, Allah berfirman,
(143) ﴾ وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَٰكُمۡ أُمَّةٗ وَسَطٗا
﴿ "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang pertengahan," yakni
tegak dan terpilih, sedangkan yang selain pertengahan adalah ujung dan
pinggir yang tergolong dalam mara bahaya; Allah menjadikan umat ini
sebagai pertengahan dalam segala perkara agama. Pertengahan
(dalam keyakinan dan sikap) terhadap para Nabi
di antara orang-orang yang melampaui batas terhadap mereka seperti
Nasrani dengan orang-orang yang berpaling dari mereka seperti Yahudi,
yaitu dengan beriman kepada mereka seluruhnya dengan cara yang benar.
Pertengahan dalam syariat, tidak seperti sikap berlebih-lebih-annya
orang-orang Yahudi dan kesalahan-kesalahan mereka, tidak pula seperti
tindakan asal-asalan orang-orang Nasrani. Dalam hal bersuci dan makanan,
tidak seperti Yahudi yang (menurut mereka) suatu
shalat tidak akan sah kecuali dalam tempat ibadah dan biara-biara
mereka, tidak pula air menyucikan mereka dari najis-najis, dan
sesungguhnya telah diharamkan atas mereka makanan yang baik sebagai
suatu hukuman bagi mereka. Tidak pula seperti Nasrani yang sama sekali
tidak menganggap sesuatu pun sebagai najis, dan tidak pula mengharamkan
sesuatu pun, akan tetapi mereka membolehkan segala yang berjalan maupun
yang merangkak, sedang kesucian kaum Muslimin adalah kesucian paling
sempurna dan paling lengkap. Allah تعالى menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dari berbagai macam makanan, minuman, dan pakaian, serta
mengha-ramkan bagi mereka segala yang buruk dari itu semua. Umat ini
memiliki agama paling sempurna, akhlak paling mulia, dan amalan-amalan
paling utama. Allah تعالى telah mengaruniakan kepada me-reka ilmu,
keramahan, keadilan, kebaikan perbuatan yang tidak Allah karuniakan
kepada umat-umat sebelumnya selain mereka. Oleh karena itu, mereka
adalah ﴾
أُمَّةٗ وَسَطٗا
﴿ "umat yang pertengahan," yang sempurna lagi seimbang, agar mereka
menjadi ﴾
شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ
﴿ "saksi atas perbuatan manusia," karena keadilan dan keputusan me-reka
yang adil, di mana mereka menghukumi seluruh manusia dari segala macam
pemeluk agama dan tidak ada yang menghukum semua itu selain dari mereka;
maka apa pun yang diterima oleh umat ini, niscaya itu diterima, dan apa
pun yang ditolak, niscaya tertolak. Bila ditanyakan,
"Bagaimana mungkin keputusan mereka atas manusia dapat diterima
padahal setiap dari kedua belah pihak yang bersengketa tidak dapat
menerima perkataan pihak yang lain? Dijawab:
Tidak dapat diterimanya perkataan salah satu pihak dari kedua pihak yang
bersengketa adalah karena adanya suatu tuduhan, adapun bila tidak ada
tuduhan tertentu dan hanya ada keadilan yang sempurna, sebagaimana yang
terdapat pada umat ini, maka yang sebenarnya dimaksudkan adalah berhukum
dengan keadilan dan kebenaran, dan syarat semua itu adalah ilmu dan
keadilan, sedangkan kedua hal itu terdapat pada umat ini yang pada
akhirnya perkataannya dapat diterima. Apabila ada seseorang yang ragu
tentang keutamaannya, lalu dia meminta seseorang yang dapat menguatkan
keutamaannya, maka dia adalah Nabi mereka, Muhammad ﷺ sebaik-baik
makhlukNya. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾
وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيۡكُمۡ شَهِيدٗاۗ
﴿ "Dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu," dan di antara
kesaksian umat ini terhadap umat-umat yang lain adalah bahwasanya di
Hari Kiamat Allah سبحانه وتعالى bertanya kepada para Rasul tentang
dakwah mereka dan umat-umat yang mendustai dakwah tersebut, sedangkan
mereka mengingkari bahwa para Rasul itu telah menyampaikan dakwah
mereka, maka para Rasul itu meminta persaksian kepada umat ini yang
akhirnya direkomendasikan oleh Nabi mereka. Ayat ini merupakan dalil
bahwa ijma' (konsensus) umat ini merupakan suatu
hujjah yang pasti kuat, dan bahwasanya mereka itu terlepas dari
kesalahan dengan adanya kemutlakan Firman Allah تعالى, ﴾
وَسَطٗا
﴿ "Pertengahan." Sekiranya kesepakatan mereka itu dimungkinkan terjadi
kesalahan, niscaya tidak menjadi pertengah-an kecuali hanya pada
beberapa perkara saja. Dan Firman Allah, ﴾
لِّتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ ﴿ "Agar kamu menjadi saksi atas
perbuatan manu-sia," berkonsekuensi bahwa mereka bila bersaksi terhadap
suatu hukum bahwa Allah تعالى telah menghalalkan dan mengharamkan, atau
mewajibkan, maka mereka terlepas dari dosa dalam hal ter-sebut. Ayat ini
juga menunjukkan bahwa dalam berhukum, bersaksi, dan mengeluarkan fatwa
atau semacamnya harus dengan syarat adil.
{وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا
لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى
عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى
اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (143)}
.
"…Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(dahulu) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak
akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia."
(Al-Baqarah: 143).
#
{143} يقول تعالى:
{وما جعلنا القبلة التي كنت عليها}؛
وهي:
استقبال بيت المقدس أولاً، {إلا لنعلم}؛
أي:
علماً يتعلق به الثواب والعقاب، وإلا فهو تعالى عالم بكل الأمور قبل
وجودها، ولكن هذا العلم لا يعلق عليه ثواباً ولا عقاباً لتمام عدله وإقامة
الحجة على عباده، بل إذا وجدت أعمالهم ترتب عليها الثواب والعقاب، أي شرعنا
تلك القبلة لنعلم ونمتحن
{من يتبع الرسول}؛ ويؤمن به فيتبعه على كل
حال لأنه عبد مأمور مدبر، ولأنه قد أخبرت الكتب المتقدمة أنه يستقبل الكعبة
فالمنصف الذي مقصوده الحق مما يزيده ذلك إيماناً وطاعة للرسول، وأما من
انقلب على عقبيه وأعرض عن الحق واتبع هواه فإنه يزداد كفراً إلى كفره وحيرة
إلى حيرته ويدلي بالحجة الباطلة المبنية على شبهة لا حقيقة لها
{وإن كانت}؛ أي:
صرفك عنها {لكبيرة}؛
أي:
شاقة {إلا على الذين هدى الله}؛ فعرفوا بذلك
نعمة الله عليهم وشكروا وأقروا له بالإحسان حيث وجههم إلى هذا البيت العظيم
الذي فضله على سائر بقاع الأرض وجعل قصده ركناً من أركان الإسلام وهادماً
للذنوب والآثام، فلهذا خفَّ عليهم ذلك وشقَّ على من سواهم.
ثم قال تعالى:
{وما كان الله ليضيع إيمانكم}؛
أي:
ما ينبغي له ولا يليق به تعالى بل هي من الممتنعات عليه، فأخبر أنه ممتنع
عليه ومستحيل أن يضيع إيمانكم، وفي هذا بشارة عظيمة لمن منَّ الله عليهم
بالإسلام والإيمان بأن الله سيحفظ عليهم إيمانهم فلا يضيعه،
وحفظه نوعان:
حفظ عن الضياع والبطلان بعصمته لهم عن كل مفسد ومزيل له ومنقص من المحن
المقلقة والأهواء الصادة، وحفظ بتنميته لهم وتوفيقهم لما يزداد به إيمانهم
ويتم به إيقانهم، فكما ابتدأكم بأن هداكم للإيمان فسيحفظه لكم ويتم نعمته
بتنميته وتنمية أجره وثوابه وحفظه من كل مكدر، بل إذا وجدت المحن التي
المقصود منها تبيين المؤمن الصادق من الكاذب فإنها تمحص المؤمنين وتظهر
صدقهم، وكأن في هذا احترازاً عما قد يقال أن قوله:
{وما جعلنا القبلة التي كنت عليها إلا لنعلم من يتبع الرسول ممن ينقلب
على عقبيه}؛
قد يكون سبباً لترك بعض المؤمنين إيمانهم فدفع هذا الوهم بقوله:
{وما كان الله ليضيع إيمانكم}؛ بتقديره لهذه
المحنة أو غيرها، ودخل في ذلك من مات من المؤمنين قبل تحويل الكعبة فإن
الله لا يضيع إيمانهم لكونهم امتثلوا أمر الله وطاعة رسوله في وقتها، وطاعة
الله امتثال أمره في كل وقت بحسب ذلك. وفي هذه الآية دليل لمذهب أهل السنة
والجماعة أن الإيمان تدخل فيه أعمال الجوارح.
وقوله:
{إن الله بالنَّاسِ لرءوفٌ رحيمٌ}؛
أي:
شديد الرحمة بهم عظيمها، فمن رأفته ورحمته بهم أن يُتِمَّ عليهم نعمته التي
ابتدأهم بها، وأن ميز عنهم من دخل في الإيمان بلسانه دون قلبه، وأن امتحنهم
امتحاناً زاد به إيمانهم وارتفعت به درجتهم، وأن وجههم إلى أشرف البيوت
وأجلها.
(143) Allah تعالى berfirman, ﴾ وَمَا جَعَلۡنَا
ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ
﴿ "Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(dahulu)," yaitu meng-hadap Baitul Maqdis
pertama-tama, ﴾
إِلَّا لِنَعۡلَمَ
﴿ "melainkan agar Kami mengetahui," yakni, pengetahuan yang berkaitan
dengan ganjaran maupun hukuman, karena sesungguhnya Allah تعالى itu Maha
Me-ngetahui segala perkara sebelum terjadinya, akan tetapi pengeta-huan
ini tidak Dia kaitkan dengan ganjaran dan tidak pula hukuman karena
kesempurnaan keadilanNya dan penegakan hujjah terhadap hamba-hambaNya.
Akan tetapi apabila amal-amal mereka telah ada, itulah yang
mengakibatkan ganjaran atau hukuman. Artinya, Kami mensyariatkan
perpindahan kiblat itu agar Kami mengetahui dan menguji, ﴾
مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ
﴿ "siapa yang mengikuti Rasul," beriman kepadanya dengan mengikutinya
dalam segala kondisi, karena dia adalah seorang hamba yang diperintah
dan dibimbing, dan karena kitab-kitab terdahulu telah mengabarkan
bahwasanya dia menghadap Ka'bah. Orang yang memandang secara adil yang
hanya mencari kebenaranlah yang akan membuat iman dan ketaatannya kepada
Rasul bertambah. Adapun orang yang membelot, berpaling dari kebenaran,
dan mengikuti hawa nafsunya, maka hal itu akan me-nambah kekufuran
baginya di atas kekufurannya dan kebingungan di atas kebingungannya, dan
dia mengemukakan hujjah batil yang didasari oleh syubhat yang tidak ada
hakikatnya sama sekali. ﴾
وَإِن كَانَتۡ
﴿ "Dan sungguh pemindahan kiblat itu," yakni pengalih-anmu darinya,
﴾
لَكَبِيرَةً
﴿ "terasa amat berat," maksudnya sangat sulit, ﴾
إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۗ
﴿ "kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,"
sehingga mereka mengetahui nikmat Allah atas mereka dalam hal tersebut
lalu mereka bersyukur dan mengakui kebaik-anNya dalam memberikan
perintah untuk menghadapkan wajah ke Ka'bah, yang telah Dia muliakan
atas tempat-tempat di seluruh bumi, dan menuju kepadanya
(untuk haji) adalah salah satu di antara
rukun-rukun Islam serta sebagai penggugur dosa dan kesa-lahan. Oleh
karena itulah hal tersebut terasa ringan bagi mereka, dan terasa berat
bagi selain mereka. Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ
﴿ "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu," maksudnya tidaklah
patut dan tidaklah pantas bagiNya تعالى, bahkan hal itu merupakan
perkara yang tidak mungkin dilakukanNya. Allah تعالى mengabarkan bahwa
hal itu tidak mungkin dilakukanNya dan sangat mustahil Dia
menyia-nyiakan keimanan kalian. Dalam hal ini ada sebuah kabar gembira
bagi orang yang telah dikaruniakan keimanan dan keis-laman oleh Allah
سبحانه وتعالى, yaitu bahwa Allah تعالى akan menjaga keimanan mereka dan
tidak menyia-nyiakannya. Penjagaan Allah itu ada dua macam.
Pertama:
Penjagaan dari kesia-siaan dan kehilangan, dengan perlindunganNya dari
segala hal yang dapat merusak, menghapus, dan menguranginya, berupa
ujian-ujian yang menggoncangkan dan hawa nafsu yang mengha-langi.
Kedua:
Penjagaan dengan menumbuhkannya untuk mereka dan memberikan taufik
terhadap mereka kepada perkara yang dapat menambah keimanan dan
menguatkan keyakinan mereka, dan sebagaimana Allah memulai dengan
memberikan hidayahNya buat kalian kepada keimanan, maka begitu pula
Allah akan menjaga keimanan itu bagi kalian dan akan menyempurnakan
nikmatNya dengan menumbuhkannya dan memperbanyak ganjaran dan balasan,
serta memeliharanya dari segala hal yang mengotorinya. Bahkan bila
ujian-ujian yang dimaksudkan darinya terjadi, hal itu akan menampakkan
Mukmin yang hakiki dari Mukmin yang bohongan, dan menyaring kaum
Mukminin dan menampakkan kejujuran mereka, seolah-olah merupakan sikap
kewaspadaan dari suatu dugaan yang muncul dari Firman Allah, ﴾
وَمَا جَعَلۡنَا ٱلۡقِبۡلَةَ ٱلَّتِي كُنتَ عَلَيۡهَآ إِلَّا لِنَعۡلَمَ مَن
يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِۚ
﴿ "Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot," yang terkadang menjadi penyebab bagi sebagian kaum
Mukminin untuk meninggalkan keimanan mereka, maka untuk membantah dugaan
seperti itu, Allah berfirman, ﴾
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمۡۚ
﴿ "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu," dengan pertimbanganNya
atas ujian-ujian itu atau yang selainnya. Dan termasuk dalam hal itu
juga adalah orang yang meninggal dari kaum Muslimin sebelum peralihan
kiblat ke Ka'bah, sesungguhnya Allah تعالى tidak akan menyia-nyiakan
keimanan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang menunaikan
perintah-perintah Allah تعالى dan menaati Rasulullah ﷺ pada waktunya,
dan taat kepada Allah تعالى dengan menunaikan perintahNya pada setiap
waktu sesuai dengan hal tersebut. Ayat ini merupakan dalil bagi Ahlus
Sunnah wal Jamaah bahwa perbuatan-perbuatan anggota tubuh termasuk ke
dalam iman. FirmanNya, ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia," maksudnya, rahmat yang
sangat banyak atas mereka, karena di antara bentuk kasih sayang dan
rahmatNya terhadap mereka adalah dengan menyem-purnakan nikmatNya yang
telah Dia anugerahkan kepada mereka, dan Dia bedakan dari mereka orang
yang beriman dengan lisannya saja tanpa hatinya, dan Dia menguji mereka
dengan ujian yang membuat keimanan mereka bertambah dan derajat mereka
me-ningkat, serta membimbing mereka kepada rumah yang paling mulia dan
paling agung
(yakni surga).
{قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
(144)}
"Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah
ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan."
(Al-Ba-qarah: 144).
#
{144} يقول الله لنبيه:
{قد نرى تقلب وجهك في السماء}؛ أي كثرة تردده
في جميع جهاته شوقاً وانتظاراً لنزول الوحي باستقبال الكعبة،
وقال:
{وجهك}؛ ولم يقل بصرك لزيادة اهتمامه، ولأن
تقليب الوجه مستلزم لتقليب البصر،
{فلنُوَلِّيَنَّكَ}؛
أي:
نوجهك لولايتنا إياك،
{قبلة ترضاها}؛ أي:
تحبها، وهي الكعبة، وفي هذا بيان لفضله وشرفه - صلى الله عليه وسلم -، حيث
أن الله تعالى يسارع في رضاه.
ثم صرح له باستقبالها فقال:
{فولِّ وجهك شطر المسجد الحرام}؛
والوجه:
ما أقبل من بدن الإنسان {وحيث ما كنتم}؛
أي:
من بر وبحر شرق وغرب جنوب وشمال،
{فولوا وجوهكم شطره}؛
أي:
جهته، ففيها اشتراط استقبال الكعبة للصلوات كلها فرضها ونفلها، وأنه إن
أمكن استقبال عينها وإلا فيكفي شطرها وجهتها، وأن الالتفات بالبدن مبطل
للصلاة؛ لأن الأمر بالشيء نهي عن ضده. ولما ذكر تعالى ـ فيما تقدم ـ
المعترضين على ذلك من أهل الكتاب وغيرهم وذكر جوابهم، ذكر هنا أن أهل
الكتاب والعلمِ منهم يعلمون أنك في ذلك على حقٍّ واضحٍ لما يجدونه في كتبهم
فيعترضون عناداً وبغياً، فإذا كانوا يعلمون بخطئهم فلا تبالوا بذلك، فإن
الإنسان إنما يغمه اعتراض من اعترض عليه إذا كان الأمر مشتبهاً وكان ممكناً
أن يكون معه صواب، فأما إذا تيقن أن الصواب والحق مع المعترض عليه وأن
المعترض معاند عارف ببطلان قوله فإنه لا محل للمبالاة،
بل يُنتظَر بالمعترض العقوبة الدنيوية والأخروية فلهذا قال تعالى:
{وما الله بغافل عمَّا يعملُون}؛ بل يحفظ
عليهم أعمالهم ويجازيهم عليها، وفيها وعيد للمعترضين وتسلية للمؤمنين.
(144) Allah تعالى berfirman kepada NabiNya, ﴾ قَدۡ
نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ
﴿ "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
(Muhammad) me-nengadah ke langit," maksudnya,
beliau seringkali melakukan hal itu berulang-ulang dengan rasa harap dan
menunggu turunnya wahyu tentang menghadap ke Ka'bah. Allah تعالى
berfirman, ﴾
وَجۡهِكَ
﴿ "Mukamu," dan bukan dengan matamu adalah untuk menambah perhatiannya,
dan karena pembalikan wajah secara pasti diikuti dengan pembalikan mata.
﴾
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ
﴿ "Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu," maksudnya, Kami akan
mengarahkan kamu karena kekuasaan Kami terhadapmu, ﴾
قِبۡلَةٗ تَرۡضَىٰهَاۚ
﴿ "ke kiblat yang kamu sukai," maksudnya, yang kamu senangi yaitu
Ka'bah. Ini me-rupakan suatu penjelasan akan keutamaan dan kemuliaan
beliau ﷺ, di mana Allah تعالى bersegera dalam memenuhi keinginan beliau,
kemudian Allah menegaskan tentang menghadap ke arah Ka'bah. Allah تعالى
berfirman, ﴾
فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
﴿ "Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram." Muka adalah suatu
bagian yang terdepan dari tubuh manusia. ﴾
وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ
﴿ "Dan di mana saja kamu berada," yaitu di lautan atau daratan, timur
atau barat, selatan atau utara, ﴾
فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ
﴿ "maka palingkanlah mukamu ke arahnya," mak-sudnya, menghadap kepada
arah Ka'bah. Di dalam ayat ini terdapat kandungan disyaratkannya
meng-hadap kiblat dalam menjalankan setiap shalat, baik yang wajib
maupun yang sunnah. Apabila memungkinkan menghadap kepada dzat Ka'bah
tersebut, (maka wajib menghadap fisik Ka'bah),
namun bila tidak memungkinkan, maka ke arahnya saja. Dan ini juga
me-nunjukkan bahwa berpaling dengan badan itu membatalkan shalat, karena
perintah kepada sesuatu itu berarti larangan dari perkara yang
berlawanan dengannya. Ketika Allah تعالى menyebutkan -dalam pembahasan
tadi- orang-orang yang membantah hal tersebut dari ahli Kitab dan selain
me-reka dan Allah تعالى juga menyebutkan tentang jawaban atas bantahan
mereka itu, lalu Allah dalam ayat ini menyebutkan bahwasanya ahli Kitab
dan orang-orang yang berilmu di antara mereka menge-tahui dengan benar
bahwasanya engkau berada dalam kebenaran yang jelas, karena mereka
mendapatkannya ada di dalam kitab mereka, akan tetapi mereka berpaling
karena membangkang dan zhalim. Apabila mereka mengetahui akan kesalahan
mereka, jangan-lah kalian mempedulikan hal itu, karena sesungguhnya
manusia akan dipusingkan oleh suatu bantahan dari orang yang
memban-tahnya apabila perkaranya tidaklah jelas dan kemungkinan saja
yang benar itu ada padanya, namun apabila dia yakin bahwa kebenaran itu
ada bersama orang yang dibantah, sedangkan orang yang membantah itu
hanyalah seorang yang keras kepala yang mengetahui kesalahan
perkataannya, maka sama sekali tidak ada yang harus dipedulikan padanya,
akan tetapi tunggu saja siksaan dunia dan akhirat yang akan dirasakan
oleh orang-orang yang membantah tersebut. Karena itu Allah berfirman,
﴾
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُونَ ﴿ "Dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan," bah-kan Allah memelihara
perbuatan-perbuatan mereka dan akan mem-berikan balasannya. Di dalam ayat
ini terdapat ancaman terhadap orang-orang yang membantah dan sekaligus
hiburan bagi kaum Mukminin.
{وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا
تَبِعُوا قِبْلَتَكَ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا
بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ
مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ
الظَّالِمِينَ (145)}
"Dan sungguh jika kamu mendatangkan kepada orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab
(Taurat dan Injil), semua ayat
(keterangan), mereka tidak akan mengikuti
kiblatmu, dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian
mereka pun tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sungguh
jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim."
(Al-Baqarah: 145).
#
{145} كان النبي - صلى الله عليه وسلم - من
كمال حرصه على هداية الخلق يبذل [لهم] غاية ما
يقدر عليه من النصيحة ويتلطف بهدايتهم، ويحزن إذا لم ينقادوا لأمر الله،
فكان من الكفار من تمرَّد عن أمر الله واستكبر على رسل الله وترك الهدى
عمداً وعدواناً فمنهم اليهود والنصارى أهل الكتاب الأول الذين كفروا بمحمد
عن يقين لا عن جهل؛ فلهذا أخبره الله تعالى أنك لو
{أتيت الذين أتُوا الكتاب بكل آيةٍ}؛
أي:
بكلِّ برهان ودليل يوضح قولك ويبين ما تدعو إليه،
{ما تبعوا قبلتك}؛
أي:
ما تبعوك؛ لأن اتباع القبلة دليل على اتباعه، ولأن السبب هو شأن القبلة،
وإنما كان الأمر كذلك لأنهم معاندون عرفوا الحقَّ وتركوه، فالآياتُ إنما
[تفيدو] ينتفع بها من يتطلب الحق وهو مشتبه عليه؛
فتوضح له الآيات البينات، وأما من جزم بعدم اتباع الحق فلا حيلة فيه،
وأيضاً فإن اختلافهم فيما بينهم حاصل، وبعضهم غير تابع قبلة بعض، فليس
بغريب منهم مع ذلك أن لا يتبعوا قبلتك يا محمد وهم الأعداء حقيقة
الحسدة. وقوله:
{وما أنت بتابع قبلتهُم}؛ أبلغ من قوله ولا
تتبع؛ لأن ذلك يتضمن أنه - صلى الله عليه وسلم -، اتصف بمخالفتهم، فلا يمكن
وقوع ذلك منه، ولم يقل ولو أُتُوا بكل آية؛ لأنهم لا دليل لهم على قولهم،
وكذلك إذا تبين الحق بأدلته اليقينية لم يلزم الإتيان بأجوبة الشُبَه
الواردة عليه؛ لأنه لا حد لها، ولأنه يعلم بطلانها للعلم بأن كلَّ ما نافى
الحق الواضح فهو باطل، فيكون حل الشبه من باب التبرع.
{ولئن اتَّبعت أهواءهُم}؛
إنما قال:
أهواءهم ولم يقل دينهم؛ لأن ما هم عليه مجرد أهوية نفس، حتى هم في قلوبهم
يعلمون أنه ليس بدين، ومن ترك الدين اتبع الهوى ولا محالة،
قال تعالى:
{أفرأيت من اتخذ إلهه هواه}،
{من بعد ما جاءك من العلم}؛ بأنك على الحق
وهم على الباطل، {إنَّك إذاً}؛
أي:
إن اتبعتهم، فهذا احتراز لئلا تنفصل هذه الجملة عما قبلها ولو في الأفهام
{لمن الظالمين}؛ أي:
داخل فيهم ومندرج في جملتهم، وأي ظلم أعظم من ظلم من علم الحق والباطل؟
فآثر الباطل على الحق، وهذا وإن كان الخطاب له - صلى الله عليه وسلم -، فإن
أمته داخلة في ذلك؛ وأيضاً فإذا كان هو - صلى الله عليه وسلم -، لو فعل ذلك
ـ وحاشاه ـ صار ظالماً مع علو مرتبته وكثرة إحسانه فغيره من باب أولى
وأحرى. ثم قال تعالى:
(145) Di antara semangat Nabi Muhammad ﷺ yang
besar dalam menyampaikan hidayah kepada manusia adalah, beliau mengerahkan
segala daya dan upaya untuk mereka dari nasihat dan lemah lembut dalam
memberi hidayah kepada mereka, beliau sangat sedih bila mereka tidak
tunduk kepada perintah Allah. Di antara kaum kafir ada yang membangkang
terhadap perintah Allah, berlaku sombong terhadap Rasul-rasul Allah dan
meninggalkan hidayah dengan sengaja dan melampaui batas; di antara mereka
itu ada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, yaitu ahli kitab
pertama yang mengingkari Nabi Muhammad ﷺ dengan keyakinan, bukan dengan
kebodohan. Oleh karena itu Allah تعالى mengabarkan bahwasanya sekiranya, ﴾
أَتَيۡتَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ بِكُلِّ ءَايَةٖ
﴿ "kamu mendatangkan kepada orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab
(Taurat dan Injil), semua ayat
(keterangan)," maksudnya, dengan segala bukti
nyata dan dalil yang menjelaskan perkataan-mu dan menerangkan apa yang
kamu dakwahkan kepadanya,﴾
مَّا تَبِعُواْ قِبۡلَتَكَۚ
﴿ "mereka tidak akan mengikuti kiblatmu," maksudnya, mereka tidak akan
mengikutimu; karena mengikuti dalam hal kiblat me-nunjukkan akan
ketundukan kepada beliau, dan karena sebabnya adalah dalam perkara
kiblat, dan perkara tersebut bisa seperti itu adalah karena mereka
durhaka, di mana mereka telah mengetahui kebenaran namun mereka
meninggalkannya, maka ayat-ayat itu hanya akan bermanfaat bagi orang
yang mencari kebenaran, namun perkaranya samar menurutnya, maka
ayat-ayat yang jelas akan
(berfungsi) menerangkan untuknya. Adapun orang
yang telah bertekad untuk tidak mengikuti kebenaran, maka tidak ada
alasan lagi baginya, dan juga perpecah-an di antara mereka benar-benar
terjadi, di mana sebagian mereka tidak mengikuti kiblat sebagian yang
lain. Oleh karena itu, bukan-lah suatu hal yang aneh, apabila mereka
tidak mengikuti kiblatmu wahai Muhammad ﷺ, dan mereka itu adalah musuh
yang benar-benar dengki. FirmanNya, ﴾
وَمَآ أَنتَ بِتَابِعٖ قِبۡلَتَهُمۡۚ
﴿ "Dan kamu pun tidak akan meng-ikuti kiblat mereka," ini lebih mantap
daripada kalimat "janganlah kamu mengikuti," karena hal itu mengandung
suatu dugaan bahwa Muhammad ﷺ memiliki sifat tampil beda dengan mereka,
maka hal itu tidaklah mungkin terjadi dari beliau. Allah juga tidak
ber-firman "sekiranya didatangkan kepada mereka setiap ayat," karena
mereka tidak memiliki dalil atas apa yang mereka katakan. Demi-kian juga
apabila telah jelas kebenaran itu dengan dalil-dalilnya yang yakin, maka
tidaklah harus menjawab hal yang syubhat yang muncul darinya, karena dia
tidak memiliki batas dan juga karena dia mengetahui kebatilannya, atas
dasar pengetahuan bahwa setiap yang bertentangan dengan kebenaran yang
jelas itu adalah suatu kebatilan, maka menjawab hal yang syubhat itu
hanyalah sebatas suatu tindakan derma semata
(yang tidak harus). ﴾
وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم
﴿ "Dan sungguh jika kamu mengikuti keinginan mereka." Allah berkata,
"keinginan mereka" dan tidak berkata "agama mereka"; karena apa yang
mereka anut saat itu adalah sebatas hawa nafsu diri mereka, hingga dalam
hati mereka pun mengetahui bahwa hal itu bukanlah agama, dan barangsiapa
yang meninggal-kan agama, maka dia hanya mengikuti hawa nafsu, tidak ada
lain-nya. Allah تعالى berfirman, ﴾
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ
﴿ "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsu-nya
sebagai tuhannya?"
(Al-Jatsiyah: 23).
﴾
مِّنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ
﴿ "Setelah datang ilmu kepadamu," bahwa-sanya engkau berada di atas
kebenaran sedangkan mereka dalam kebatilan, ﴾
إِنَّكَ إِذٗا
﴿ "sesungguhnya kamu kalau begitu," maksudnya, jika kamu mengikuti
mereka, hal ini adalah sebuah tindakan pen-cegahan agar kalimat ini
tidak terputus dengan kalimat yang se-belumnya, walaupun hanya dalam
pikiran, ﴾
لَّمِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "termasuk golongan orang-orang yang zhalim,"
yakni, tergolong bersama mereka dan tergabung di antara kelompok mereka.
Dan kezhaliman apa-kah yang paling keji dari kezhaliman orang yang
mengetahui kebenaran dan kebatilan lalu dia lebih memilih kebatilan
daripada kebenaran? Hal ini walaupun pembicaraannya kepada Muhammad ﷺ,
namun umatnya termasuk di dalamnya. Demikian juga apabila beliau ﷺ
melakukan hal itu -dan ini tentu sangatlah mustahil- niscaya beliau juga
zhalim, meskipun dengan kedudukannya yang tinggi dan kebaikannya yang
banyak, maka orang-orang yang selainnya tentunya lebih pantas dan patut.
{الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ
أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ
يَعْلَمُونَ (146) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا
تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (147)}
"Orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami
beri al-Kitab
(Taurat dan Injil) mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di
antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka me-ngetahui.
Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu
termasuk orang-orang yang ragu."
(Al-Baqarah: 146-147).
#
{146} يخبر تعالى أن أهل الكتاب قد تقرر
عندهم وعرفوا أن محمداً رسول الله وأن ما جاء به حق وصدق، وتيقنوا ذلك كما
تيقنوا أبناءهم بحيث لا يشتبهون [عليهم] بغيرهم،
فمعرفتهم بمحمد - صلى الله عليه وسلم -، وصلت إلى حد لا يشكون فيه ولا
يمترون. لكن فريقاً منهم وهم أكثرهم الذين كفروا به كتموا هذه الشهادة مع
تيقنها وهم يعلمون، ومن أظلم ممن كتم شهادة عنده من الله وفي ضمن ذلك تسلية
للرسول والمؤمنين وتحذير لهم من شرهم وشبههم، وفريق منهم لم يكتموا الحق
وهم يعلمون، فمنهم من آمن به، ومنهم من كفر به جهلاً. فالعالم عليه إظهار
الحق وتبيينه وتزيينه بكلِّ ما يقدر عليه من عبارة وبرهان ومثال وغير ذلك،
وإبطال الباطل وتمييزه عن الحق وتشيينه وتقبيحه للنفوس بكل طريق مؤدٍّ
لذلك، فهؤلاء الكاتمون عكسوا الأمر فانعكست أحوالهم.
(146) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya ahli
kitab itu telah jelas bagi mereka dan telah mereka ketahui bahwa Nabi
Muhammad ﷺ itu adalah Rasulullah dan bahwa apa yang dibawa oleh beliau itu
adalah haq dan benar. Bahkan mereka sangat yakin akan hal itu sebagaimana
mereka yakin terhadap anak-anak mereka, di mana mereka tidak mungkin
saling tertukar dengan anak-anak yang lain. Oleh karena itu pengetahuan
mereka tentang Nabi Muhammad ﷺ telah sampai pada batas tidak ada keraguan
dan tidak ada perde-batan padanya. Akan tetapi kelompok mayoritas di
antara mereka mengingkari beliau, mereka menyembunyikan kesaksian yang
meyakinkan tersebut padahal mereka mengetahuinya. Maka siapa-kah yang
lebih zhalim dari orang yang menyembunyikan kesaksian dari sisi Allah?
Termasuk dalam kandungan ayat ini adalah hiburan bagi Rasulullah ﷺ dan
kaum Mukminin, juga peringatan untuk mereka dari kejahatan orang-orang
kafir dan syubhat mereka. Namun ada sekelompok dari mereka yang tidak
menyembunyikan kebenaran tersebut dan mereka mengetahui hal itu, dan di
antara mereka ada yang beriman dan ada juga yang tetap kafir kepadanya
karena kebodohan. Seorang yang berilmu wajib memperlihatkan kebenaran,
menjelaskan, dan menghiasinya dengan segala yang mampu dia lakukan dari
penjelasan kalimat, pengungkapan keterangan, contoh, dan lain sebagainya.
Dan wajib baginya mengingkari kebatilan, membedakannya dari kebenaran, dan
menjadikannya dibenci oleh jiwa dengan segala cara yang menyampaikan
kepada hal tersebut. Dan oleh karena orang-orang yang telah menyembunyikan
kebe-naran tersebut telah berlaku kebalikan dari yang seharusnya, maka
kondisi mereka pun terimbas dengannya.
#
{147}
{الحق من ربك}؛ أي:
هذا الحق الذي هو أحق أن يسمى حقًّا من كلِّ شيء لما اشتمل عليه من المطالب
العالية والأوامر الحسنة وتزكية النفوس وحثها على تحصيل مصالحها ودفع
مفاسدها لصدوره من ربك الذي من جملة تربيته لك أن أنزل عليك هذا القرآن
الذي فيه تربية العقول والنفوس وجميع المصالح،
{فلا تكونن من الممترين}؛
أي:
فلا يحصل لك أدنى شك وريبة فيه، بل تفكر فيه وتأمل حتى تصل بذلك إلى
اليقين، لأن التفكر فيه لا محالة دافع للشك موصل لليقين.
(147) ﴾ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ
﴿ "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu," mak-sudnya, kebenaran ini adalah
yang paling benar untuk dinamakan sebagai kebenaran dari segala sesuatu,
karena apa yang ia kandung dari cita-cita yang tinggi, perintah-perintah
yang baik, penyucian jiwa, mengajaknya kepada hal-hal yang mendatangkan
manfaat dan menolak mudarat adalah bersumber dari Tuhanmu, dan yang
termasuk dalam bimbinganNya bagimu adalah bahwa Dia menu-runkan kepadamu
al-Qur`an yang berisi pendidikan bagi akal, jiwa dan segala
kemaslahatan. ﴾
فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ﴿ "Sebab itu janganlah se-kali-kali
kamu termasuk orang-orang yang ragu," yakni, jangan sampai ada sedikit
saja keraguan dan kebimbangan darimu, akan tetapi renungkan dan
pikirkanlah hal itu hingga kamu sampai kepada keyakinan, karena berpikir
tentangnya sudah pasti akan menghi-langkan keraguan dan akan menyampaikan
kepada keyakinan.
{وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)}
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang dia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah
(dalam mem-buat) kebaikan. Di
mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian
(pada Hari Kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu."
(Al-Baqarah: 148).
#
{148} أي: كل أهل دين وملة له وجهة يتوجه
إليها في عبادته، وليس الشأن في استقبال القبلة فإنه من الشرائع التي تتغير
بها الأزمنة والأحوال ويدخلها النسخ والنقل من جهة إلى جهة، ولكن الشأن كل
الشأن في امتثال طاعة الله والتقرب إليه وطلب الزلفى عنده، فهذا هو عنوان
السعادة ومنشور الولاية، وهو الذي إذا لم تتصف به النفوس حصلت لها خسارة
الدنيا والآخرة، كما أنها إذا اتصفت به فهي الرابحة على الحقيقة، وهذا أمر
متفق عليه في جميع الشرائع، وهو الذي خلق الله له الخلق وأمرهم به، والأمر
بالاستباق إلى الخيرات قدر زائد على الأمر بفعل الخيرات، فإن الاستباق
إليها يتضمن فعلها وتكميلها وإيقاعها على أكمل الأحوال والمبادرة إليها،
ومن سبق في الدنيا إلى الخيرات فهو السابق في الآخرة إلى الجنات، فالسابقون
أعلى الخلق درجة، والخيرات تشمل جميع الفرائض والنوافل من صلاة وصيام وزكاة
وحج وعمرة وجهاد ونفع متعدٍّ وقاصر،
ولما كان أقوى ما يحث النفوس على المسارعة إلى الخير وينشطها ما رتب الله
عليها من الثواب قال:
{أينما تكونوا يأت بكم الله جميعاً إن الله على كلِّ شيء قدير}؛ فيجمعكم ليوم القيامة بقدرته، فيجازي كل عامل بعمله؛
{ليجزي الذين أساءوا بما عملوا ويجزي الذين أحسنوا بالحسنى}. ويستدل بهذه الآية الشريفة على الإتيان بكل فضيلة يتصف بها العمل،
كالصلاة في أول وقتها، والمبادرة إلى إبراء الذمة من الصيام والحجِّ
والعمرة وإخراج الزكاة، والإتيان بسنن العبادات وآدابها، فلله ما أجمعها
وأنفعها من آية.
(148) Maksudnya, setiap pemeluk suatu agama pasti
memi-liki arah yang menjadi tujuan dalam menghadap ketika beribadah, dan
masalahnya bukan menghadap kiblat, karena sesungguhnya dia adalah sebuah
syariat di mana waktu dan kondisi bisa berubah, dan terkena hukum nasakh
dan peralihan dari suatu arah ke arah yang lain, akan tetapi masalahnya
adalah dalam menunaikan ke-taatan kepada Allah, mendekatkan diri
kepadaNya, dan memohon derajat dariNya. Inilah tanda-tanda kebahagiaan dan
kecintaan, yaitu suatu hal yang bila jiwa tidak bersifat dengannya,
niscaya akan mengakibatkan kerugian dunia dan akhirat, sebagaimana juga
bila dia bersifat dengannya, maka itulah keuntungan yang sesungguhnya. Ini
adalah suatu perkara yang telah disepakati dalam seluruh syariat, karena
Allah menciptakan makhluk untuk hal itu dan Dia perintahkan kepadanya.
Perintah untuk berlomba kepada kebaikan merupakan suatu yang lebih dari
sekedar perintah untuk berbuat baik, karena berlomba berbuat kebaikan
meliputi beberapa hal, yaitu dengan melakukannya, menyempurnakannya, dan
menem-patkannya dalam bentuk yang paling sempurna, serta bersegera
kepadanya. Barangsiapa yang berlomba kepada kebaikan di dunia, maka dia
akan menjadi pemenang di akhirat dengan surga, dan orang-orang yang
terdepan dalam perlombaan adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya.
Kebaikan itu meliputi segala hal yang diwajibkan dan yang disunnahkan,
seperti Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Umrah dan Jihad serta memberikan
manfaat secara luas maupun sempit. Ketika suatu hal yang paling mendorong
jiwa untuk berlomba-lomba kepada kebaikan dan menggiatkannya adalah apa
yang dijanjikan oleh Allah terhadapnya dari pahala, maka Allah berfirman,﴾
أَيۡنَ مَا تَكُونُواْ يَأۡتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ
كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ
﴿ "Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada Hari Kiamat). Sesung-guhnya Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu," Allah akan mengumpul-kan kalian pada
Hari Kiamat dengan kuasaNya, kemudian Allah akan membalas segala
perbuatan setiap orang sesuai dengan per-buatannya, ﴾
لِيَجۡزِيَ ٱلَّذِينَ أَسَٰٓـُٔواْ بِمَا عَمِلُواْ وَيَجۡزِيَ ٱلَّذِينَ
أَحۡسَنُواْ بِٱلۡحُسۡنَى 31 ﴿ "Supaya Dia memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang
lebih baik
(surga)."
(An-Najm: 31). Ayat yang
mulia ini dapat dijadikan dalil untuk mengadakan setiap hal yang mulia
yang berkaitan dengan suatu perbuatan, seperti shalat pada awal waktu,
bersegera dalam menunaikan ke-wajiban, seperti puasa, Haji, Umrah,
mengeluarkan Zakat, menger-jakan sunnah-sunnah ibadah dan adab-adabnya.
Sungguh hanya milik Allah sajalah ayat yang sangat lengkap dan paling
berman-faat ini.
{وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَإِنَّهُ لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ
عَمَّا تَعْمَلُونَ (149) وَمِنْ حَيْثُ
خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ
عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا
تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (150)}
Dan darimana saja kamu keluar, maka palingkanlah Wajah-mu ke arah Masjidil
Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Rabb.
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari
mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
Dan di mana saja kamu
(sekalian) berada, maka
palingkanlah wajah-mu ke arahnya, agar tidak ada hujjah
(alasan) bagi manusia atas kamu, kecuali
orang-orang yang zhalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepadaKu. Dan agar Aku sempurnakan nikmatKu atasmu,
dan supaya kamu mendapat petunjuk.
(Al-Baqarah: 149-150).
#
{149} أي:
{ومن حيث خرجت}؛ في أسفارك وغيرها وهذا
للعموم،
{فولِّ وجهك شطر المسجد الحرام}؛
أي:
جهته. ثم خاطب الأمة عموماً فقال:
(149) Maksudnya, ﴾ وَمِنۡ حَيۡثُ خَرَجۡتَ
﴿ "Dan dari mana saja kamu keluar" dalam perjalananmu atau selainnya;
dan ini bersifat umum, ﴾
فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۖ ﴿ "maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram," maksudnya, menghadaplah kepadanya,
kemudian Allah mengarahkan FirmanNya kepada seluruh umat secara umum,
#
{150}
{وحيث ما كنتم فولوا وجوهكم شطره}؛
وقال:
{وإنه للحق من ربك}؛ أكده بأن، واللام لئلا
يقع لأحد فيه أدنى شبهة، ولئلا يظن أنه على سبيل التشهي لا الامتثال،
{وما الله بغافل عما تعملون}؛ بل هو مطلع
عليكم في جميع أحوالكم فتأدبوا معه وراقبوه بامتثال أوامره واجتناب نواهيه،
فإن أعمالكم غير مغفول عنها بل مجازون عليها أتم الجزاء إن خيراً فخير وإن
شرًّا فشر، وقال هنا:
{لئلا يكون للناس عليكم حجة}؛
أي:
شرعنا لكم استقبال الكعبة المشرفة لينقطع عنكم احتجاج الناس من أهل الكتاب
والمشركين، فإنه لو بقي مستقبلاً لبيت المقدس لتوجهت عليه الحجة، فإن أهل
الكتاب يجدون في كتابهم أن قبلته المستقرة هي الكعبة البيت الحرام،
والمشركين يرون أن من مفاخرهم هذا البيت العظيم، وأنه من ملة إبراهيم، وأنه
إذا لم يستقبله محمد - صلى الله عليه وسلم -، توجهت نحوه حججهم، وقالوا كيف
يدَّعي أنه على ملة إبراهيم وهو من ذريته وقد ترك استقبال قبلته، فباستقبال
القبلة قامت الحجة على أهل الكتاب والمشركين وانقطعت حججهم عليه، إلا من
ظلم منهم؛ أي: من احتج منهم بحجة هو ظالم فيها
وليس لها مستند إلا اتباع الهوى والظلم؛ فهذا لا سبيل إلى إقناعه والاحتجاج
عليه، وكذلك لا معنى لجعل الشبهة التي يوردونها على سبيل الاحتجاج محلا
يؤبه لها ولا يلقى لها بال، فلهذا قال تعالى:
{فلا تخشوهم}؛ لأن حجتهم باطلة، والباطل
كاسمه مخذول، مخذول صاحبه، وهذا بخلاف صاحب الحقِّ فإن للحق صولة وعزًّا
يوجب خشية من هو معه، وأمر تعالى بخشيته التي هي رأس كل خير، فمن لم يخشَ
الله؛ لم ينكف عن معصيته، ولم يمتثل أمره. وكان صرف المسلمين إلى الكعبة
مما حصلت فيها فتنة كبيرة أشاعها أهل الكتاب والمنافقون والمشركون وأكثروا
فيها من الكلام والشبه، فلهذا بسطها الله تعالى، وبينها أكمل بيان، وأكدها
بأنواع من التأكيدات التي تضمنتها هذه الآيات.
منها:
الأمر بها ثلاث مرات مع كفاية المرة الواحدة.
ومنها:
أن المعهود أن الأمر إما أن يكون للرسول فتدخل فيه الأمة
[تبعاً] أو للأمة عموماً،
وفي هذه الآية أمر فيها الرسول بالخصوص في قوله:
{فول وجهك}؛
والأمة عموماً في قوله:
{فولوا وجوهكم}.
ومنها:
أنه ردَّ فيه جميع الاحتجاجات الباطلة التي أوردها أهل العناد وأبطلها شبهة
شبهة كما تقدم توضيحها. ومنها: أنه قطع الأطماع من
اتباع الرسول قبلة أهل الكتاب. ومنها: قوله:
{وإنه للحق من ربك}؛ فمجرد إخبار الصادق
العظيم كافٍ شافٍ، ولكن مع هذا قال:
{وإنه للحق من ربك}.
ومنها:
أنه أخبر وهو العالم بالخفيات أن أهل الكتاب متقرر عندهم صحة هذا الأمر،
ولكنهم يكتمون هذه الشهادة مع العلم.
ولما كان توليته لنا إلى استقبال القبلة نعمة عظيمة وكان لطفه بهذه الأمة
ورحمته لم يزل يتزايد وكلما شرع لهم شريعة فهي نعمة عظيمة قال:
{ولأتم نعمتي عليكم}؛ فأصل النعمة الهداية
لدينه بإرسال رسوله وإنزال كتابه، ثم بعد ذلك النعم المتممات لهذا الأصل لا
تعد كثرة ولا تحصر منذ بعث الله رسوله إلى أن قرب رحيله من الدنيا وقد
أعطاه الله من الأحوال والنعم وأعطى أمته ما أتم به نعمته عليه وعليهم
وأنزل الله عليه
{اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام
ديناً}؛ فلله الحمد على فضله الذي لا نبلغ له عدًّا فضلاً عن القيام بشكره،
{ولعلكم تهتدون}؛
أي:
تعلمون الحق وتعملون به، فالله تبارك وتعالى من رحمته بالعباد قد يسَّر لهم
أسباب الهداية غاية التيسير ونبههم على سلوك طرقها وبينها لهم أتم تبيين
حتى أن من جملة ذلك أنه يقيض للحق المعاندين له فيجادلون فيه فيتضح بذلك
الحق وتظهر آياته وأعلامه، ويتضح بطلان الباطل وأنه لا حقيقة له، ولولا
قيامه في مقابلة الحق لربما لم يتبين حاله لأكثر الخلق وبضدها تتبين
الأشياء، فلولا الليل ما عرف فضل النهار، ولولا القبيح ما عرف فضل الحسن،
ولولا الظلمة ما عرف منفعة النور، ولولا الباطل ما اتضح الحق اتضاحاً
ظاهراً. فلله الحمد على ذلك.
(150) ﴾ وَحَيۡثُ مَا كُنتُمۡ فَوَلُّواْ
وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥ
﴿ "Dan di mana saja kamu (sekalian) berada,
maka palingkanlah wajahmu ke arahnya," lalu Dia berfirman, ﴾
وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ
﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari
Rabbmu." Allah menegaskan dengan huruf "inna" dan "lam," agar tidak
terjadi syubhat yang terkecil sekalipun pada seseorang, dan agar dia
tidak mengira bahwa itu hanyalah kesenangan belaka dan bukannya
melaksanakan perintah. ﴾
وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ
﴿ "Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan,"
akan tetapi Dia mengawasi kalian di segala kondisi kalian, maka berbuat
baiklah kepadaNya dan cermatilah pengawasanNya dengan selalu
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya,
karena sesungguhnya perbuatan-perbuatan kalian itu tidaklah dilalaikan,
akan tetapi akan mendapatkan balasannya dengan balasan yang paling
sem-purna; bila baik, maka baiklah balasannya, dan bila buruk, maka
buruk pulalah balasannya. Allah تعالى kemudian berfirman, ﴾
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيۡكُمۡ حُجَّةٌ
﴿ "Agar tidak ada hujjah (alasan) bagi manusia
atas kamu," maksudnya, Kami menetapkan bagi kalian untuk menghadap
Ka'bah yang mulia, agar tidak ada bantahan dari ahli Kitab dan kaum
musyrikin kepada kalian, karena seandainya kalian masih tetap menghadap
ke Baitul Maqdis, niscaya hujjah itu akan terus ada, karena sesungguhnya
ahli Kitab mendapatkan dalam kitab mereka bahwa kiblat mereka yang tetap
adalah Ka'bah Baitul Haram, sedang kaum musyrikin memandang bahwa di
antara kehormatan milik mereka adalah al-Baitul Haram tersebut, dan
bahwa dia adalah dari ajaran Nabi Ibrahim عليه السلام. Bila Nabi
Muhammad ﷺ tidak berkiblat ke arahnya, niscaya bantahan-bantahan mereka
akan tertuju kepada beliau dengan berkata, Bagaimana dia mengaku
menganut ajaran Nabi Ibrahim sedangkan dia termasuk keturunannya, namun
dia me-ninggalkan menghadap kiblatnya? Oleh karena itu, dengan
meng-hadap ke arah kiblat, maka tegaklah hujjah atas ahli kitab dan kaum
musyrikin sekaligus serta lenyaplah bantahan mereka atas beliau ﷺ
kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka. Artinya orang yang
berhujjah di antara mereka dengan hujjah yang dia berlaku zhalim
dengannya yang tidak memiliki sandaran sama sekali kecuali hanya hawa
nafsu dan kezhaliman, maka orang seperti ini tidak ada jalan untuk
memuaskannya dan berhujjah atasnya, demikian pula tidak ada artinya
menjadikan syubhat yang mereka utarakan dengan maksud membantah itu
sebagai suatu masalah yang tidak perlu diperhatikan dan tidak perlu
dipeduli-kan. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾
فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ
﴿ "Maka jangan-lah kau takut kepada mereka," karena hujjah mereka
adalah batil, sedangkan batil itu adalah seperti namanya sendiri yaitu
sesuatu yang ditinggalkan, dan ahli kebatilan ditinggalkan. Hal ini
sangat berbeda jauh dengan ahli kebenaran, karena kebenaran itu
memi-liki kekuatan dan kemuliaan yang menimbulkan rasa takut kepada
mereka yang berada dalam kebenaran, Allah تعالى memerintahkan untuk
takut kepadaNya di mana hal itu merupakan puncak dari segala kebaikan.
Maka barangsiapa yang tidak takut kepada Allah, niscaya dia tidak akan
menahan diri dari kemaksiatan kepadaNya, dan tidak menunaikan
perintahNya. Perpindahan kiblat kaum Muslimin ke arah Ka'bah
mengaki-batkan fitnah yang besar yang dimunculkan oleh ahli Kitab, kaum
munafik dan kaum musyrikin. Mereka memperbesar fitnah itu dengan
memperbanyak pembicaraan dan syubhat-syubhat tentang-nya. Oleh karena
itu Allah membeberkan hal tersebut dan menjelas-kannya dengan
sejelas-jelasnya serta menegaskannya dengan segala bentuk sarana-sarana penegasan yang dikandung dalam ayat ini:
Pertama: Adanya perintah untuk memalingkan wajah ke arah Ka'bah sebanyak
tiga kali, padahal dengan sekali saja sudah cukup.
Kedua:
Kesepakatan bahwa perintah itu ditujukan kepada Rasul yang tentunya
umatnya termasuk di dalamnya sebagai suatu konsekuensi, atau ditujukan
langsung kepada umat yang bersifat umum, dan dalam ayat ini perintah
kepada Rasul secara khusus, ﴾
فَوَلِّ وَجۡهَكَ
﴿ "Palingkanlah wajahmu," dan kepada umat secara umum dalam Firman
Allah, ﴾
فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ
﴿ "Maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya." Ketiga:
Bahwasanya Allah menolak segala bantahan batil yang dimunculkan oleh
orang-orang durhaka, dan Allah meng-gugurkan semua syubhat satu demi
satu sebagaimana yang telah dijelaskan. Keempat:
Bahwasanya Allah memupus keinginan yang besar
(ahli Kitab) agar Rasul ikut menghadap kiblat
ahli kitab (Baitul Maqdis).
Kelima:
FirmanNya, ﴾
وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ
﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu adalah benar-benar suatu yang haq dari
Rabbmu." Sudah cukup dan lengkap hanya dengan sebatas kabar dari Dzat
yang Benar dan Agung, akan tetapi dengan hal itu juga Allah
berfirman,﴾
وَإِنَّهُۥ لَلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَۗ
﴿ "Sesungguhnya ketentuan itu adalah benar-benar suatu yang haq dari
Rabbmu." Keenam: Allah mengabarkan –dan Dia
adalah Dzat yang Mahatahu segala yang tersembunyi– bahwasanya tentang
kebe-naran hal itu telah diakui oleh ahli Kitab, akan tetapi mereka
me-nyembunyikan pengakuan dan kesaksian itu. Dan karena perintahNya
tentang peralihan dalam menghadap kiblat bagi kita adalah sebuah nikmat
yang besar, kasih sayang dan rahmatNya terhadap umat ini senantiasa
bertambah, dan setiap kali Dia mensyariatkan kepada mereka suatu syariat
agama itu merupakan suatu kenikmatan yang besar, maka Dia berfirman,
﴾
وَلِأُتِمَّ نِعۡمَتِي عَلَيۡكُمۡ
﴿ "Dan agar Kusempurnakan nikmatKu atas kamu." Maka dasar kenikmatan
itu adalah hidayah kepada agamaNya dengan mengutus RasulNya dan
penurunan kitabNya, kemudian setelah itu ada kenikmatan-kenikmatan
pelengkap bagi nikmat dasar ini yang tidak dapat dihitung banyaknya dan
tidak dapat dibatasi sejak Allah mengutus RasulNya hingga mendekati
kepergian beliau dari dunia. Allah تعالى telah memberikan kepadanya
segala nikmat, serta memberikan kepada umatnya apa yang menyempurnakan
nikmatnya itu kepada beliau dan kepada mereka lalu Allah menu-runkan
wahyu kepadanya, ﴾
ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي
وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ
﴿ "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama
bagimu."
(Al-Ma`idah: 3). Segala
puji hanya milik Allah atas segala karuniaNya yang tidak mampu kita
hitung, apalagi untuk mensyukurinya, ﴾
وَلَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ ﴿ "dan supaya kamu mendapat petunjuk,"
maksudnya, kalian mengetahui kebenaran lalu mengamalkannya. Merupakan
rahmat Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya, yaitu Dia memudahkan bagi
mereka sebab-sebab hidayah dengan sangat mudah sekali, dan Dia
mengingatkan mereka untuk me-nempuh jalannya, lalu Allah menjelaskan
kepada mereka dengan keterangan yang paling sempurna. Dan di antara hal
itu adalah Dia menakdirkan bagi kebenaran itu adanya para pembangkang
terhadapnya, lalu mereka berdebat tentangnya, hingga jelaslah kebenaran
dan nampaklah ayat-ayat dan tanda-tandaNya, serta teranglah batilnya
kebatilan itu dan bahwa kebatilan itu tidak ada hakikatnya sama sekali.
Sekiranya bukan karena adanya perlawanan kebatilan terhadap kebenaran,
mungkin saja keadaannya tidak akan jelas bagi sebagian besar makhluk,
karena dengan hal yang kontradiksi, jelaslah segala sesuatu. Sekiranya
bukan karena adanya malam hari, tidaklah diketahui keutamaan siang hari,
sekiranya bukan karena kejelekan, tidaklah diketahui keutamaan keindahan,
sekiranya bukan karena kegelapan, tidaklah diketahui manfaatnya cahaya,
dan sekiranya bukan karena kebatilan, maka kebenaran tidak akan
benar-benar jelas. Akhirnya segala puji hanya bagi Allah atas semua itu.
{كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ
آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
(151) فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا
لِي وَلَا تَكْفُرُونِ (152)}
"Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepadamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu
al-Kitab dan al-Hikmah
(as-Sunnah) serta mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan
janganlah kamu mengingkari
(nikmat)Ku."
(Al-Baqarah: 151-152).
#
{151} يقول تعالى: إن إنعامنا عليكم باستقبال
الكعبة وإتمامها بالشرائع والنعم المتممة ليس ذلك ببدع من إحساننا ولا
بأوله بل أنعمنا عليكم بأصول النعم ومتمماتها فأبلغها إرسالنا إليكم هذا
الرسول الكريم منكم تعرفون نسبه وصدقه وأمانته وكماله ونصحه
{يتلو عليكم آياتنا}؛ وهذا يعم الآيات
القرآنية وغيرها، فهو يتلو عليكم الآيات المبينة للحق من الباطل والهدى من
الضلال التي دلتكم أولاً على توحيد الله وكماله ثم على صدق رسوله ووجوب
الإيمان به ثم على جميع ما أخبر به من المعاد والغيوب، حتى حصل لكم الهداية
التامة والعلم اليقيني {ويزكيكم}؛
أي:
يطهر أخلاقكم ونفوسكم بتربيتها على الأخلاق الجميلة، وتنزيهها عن الأخلاق
الرذيلة، وذلك كتزكيتهم من الشرك إلى التوحيد ومن الرياء إلى الإخلاص، ومن
الكذب إلى الصدق، ومن الخيانة إلى الأمانة، ومن الكبر إلى التواضع، ومن سوء
الخلق، إلى حسن الخلق ومن التباغض والتهاجر والتقاطع إلى التحاب والتواصل
والتوادد وغير ذلك من أنواع التزكية
{ويعلمكم الكتاب}؛
أي:
القرآن ألفاظه ومعانيه {والحكمة}؛ قيل هي
السنة، وقيل: الحكمة معرفة أسرار الشريعة والفقه
فيها وتنزيل الأمور منازلها، فيكون على هذا تعليم السنة داخلاً في تعليم
الكتاب؛ لأن السنة تبين القرآن وتفسره وتعبر عنه
{ويعلمكم ما لم تكونوا تعلمون}؛ لأنهم كانوا
قبل بعثته في ضلال مبين لا علم ولا عمل، فكل علم أو عمل نالته هذه الأمة
فعلى يده - صلى الله عليه وسلم -، وبسببه كان. فهذه النعم هي أصول النعم
على الإطلاق، وهي أكبر نعم ينعم بها على عباده؛ فوظيفتهم شكر الله عليها
والقيام بها، فلهذا قال تعالى:
(151) Allah تعالى menyatakan, "Sesungguhnya
pemberian nikmat Kami atas kalian dengan menghadap ke Ka'bah dan
pe-nyempurnaannya dengan dasar-dasar syariat serta nikmat-nikmat
penyempurna, bukanlah suatu yang aneh dalam kebaikan Kami dan bukan pula
yang pertama, bahkan Kami telah memberikan nikmat atas kalian dengan
nikmat-nikmat dasar dan penyempurna-nya, dan yang paling besar adalah Kami
mengutus kepada kalian seorang Rasul yang mulia dari kalangan kalian, di
mana kalian mengetahui garis keturunannya, kejujuran, amanah,
kesempurnaan, dan ketulusannya, ﴾ يَتۡلُواْ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِنَا
﴿ "yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu." Ini mencakup segala
ayat-ayatNya, baik ayat al-Qur`an maupun ayat-ayat lainnya, beliau
membacakan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan kebenaran dari
kebatilan dan hidayah dari kesesatan, yang menunjukkan kepada kalian,
pertama, tentang keesaan Allah dan kesempurnaanNya, kedua, tentang
kebenaran RasulNya, dan wajibnya beriman kepadanya, kemudian kepada
segala hal yang dikabarkan olehnya berupa Hari Pembalasan mau-pun
hal-hal yang ghaib, hingga kalian memperoleh hidayah yang sempurna dan
ilmu yang meyakinkan. ﴾
وَيُزَكِّيكُمۡ
﴿ "Dan menyucikan kamu," maksudnya, menyucikan akhlak dan jiwa kalian
dengan mendidiknya. Dengan akhlak yang mulia, dan membersihkannya dari
akhlak yang tercela, yang de-mikian itu seperti menyucikan mereka dari
kesyirikan kepada ke-tauhidan, dari riya` kepada keikhlasan, dari
kebohongan kepada kejujuran, dari pengkhianatan kepada amanah, dari
kesombongan kepada kerendahan hati, dari akhlak yang buruk kepada akhlak
yang luhur, dan dari saling benci, saling bermusuhan, serta saling
memutuskan hubungan kepada saling mencintai, saling bersilatu-rahim, dan
saling kasih mengasihi, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk
penyucian. ﴾
وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ
﴿ "Dan mengajarkan kepadamu al-Kitab," yaitu al-Qur`an, baik lafazhnya
maupun maknanya, ﴾
وَٱلۡحِكۡمَةَ
﴿ "dan al-Hikmah." Suatu pendapat berkata, al-Hikmah adalah as-Sunnah.
Yang lain berpendapat, al-Hikmah adalah mengetahui rahasia-rahasia
syariat dan fikih serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Maka
dalam hal ini pengajaran as-Sunnah termasuk ke dalam pengajaran
al-Kitab, karena as-Sunnah itu menjelaskan al-Qur`an, menafsirkannya,
dan mengutarakan maksudnya, ﴾
وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ ﴿ "dan mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui," karena mereka itu benar-benar ada dalam
kesesatan yang nyata sebelum diutusnya beliau ﷺ, yang tidak berilmu dan
tidak pula beramal. Setiap ilmu maupun amal yang diperoleh umat ini adalah
dari Rasulullah ﷺ dan karena sebab beliaulah semua itu ada. Nikmat-nikmat
tersebut adalah nikmat-nikmat dasar secara mutlak, dan dia adalah
kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya. Oleh karena
itu tugas mereka selanjut-nya adalah bersyukur kepada Allah atas
nikmat-nikmat tersebut dan menegakkannya. Karena itu Allah berfirman,
#
{152}
{فاذكروني أذكركم}؛ فأمر تعالى بذكره، ووعد
عليه أفضل جزاء وهو ذكره؛
لمن ذكره كما قال تعالى على لسان رسوله:
«من ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي، ومن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير
منهم»
، وذكر الله تعالى أفضله ما تواطأ عليه القلب واللسان وهو
[الذكرُ] الذي يثمر معرفة الله ومحبته وكثرة
ثوابه،
والذكر هو رأس الشكر فلهذا أمر به خصوصاً ثم من بعده أمر بالشكر عموماً
فقال:
{واشكروا لي}؛ أي:
على ما أنعمت عليكم بهذه النعم ودفعت عنكم صنوف النقم، والشكر يكون بالقلب
إقراراً بالنعم واعترافاً، وباللسان ذكراً وثناءً، وبالجوارح طاعةً لله
وانقياداً لأمره واجتناباً لنهيه، فالشكر فيه بقاء النعمة الموجودة وزيادة
في النعم المفقودة، قال تعالى:
{لئن شكرتم لأزيدنكم}. وفي الإتيان بالأمر
بالشكر بعد النعم الدينية من العلم وتزكية الأخلاق والتوفيق للأعمال بيان
أنها أكبر النعم، بل هي النعم الحقيقية التي تدوم إذا زال غيرها، وإنه
ينبغي لمن وفقوا لعلم أو عمل أن يشكروا الله على ذلك ليزيدهم من فضله
وليندفع عنهم الإعجاب فيشتغلوا بالشكر،
ولما كان الشكر ضده الكفر نهى عن ضده فقال:
{ولا تكفرون}؛ المراد بالكفر ههنا ما يقابل
الشكر، فهو كفر النعم وجحدها وعدم القيام بها. ويحتمل أن يكون المعنى
عامًّا فيكون الكفر أنواعاً كثيرة أعظمه الكفر بالله، ثم أنواع المعاصي على
اختلاف أنواعها وأجناسها من الشرك فما دونه.
(152) ﴾ فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ
﴿ "Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, nis-caya Aku ingat
(pula) kepadamu." Allah تعالى memerintahkan
hamba-hambaNya untuk mengingatNya, dan menjanjikan baginya sebaik-baik
balasan yaitu bahwa Allah akan mengingatnya pula, yaitu bagi orang yang
ingat kepadaNya, sebagaimana yang disabdakan dari lisan RasulNya, مَنْ
ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَمَنْ ذَكَرَنِيْ
فِيْ مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ. "Barangsiapa yang
menyebut (mengingat)Ku pada dirinya, niscaya Aku
akan mengingatnya pada DiriKu, dan barangsiapa yang menyebut
(mengingat)Ku pada khalayak ramai, niscaya Aku
akan mengingatnya pula pada khalayak ramai yang lebih baik dari
mereka."[1] Dzikir kepada Allah تعالى yang
paling istimewa adalah dzikir yang dilakukan dengan hati dan lisan yaitu
dzikir yang menum-buhkan ma'rifat kepada Allah, kecintaan padaNya, dan
menghasil-kan ganjaran yang banyak dariNya. Dzikir adalah puncak rasa
syukur. Oleh Karena itu Allah memerintahkan hal itu secara khusus,
kemudian memerintahkan untuk bersyukur secara umum seraya berfirman,
﴾
وَٱشۡكُرُواْ لِي
﴿ "Dan bersyukurlah kepadaKu," maksudnya, terhadap apa yang telah Aku
nikmatkan kepada kalian dengan nikmat-nikmat tersebut dan Aku jauhkan
dari kalian berbagai ma-cam kesulitan. Syukur itu dilakukan dengan hati
berupa pengakuan atas kenikmatan yang didapatkan, dengan lisan berupa
dzikir dan pujian, dan dengan anggota tubuh berupa ketaatan kepada Allah
serta kepatuhan terhadap perintahNya dan menjauhi laranganNya. Syukur
itu menyebabkan kelanggengan nikmat yang telah dida-patkan dan menambah
kenikmatan yang belum didapatkan. Allah تعالى berfirman, ﴾
لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ
﴿ "Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah,
(nikmat) kepa-damu."
(Ibrahim: 7). Dengan adanya perintah untuk
bersyukur setelah kenikmatan agama, seperti ilmu dan penyucian akhlak,
serta taufik kepada pengamalan, merupakan penjelasan bahwa hal itu
adalah sebesar-besarnya kenikmatan, bahkan dia adalah kenikmatan yang
sebe-narnya yang akan selalu eksis bila yang lainnya lenyap. Dan
seyog-yanya bagi orang yang diberikan taufik kepada ilmu dan amal agar
bersyukur kepada Allah atas semua itu, agar Allah menambahkan nikmatNya
dan menghindarkan dirinya dari rasa bangga diri hingga akhirnya dia
hanya sibuk dengan bersyukur. Dan ketika kebalikan dari rasa syukur
adalah pengingkaran, maka Allah تعالى melarang pengingkaran tersebut
seraya berfirman, ﴾
وَلَا تَكۡفُرُونِ ﴿ "Dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu," maksud dari
pengingkaran di sini adalah suatu hal yang bertolak belakang dengan
bersyukur, yaitu ingkar terhadap kenikmatan yang diberi-kan dan
menampiknya, serta tidak bersyukur kepadaNya. Kemungkinan juga maknanya
adalah bersifat umum, maka pengingkaran itu ada bermacam-macam, dan yang
paling besar adalah pengingkaran terhadap Allah, kemudian macam-macam
kemaksiatan dengan segala bentuk dan jenisnya dari kesyirikan dan
selainnya.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (153)}
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan
(ke-pada Allah) dengan sabar dan shalat,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
(Al-Baqarah: 153).
#
{153} أمر الله تعالى المؤمنين بالاستعانة
على أمورهم الدينية والدنيوية
{بالصبر والصلاة}؛ فالصبر هو حبس النفس وكفها
على ما تكره، فهو ثلاثة أقسام:
صبرها على طاعة الله حتى تؤديها، وعن معصية الله حتى تتركها، وعلى أقدار
الله المؤلمة فلا تتسخطها. فالصبر هو المعونة العظيمة على كل أمر، فلا سبيل
لغير الصابر أن يدرك مطلوبه، خصوصاً الطاعات الشاقة المستمرة فإنها مفتقرة
أشد الافتقار إلى تحمل الصبر وتجرع المرارة الشاقة، فإذا لازم صاحبها الصبر
فاز بالنجاح، وإن رده المكروه والمشقة عن الصبر والملازمة عليها لم يدرك
شيئاً وحصل على الحرمان، وكذلك المعصية التي تشتد دواعي النفس ونوازعها
إليها وهي في محل قدرة العبد، فهذه لا يمكن تركها إلا بصبر عظيم وكف لدواعي
قلبه ونوازعها لله تعالى واستعانة بالله على العصمة منها فإنها من الفتن
الكبار، وكذلك البلاء الشاق خصوصاً إن استمر، فهذا تضعف معه القوى
النفسانية والجسدية ويوجد مقتضاها وهو التسخط إن لم يقاومها صاحبها بالصبر
لله والتوكل عليه واللجْأ إليه والافتقار على الدوام، فعلمت أن الصبر محتاج
إليه العبد، بل مضطر في كل حالة من أحواله، فلهذا أمر الله تعالى به وأخبر
أنه
{مع الصابرين}؛ أي:
مع من كان الصبر لهم خلقاً وصفة وملكة بمعونته وتوفيقه وتسديده فهانت عليهم
بذلك المشاق والمكاره وسهل عليهم كل عظيم وزالت عنهم كل صعوبة، وهذه معية
خاصة تقتضي محبته ومعونته ونصره وقربه وهذه منقبة عظيمة للصابرين فلو لم
يكن للصابرين فضيلة إلا أنهم فازوا بهذه المعية من الله لكفى بها فضلاً
وشرفاً،
وأما المعية العامة فهي معية العلم والقدرة كما في قوله تعالى:
{وهو معكم أينما كنتم} وهذه عامة للخلق. وأمر
تعالى بالاستعانة بالصلاة لأن الصلاة هي عماد الدين ونور المؤمنين، وهي
الصلة بين العبد وبين ربه، فإذا كانت صلاة العبد صلاة كاملة مجتمعاً فيها
ما يلزم فيها وما يسن، وحصل فيها حضور القلب الذي هو لبها فصار العبد إذا
دخل فيها استشعر دخوله على ربه ووقوفه بين يديه موقف العبد الخادم المتأدب
مستحضراً لكل ما يقوله وما يفعله مستغرقاً بمناجاة ربه ودعائه، لا جرم أن
هذه الصلاة من أكبر المعونة على جميع الأمور، فإن الصلاة تنهى عن الفحشاء
والمنكر، ولأن هذا الحضور الذي يكون في الصلاة يوجب للعبد في قلبه وصفاً
وداعياً يدعوه إلى امتثال أوامر ربه واجتناب نواهيه، هذه هي الصلاة التي
أمر الله أن نستعين بها على كل شيء.
(153) Allah تعالى memerintahkan kaum Mukminin
untuk meminta pertolongan dalam segala urusan mereka, baik dunia maupun
akhirat, ﴾ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ
﴿ "dengan sabar dan shalat." Kesabaran adalah pengendalian dan
penjagaan diri terhadap hal yang dibenci. Dan kesabaran ada tiga macam,
yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah hingga mampu menunaikannya,
sabar dari kemaksiatan kepada Allah hingga menjauhinya, dan sabar atas
takdir-takdir Allah yang memilukan agar tidak memakinya. Kesabaran
adalah pertolongan yang besar terhadap segala sesuatu, karena sama
sekali tidak ada jalan bagi orang yang tidak bersabar untuk mendapatkan
apa yang diinginkannya, khususnya dalam hal ketaatan yang sangat sulit
dan berkesinambungan, di mana hal itu sangatlah membutuhkan kesabaran
dan keberanian untuk merasakan kepahitan yang menyakitkan. Namun jika
pela-kunya itu konsekuen dengan kesabaran, niscaya dia akan memper-oleh
kemenangan, namun bila dia dijauhkan oleh hal yang tidak disukai dan hal
yang sulit dari kesabaran dan konsekuen terhadap-nya, niscaya dia tidak
akan mendapatkan apa-apa kecuali keham-paan. Demikian pula dalam hal
kemaksiatan yang mana dorongan nafsu dan godaannya yang begitu kuat
untuk melakukannya dan dia sendiri mampu melakukannya, dan ini tidaklah
mungkin ditinggalkan kecuali dengan kesabaran yang besar serta menahan
dorongan dan godaan nafsunya karena Allah تعالى, lalu dia meminta
pertolongan kepadaNya untuk memeliharanya dari perbuatan tersebut,
karena hal itu adalah termasuk fitnah-fitnah yang besar. Demikian juga
ujian yang paling berat, khususnya bila berlanjut. Dan ini akan lemah
dengan adanya kekuatan rohani dan jasmani namun ujian tersebut akan
menimbulkan kecaman bila dia tidak melawannya dengan kesabaran karena
Allah, dan bertawakal padaNya dengan bersandar kepadaNya, serta
melakukannya secara terus-menerus. Akhirnya Anda ketahui bahwa kesabaran
itu sangatlah di-butuhkan oleh seorang hamba, bahkan menjadi suatu yang
darurat dalam setiap kondisi. Oleh karena itu Allah تعالى memerintahkan
kepadanya dan mengabarkan bahwasanya Dia, ﴾
مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
﴿ "beserta orang-orang yang sabar," maksudnya beserta orang yang
menjadikan kesabaran sebagai akhlak, sifat, dan karakternya dengan
adanya pertolongan, bimbingan, dan arahanNya, hingga kesulitan dan
kemalangan itu terasa sepele, segala hal yang besar terasa mudah, dan
segala kesusahan yang dia rasakan akan lenyap. Ini adalah kebersamaan
khusus yang akan menyebabkan kecintaan, perto-longan, pembelaan, dan
kedekatanNya, dan ini semua adalah keutamaan yang besar bagi orang-orang
yang bersabar. Sekiranya orang-orang yang bersabar itu tidak memiliki
keutamaan, kecuali mereka memperoleh kebersamaan dari Allah itu, niscaya
cukuplah bagi mereka hal itu sebagai keutamaan dan kemuliaan. Adapun
kebersamaan yang umum yaitu kebersamaan ilmu dan kekuasaan sebagaimana
dalam FirmanNya, ﴾
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ ﴿ "Dan Dia bersama kamu di mana saja
kamu berada,"
(Al-Hadid: 4), maka ini
bersifat umum untuk seluruh makhluk. Dan Allah تعالى memerintahkan untuk
meminta pertolongan dengan Shalat, karena Shalat adalah tiang Agama dan
cahaya kaum Mukminin, dan ia adalah penghubung antara seorang hamba
de-ngan Rabbnya. Apabila shalat seorang hamba itu sempurna, ditam-bah
dengan apa yang diwajibkan dan yang disunnahkan padanya, Shalat yang
terisi oleh kehadiran hati yang merupakan intinya, hingga seorang hamba
bila mulai melaksanakan Shalat, dia merasa masuk menemui Tuhannya dan
berdiri berhadapan denganNya sebagaimana berdirinya seorang pembantu yang
bersopan santun dan penuh perhatian dengan apa yang dia bicarakan dan apa
yang ia lakukan, serta terbuai dalam bermunajat kepada Rabbnya dan berdoa
kepadaNya; maka tidak salah lagi bahwa Shalat itu adalah sebesar-besar
penolong dari segala perkara, karena shalat itu men-cegah dari perbuatan
keji dan mungkar, dan karena kehadiran hati di dalam shalat itu
mengharuskan adanya sebuah karakter dalam hati seorang hamba yang
mengajaknya kepada pelaksanaan perin-tah Rabbnya dan menjauhi
larangan-laranganNya. Inilah shalat yang diperintahkan oleh Allah untuk
dijadikan penolong dalam segala perkara.
{وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ
أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
(154)}
"Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang-orang yang gugur di jalan
Allah,
(bahwa mereka itu ) mati, bahkan
(sebenar-nya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak
menyadarinya."
(Al-Baqarah: 154).
#
{154} لما ذكر تبارك وتعالى الأمر بالاستعانة
بالصبر على جميع الأحوال ذكر نموذجاً مما يستعان بالصبر عليه وهو الجهاد في
سبيله وهو أفضل الطاعات البدنية وأشقها على النفوس لمشقته في نفسه ولكونه
مؤدياً للقتل وعدم الحياة التي إنما يرغب الراغبون في هذه الدنيا لحصول
الحياة ولوازمها، فكل ما يتصرفون به فإنه سعيٌ لها ودفع لما يضادها. ومن
المعلوم أن المحبوب لا يتركه العاقل إلا لمحبوب أعلى منه وأعظم، فأخبر
تعالى أن من قتل في سبيله بأن قاتل في سبيل الله لتكون كلمة الله هي العليا
ودينه الظاهر لا لغير ذلك من الأغراض فإنه لم تفته الحياة المحبوبة بل حصل
له حياة أعظم وأكمل مما تظنون وتحسبون، فالشهداء
{أحياء عند ربهم يرزقون. فرحين بما آتاهم الله من فضله ويستبشرون بالذين
لم يلحقوا بهم من خلفهم ألاَّ خوف عليهم ولا هم يحزنون. يستبشرون بنعمة
من الله وفضل وأن الله لا يضيع أجر المؤمنين}؛ فهل أعظم من هذه الحياة المتضمنة للقرب من الله تعالى وتمتعهم برزقه
البدني في المأكولات والمشروبات اللذيذة والرزق الروحي وهو الفرح وهو
الاستبشار وزوال كل خوف وحزن وهذه حياة برزخية أكمل من الحياة الدنيا، بل
قد أخبر النبي - صلى الله عليه وسلم - أن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر
ترد أنهار الجنة، وتأكل من ثمارها وتأوي إلى قناديل معلقة بالعرش. وفي هذه
الآية أعظم حث على الجهاد في سبيل الله وملازمة الصبر عليه، فلو شعر العباد
بما للمقتولين في سبيل الله من الثواب لم يتخلف عنه أحد، ولكن عدم العلم
اليقيني التام هو الذي فتر العزائم وزاد نوم النائم وأفات الأجور العظيمة
والغنائم، لم لا يكون كذلك والله تعالى قد
{اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله
فيقتلون ويقتلون}؛ فوالله لو كان للإنسان ألف نفس تذهب نفساً فنفساً في سبيل الله لم يكن
عظيماً في جانب هذا الأجر العظيم. ولهذا لا يتمنى الشهداء بعدما عاينوا من
ثواب الله وحسن جزائه إلا أن يُرَدُّوا إلى الدنيا؛ حتى يقتلوا في سبيله
مرة بعد مرة. وفي الآية دليل على نعيم البرزخ وعذابه كما تكاثرت بذلك
النصوص.
(154) Ketika Allah تعالى menyebutkan perintah
untuk men-jadikan kesabaran sebagai penolong dalam segala hal, lalu Dia
menyebutkan sebuah contoh dalam menjadikan kesabaran sebagai penolong,
yaitu berjihad di jalanNya, di mana jihad itu merupakan ketaatan paling
utama yang bersifat jasmani dan suatu hal yang paling berat bagi jiwa
karena kesulitan yang ada dalam dirinya berkaitan dengan nyawa, dan karena
hal itu bisa mengakibatkan kematian serta kehilangan nyawa yang hanya
disukai oleh orang-orang yang cinta kepada dunia agar mendapatkan
kehidupan dan sumber-sumbernya, dan semua yang mereka lakukan adalah
se-buah usaha untuk mendapatkan kehidupan dan menolak hal yang
bertentangan dengannya. Dan telah diketahui bahwa sesuatu yang dicintai
tidak akan ditinggalkan oleh seorang yang berakal kecuali kepada suatu hal
yang dicintai yang lebih tinggi dan lebih agung. Maka Allah تعالى
mengabarkan bahwa barangsiapa yang terbunuh di jalanNya yaitu berperang di
jalan Allah dengan maksud untuk meninggikan kalimat Allah dan agamaNya
yang jelas dan bukan karena tujuan lainnya, niscaya dia tidak akan
kehilangan kehidupan yang dia cintai, bahkan dia akan memperoleh kehidupan
yang lebih utama dan lebih sempurna daripada apa yang kalian perkirakan
dan pikirkan. Maka orang-orang yang mati syahid itu, ﴾ أَحۡيَآءٌ عِندَ
رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ 169 فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن
فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ
خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ 170
يَسۡتَبۡشِرُونَ بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضۡلٖ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا
يُضِيعُ أَجۡرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ 171
﴿ "Mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. Mereka dalam
keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati tentang orang-orang yang masih tinggal
di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang
beriman." (Ali Imran: 169-171). Adakah yang
lebih agung dari kehidupan tersebut yang me-ngandung kedekatan dengan
Allah تعالى dan menikmati rizkiNya yang bersifat jasmani seperti makanan
dan minuman yang lezat serta rizki yang bersifat rohani seperti
kesenangan, hilangnya se-gala kekhawatiran dan kesedihan? Inilah
kehidupan Alam Barzakh yang lebih sempurna dari kehidupan dunia. Bahkan
Nabi ﷺ telah mengabarkan bahwa ruh para syuhada ada dalam perut
(tembolok) burung hijau yang minum dari
sungai-sungai surga, makan buah-buahan surga, dan berlindung dalam
sangkar-sangkar yang digan-tung di bawah Arasy.[2]
Ayat ini mengandung anjuran paling besar untuk berjihad di jalan Allah
dan konsisten di atas kesabaran padanya, jikalau hamba merasakan apa
yang didapatkan oleh orang-orang yang terbunuh di jalan Allah berupa
pahala, niscaya tidak akan ada seorang pun yang mau terlambat
melakukannya, namun karena tidak adanya pengetahuan pasti yang sempurna
itulah yang membuat hilang-nya tekad, bertambah lelaplah orang yang
tidur serta terlewatlah ganjaran yang agung dan ghanimah, kenapa tidak
begitu, padahal Allah تعالى telah ﴾
ٱشۡتَرَىٰ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ
ٱلۡجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ
﴿ "membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu
mereka membunuh atau terbunuh."
(At-Taubah: 111). Demi
Allah, sekiranya manusia memiliki seribu jiwa yang kemudian jiwa tersebut
akan pergi satu persatu di jalan Allah, tidaklah menjadi suatu yang agung
dibanding dengan pahala yang besar tersebut. Oleh karena itu, tidaklah
para syuhada berangan-angan setelah mereka pasti mendapatkan ganjaran dan
pahala yang baik dari Allah تعالى, kecuali mereka ingin dikembalikan ke
dunia hingga mereka dapat terbunuh lagi di jalanNya sekali lagi dan sekali
lagi. Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan adanya kenikmatan Alam
Barzakh dan siksaannya, sebagaimana banyak sekali ayat yang menunjukkan
hal tersebut.
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ
الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
(155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ
رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(157)}
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.' Mereka itulah
yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(Al-Baqarah: 155-157).
#
{155} أخبر تعالى أنه لا بد أن يبتليَ عباده
بالمحن ليتبين الصادق من الكاذب والجازع من الصابر، وهذه سنته تعالى في
عباده، لأن السراء لو استمرت لأهل الإيمان ولم يحصل معها محنة لحصل
الاختلاط الذي هو فساد، وحكمة الله تقتضي تمييز أهل الخير من أهل الشر، هذه
فائدة المحن لا إزالة ما مع المؤمنين من الإيمان ولا ردهم عن دينهم، فما
كان الله ليضيع إيمان المؤمنين. فأخبر في هذه الآية أنه سيبتلي عباده،
{بشيء من الخوف}؛ من الأعداء،
{والجوع}؛ أي:
بشيء يسير منهما لأنه لو ابتلاهم بالخوف كله أو الجوع لهلكوا، والمحن تمحص
لا تهلك،
{ونقص من الأموال}؛ وهذا يشمل جميع النقص
المعتري للأموال من جوائح سماوية وغرق وضياع وأخذ الظلمة للأموال من الملوك
الظلمة وقطاع الطريق وغير ذلك
{والأنفس}؛ أي:
ذهاب الأحباب من الأولاد والأقارب والأصحاب، ومن أنواع الأمراض في بدن
العبد أو بدن من يحبه،
{والثمرات}؛ أي:
الحبوب وثمار النخيل والأشجار كلها والخضر ببرد أو برَد أو حرق أو آفة
سماوية من جراد ونحوه، فهذه الأمور لا بد أن تقع لأن العليم الخبير أخبر
بها فوقعت كما أخبر، فإذا وقعت انقسم الناس قسمين:
جازعين وصابرين. فالجازع حصلت له المصيبتان، فوات المحبوب وهو وجود هذه
المصيبة وفوات ما هو أعظم منها وهو الأجر بامتثال أمر الله بالصبر ففاز
بالخسارة والحرمان ونقص ما معه من الإيمان، وفاته الصبر والرضا والشكران
وحصل له السخط الدال على شدة النقصان. وأما من وفقه الله للصبر عند وجود
هذه المصائب فحبس نفسه عن التسخط قولاً وفعلاً واحتسب أجرها عند الله وعلم
أن ما يدركه من الأجر بصبره أعظم من المصيبة التي حصلت له، بل المصيبة تكون
نعمة في حقه لأنها صارت طريقاً لحصول ما هو خير له وأنفع منها، فقد امتثل
أمر الله وفاز بالثواب، فلهذا قال تعالى:
{وبشر الصابرين}؛
أي:
بشرهم بأنهم يوفون أجرهم بغير حساب، فالصابرون هم الذين فازوا بالبشارة
العظيمة والمنحة الجسيمة، ثم وصفهم بقوله:
(155) Allah تعالى mengabarkan bahwa sudah menjadi
keha-rusan bagi hamba-hambaNya untuk diuji dengan segala cobaan agar jelas
orang yang benar dan orang yang dusta, orang yang sabar dengan orang yang
tidak sabar. Dan ini adalah sunnah Allah pada hamba-hambaNya, karena suatu
kesenangan itu bila terus berlanjut bagi orang yang beriman dan tidak
diiringi dengan suatu cobaan, niscaya akan terjadi campur aduk yang
merupakan kerusakan baginya. Kemahabijaksanaan Allah memastikan untuk
memilah-milah antara orang-orang yang baik dari orang-orang yang jahat.
Inilah manfaat dari cobaan dan ujian, bukannya untuk menghilang-kan
keimanan yang ada pada seorang hamba yang beriman dan tidak pula untuk
memalingkan mereka dari agamanya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan
keimanan kaum Mukminin. Allah تعالى mengabarkan bahwasanya Dia akan
menguji hamba-hambaNya ﴾ بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ
﴿ "dengan sedikit ketakutan" dari musuh-mu-suh ﴾
وَٱلۡجُوعِ
﴿ "dan kelaparan," yakni dengan suatu yang sedikit dari keduanya,
karena apabila Allah menguji mereka dengan seluruh ketakutan atau
seluruh kelaparan, niscaya mereka akan binasa, sedangkan cobaan-cobaan
itu hanya akan membersihkan, bukannya membinasakan, ﴾
وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ
﴿ "dan kekurangan harta," yang meliputi seluruh kekurangan yang
bersangkutan dengan harta, baik bencana dari langit, tenggelam,
kehilangan, raja-raja yang zhalim dan pe-rompak jalanan yang merampas
harta dan sebagainya. ﴾
وَٱلۡأَنفُسِ
﴿ "Dan jiwa," yaitu perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak,
kerabat karib, dan teman sejawat, dan dari berbagai macam penyakit pada
tubuh seorang hamba atau tubuh orang yang dicintainya, ﴾
وَٱلثَّمَرَٰتِۗ
﴿ "dan buah-buahan," yaitu biji-bijian, hasil pohon kurma dan segala
macam pepohonan serta sayur mayur, dengan adanya hawa dingin, gemuruh,
kebakaran, atau penyakit dari langit seperti adanya hama belalang atau
semacamnya. Hal-hal tersebut pasti akan terjadi karena Allah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Mengamati telah mengabarkan tentangnya, yang
akhirnya terjadi-lah apa yang Dia kabarkan. Maka apabila semua itu
terjadi, terba-gilah manusia ke dalam dua golongan:
Orang-orang yang berkeluh kesah dan orang-orang yang sabar.
Orang yang tidak sabar mendapatkan dua musibah:
Hilang-nya sesuatu yang dicintai yaitu adanya musibah tersebut, dan
hilangnya sesuatu yang lebih besar dari hal pertama, yaitu pahala dengan
menunaikan perintah Allah yaitu bersabar, akhirnya dia memperoleh
kerugian dan kehampaan, serta kekurangan iman yang ada padanya, juga
kehilangan kesabaran, ridha dan rasa syukur, namun yang ia dapatkan
hanyalah kemurkaan yang menunjukkan banyaknya kekurangan. Adapun orang
yang diberi taufik oleh Allah تعالى dengan ke-sabaran ketika terjadinya
musibah-musibah, ia akan menahan diri dari mencaci-maki, baik secara
lisan maupun perbuatan, ia hanya mengharap pahala dari sisi Allah dan ia
tahu bahwa kesabarannya lebih besar daripada musibah yang menimpa
dirinya, bahkan musibah itu menjadi sebuah kenikmatan tersendiri bagi
dirinya, karena musibah itu telah menjadi jalan untuknya dalam
memper-oleh sesuatu yang lebih baik baginya dan lebih bermanfaat dari
musibah itu. Sesungguhnya ia telah menunaikan perintah Allah untuk
bersabar yang akhirnya ia memperoleh pahala. Oleh karena itu Allah تعالى
berfirman, ﴾
وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿ "Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang
yang bersabar," maksudnya, kabarkan berita gembira bahwa mereka akan
mendapatkan pahala mereka tanpa batas. Orang-orang yang bersabar adalah
mereka yang berhasil dengan kabar gembira yang agung dan pemberian yang
besar, kemudian Allah menjelaskan tentang mereka dengan FirmanNya,
#
{156}
{الذين إذا أصابتهم مصيبة}؛ وهي كل ما يؤلم
القلب أو البدن أو كليهما مما تقدم ذكره،
{قالوا إنا لله}؛
أي:
مملوكون لله مدبرون تحت أمره وتصريفه فليس لنا من أنفسنا وأموالنا شيء،
فإذا ابتلانا بشيء منها فقد تصرف أرحم الراحمين بمماليكه وأموالهم فلا
اعتراض عليه، بل من كمال عبودية العبد علمه بأن وقوع البلية من المالك
الحكيم الذي هو أرحم بعبده من نفسه، فيوجب له ذلك الرِّضا عن الله والشكر
له على تدبيره لما هو خير لعبده وإن لم يشعر بذلك، ومع أننا مملوكون لله
فإنا إليه راجعون يوم المعاد، فمجازٍ كل عامل بعمله، فإن صبرنا واحتسبنا
وجدنا أجرنا موفراً عنده، وإن جزعنا وسخطنا لم يكن حظنا إلا السخط وفوات
الأجر، فكون العبد لله وراجعاً إليه من أقوى أسباب الصبر.
(156) ﴾ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ
﴿ "Yaitu orang-orang yang apabila di-timpa musibah," yaitu segala hal
yang menyakitkan hati atau tubuh atau keduanya dari segala hal yang
telah disebutkan sebelumnya, ﴾
قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ ﴿ "mereka mengucapkan; 'Inna lillah'," maksudnya,
kami ada-lah milik Allah yang diatur di bawah perintah dan kekuasaanNya,
kami tak punya hak sedikit pun terhadap harta maupun diri kami sendiri.
Bila Dia menguji kami dengan
(mengambil atau memus-nahkan) sesuatu darinya,
maka pada hakikatnya Dia Yang Maha Pengasih telah melakukan tindakan
terhadap hamba-hamba milikNya dan harta-harta mereka. Oleh karena itu
tidak perlu ada gugatan sama sekali terhadap semua itu. Bahkan termasuk
kesem-purnaan penghambaan seorang hamba adalah pengetahuannya bahwa
terjadinya suatu cobaan itu adalah dari Yang Maha Memiliki lagi
Mahabijaksana, yang mana Dia adalah Dzat yang paling Penga-sih terhadap
hambaNya daripada diri hamba itu sendiri. Dengan demikian, hamba itu
haruslah ridha terhadap Allah dan bersyukur kepadaNya atas pengaturanNya
kepada sesuatu yang lebih baik bagi hambaNya, walaupun hamba itu sendiri
tidak sadar akan hal tersebut. Dan keadaan bahwa kami ini milik Allah
تعالى, bersama itu kami juga akan kembali kepadaNya pada Hari Kebangkitan
nanti, lalu Dia akan membalas setiap perbuatan dari pelakunya. Bila kami
bersabar dan hanya mengharap pahala di sisiNya, niscaya kami akan
memperoleh ganjaran secara sempurna di sisiNya, namun bila kami tidak
bersabar dan mencaci maki, niscaya kami tidak memiliki apa-apa kecuali
hanya murka dan lenyapnya pahala. Keberadaan seorang hamba bahwa dia milik
Allah dan akan kembali kepadaNya adalah faktor terbesar yang menyebabkan
tumbuhnya kesabaran.
#
{157}
{أولئك}؛ الموصوفون بالصبر المذكور
{عليهم صلوات من ربهم}؛
أي:
ثناء وتنويه بحالهم، {ورحمة}؛ عظيمة، ومن
رحمته إياهم أن وفقهم للصبر الذي ينالون به كمال الأجر
{وأولئك هم المهتدون}؛ الذين عرفوا الحق، وهو
في هذا الموضع علمهم بأنهم لله وأنهم إليه راجعون وعملوا به وهو هنا صبرهم
لله، ودلت هذه الآية على أن من لم يصبر فله ضد ما لهم فحصل له الذم من الله
والعقوبة والضلال والخسار، فما أعظم الفرق بين الفريقين وما أقل تعب
الصابرين وأعظم عناء الجازعين. فقد اشتملت هاتان الآيتان على توطين النفوس
على المصائب قبل وقوعها لتخف وتسهل إذا وقعت، وبيان ما تقابل به إذا وقعت
وهو الصبر، وبيان ما يعين على الصبر وما للصابرين من الأجر. ويعلم حال غير
الصابر بضد حالة الصابر وأن هذا الابتلاء والامتحان سنة الله التي قد خلت
ولن تجد لسنة الله تبديلاً وبيان أنواع المصائب.
(157) ﴾ أُوْلَٰٓئِكَ
﴿ "Mereka itulah," yakni orang-orang yang ber-laku sabar yang
disebutkan tadi, ﴾
عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ
﴿ "yang mendapat-kan keberkahan yang sempurna dari Rabb mereka," yaitu
pujian dan perubahan kondisi mereka, ﴾
وَرَحۡمَةٞۖ
﴿ "dan rahmat" yang agung. Dan di antara rahmatNya kepada mereka adalah
bahwa Allah memberi taufik kepada mereka dengan kesabaran yang membuat
mereka mendapatkan pahala yang sempurna, ﴾
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ﴿ "dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk," yaitu orang-orang yang mengetahui kebenaran, yaitu
pengetahuan mereka bahwa mereka itu adalah milik Allah dan mereka itu akan
kembali kepadaNya, serta berbuat karenaNya, dalam hal ini kesabaran
mereka, karena Allah سبحانه وتعالى. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang
tidak bersabar akan mendapatkan kebalikannya yaitu celaan dari Allah,
hukuman, ke-sesatan, dan kerugian. Maka alangkah besarnya perbedaan antara
kedua golongan itu. Alangkah sedikitnya kelelahan orang-orang yang
bersabar dan alangkah besarnya kesulitan orang-orang yang tidak bersabar.
Kedua ayat ini mengandung penguatan jiwa terhadap musi-bah-musibah sebelum
terjadi, agar menjadi ringan dan mudah dihadapi bila terjadi, juga
penjelasan tentang apa yang harus digu-nakan untuk menghadapinya pada saat
terjadinya musibah yaitu kesabaran, penjelasan tentang hal yang membantu
dalam bersabar, serta pahala yang diperoleh oleh orang-orang yang
bersabar. Ayat ini juga memberitahukan kondisi orang-orang yang tidak
bersabar dengan kebalikan dari kondisi orang-orang yang bersabar tadi, dan
bahwasanya ujian dan cobaan itu adalah sunnatullah yang telah berlaku atas
orang-orang terdahulu, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan
pada sunnatullah, serta penjelasan bermacam-macam musibah.
{إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ
الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ
بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
(158)}
"Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syiar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah
Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 158).
#
{158} يخبر تعالى:
{إن الصفا والمروة}؛ وهما معروفان
{من شعائر الله}؛
أي:
أعلام دينه الظاهرة التي تعبَّد الله بها عباده،
وإذا كانا من شعائر الله فقد أمر الله بتعظيم شعائره فقال:
{ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب}؛
فدل مجموع النصين أنهما من شعائر الله، وأن تعظيم شعائره من تقوى القلوب،
والتقوى واجبة على كل مكلف، وذلك يدل على أن السعي بهما فرض لازم للحج
والعمرة كما عليه الجمهور، ودلت عليه الأحاديث النبوية، وفعله النبي - صلى
الله عليه وسلم -، وقال:
«خذوا عني مناسككم».
{فمن حج البيت أو اعتمر فلا جناح عليه أن يطوف بهما}؛ هذا دفع لوهم من توهم وتحرج من المسلمين عن الطواف بينهما لكونهما في
الجاهلية تعبد عندهما الأصنام، فنفى تعالى الجناح لدفع هذا الوهم لا لأنه
غير لازم، ودل تقييد نفي الجناح فيمن تطوف بهما في الحج والعمرة أنه لا
يتطوع بالسعي مفرداً إلا مع انضمامه لحج أو عمرة، بخلاف الطواف بالبيت فإنه
يشرع مع العمرة والحج وهو عبادة مفردة. فأما السعي والوقوف بعرفة ومزدلفة
ورمي الجمار فإنها تتبع النسك، فلو فعلت غير تابعة للنسك كانت بدعة،
لأن البدعة نوعان:
نوع يتعبد لله بعبادة لم يشرعها أصلاً، ونوع يتعبد له بعبادة قد شرعها على
صفة مخصوصة فتفعل على غير تلك الصفة وهذا منه.
وقوله:
{ومن تطوع}؛ أي:
فعل طاعة مخلصاً بها لله تعالى
{خيراً}؛ من حج وعمرة وطواف وصلاة وصوم وغير
ذلك، فهو خير له؛ فدل هذا على أنه كلما ازداد العبد من طاعة الله ازداد
خيره وكماله ودرجته عند الله لزيادة إيمانه، ودل تقييد التطوع بالخير أن من
تطوع بالبدع التي لم يشرعها الله ولا رسوله أنه لا يحصل له إلا العناء،
وليس بخير له، بل قد يكون شرًّا له إن كان متعمداً عالماً لعدم مشروعية
العمل. {فإن الله شاكر عليم}؛ الشاكر والشكور
من أسماء الله تعالى الذي يقبل من عباده اليسير من العمل، ويجازيهم عليه
العظيم من الأجر الذي إذا قام عبده بأوامره وامتثل طاعته أعانه على ذلك
وأثنى عليه ومدحه وجازاه في قلبه نوراً وإيماناً وسعة وفي بدنه قوة ونشاطاً
وفي جميع أحواله زيادة بركة ونماء وفي أعماله زيادة توفيق، ثم بعد ذلك يقدم
على الثواب الآجل عند ربه كاملاً موفراً لم تنقصه هذه الأمور، ومن شكره
لعبده أن من ترك شيئاً لله أعاضه الله خيراً منه، ومن تقرب منه شبراً تقرب
منه ذراعاً، ومن تقرب منه ذراعاً تقرب منه باعاً، ومن أتاه يمشي أتاه
هرولة، ومن عامله ربح عليه أضعافاً مضاعفة، ومع أنه شاكر فهو عليم بمن
يستحق الثواب الكامل بحسب نيته وإيمانه وتقواه ممن ليس كذلك، عليم بأعمال
العباد فلا يضيعها بل يجدونها أوفر ما كانت على حسب نياتهم التي اطلع عليها
العليم الحكيم.
(158) Allah تعالى mengabarkan, ﴾ إِنَّ ٱلصَّفَا
وَٱلۡمَرۡوَةَ
﴿ "Sesungguhnya Shafa dan Marwa," keduanya adalah tempat yang telah
diketahui, ﴾
مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ
﴿ "adalah sebagian dari syiar Allah," yakni tanda-tanda agamaNya yang
jelas yang dipakai oleh hamba-hambaNya untuk beribadah kepada Allah
dengannya, dan apabila kedua tempat itu adalah di antara syiar-syiar
Allah, maka Allah telah memerintah-kan untuk mengagungkan syiar-syiarNya
seraya berfirman, ﴾
وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ 32
﴿ "Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesung-guhnya
itu timbul dari ketakwaan hati."
(Al-Hajj: 32). Kedua
nash di atas menunjukkan bahwa kedua tempat ter-sebut adalah di antara
syiar-syiar Allah, dan mengagungkan syiar-syiar Allah itu timbul dari
ketakwaan hati, sedangkan ketakwaan itu wajib atas orang-orang yang
telah terbebani kewajiban (mukallaf). Dengan
demikian, hal itu menunjukkan bahwa melakukan Sa'i di antara dua tempat
itu adalah sebuah kewajiban yang pasti dalam ibadah Haji dan Umrah,
sebagaimana yang disepakati oleh mayo-ritas ulama, yang ditunjukkan oleh
hadits-hadits dan perbuatan Nabi ﷺ. Beliau ﷺ bersabda, خُذُوْا عَنِّيْ
مَنَاسِكَكُمْ. "Ambillah (contoh) dariku dalam
manasik Haji (dan Umrah) kalian."[3]
﴾
فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن
يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ
﴿ "Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah,
maka tidak ada dosa bagi-nya mengerjakan Sa'i antara keduanya." Ayat ini
adalah jawaban bagi orang yang ragu dan merasa bersalah di antara kaum
Muslimin yang melakukan Sa'i antara keduanya, karena pada masa jahiliyah
dulu, kedua tempat tersebut menjadi tempat disembahnya patung-patung,
lalu Allah meniadakan dosa untuk menolak keraguan ter-sebut, bukan
karena ia merupakan suatu yang tidak wajib. Pemba-tasan peniadaan dosa
bagi orang yang sa'i di antara kedua tempat itu saat ibadah Haji dan
Umrah menunjukkan bahwa tidaklah seseorang melakukan Sa'i secara
tersendiri kecuali disertai dengan Haji atau Umrah, berbeda dengan
thawaf di Baitullah, karena ia disyariatkan bersama umrah dan haji
karena ia merupakan ibadah yang tersendiri. Adapun Sa'i, Wuquf di Arafah
dan Muzdalifah, serta melem-par Jumrah adalah bagian kegiatan yang
mengikuti nusuk (tata cara haji), sekiranya Anda
melakukannya tanpa mengikuti nusuk, maka perbuatan itu adalah sebuah
bid'ah, karena bid'ah itu ada dua macam: Pertama
adalah yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang tidak
disyariatkan sama sekali, dan kedua adalah yang dilakukan untuk
beribadah kepada Allah yang disyariatkan oleh-Nya dalam bentuk tertentu
tapi dikerjakan dengan bentuk yang lain; dan perbuatan ini termasuk
dalam kategori kedua. FirmanNya, ﴾
وَمَن تَطَوَّعَ
﴿ "Dan barangsiapa dengan kerelaan hati," maksudnya, melakukan suatu
ketaatan dengan ikhlas karena Allah semata, ﴾
خَيۡرٗا
﴿ "yang baik," seperti Haji, Umrah, Thawaf, Shalat, Puasa dan
sebagainya, maka hal itu adalah baik baginya. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap kali ketaatan seorang hamba bertambah kepada Allah, maka
bertambah pula kebaikannya, kesempurnaan-nya, dan derajatnya di sisi
Allah تعالى, karena bertambahnya keimanan dalam dirinya dan juga
menunjukkan akan batas kerelaan hatinya dengan yang baik, dan bahwa
barangsiapa yang melakukan suatu bid'ah dengan kerelaan hati, yang tidak
disyariatkan oleh Allah تعالى dan tidak pula oleh RasulNya ﷺ, niscaya
dia tidak akan memper-oleh apa-apa kecuali lelah semata, dan bukan suatu
yang baik untuknya, bahkan kemungkinan bisa menjadi suatu yang buruk
baginya jikalau dia melakukannya secara sengaja dan mengetahui tentang
tidak disyariatkannya amalan tersebut. ﴾
فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ﴿ "Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
lagi Maha Mengetahui." Asy-Syakir dan asy-Syakur
(yang Maha Men-syukuri) adalah di antara nama-nama
Allah تعالى yang baik, di mana Dia تعالى menerima perbuatan yang sedikit
sekali pun dari hamba-Nya, lalu Dia membalasnya dengan pahala yang besar,
yakni bila seorang hamba menunaikan perintah-perintahNya dan menunai-kan
ketaatan kepadaNya, niscaya Dia akan menolongnya, memu-jinya, dan
membalasnya dengan memberikan cahaya
(hidayah),
keimanan, dan kelapangan dalam hatinya, kekuatan dan semangat dalam
dirinya, tambahan keberkahan dan peningkatan dalam segala kondisinya,
bertambahnya taufik dalam perbuatannya, kemudian setelah itu Dia
mendahulukan balasan yang ditangguhkan di sisi Rabbnya secara sempurna dan
lengkap, yang tidak dikurangi oleh perkara-perkara tersebut. Dan di antara
syukur Allah kepada hambaNya adalah bahwa barangsiapa yang meninggalkan
sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang
lebih baik darinya, barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya sejengkal,
Dia akan mendekat kepadanya satu hasta, barangsiapa yang mende-katkan diri
kepadaNya satu hasta, Dia akan mendekat kepadanya satu depa, barangsiapa
yang menuju kepadaNya dengan berjalan, Dia akan menuju kepadanya dengan
berlari kecil, dan barangsiapa yang bermuamalah denganNya, niscaya dia
akan beruntung ber-lipat-lipat ganda. Dan di samping bahwa Allah adalah
Maha Ber-syukur, Dia pun Maha Mengetahui siapa yang berhak memperoleh
balasan sempurna sesuai dengan niat, keimanan, dan ketakwaan-nya dari
orang yang tidak seperti itu, Maha Mengetahui perbuatan hamba-hambaNya,
tidak menyia-nyiakannya bahkan mereka akan mendapat balasan paling
sempurna sesuai niat mereka yang diketa-hui oleh Allah Yang Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ
وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ
أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
(159) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ
الرَّحِيمُ (160) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
(161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ
الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنْظَرُونَ (162)}
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan
(yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada ma-nusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah
dan dilaknati
(pula) oleh semua
(mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang
telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku
menerima taubatnya dan Aku-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan
kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan manusia
seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa
dari mereka dan tidak
(pula) mereka ditangguhkan."
(Al-Baqarah: 159-162).
#
{159} هذه الآية وإن كانت نازلة في أهل
الكتاب وما كتموا من شأن الرسول - صلى الله عليه وسلم -، وصفاته فإن حكمها
عامٌّ لكل من اتصف بكتمان ما أنزل الله
{من البينات}؛ الدالات على الحق المظهرات له
{والهدى}؛ وهو العلم الذي تحصل به الهداية
إلى الصراط المستقيم، ويتبين به طريق أهل النعيم من طريق أهل الجحيم، فإن
الله أخذ الميثاق على أهل العلم بأن يبينوا للناس ما منَّ الله به عليهم من
علم الكتاب ولا يكتموه،
فمن نبذ ذلك وجمع بين المفسدتين:
كتم ما أنزل الله والغش لعباد الله فأولئك
{يلعنهم الله}؛ أي:
يبعدهم ويطردهم عن قربه ورحمته
{ويلعنهم اللاعنون}؛ وهم جميع الخليقة، فتقع
عليهم اللعنة من جميع الخليقة لسعيهم في غش الخلق وفساد أديانهم وإبعادهم
من رحمة الله، فجوزوا من جنس عملهم، كما أن معلم الناس الخير يصلي الله
عليه وملائكته حتى الحوت في جوف الماء لسعيه في مصلحة الخلق وإصلاح
أديانهم، وقربهم من رحمة الله، فجوزي من جنس عمله. فالكاتم لما أنزله الله
مضاد لأمر الله مشاق لله، يبين الله الآيات للناس ويوضحها، وهذا يسعى في
طمسها وإخفائها ، فهذا عليه هذا الوعيد الشديد.
(159) Ayat ini walaupun turun kepada Ahli Kitab
dan apa yang mereka sembunyikan tentang Rasulullah ﷺ dan sifat-sifat
beliau, namun hukum ayat ini tetap bersifat umum kepada setiap orang yang
menyembunyikan apa yang diturunkan Allah تعالى,﴾ مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ
﴿ "berupa keterangan-keterangan yang jelas" yang menunjukkan dan
menampakkan kebenaran, ﴾
وَٱلۡهُدَىٰ
﴿ "dan petunjuk," yaitu ilmu yang membawa kepada hidayah menuju ke
jalan yang lurus, dan menunjukkan jalan penghuni surga dari jalan
penghuni neraka. Sesungguhnya Allah telah mengikat janji kepada para
ulama agar mereka menjelaskan kepada manusia apa yang telah Allah
karuniakan kepada mereka dari ilmu tentang al-Kitab dan agar mereka
tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang me-nyia-nyiakan hal itu
dan melakukan dua kerusakan sekaligus, yaitu menyembunyikan apa yang
telah diturunkan oleh Allah dan berlaku curang terhadap hamba-hamba
Allah, maka mereka itu ﴾
يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ
﴿ "dilaknati oleh Allah," maksudnya, Dia تعالى menjauhkan dan mengusir
mereka dari kedekatan kepadaNya dan dari rahmatNya, ﴾
وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ﴿ "dan dilaknati pula oleh seluruh makhluk
yang dapat melaknati," mereka adalah seluruh makhluk. Laknat akan menimpa
mereka dari seluruh makhluk, karena usaha mereka untuk berlaku curang
terhadap para makhluk, merusak agama mereka, dan men-jauhkan mereka dari
rahmat Allah. Akhirnya mereka pun dibalas sesuai dengan jenis perbuatan
mereka, sebagaimana para pengajar manusia kepada kebaikan, maka Allah dan
para malaikatNya akan bershalawat atasnya, bahkan ikan paus di lautan yang
dalam,
[4] karena usahanya dalam memberikan manfaat
kepada makhluk, memperbaiki agama mereka, dan mendekatkan mereka kepada
rahmat Allah, sehingga dia pun dibalas sesuai dengan jenis per-buatannya.
Orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah adalah
bertentangan dengan perintah Allah dan menentang Allah. Allah menjelaskan
ayat-ayatNya kepada manusia dan me-nerangkannya, sedangkan orang ini
berusaha menghapus dan menyembunyikannya, maka orang ini terkena oleh
ancaman yang keras tersebut.
#
{160}
{إلا الذين تابوا}؛
أي:
رجعوا عما هم عليه من الذنوب ندماً وإقلاعاً وعزماً على عدم المعاودة
{وأصلحوا}؛ ما فسد من أعمالهم؛ فلا يكفي ترك
القبيح حتى يحصل فعل الحسن، ولا يكفي ذلك في الكاتم أيضاً حتى يبين ما كتمه
ويبدي ضد ما أخفى فهذا يتوب الله عليه لأن توبة الله غير محجوب عنها، فمن
أتى بسبب التوبة تاب الله عليه لأنه
{التواب}؛ أي:
الرجاع على عباده بالعفو والصفح بعد الذنب إذا تابوا وبالإحسان والنعم بعد
المنع إذا رجعوا
{الرحيم}؛ الذي اتصف بالرحمة العظيمة التي
وسعت كل شيء، ومن رحمته أن وفقهم للتوبة والإنابة فتابوا وأنابوا ثم رحمهم
بأن قبل ذلك منهم لطفاً وكرماً، هذا حكم التائب من الذنب.
(160) ﴾ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ
﴿ "Kecuali mereka yang telah bertaubat," mak-sudnya, mereka kembali
dari dosa yang selama ini mereka lakukan dalam keadaan menyesal, merasa
bersalah, dan bertekad untuk tidak mengulangi kembali, ﴾
وَأَصۡلَحُواْ
﴿ "dan mengadakan perbaikan" terhadap apa yang telah rusak dari
perbuatan-perbuatan mereka. Maka tidaklah cukup hanya meninggalkan suatu
kejelekan hingga adanya perbuatan baik, dan hal itu pun tidaklah cukup
bagi orang yang menyembunyikan hingga dia menjelaskan apa yang telah dia
sembunyikan dan menampakkan kebalikan dari apa yang telah dia
sembunyikan. Seperti inilah orang yang akan diampuni oleh Allah, karena
ampunan Allah tidaklah terhalang. Barangsiapa yang me-lakukan
sebab-sebab ampunan, niscaya Allah akan mengampuni-nya, karena Allah
adalah ﴾
ٱلتَّوَّابُ
﴿ "Maha Menerima Taubat," maksud-nya, Maha Menerima kembali
hamba-hambaNya dengan penuh maaf dan kerelaan setelah berdosa apabila
mereka bertaubat, dan dengan kebajikan serta kenikmatan setelah terputus
apabila me-reka kembali, ﴾
ٱلرَّحِيمُ ﴿ "lagi Maha Penyayang," bersifat kasih sayang yang agung yang
meliputi segala sesuatu. Dan di antara kasih sayangNya adalah bahwa Dia
memberikan taufik kepada mereka untuk bertaubat dan berserah diri sehingga
mereka pun bertaubat dan menyerahkan diri mereka, kemudian Dia merahmati
mereka dengan menerima itu semua dengan rasa kasih dan murah hati; inilah
hukum orang yang bertaubat dari dosa.
#
{161} وأما من كفر واستمر على كفره حتى مات
لم يرجع إلى ربه ولم ينب إليه ولم يتب عن قريب فأولئك
{عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين}؛
لأنه لما صار كفرهم وصفاً ثابتاً صارت اللعنة عليهم وصفاً ثابتاً لا تزول،
لأن الحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً.
(161) Adapun orang yang kafir dan senantiasa dalam
keku-furannya hingga ia mati dan tidak kembali kepada Rabbnya, tidak
menyerahkan diri kepadaNya, serta tidak bertaubat dengan segera, maka ﴾
عَلَيۡهِمۡ لَعۡنَةُ ٱللَّهِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ﴿
"mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat, dan manusia seluruhnya,"
karena ketika kekufuran mereka telah menjadi karakter yang menetap pada
diri mereka, maka laknat pun menjadi karakter untuk mereka yang tetap dan
tidak akan hilang, karena suatu hukum itu tergantung pada alasan-nya dari
segi ada atau tidak adanya.
#
{162}
{خالدين فيها}؛ أي:
في اللعنة أو في العذاب وهما متلازمان
{لا يخفف عنهم العذاب}؛ بل عذابهم دائم شديد
مستمر {ولا هم ينظرون}؛
أي:
يمهلون لأن وقت الإمهال وهو الدنيا قد مضى، ولم يبق لهم عذر فيعتذرون.
(162) ﴾ خَٰلِدِينَ فِيهَا
﴿ "Mereka kekal di dalamnya," yakni dalam laknat atau dalam siksaan
itu, dan kedua hal itu saling berkaitan erat, ﴾
لَا يُخَفَّفُ عَنۡهُمُ ٱلۡعَذَابُ
﴿ "tidak akan diringankan siksa dari mereka," bahkan siksa mereka akan
selalu ada dan pedih, serta berkesinambungan, ﴾
وَلَا هُمۡ يُنظَرُونَ ﴿ "dan tidak pula mereka ditangguhkan," maksudnya,
tidak akan pernah ditunda, karena waktu penundaan yaitu dunia telah
berlalu, dan tidak ada lagi yang tersisa bagi mereka suatu alasan pun.
{وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ
الرَّحِيمُ (163)}
"Dan Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa; tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang."
(Al-Baqarah: 163).
#
{163} يخبر تعالى وهو أصدق القائلين أنه
{إله واحد}؛ أي:
متوحد منفرد في ذاته وأسمائه وصفاته وأفعاله فليس له شريك في ذاته ولا سمي
له ولا كفو له ولا مثل ولا نظير ولا خالق ولا مدبر غيره، فإذا كان كذلك فهو
المستحق لأن يؤله ويعبد بجميع أنواع العبادة ولا يشرك به أحد من خلقه لأنه
{الرحمن الرحيم}؛ المتصف بالرحمة العظيمة
التي لا يماثلها رحمة أحد فقد وسعت كل شيء وعمت كل حي، فبرحمته وجدت
المخلوقات وبرحمته حصلت لها أنواع الكمالات، وبرحمته اندفع عنها كل نقمة،
وبرحمته عرَّف عباده نفسه بصفاته وآلائه وبين لهم كل ما يحتاجون إليه من
مصالح دينهم ودنياهم بإرسال الرسل وإنزال الكتب، فإذا علم أن ما بالعباد من
نعمة فمن الله وأن أحداً من المخلوقين لا ينفع أحداً عُلِمَ أن الله هو
المستحق لجميع أنواع العبادة وأن يفرد بالمحبة والخوف والرجاء والتعظيم
والتوكل وغير ذلك من أنواع الطاعات وأن من أظلم الظلم وأقبح القبيح أن يعدل
عن عبادته إلى عبادة العبيد وأن يشرك المخلوقين من تراب برب الأرباب أو
يعبد المخلوق المدبر العاجز من جميع الوجوه مع الخالق المدبر القادر القوي
الذي [قد] قهر كل شيء، ودان له كل شيء. ففي هذه
الآية إثبات وحدانية الباري وإلهيته وتقريرها بنفيها عن غيره من المخلوقين
وبيان أصل الدليل على ذلك وهو إثبات رحمته التي من آثارها وجود جميع النعم
واندفاع جميع النقم، فهذا دليل إجمالي على وحدانيته تعالى.
ثم ذكر الأدلة التفصيلية فقال:
(163) Allah تعالى mengabarkan -dan Dia adalah Yang
Maha-benar perkataanNya- bahwa Dia adalah ﴾ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ
﴿ "sesembahan Yang Maha Esa," maksudnya, hanya satu dan sendiri pada
DzatNya, nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, tidak
ada sekutu bagiNya pada DzatNya, tidak ada yang menyamaiNya, tidak ada
bandinganNya, dan yang serupa denganNya, tidak ada yang sesuai
denganNya, tidak ada pencipta, tidak ada pengatur selain DiriNya. Oleh
karena itu, apabila kondisinya demikian, maka Dia-lah yang berhak
dituhankan dan disembah dengan segala bentuk peribadahan, dan tidak satu
makhluk pun yang dapat disekutukan denganNya, karena sesungguhnya Dia,
﴾
ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ﴿ "Maha Pengasih lagi Maha Penyayang," bersifat
rahmat yang agung yang tidak bisa disamakan dengan rahmat seseorang pun,
yang meliputi segala sesuatu dan menyebar kepada setiap yang hidup. Karena
rahmatNya-lah sehingga para makhluk tercipta, dengan rahmatNya-lah mereka
memperoleh berbagai bentuk pelengkap, dengan rahmatNya-lah tercabut
darinya segala kesulitan, dengan rahmatNya-lah Dia memperkenalkan diri
kepada hambaNya de-ngan sifat-sifat dan karunia-karuniaNya, Dia
menjelaskan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dari kemaslahatan
agama dan dunia mereka dengan mengutus para Rasul dan menurunkan
kitab-kitab. Apabila diketahui bahwa nikmat yang diperoleh seorang hamba
hanyalah dari Allah dan bahwa seseorang dari makhluk tidaklah mampu
memberikan manfaat kepada orang lain, maka dari situ diketahuilah bahwa
hanya Allah yang berhak atas segala bentuk ibadah, dan hanya Dia-lah yang
berhak mendapatkan kecin-taan, rasa takut, harap, pengagungan dan tawakal,
serta lain-lain-nya dari berbagai bentuk ketaatan. Kezhaliman yang paling
zhalim dan keburukan yang paling buruk adalah di mana beribadah kepa-daNya
diubah menjadi beribadah kepada hamba, dan dengan para makhluk yang
berasal dari tanah disekutukan dengan Tuhannya segala tuhan, atau seorang
hamba menyembah makhluk yang diatur lagi lemah dari segala sisi dengan
sang Pencipta lagi Maha Mengatur dan Mampu lagi Kuat, yang menguasai
segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk kepadaNya. Ayat ini menunjukkan
penetapan akan keesaan dan ketuhanan Sang pencipta, dan penegasannya
dengan cara meniadakan hal itu dari selain diriNya dari para makhluk,
serta penjelasan tentang dasar dalil terhadap hal itu, yaitu penetapan
tentang rahmatNya yang salah satu pengaruhnya adalah adanya segala
kenikmatan dan penolakan segala kesulitan. Ini adalah dalil global tentang
keesaan Allah تعالى.
{إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ
النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا
بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
(164)}
Kemudian Allah menyebutkan dalil-dalil yang terperinci seraya berfirman,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih ber-gantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)nya
dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
mengerti."
(Al-Baqarah: 164).
#
{164} أخبر تعالى أن في هذه المخلوقات
العظيمة آيات؛ أي: أدلة على وحدانية الباري
وإلهيته وعظيم سلطانه ورحمته وسائر صفاته، ولكنها
{لقوم يعقلون}؛ أي:
لمن لهم عقول يعملونها فيما خلقت له، فعلى حسب ما منَّ الله على عبده من
العقل ينتفع بالآيات ويعرفها بعقله وفكره وتدبره، ففي
{خلق السموات}؛ في ارتفاعها واتساعها
وإحكامها وإتقانها وما جعل الله فيها من الشمس والقمر والنجوم وتنظيمها
لمصالح العباد وفي خلق {الأرض}؛ مهاداً للخلق
يمكنهم القرار عليها والانتفاع بما عليها والاعتبار، ما يدل ذلك على انفراد
الله تعالى بالخلق والتدبير وبيان قدرته العظيمة التي بها خلقها، وحكمته
التي بها أتقنها وأحسنها ونظمها، وعلمه ورحمته التي بها أودع ما أودع من
منافع الخلق ومصالحهم وضروراتهم وحاجاتهم، وفي ذلك أبلغ الدليل على كماله
واستحقاقه أن يفرد بالعبادة لانفراده بالخلق والتدبير والقيام بشؤون عباده.
وفي {اختلاف الليل والنهار}؛ وهو تعاقبهما
على الدوام إذا ذهب أحدهما خلفه الآخر، وفي اختلافهما في الحر والبرد
والتوسط، وفي الطول والقصر والتوسط، وما ينشأ عن ذلك من الفصول التي بها
انتظام مصالح بني آدم وحيواناتهم، وجميع ما على وجه الأرض من أشجار ونوابت،
كل ذلك بانتظام وتدبير وتسخير تنبهر له العقول، وتعجز عن إدراكه من الرجال
الفحول ما يدل ذلك على قدرة مصرفها وعلمه وحكمته ورحمته الواسعة ولطفه
الشامل وتصريفه وتدبيره الذي تفرد به وعظمته وعظمة ملكه وسلطانه ممّا يوجب
أن يؤله ويعبد ويفرد بالمحبة والتعظيم والخوف والرجاء وبذل الجهد في محابه
ومراضيه. وفي {الفلك التي تجري في البحر} وهي
السفن والمراكب ونحوها مما ألهم الله عباده صنعتها وخلق لهم من الآلات
الداخلية والخارجية ما أقدرهم عليها ثم سخر لها هذا البحر العظيم والرياح
التي تحملها بما فيها من الركاب والأموال والبضائع التي هي من منافع الناس
وبما تقوم مصالحهم وتنتظم معايشهم، فمن الذي ألهمهم صنعتها وأقدرهم عليها
وخلق لهم من الآلات ما به يعملونها، أم من الذي سخر لها البحر تجري فيه
بإذنه وتسخيره والرياح، أم من الذي خلق للمراكب البرية والبحرية النار
والمعادن المعينة على حملها وحمل ما فيها من الأموال، فهل هذه الأمور حصلت
اتفاقاً أم استقل بعملها هذا المخلوق الضعيف العاجز الذي خرج من بطن أمه لا
علم له ولا قدرة، ثم خلق له ربه القدرة وعلمه ما يشاء تعليمه، أم المسخر
لذلك رب واحد حكيم عليم لا يعجزه شيء ولا يمتنع عليه شيء. بل الأشياء قد
دانت لربوبيته، واستكانت لعظمته، وخضعت لجبروته. وغاية العبد الضعيف أن
جعله الله جزءاً من أجزاء الأسباب التي بها وجدت هذه الأمور العظام، فهذا
يدل على رحمة الله وعنايته بخلقه، وذلك يوجب أن تكون المحبة كلها له والخوف
والرجاء وجميع الطاعة والذل والتعظيم
{وما أنزل الله من السماء من ماء}؛ وهو المطر
النازل من السحاب
{فأحيا به الأرض بعد موتها}؛ فأظهرت من أنواع
الأقوات وأصناف النبات ما هو من ضرورات الخلائق التي لا يعيشون بدونها،
أليس ذلك دليلاً على قدرة من أنزله وأخرج به ما أخرج ورحمته ولطفه بعباده
وقيامه بمصالحهم وشدة افتقارهم وضرورتهم إليه من كل وجه؟ أَما يوجب ذلك أن
يكون هو معبودهم وإلههم؟ أليس ذلك دليلاً على إحياء الموتى ومجازاتهم
بأعمالهم؟ {وبث فيها}؛ أي في الأرض
{من كلِّ دابة}؛ أي:
نشر في أقطار الأرض من الدواب المتنوعة ما هو دليل على قدرته وعظمته
ووحدانيته وسلطانه العظيم،
وسخرها للناس ينتفعون بها بجميع وجوه الانتفاع:
فمنها ما يأكلون من لحمه ويشربون من دره، ومنها ما يركبون، ومنها ما هو
ساعٍ في مصالحهم وحراستهم، ومنها ما يعتبر به، ومنها أنه بث فيها من كل
دابة فإنه سبحانه هو القائم بأرزاقهم المتكفل بأقواتهم، فما من دابة في
الأرض إلا على الله رزقها ويعلم مستقرها ومستودعها. وفي
{تصريف الرياح}؛ باردة وحارة وجنوباً وشمالاً
وشرقاً ودبوراً وبين ذلك، وتارة تثير السحاب، وتارة تؤلف بينه، وتارة
تلقحه، وتارة تدره، وتارة تمزقه، وتزيل ضرره، وتارة تكون رحمة، وتارة ترسل
بالعذاب، فمن الذي صرفها هذا التصريف وأودع فيها من منافع العباد ما لا
يستغنون عنه، وسخرها ليعيش فيها جميع الحيوانات وتصلح الأبدان والأشجار
والحبوب والنوابت إلا العزيز الحكيم الرحيم اللطيف بعباده المستحق لكل ذلٍّ
وخضوع ومحبةٍ وإنابة وعبادة، وفي تسخير السحاب بين السماء والأرض على خفته
ولطافته يحمل الماء الكثير فيسوقه الله إلى حيث شاء فيحيي به البلاد
والعباد ويروي التلول والوهاد وينزله على الخلق وقت حاجتهم إليه، فإذا كان
يضرهم كثرته أمسكه عنهم فينزله رحمة ولطفاً ويصرفه عناية وعطفاً، فما أعظم
سلطانه وأغزر إحسانه وألطف امتنانه، أليس من القبيح بالعباد أن يتمتعوا
برزقه ويعيشوا ببره وهم يستعينون بذلك على مساخطه ومعاصيه، أليس ذلك دليلاً
على حلمه وصبره وعفوه وصفحه وعظيم لطفه، فله الحمد أولاً وآخراً وباطناً
وظاهراً. والحاصل أنه كلما تدبر العاقل في هذه المخلوقات، وتغلغل فكره في
بدائع المبتدعات، وازداد تأمله للصنعة وما أودع فيها من لطائف البر والحكمة
علم بذلك أنها خلقت للحق وبالحق، وأنها صحائف آيات وكتب دلالات على ما أخبر
به الله عن نفسه ووحدانيته وما أخبرت به الرسل من اليوم الآخر، وأنها
مسخرات ليس لها تدبير ولا استعصاء على مدبرها ومصرفها، فتعرف أن العالم
العلوي والسفلي كلهم إليه مفتقرون وإليه صامدون، وأنه الغني بالذات عن جميع
المخلوقات فلا إله إلا الله، ولا رب سواه.
(164) Allah تعالى mengabarkan bahwa pada
makhluk-makh-luk yang besar tersebut ada tanda-tanda, yaitu dalil-dalil
bagi ke-esaan Allah, Sang Pencipta, KetuhananNya, keagungan kekuasaan-Nya,
kasih sayangNya, dan seluruh sifat-sifatNya, akan tetapi hal itu ﴾
لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ
﴿ "bagi kaum yang mengerti," maksudnya, bagi mereka yang memiliki akal
sehat yang mereka pakai sesuai dengan fung-sinya. Oleh karena itu
sebesar apa kadar yang dikaruniakan oleh Allah terhadap hambaNya dari
akal tersebut, sebesar itu pula dia mengambil manfaat dari ayat-ayat itu
dengan akal, pemikiran, dan perenungannya, maka dalam ﴾
خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
﴿ "penciptaan langit," bagaimana ia ditinggikan, diluaskan, dikokohkan,
dan dimantap-kan serta apa yang diciptakan oleh Allah padanya seperti
matahari, bulan, dan bintang-bintang, serta pengaturannya demi
kemasla-hatan hamba-hambaNya dan dalam penciptaan ﴾
وَٱلۡأَرۡضِ
﴿ "bumi," sebagai tempat istirahat bagi makhluk, yang bisa ditempati
sebagai tempat tinggal mereka, dan mengambil manfaat dari segala yang
ada padanya, serta menjadi pelajaran, yang semua itu menunjuk-kan pada
keesaan Allah تعالى dalam penciptaan dan pengaturan, juga penjelasan
akan keagungan Kuasa Allah yang dengannya Dia menciptakan bumi tersebut,
juga hikmahNya yang dengannya Dia mengokohkan, memperindah dan
merapikannya, ilmu dan rahmat-Nya yang dengannya Dia menyimpan berbagai
macam manfaat bagi makhluk, kemaslahatan, keperluan, dan
kebutuhan-kebutuhan mereka, dalam hal tersebut maka ayat itu adalah ayat
yang paling kuat dalam menunjukkan kesempurnaan Allah dan hakNya untuk
diesakan dalam hal ibadah, karena keesaanNya dalam mencipta, mengatur,
dan mengurus hamba-hambaNya. Dan dalam ﴾
وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ
﴿ "silih bergantinya malam dan siang," maksudnya, saling susul menyusul
secara kontinu, apabila salah satunya berlalu, maka yang lain akan
menggantikannya, dan pada keadaan silih berganti antara keduanya dalam
hal panas, dingin, dan normal, panjang, pendek dan pertengahan, serta
apa pun yang diakibatkan olehnya seperti musim-musim yang menjadi bagian
dalam keteraturan kemaslahatan anak cucu Adam, hewan-hewan dan seluruh
yang berada di atas muka bumi ini dari pepo-honan dan tumbuh-tumbuhan,
semua itu dengan teratur, tersusun, dan terlaksana dengan rapi yang
dikagumi oleh akal manusia, yang tidak mampu dijangkau oleh orang-orang
yang perkasa; semua itu menunjukkan Kuasa Pengaturnya, ilmuNya,
hikmahNya, rahmat-Nya yang luas, kelembutanNya yang sempurna, pengaturan
dan penertibanNya yang dilakukanNya sendiri, keagunganNya dan keagungan
kerajaanNya serta kekuasaanNya, itu semua mengha-ruskan agar Dia
diesakan, disembah, dicintai, diagungkan, ditakuti, diharap, serta
segala usaha dikerahkan untuk mendapatkan kecin-taan dan keridhaanNya.
Dan d a l a m ﴾
وَٱلۡفُلۡكِ ٱلَّتِي تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ
﴿ "bahtera yang berlayar di laut," maksudnya perahu dan kapal atau
semacamnya dari benda-benda yang diberikan petunjuk oleh Allah kepada
manusia dalam men-ciptakannya, Dia menciptakan buat mereka sarana-sarana
bagian dalam maupun bagian luar yang mampu mereka lakukan, kemu-dian Dia
menyiapkan untuk mereka lautan yang luas, angin yang membawa kapal
mereka dan segala yang ada di dalamnya seperti para penumpang, harta
benda, dan barang-barang yang merupa-kan manfaat bagi manusia, dan
dengan suatu hal yang tegak di atasnya kemaslahatan mereka dan
teraturnya kehidupan mereka. Oleh karena itu, siapakah yang mengilhami
mereka untuk membuat kapal, dan membuat mereka mampu menciptakannya?
Siapa yang menciptakan untuk mereka alat-alat tersebut yang meru-pakan
sarana mereka dalam membuat kapal? Atau siapakah yang menundukkan lautan
itu hingga kapal mereka berlayar di atasnya dengan izinNya dan penyiapan
lautan serta angin? Atau siapakah yang menciptakan bagi kendaraan laut
maupun darat bahan bakar dan pertambangan yang diperuntukkan membawanya
dan mem-bawa segala isinya dari harta benda? Apakah perkara-perkara itu
semua terjadi dengan suatu kesepakatan? Ataukah dikerjakan sendiri oleh
makhluk yang lemah lagi tak berdaya ini, yang keluar dari perut ibunya
dengan tidak berilmu dan tidak pula kuasa atas apa pun, kemudian Rabbnya
menciptakan untuknya kekuatan dan ilmu sesuai dengan kehendakNya?
Ataukah yang melakukan itu adalah Tuhan Yang Satu, Yang Mahabijaksana
lagi Maha Me-ngetahui, yang tidak lemah atas segala sesuatu dan tidak
terhalang bagiNya sesuatu pun, akan tetapi segala sesuatu itu tunduk di
bawah kerububiyahan DiriNya, pasrah dalam keagunganNya, dan patuh
terhadap kekuasaanNya? Peran paling tinggi seorang hamba yang lemah
adalah bahwa Allah menjadikan dirinya sebagai suatu bagian dari
bagian-bagian penyebab yang dengannya terwujudlah perkara-perkara yang
besar tersebut. Ini semua menunjukkan rahmat Allah dan perhatianNya
kepada makhlukNya. Yang demikian itu mengharuskan agar kecintaan, takut,
harap, segala macam ketaatan, ketundukan, dan pengagungan hanyalah
untukNya semata. ﴾
وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٖ
﴿ "Dan apa yang diturunkan oleh Allah dari langit berupa air," yaitu
hujan yang turun dari awan,﴾
فَأَحۡيَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِهَا
﴿ "lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)nya," lalu terlihatlah berbagai macam
makanan pokok, berbagai bentuk tumbuh-tumbuhan yang menjadi kebutuhan
dasar makhluk, di mana mereka tidak akan hidup tanpanya, bukankah hal
itu adalah dalil atas Kuasa Dzat yang menurunkannya, yang mengeluarkan
dengannya segala yang tumbuh dan dalil atas rahmatNya, kelem-butanNya
terhadap hamba-hambaNya, perhatianNya terhadap kemaslahatan mereka,
serta besarnya kebutuhan dan keperluan mereka kepadaNya dari segala
aspek? Bukankah konsekuensi dari itu semua adalah wajibnya Dia menjadi
Dzat yang mereka sembah dan menjadi Rabb mereka? Tidakkah itu adalah
sebuah dalil tentang
(kekuasaan Allah dalam) menghidupkan yang sudah
meninggal dan membalas semua amal-amal mereka? ﴾
وَبَثَّ فِيهَا
﴿ "Dan Dia sebarkan di bumi itu," maksudnya, di muka bumi ﴾
مِن كُلِّ دَآبَّةٖ
﴿ "segala jenis hewan," maksudnya, Dia sebarkan pada segala penjuru
bumi, bermacam-macam hewan yang menjadi dalil atas kekuatan besar,
keagungan, keesaan, dan kekuasaanNya yang agung, dan Dia menundukkannya
untuk manusia agar me-reka manfaatkan dalam segala bentuk pemanfaatan,
di antaranya adalah apa yang mereka makan dagingnya, mereka minum air
susunya, memakainya sebagai kendaraan, menjadikannya sebagai penolong
dalam kemaslahatan dan penjagaan mereka, atau seba-gai pelajaran. Dan
Allah تعالى menyebarkan padanya hewan-hewan dan bertanggung jawab atas
rizki mereka dan menjamin makanan mereka, karena tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
ditambatkannya. Dan dalam ﴾
وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ ﴿ "pengisaran angin," baik yang dingin, panas,
selatan, utara, timur, barat dan di antara itu semua, terka-dang
menggiring awan, dan terkadang pula mengumpulkannya, terkadang membawa
penyemai tanaman dan terkadang mencurah-kannya, terkadang memisahkannya,
menghilangkan bahayanya, terkadang menjadi rahmat dan terkadang pula
menjadi azab. Siapa-kah yang mengatur semua kejadian-kejadian seperti itu
dan yang menyimpan padanya manfaat bagi hamba yang sangat mereka butuhkan?
Dia kemudian menundukkannya agar seluruh makhluk dapat hidup di dalamnya,
maka berkembanglah manusia, hewan, pepohonan, biji-bijian, dan
tumbuh-tumbuhan, tidak ada yang melakukan semua itu melainkan Allah, Dzat
yang Mahaperkasa, Mahabijaksana lagi Maha Penyayang dan Lemah Lembut
terhadap hamba-hambaNya, yang berhak dihadapkan kepadaNya segala
ketundukan, ketaatan, kecintaan, kepasrahan, dan ibadah. Dan dalam
menundukkan awan antara langit dan bumi dengan segala kelembutan dan
keringanannya tetapi mampu membawa air banyak yang digiring oleh Allah ke
tempat yang dikehendakiNya, hingga hiduplah dengannya suatu negeri dan
manusia, menyirami pegunungan dan dataran-dataran rendah, menurunkannya
bagi manusia saat mereka membutuhkannya, lalu apabila dengan ba-nyaknya
yang turun akan membahayakan mereka, pastilah akan Dia tahan untuk mereka,
kemudian menurunkannya sebagai rahmat dan kasih sayang, Dia mengaturnya
sebagai perlindungan dan penjagaan, juga menunjukkan betapa agung
kekuasaan Allah itu, betapa melimpah kebaikanNya, dan betapa kasih
karuniaNya. Oleh karena itu, bukankah suatu yang tercela bila hamba
menikmati rizkiNya, hidup dengan kebaikanNya, sedang mereka menggunakan
semua itu dalam rangka bermaksiat kepadaNya dan dalam kemurkaanNya?
Bukankah itu adalah dalil atas kepe-murahan, kesabaran, maaf, pengampunan,
dan keagungan kasih sayangNya? Segala puji hanya milikNya, yang pertama
dan yang terakhir, lahir maupun batin. Kesimpulannya, bahwa setiap kali
seorang yang berakal me-renungkan makhluk-makhluk itu, pikirannya
berkonsentrasi pada indahnya penciptaan, lalu semakin jauh ia merenungkan
hasil-hasil ciptaan itu dan segala yang dikandungnya dari kebaikan dan
hikmah yang dalam, niscaya ia akan mengetahui bahwa mereka itu diciptakan
untuk sesuatu yang benar dan dengan sesuatu yang benar, dan bahwasanya
semua itu adalah lembaran-lembaran ayat, kitab-kitab, dan dalil-dalil atas
apa yang dikabarkan oleh Allah tentang diriNya dan keesaanNya, dan apa
yang dikabarkan oleh para Rasul tentang Hari Kiamat, dan bahwasanya semua
itu ada-lah hal-hal yang ditundukkan, yang tidak sulit bagi Dzat yang
me-ngatur dan mengelolanya. Akhirnya dapat engkau ketahui bahwa alam atas
maupun alam bawah, semuanya membutuhkanNya dan bergantung kepadaNya, dan
bahwa Dia adalah Dzat yang Maha-kaya secara pribadi dari seluruh makhluk.
Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada Rabb selainNya.
Kemudian Allah تعالى berfirman;
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا
لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
(165) إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ
الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ
الْأَسْبَابُ (166) وَقَالَ الَّذِينَ
اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا
تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ
عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
(167)}
.
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah selain Allah sebagai
tandingan-tandingan; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika
seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka
melihat siksa
(pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan
itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaanNya
(niscaya mereka menyesal).
(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu
ber-lepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat
siksa; dan
(ketika) segala hubungan antara mereka
terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti,
'Seandainya kami dapat kembali
(ke dunia), pasti
kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari
kami.' Demikian-lah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya
menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari
api neraka."
(Al-Baqarah: 165-167).
#
{165 ـ 166 ـ 167} ما أحسن اتصال هذه الآية
بالتي قبلها، فغنه تعالى لما بين وحدانيته وأدلتها القاطعة وبراهينها
الساطعة الموصولة إل علم اليقين المزيلة لكل شك ذر هنا أن
{من الناس}، مع هذا البيان التام
{من يتخذ} من المخلوقين
{أنداداً} لله؛ أي:
نظراء ومثلاء يساويهم في الله بالعبادة والمحبة والتعظيم والطاعة، ومن كان
بهذه الحالة ـ بعد إقامة الحجة وبيان التوحيد ـ علم أنه معاند لله، مشاق
له، أو معرض عن تدبر آياته، والتفكر في مخلوقاته فليس له أدنى عذر في ذلك،
بل قد حقت عليه كلمة العذاب، وهؤلاء الذين يتخذون الأنداد مع الله لا
يسوونهم بالله في الخلق والرزق والتدبير، وإنما يسوونهم به في العبادة
فيعبدونهم ليقربوهم إليه، وفي قوله اتخذوا دليل على أنه ليس لله ندٌّ وإنما
المشركون جعلوا بعض المخلوقات أنداداً له تسمية مجردة ولفظاً فارغاً من
المعنى؛ كما قال تعالى:
{وجعلوا لله شركاء قل سموهم أم تنبئونه بما لا يعلم في الأرض أم بظاهر
من القول}؛
{إن هي إلاَّ أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن
يتبعون إلاَّ الظن}. فالمخلوق ليس ندًّا لله لأن الله هو الخالق وغيره مخلوق والرب الرازق
ومن عداه مرزوق، والله هو الغني وأنتم الفقراء وهو الكامل من كل الوجوه،
والعبيد ناقصون من جميع الوجوه، والله هو النافع الضار، والمخلوق ليس له من
النفع والضر والأمر شيء، فعلم علماً يقيناً بطلان قول من اتخذ من دون الله
آلهة وأنداداً سواء كان ملكاً أو نبيًّا أو صالحاً أو صنماً أو غير ذلك وإن
الله هو المستحق للمحبة الكاملة والذل التام،
فلهذا مدح الله المؤمنين بقوله:
{والذين آمنوا أشد حبًّا لله}؛
أي:
من أهل الأنداد لأندادهم لأنهم أخلصوا محبتهم له وهؤلاء أشركوا بها، ولأنهم
أحبوا من يستحق المحبة على الحقيقة الذي محبته هي عين صلاح العبد وسعادته
وفوزه. والمشركون أحبوا من لا يستحق من الحب شيئاً ومحبته عين شقاء العبد
وفساده وتشتت أمره. فلهذا توعدهم الله بقوله:
{ولو يرى الذين ظلموا}؛ باتخاذ الأنداد
والانقياد لغير رب العباد وظلموا الخلق بصدهم عن سبيل الله وسعيهم فيما
يضرهم {إذ يرون العذاب}؛
أي:
يوم القيامة عياناً بأبصارهم
{أن القوة لله جميعاً وأن الله شديد العذاب}؛ أي: لعلموا علماً جازماً أن القوة والقدرة لله
كلها وأن أندادهم ليس فيها من القوة شيء، فتبين لهم في ذلك اليوم ضعفها
وعجزها لا كما اشتبه عليهم في الدنيا، وظنوا أن لها من الأمر شيئاً وأنها
تقربهم إليه وتوصلهم إليه فخاب ظنهم، وبطل سعيهم، وحق عليهم شدة العذاب ولم
تدفع عنهم أندادهم شيئاً، ولم تغن عنهم مثقال ذرة من النفع، بل يحصل لهم
الضرر منها من حيث ظنوا نفعها. وتبرأ المتبعون من التابعين، وتقطعت بينهم
الوصل التي كانت في الدنيا لأنها كانت لغير الله وعلى غير أمر الله،
ومتعلقة بالباطل الذي لا حقيقة له فاضمحلت أعمالهم، وتلاشت أحوالهم، وتبين
لهم أنهم كانوا كاذبين وأن أعمالهم التي يؤملون نفعها وحصول نتيجتها انقلبت
عليهم حسرة وندامة وأنهم خالدون في النار لا يخرجون منها أبداً، فهل بعد
هذا الخسران خسران؟ ذلك بأنهم اتبعوا الباطل فعملوا العمل الباطل ورجوا غير
مرجوٍ وتعلقوا بغير متعلق فبطلت الأعمال ببطلان متعلقها ولما بطلت وقعت
الحسرة بما فاتهم من الأمل فيها فضرتهم غاية الضرر، وهذا بخلاف من تعلق
بالله الملك الحق المبين، وأخلص العمل لوجهه، ورجا نفعه فهذا قد وضع الحق
في موضعه،
فكانت أعماله حقًّا لتعلقها بالحق ففاز بنتيجة عمله ووجد جزاءه عند ربه
غير منقطع كما قال تعالى:
{الذين كفروا وصدوا عن سبيل الله أضل أعمالهم، والذين آمنوا وعملوا
الصالحات وآمنوا بما نزل على محمد وهو الحق من ربهم كفر عنهم سيئاتهم
وأصلح بالهم، ذلك بأن الذين كفروا اتبعوا الباطل وأن الذين آمنوا اتبعوا
الحق من ربهم كذلك يضرب الله للناس أمثالهم}. وحينئذ يتمنى التابعون أن يردوا إلى الدنيا فيتبرؤوا من متبوعهم بأن
يتركوا الشرك بالله ويقبلوا على إخلاص العمل لله، وهيهات فات الأمر وليس
الوقت وقت إمهال وإنظار،
ومع هذا فهم كذبة فلو ردوا لعادوا لما نهوا عنه وإنما هو قول يقولونه
وأماني يتمنونها حنقاً وغيظاً على المتبوعين لما تبرؤوا منهم والذنب
ذنبهم فرأس المتبوعين على الشر إبليس ومع هذا يقول لأتباعه:
{لما قضي الأمر إن الله وعدكم وعد الحق ووعدتكم فأخلفتكم، وما كان لي
عليكم من سلطان إلا أن دعوتكم فاستجبتم لي فلا تلوموني ولوموا
أنفسكم}.
(165-167) Alangkah tepatnya keterkaitan ayat-ayat
ini dengan ayat sebelumnya, di mana setelah Allah تعالى menjelaskan
keesaanNya dan dalil-dalil yang pasti atas hal itu serta
keterangan-keterangan tajam yang menyampaikan kepada keyakinan hati yang
menghilangkan setiap keraguan, Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa ﴾
وَمِنَ ٱلنَّاسِ
﴿ "di antara manusia" dengan adanya semua penjelasan yang sempurna itu,
﴾
مَن يَتَّخِذُ
﴿ "ada orang-orang yang me-nyembah" sebagian dari makhluk-makhluk,
﴾
أَندَادٗا
﴿ "sebagai tanding-an-tandingan" bagi Allah, yakni para sekutu yang
mereka samakan dengan Allah dalam ibadah, kecintaan, pengagungan, dan
ketaatan. Dan orang yang dalam kondisi seperti ini -setelah penegakan
hujjah dan penjelasan tauhid- dapat dipastikan bahwa ia adalah seseorang
yang durhaka terhadap Allah تعالى, menentangNya, berpaling dari
merenungi ayat-ayatNya dan memikirkan makhluk-makhlukNya, maka ia tidak
punya alasan sama sekali dalam hal itu, bahkan pantaslah ia mendapatkan
siksaan. Orang-orang yang membuat tandingan-tandingan bagi Allah
tersebut, tidaklah menyejajarkan mereka dengan Allah dalam hal mencipta,
mengatur (alam), dan memberi rizki, akan tetapi
mereka menyamakannya dengan Allah dalam ibadah, hingga mereka me-nyembah
tandingan-tandingan tersebut agar dapat mendekatkan mereka kepada Allah.
Pada FirmanNya, ﴾
يَتَّخِذُ
﴿ "Menjadikan," me-rupakan sebuah dalil bahwa Allah tidak memiliki
tandingan, akan tetapi kaum musyrikin hanya menjadikan bagi Allah
tandingan-tandingan dari beberapa makhluk hanya sebatas penamaan saja
dan kata-kata yang tak berarti, sebagaimana Allah تعالى berfirman,
﴾
وَجَعَلُواْ لِلَّهِ شُرَكَآءَ قُلۡ سَمُّوهُمۡۚ أَمۡ تُنَبِّـُٔونَهُۥ
بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَم بِظَٰهِرٖ مِّنَ ٱلۡقَوۡلِۗ
﴿ "Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah,
'Se-butkanlah sifat-sifat mereka itu.' Atau apakah kamu hendak
memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya di bumi, atau kamu
mengata-kan (tentang hal itu) sekadar perkataan
pada lahirnya saja?"
(Ar-Ra'd: 33), dan
FirmanNya, ﴾
إِنۡ هِيَ إِلَّآ أَسۡمَآءٞ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ
أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ
وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ 23
﴿ "Itu semua tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak
kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk
(menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti sangkaan-sangkaan."
(An-Najm: 23). Oleh
karena itu, makhluk bukanlah tandingan bagi Allah تعالى, karena Allah
adalah pencipta dan selainNya adalah makhluk, Rabb yang Memberikan
rizki, adapun selainNya adalah yang diberi rizki, Allah adalah Mahakaya
sedang kalian adalah fakir, Dia Maha-sempurna dari segala aspeknya,
sedang hamba serba kekurangan dalam segala aspeknya, Allah-lah yang
memberikan manfaat dan mudarat, sedang makhluk tidak memiliki apa-apa
dari manfaat, mudarat maupun urusan seperti itu. Maka sangatlah
diketahui dengan yakin akan kebatilan perkataan orang-orang yang
men-jadikan dari selain Allah sebagai tuhan-tuhan dan
tandingan-tan-dingan, baik dari para malaikat, para nabi, orang-orang
shalih, patung ataupun yang lainnya, dan bahwasanya Allah-lah yang
berhak untuk dicintai secara penuh dan ditaati secara total. Oleh karena
itu Allah memuji kaum Mukminin dengan Fir-manNya, ﴾
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ
﴿ "Adapun orang-orang yang beriman, sangat cinta kepada Allah,"
maksudnya, daripada orang-orang yang membuat tandingan bagi Allah itu
kepada tandingan-tandingan tersebut, karena mereka, kaum Mukminin tulus
dalam mencintai Allah, sedang mereka menyekutukan Allah dengan
tandingan-tandingan tersebut, dan karena mereka
(orang-orang beriman) mencintai Dzat yang berhak
untuk dicintai secara hakiki yang mana mencintaiNya adalah inti dari
segala kebaikan seorang hamba, kebahagiaannya dan keselamatannya, sedang
kaum musyrikin mencintai sesuatu yang sama sekali tidak pantas untuk
diberikan cinta dan mencintainya adalah inti dari kesengsaraan seorang
hamba, kerusakannya, dan kekacauan urusan dirinya. Oleh karena itu,
Allah mengancam mereka dengan Firman-Nya, ﴾
وَلَوۡ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ
﴿ "Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui"
(akibat buruk) dari menjadikan
tandingan-tandingan bagi Allah dan tunduk kepada selain Rabb seluruh
makhluk, dan mereka berlaku zhalim terhadap hamba-hambaNya dari jalan
Allah serta usaha mereka dalam memudaratkan hamba-hambaNya dengan
menghalangi mereka, ﴾
إِذۡ يَرَوۡنَ ٱلۡعَذَابَ
﴿ "ketika me-reka melihat siksa," yaitu pada Hari Kiamat secara jelas
dengan mata mereka sendiri, ﴾
أَنَّ ٱلۡقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعَذَابِ
﴿ "bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaanNya (niscaya mereka menyesal)."
Maksudnya, mereka akan mengetahui secara benar dan yakin bahwa kekuatan
dan kekuasaan hanya milik Allah semuanya dan bahwasanya
tandingan-tandingan mereka itu tidak memiliki kekuatan sedikit pun, maka
jelaslah bagi mereka pada saat itu kelemahan dan ketidakmampuannya,
tidak seperti apa yang mereka duga saat di dunia, bahkan mereka berpikir
bahwa tandingan-tandingan itu memiliki peran dalam hal itu, dan bahwa
itu semua akan mendekatkan mereka kepada Allah, serta menyampaikan
mereka kepadaNya. Maka sia-sialah dugaan me-reka tersebut, hilanglah
usaha mereka, dan patutlah mereka men-dapat azab yang pedih, sedang
tandingan-tandingan yang mereka buat itu tidak dapat menolong mereka,
dan tidak dapat memberi-kan manfaat sedikit pun, bahkan mereka akan
mendapatkan bahaya dari arah yang mulanya mereka sangka ada manfaatnya.
Orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari mereka yang mengikutinya
dan terputuslah hubungan yang terjalin di antara mereka saat mereka
masih di dunia dahulu, sebab hubungan itu terjalin karena selain Allah,
dan atas perintah selain Allah, serta berkaitan dengan perkara kebatilan
yang tidak ada hakikatnya, yang akhirnya pupuslah amalan mereka,
hancurlah kondisi mereka, dan jelaslah bahwa mereka itu adalah
orang-orang yang dusta dan bahwasanya perbuatan-perbuatan mereka yang
mereka harapkan manfaatnya dan hasilnya namun terbalik menjadi
penyesalan dan kerugian, dan bahwa mereka kekal dalam neraka, tidak akan
keluar darinya selamanya, maka adakah kerugian setelah kerugian seperti
ini? Yang demikian itu karena mereka mengikuti kebatilan lalu mereka
beramal dengan perbuatan yang batil pula. Mereka meng-harapkan perkara
yang tidak bisa diharapkan dan bergantung ke-pada sesuatu yang tidak ada
gunanya bergantung padanya. Akhir-nya batillah perbuatan-perbuatan
mereka karena batilnya tempat mereka bergantung. Dan ketika
perbuatan-perbuatan mereka batil, terjadilah kerugian dengan lenyapnya
harapan dan malah mem-bahayakan mereka dengan bahaya yang besar. Hal ini
sangatlah berbeda jauh dengan orang yang bergantung hanya kepada Allah
yang Maha Memiliki kebenaran yang nyata, mengikhlaskan per-buatan hanya
karenaNya dan mengharap manfaatnya. Orang yang seperti inilah yang telah
meletakkan kebenaran pada tempatnya, di mana perbuatan-perbuatannya
adalah benar karena bergantung kepada yang benar, hingga dia berhasil
mendapatkan buah dari perbuatannya dan merasakan balasannya pada sisi
Rabbnya tanpa terputus, sebagaimana Allah تعالى berfirman, ﴾
ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ أَضَلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ 1
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَءَامَنُواْ بِمَا
نُزِّلَ عَلَىٰ مُحَمَّدٖ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡ كَفَّرَ عَنۡهُمۡ
سَيِّـَٔاتِهِمۡ وَأَصۡلَحَ بَالَهُمۡ 2 ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ
ٱتَّبَعُواْ ٱلۡبَٰطِلَ وَأَنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّبَعُواْ ٱلۡحَقَّ
مِن رَّبِّهِمۡۚ كَذَٰلِكَ يَضۡرِبُ ٱللَّهُ لِلنَّاسِ أَمۡثَٰلَهُمۡ 3
﴿ "Orang-orang yang kafir dan menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus
perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman
(kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang
shalih serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan
itulah yang haq dari Rabb mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan
mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Yang demikian adalah karena
sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya
orang-orang Mukmin mengikuti yang haq dari Rabb mereka. Demikian-lah
Allah membuat untuk manusia permisalan-permisalan bagi mereka."
(Muhammad: 1-3). Di saat itu orang-orang yang
mengikuti, akan berangan-angan agar dikembalikan lagi ke dunia hingga
mereka bisa berlepas diri dari makhluk-makhluk yang mereka ikuti
tersebut yaitu dengan meninggalkan kesyirikan terhadap Allah dan kembali
beramal dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Namun itu sangatlah
mustahil dan telah pupuslah harapan, karena saat itu bukanlah lagi masa
penangguhan dan penundaan. Walaupun demikian juga mereka itu adalah
orang-orang yang dusta, karena bila pun mereka dikembalikan ke dunia,
pastilah mereka akan kembali kepada hal yang telah dilarang bagi mereka,
dan apa yang mereka katakan itu hanyalah sebatas angan-angan belaka yang
mereka angan-angan-kan dengan rasa jengkel dan marah terhadap
orang-orang yang mereka ikuti tersebut ketika berlepas diri dari mereka
dan dosa yang telah nyata itu adalah dosa mereka sendiri. Dan pemimpin
dari tandingan-tandingan yang diikuti dalam kejahatan itu adalah iblis.
Walaupun demikian ia berkata kepada para pengikutnya ﴾
لَمَّا قُضِيَ ٱلۡأَمۡرُ إِنَّ ٱللَّهَ وَعَدَكُمۡ وَعۡدَ ٱلۡحَقِّ
وَوَعَدتُّكُمۡ فَأَخۡلَفۡتُكُمۡۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيۡكُم مِّن سُلۡطَٰنٍ
إِلَّآ أَن دَعَوۡتُكُمۡ فَٱسۡتَجَبۡتُمۡ لِيۖ فَلَا تَلُومُونِي
وَلُومُوٓاْ أَنفُسَكُمۖ ﴿ "tatkala perkara
(hisab) telah diselesaikan, 'Sesungguhnya Allah
telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah
men-janjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada
kekua-saan bagiku terhadapmu, melainkan
(sekedar) aku menyerumu lalu kamu mematuhi
seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencercaku, akan tetapi cercalah
dirimu sendiri'."
(Ibrahim: 22).
{يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ
وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
(169) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا
أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ
آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا
يَهْتَدُونَ (170)}
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti lang-kah-langkah setan;
karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya
setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan apabila dikatakan kepada
mereka, 'Ikuti-lah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab,
'
(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang
kami.'
(Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak
mendapat petunjuk?"
(Al-Baqarah: 168-170).
#
{168} هذا خطاب للناس كلهم مؤمنهم وكافرهم،
فامتن عليهم بأن أمرهم أن يأكلوا من جميع ما في الأرض من حبوب وثمار وفواكه
وحيوانات حالة كونها {حلالاً}؛
أي:
محللاً لكم تناوله ليس بغصب ولا سرقة ولا محصلاً بمعاملة محرمة أو على وجه
محرم أو معيناً على محرم
{طيباً}؛ أي: ليس
بخبيث كالميتة والدم ولحم الخنزير والخبائث كلها.
ففي هذه الآية دليل على أن الأصل في الأعيان الإباحة أكلاً وانتفاعاً وأن
المحرم نوعان:
إما محرم لذاته وهو الخبيث الذي هو ضد الطيب، وإما محرم لما عرض له وهو
المحرم لتعلق حق الله أو حق عباده به، وهو ضد الحلال. وفيه دليل على أن
الأكل بقدر ما يقيم البنية واجب يأثم تاركه لظاهر الأمر، ولما أمرهم باتباع
ما أمرهم به إذ هو عين صلاحهم نهاهم عن اتباع
{خطوات الشيطان}؛
أي:
طرقه التي يأمر بها، وهي جميع المعاصي من كفر وفسوق وظلم، ويدخل في ذلك
تحريم السوائب والحام ونحو ذلك، ويدخل فيه
[أيضاً] تناول المأكولات المحرمة.
{إنه لكم عدو مبين}؛
أي:
ظاهر العداوة فلا يريد بأمركم إلا غشكم وأن تكونوا من أصحاب السعير، فلم
يكتف ربنا بنهينا عن اتباع خطواته حتى أخبرنا وهو أصدق القائلين بعداوته
الداعية للحذر منه، ثم لم يكتف بذلك حتى أخبرنا بتفصيل ما يأمر به، وأنه
أقبح الأشياء، وأعظمها مفسدة، فقال:
(168) Ayat ini dialamatkan kepada seluruh manusia,
baik yang Mukmin maupun yang kafir. Allah telah memberikan karunia kepada
mereka dengan memerintahkan kepada mereka untuk makan dari seluruh yang
ada di bumi seperti biji-bijian, hasil ta-naman, buah-buahan, dan hewan
dalam keadaan ﴾ حَلَٰلٗا
﴿ "yang halal," yaitu yang telah dihalalkan buat kalian untuk
dikonsumsi, yang bukan dari rampasan maupun curian, bukan pula diperoleh
dari hasil transaksi bisnis yang diharamkan, atau dalam bentuk yang
diharamkan, atau dalam hal yang membawa kepada yang diharamkan, ﴾
طَيِّبٗا
﴿ "lagi baik," maksudnya, bukan yang kotor se-perti bangkai, darah,
daging babi, dan seluruh hal-hal yang kotor dan jorok. Ayat ini adalah
dalil yang menunjukkan bahwa pada asalnya seluruh benda yang ada itu
adalah boleh, hukumnya baik untuk dimakan maupun dimanfaatkan, dan bahwa
hal-hal yang diharam-kan darinya itu ada dua macam; pertama, yang
diharamkan karena dzatnya yaitu yang kotor yang merupakan lawan dari
yang baik (thayyib), kedua, diharamkan karena
dikaitkan dengan sesuatu, yaitu yang diharamkan karena bersangkutan
dengan hak-hak Allah atau hak-hak manusia, yaitu yang merupakan lawan
dari yang halal. Ayat ini juga sebagai dalil bahwa makan dengan kadar
untuk memenuhi fitrah adalah wajib, dan akan berdosa orang yang
me-ninggalkannya dengan dasar makna perintah yang jelas dari ayat
tersebut. Lalu ketika Dia memerintahkan untuk mengikuti apa yang telah
diperintahkan kepadanya yang merupakan inti dari kemaslahatan mereka,
maka Dia melarang mereka untuk mengikuti, ﴾
خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
﴿ "langkah-langkah setan," maksudnya jalan-jalan yang ia perintahkan,
yaitu seluruh kemaksiatan, baik kekufuran, kefa-sikan, dan kezhaliman,
dan termasuk dalam hal itu juga adalah pengharaman unta yang diharamkan
oleh kaum jahiliyah untuk mereka, demikian juga
(sebaliknya) menikmati makanan-makanan yang
diharamkan. ﴾
إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ ﴿ "Sesungguhnya setan itu adalah musuh
yang nyata bagimu." Maksud dari permusuhan itu adalah tidaklah ia
meme-rintahkan kalian kecuali untuk mencurangi kalian dan agar kalian
menjadi penghuni-penghuni neraka. Rabb kita tidak hanya cukup dengan
melarang mengikuti langkah-langkah setan, hingga Dia mengabarkan, dan Dia
adalah yang paling benar perkataanNya tentang permusuhannya yang harus
diwaspadai, kemudian Allah juga tidak cukup sampai di situ saja, Dia
mengabarkan tentang pe-rincian perkara yang menjadi target setan dalam
godaannya, dan bahwasanya hal itu adalah perkara yang paling buruk dan
paling besar kerusakannya, Allah berfirman,
#
{169}
{إنما يأمركم بالسوء}؛
أي:
الشر الذي يسوء صاحبه، فيدخل في ذلك جميع المعاصي فيكون قوله،
{والفحشاء}؛ من باب عطف الخاص على العام لأن
الفحشاء من المعاصي ما تناهى قبحه كالزنا وشرب الخمر والقتل والقذف والبخل
ونحو ذلك مما يستفحشه من له عقل
{وأن تقولوا على الله مالا تعلمون}؛ فيدخل في
ذلك القول على الله بلا علم في شرعه وقدره، فمن وصف الله بغير ما وصف به
نفسه، أو وصفه به رسوله، أو نفى عنه ما أثبته لنفسه، أو أثبت له ما نفاه عن
نفسه؛ فقد قال على الله بلا علم، ومن زعم أن لله ندًّا وأوثاناً تقرب مَنْ
عَبَدَها من الله فقد قال على الله تعالى بلا علم،
ومن قال:
إن الله أحل كذا، أو حرم كذا، أو أمر بكذا، أو نهى عن كذا بغير بصيرة، فقد
قال على الله بلا علم، ومن قال:
إنَّ الله خلق هذا الصنف من المخلوقات للعلة الفلانية بلا برهان له بذلك؛
فقد قال على الله بلا علم. ومن أعظم القول على الله بلا علم أن يتأول
المتأول كلامه أو كلام رسوله على معاني اصطلح عليها طائفة من طوائف الضلال
ثم يقول إن الله أرادها، فالقول على الله بلا علم من أكبر المحرمات وأشملها
وأكبر طرق الشيطان التي يدعو إليها، فهذه طرق الشيطان التي يدعو إليها هو
وجنوده، ويبذلون مكرهم وخداعهم على إغواء الخلق بما يقدرون عليه، وأما الله
تعالى فإنه يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء
والمنكر والبغي. فلينظر العبد نفسه مع أي الداعيَيْنِ
[هو] ومن أي الحِزْبَيْنِ؟ أتتبع داعي الله الذي
يريد لك الخير والسعادة الدنيوية والأخروية الذي كل الفلاح بطاعته وكل
الفوز في خدمته وجميع الأرباح في معاملة المنعم بالنعم الظاهرة والباطنة،
الذي لا يأمر إلا بالخير ولا ينهى إلا عن الشرِّ، أم تتبع داعي الشيطان
الذي هو عدو الإنسان الذي يريد لك الشرَّ ويسعى بجهده على إهلاكك في الدنيا
والآخرة؟ الذي كل الشرِّ في طاعته وكل الخسران في ولايته، الذي لا يأمر إلا
بشرٍّ ولا ينهى إلا عن خير.
(169) ﴾ إِنَّمَا يَأۡمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ
﴿ "Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat", yaitu
keburukan yang merusak pelakunya. De-ngan demikian, termasuk dalam hal
itu adalah seluruh kemaksiatan, sehingga FirmanNya, ﴾
وَٱلۡفَحۡشَآءِ
﴿ "Dan keji," dalam bentuk menyam-bung yang khusus kepada yang umum,
karena perbuatan yang keji itu termasuk kemaksiatan yang sangat besar
keburukannya seperti perzinaan, meminum khamar, pembunuhan, menuduh
orang-orang baik-baik berbuat zina, kebakhilan, dan lain sebagainya dari
hal-hal yang dianggap keji oleh orang yang berakal. ﴾
وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Dan mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." Termasuk dalam hal ini adalah
mengatakan se-suatu terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu dalam syariat
dan ketentuanNya. Maka, barangsiapa menyifati Allah تعالى dengan selain
dari sifat-sifat yang Dia tetapkan untuk DiriNya, atau ditetapkan oleh
RasulNya untuk DiriNya, atau menafikan sifat-sifat yang telah Dia sifatkan
untuk DiriNya, atau menetapkan sifat-sifat yang telah Dia nafikan dari
DiriNya, maka sesungguhnya ia telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa
dasar ilmu. Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah memiliki tanding-an dan
patung-patung yang akan mendekatkan orang-orang yang menyembahnya kepada
Allah, sesungguhnya ia telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar
ilmu. Barangsiapa yang berkata; sesungguhnya Allah telah menghalalkan ini,
atau mengharamkan yang itu, atau memerintahkan kepada ini, atau melarang
dari yang itu tanpa ilmu
(padahal tidak demikian), maka sesungguhnya ia
telah mengatakan terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu, dan barangsiapa
yang berkata, bahwa sesungguhnya Allah telah men-ciptakan kelompok
tersebut dari makhluk karena maksud kepen-tingan si fulan tanpa keterangan
yang jelas tentang hal itu, sesung-guhnya ia juga telah mengatakan
terhadap Allah dengan tanpa dasar ilmu. Dan di antara hal yang paling
besar dalam mengatakan terha-dap Allah tanpa dasar ilmu adalah, seorang
mentakwilkan Firman Allah atau sabda Rasulullah ﷺ terhadap beberapa arti
yang dijadi-kan sebagai makna istilah bagi sekelompok orang dari
kelompok-kelompok yang sesat kemudian ia berkata bahwa Allah menghen-daki
makna tersebut. Oleh karena itu, mengatakan terhadap Allah dengan tanpa
dasar ilmu adalah termasuk dosa yang paling besar dan paling menyeluruh
keharamannya, dan jalan setan yang paling jitu yang diserukan kepadanya.
Inilah jalan-jalan setan dan para bala tentaranya yang menjadi sasaran
seruannya. Mereka berusaha mengerahkan segala makar dan tipu daya mereka
dalam memper-dayai makhluk terhadap apa yang telah ditetapkan atasnya.
Ada-pun Allah تعالى, sesungguhnya Dia memerintahkan kepada keadilan,
kebajikan, memberi nafkah sanak famili, dan melarang dari keke-jian,
kemungkaran, dan kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, seorang hamba perlu
memperhatikan, seruan dan kelompok mana yang ia pilih? Apakah engkau akan
mengikuti seruan Allah yang hanya menghendaki kebaikan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat bagimu, di mana segala keberhasilan adalah dengan
menaatinya, seluruh kemenangan adalah dalam melayani-Nya, dan semua
keuntungan adalah dalam bermuamalah terhadap Dzat yang memberikan rizki
dengan rizki-rizki yang lahir maupun yang batin, Dzat yang tidak
memerintahkan kecuali kepada kebaik-an, tidak melarang kecuali dari
kejahatan? Ataukah engkau meng-ikuti seruan setan yang merupakan musuh
dari manusia yang hanya menghendaki keburukan bagimu, yang berusaha dengan
segala upayanya dalam menghancurkan dirimu di dunia maupun di akhirat, di
mana segala keburukan adalah dalam menaatinya, dan segala kerugian adalah
dalam sikap loyal terhadapnya, yang tidak memerintah kecuali kepada
keburukan dan tidak melarang kecuali dari kebaikan?
Kemudian Allah تعالى mengabarkan tentang kondisi orang-orang musyrik
apabila mereka diperintahkan untuk mengikuti apa yang telah diturunkan
oleh Allah terhadap RasulNya dari penje-lasan yang telah berlalu, niscaya
mereka akan membenci hal itu dan mereka akan berkata,
#
{170}
{بل نتبع ما ألفينا عليه آباءنا}
فاكتفوا بتقليد الآباء، وزهدوا في الإيمان بالأنبياء، ومع هذا فآباؤهم أجهل
الناس وأشدهم ضلالاً. وهذه شبهة لرد الحق واهية، فهذا دليل على إعراضهم عن
الحق ورغبتهم عنه وعدم إنصافهم، فلو هدوا لرشدهم وحسن قصدهم لكان الحق هو
القصد، ومن جعل الحق قصده، ووازن بينه وبين غيره، تبين له الحق قطعاً
واتبعه إن كان منصفاً. ثم قال تعالى:
(170) ﴾ بَلۡ نَتَّبِعُ مَآ أَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ
ءَابَآءَنَآۚ ﴿ "
(Tidak), tetapi kami hanya
meng-ikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami." Mereka merasa
cukup hanya mengikuti nenek moyang mereka, dan mereka tidak membutuhkan
untuk beriman kepada para Nabi, padahal nenek moyang mereka itu adalah
orang-orang yang paling bodoh dan paling sesat. Syubhat ini sangatlah
lemah untuk menolak kebenaran. Ini semua adalah tanda tentang berpalingnya
mereka dari kebenaran dan kebencian mereka terhadapnya, serta tidak adanya
sikap adil pada mereka, sekiranya mereka diberikan hidayah dan kehendak
yang tulus, pasti kebenaran itulah yang menjadi target, karena barangsiapa
yang menjadikan kebenaran itu sebagai targetnya lalu menimbang-nimbang
kebenaran itu dengan yang lainnya, akan jelaslah baginya kebenaran itu
secara pasti, lalu ia akan mengikutinya bila ia bersikap adil.
{وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا
يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا
يَعْقِلُونَ (171)}
"Dan perumpamaan
(orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah
seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain
panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka
(oleh sebab itu) mereka tidak mengerti."
(Al-Baqarah: 171).
#
{171} لما بين تعالى عدم انقيادهم لما جاءت
به الرسل وردهم لذلك بالتقليد علم من ذلك أنهم غير قابلين للحق ولا
مستجيبين له، بل كان معلوماً لكل أحد أنهم لن يزولوا عن عنادهم، أخبر تعالى
أن مثلهم عند دعاء الداعي لهم إلى الإيمان كمثل البهائم التي ينعق لها
راعيها وليس لها علم بما يقول داعيها ومناديها، فهم يسمعون مجرد الصوت الذي
تقوم به عليهم الحجة، ولكنهم لا يفقهونه فقهاً ينفعهم، فلهذا كانوا صمًّاً
لا يسمعون الحق سماع فهم وقبول، عمياً لا ينظرون نظر اعتبار، بُكماً فلا
ينطقون بما فيه خير لهم، والسبب الموجب لذلك كله أنه ليس لهم عقل صحيح بل
هم أسفه السفهاء وأجهل الجهلاء. فهل يستريب العاقل أن من دُعِيَ إلى الرشاد
وذيد عن الفساد، ونُهِيَ عن اقتحام العذاب، وأُمِرَ بما فيه صلاحه وفلاحه
وفوزه ونعيمه، فعصى الناصح، وتولى عن أمر ربه، واقتحم النار على بصيرة
واتبع الباطل ونبذ الحق أن هذا ليس له مسكة من عقل، وأنه لو اتصف بالمكر
والخديعة والدهاء فإنه من أسفه السفهاء.
(171) Ketika Allah تعالى menjelaskan tentang
ketidaktaatan mereka terhadap apa yang dibawa oleh para Rasul dan bantahan
terhadap mereka atas hal itu dengan menyatakan bahwa itu adalah taklid,
maka diketahui dari itu semua bahwa mereka tidak mene-rima kebenaran dan
tidak meresponnya, bahkan telah diketahui oleh setiap orang bahwa mereka
akan selalu berada pada kedurha-kaan mereka. Kemudian Allah تعالى
mengabarkan bahwa perumpa-maan mereka ketika ada orang yang mendakwahi
mereka kepada keimanan adalah seperti binatang ternak yang dipanggil oleh
pe-nggembalanya dan ia tidak mengetahui apa yang dikatakan oleh penyeru
dan pemanggilnya itu, mereka itu hanya mendengar suara saja yang hujjah
itu akan tegak dengannya, akan tetapi mereka tidak memahaminya dengan
pemahaman yang bermanfaat bagi mereka. Oleh karena itu, mereka adalah tuli
yang tidak mende-ngar kebenaran dengan pendengaran kepahaman dan
penerimaan, mereka itu buta, yang tidak melihat dalam rangka mengambil
pelajaran, mereka itu bisu, yang tidak dapat berbicara dengan hal yang
baik bagi mereka. Dan penyebab dari semua itu adalah karena mereka tidak
memiliki akal yang sehat, akan tetapi mereka adalah sebodoh-bodohnya
manusia dan sedungu-dungunya orang. Apakah seseorang yang berakal akan
ragu bahwa orang yang diserukan kepada petunjuk dan menjauh dari
kerusakan, dilarang terjun ke dalam siksaan, ia diperintahkan kepada
kebaikan, keber-hasilan, kemenangan dan kenikmatan untuknya, lalu ia
bermaksiat kepada orang yang menasihatinya, berpaling dari perintah
Rabb-nya, menerobos ke dalam api neraka meski ia tahu dan mengikuti
kebatilan serta membuang kebenaran, bahwa yang seperti inilah yang tidak
memiliki pegangan akal? Dan bahwasanya bila disertai dengan sifat makar,
tipu daya, dan penipuan, maka sesungguhnya ia adalah manusia yang paling
dungu.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
(172) إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)}
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar
hanya kepadaNya kamu menyembah. Se-sungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa
(mema-kannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak
(pula) me-lampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
(Al-Baqarah: 172-173).
#
{172} هذا أمر للمؤمنين خاصة بعد الأمر
العام، وذلك أنهم هم المنتفعون على الحقيقة بالأوامر والنواهي بسبب
إيمانهم، فأمرهم بأكل الطيبات من الرزق والشكر لله على إنعامه باستعمالها
بطاعته والتقوي بها على ما يوصل إليه،
فأمرهم بما أمر به المرسلين في قوله:
{يا أيها الرسل كلوا من الطيبات واعملوا صالحاً}؛ فالشكر في هذه الآية هو العمل الصالح، وهنا لم يقل حلالاً لأن المؤمن
أباح الله له الطيبات من الرزق خالصة من التبعة، ولأن إيمانه يحجزه عن
تناول ما ليس له. وقوله:
{إن كنتم إياه تعبدون}؛
أي:
فاشكروه فدل على أن من لم يشكر الله لم يعبده وحده، كما أن من شكره فقد
عبده وأتى بما أمر به، ويدل أيضاً على أن أكل الطيب سبب للعمل الصالح
وقبوله. والأمر بالشكر عقيب النعم، لأن الشكر يحفظ النعم الموجودة، ويجلب
النعم المفقودة، كما أن الكفر ينفر النعم المفقودة، ويزيل النعم الموجودة.
(172) Ayat ini adalah perintah kepada kaum
Muslimin secara khusus setelah perintah kepada manusia umumnya. Yang
demikian itu karena pada dasarnya merekalah yang mengambil manfaat dari
perintah-perintah dan larangan-larangan, disebabkan keimanan mereka,
perintah Allah untuk makan hal-hal yang baik dari rizki dan bersyukur
kepada Allah atas segala nikmat-nikmat-Nya dengan menggunakannya dalam
ketaatan kepada Allah dan takwa dengan nikmat-nikmat tersebut yang dapat
menyampaikan kepada hakikat syukur. Maka Allah memerintahkan kepada mereka
apa yang diperintahkan kepada para Nabi dalam FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا
ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًاۖ
﴿ "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerja-kanlah amal yang shalih."
(Al-Mu`minun: 51).
Bersyukur dalam ayat ini adalah beramal yang shalih. Di sini Allah tidak
berkata yang halal, karena seorang Mukmin itu Allah bolehkan baginya
hal-hal yang baik dari rizki yang terlepas dari akibat buruk, dan juga
karena keimanan seorang Mukmin itu menghalangi dirinya dari menikmati
apa yang bukan miliknya. Dan FirmanNya, ﴾
إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ﴿ "Jika benar-benar kepadaNya kamu
menyembah." Maknanya, maka bersyukurlah kepadaNya. Hal ini menunjukkan
bahwa barangsiapa yang tidak bersyukur kepada Allah, berarti ia tidak
menyembah semata-mata hanya kepadaNya, sebagaimana orang yang bersyukur
kepadaNya, berarti ia telah beribadah kepadaNya dan menunaikan apa yang
telah Dia perin-tahkan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa memakan hal-hal
yang baik adalah penyebab amal shalih dan diterimanya amal tersebut. Allah
memerintahkan untuk bersyukur setelah mendapatkan kenikmatan, karena
dengan bersyukur akan memelihara kenik-matan yang ada tersebut, dan akan
memunculkan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana
sikap kufur nikmat akan menjauhkan kenikmatan yang tidak ada dan
meng-hilangkan kenikmatan yang telah ada.
#
{173} ولما ذكر تعالى إباحة الطيبات ذكر
تحريم الخبائث فقال:
{إنما حرم عليكم الميتة}؛
وهي:
ما مات بغير تذكية شرعية؛ لأن الميتة خبيثة مضرة لرداءتها في نفسها ولأن
الأغلب أن تكون عن مرض فيكون زيادة مرض ، واستثنى الشارع من هذا العموم
ميتة الجراد وسمك البحر فإنه حلال طيب
{والدم}؛ أي:
المسفوح كما قيد في الآية الأخرى
{وما أهل به لغير الله}؛ أي ذبح لغير الله
كالذي يذبح للأصنام والأوثان من الأحجار والقبور ونحوها، وهذا المذكور غير
حاصر للمحرمات،
وجيء به لبيان أجناس الخبائث المدلول عليه بمفهوم قوله:
{طيبات}؛
فعموم المحرمات تستفاد من الآية السابقة من قوله:
{حلالاً طيباً}؛ كما تقدم وإنما حرم علينا
هذه الخبائث ونحوها لطفاً بنا وتنزيهاً عن المضر، ومع هذا
{فمن اضطر}؛ أي ألجئ إلى المحرم بجوع وعدم أو
إكراه {غير باغ}؛
أي:
غير طالب للمحرم مع قدرته على الحلال أو مع عدم جوعه
{ولا عاد}؛ أي:
متجاوز الحد في تناول ما أبيح له اضطراراً فمن اضطر وهو غير قادر على
الحلال، وأكل بقدر الضرورة فلا يزيد عليها
{فلا إثم}؛ أي: جناح
{عليه}؛ وإذا ارتفع الإثم رجع الأمر إلى ما
كان عليه، والإنسان بهذه الحالة مأمور بالأكل بل منهيٌّ أن يلقي بيده إلى
التهلكة وأن يقتل نفسه، فيجب إذاً عليه الأكل ويأثم إن ترك الأكل حتى مات
فيكون قاتلاً لنفسه، وهذه الإباحة والتوسعة من رحمته تعالى بعباده،
فلهذا ختمها بهذين الاسمين الكريمين المناسبين غاية المناسبة فقال:
{إن الله غفورٌ رحيم}. ولما كان الحل مشروطاً
بهذين الشرطين، وكان الإنسان في هذه الحالة ربما لا يستقصي تمام الاستقصاء
في تحقيقها، أخبر [تعالى] أنه غفور، فيغفر
[له] ما أخطأ فيه في هذه الحال خصوصاً، وقد غلبته
الضرورة، وأذهبت حواسه المشقة. وفي هذه الآية دليل على القاعدة المشهورة
«الضرورات تبيح المحظورات»، فكل محظور اضطر له
الإنسان فقد أباحه له الملك الرحمن، فله الحمد والشكر أولاً وآخراً وظاهراً
وباطناً.
(173) Dan ketika Allah تعالى menyebutkan bolehnya
hal-hal yang baik, Dia sebutkan juga haramnya hal-hal yang kotor
(keji), melalui FirmanNya, ﴾ إِنَّمَا حَرَّمَ
عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ
﴿ "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai," yaitu
binatang yang mati tanpa disembelih secara syar'i, karena bangkai itu
kotor lagi berbahaya, karena kejelekan dzatnya, dan karena mayoritas
bangkai itu adalah dari penyakit, sehingga menambah penyakitnya. Namun
Pembuat syariat mengecualikan dari keumuman tersebut, bangkai belalang
dan ikan, karena kedua bangkai itu halal lagi baik. Juga ﴾
وَٱلدَّمَ
﴿ "darah", yaitu yang mengalir
(mengucur) sebagaimana yang telah dibatasi oleh
ayat yang lain, ﴾
وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيۡرِ ٱللَّهِۖ
﴿ "dan binatang yang ketika disembelih disebutkan nama selain Allah,"
yakni, disembelih untuk selain Allah seperti hewan yang disembelih untuk
patung, berhala dari batu, kuburan, dan sebagainya. Hal-hal yang telah
disebutkan di atas tidaklah membatasi bagi hal-hal yang diharam-kan.
Hal-hal tersebut disebutkan dalam ayat ini hanya untuk men-jelaskan
jenis dari hal-hal yang kotor tersebut yang dimaksudkan dari pemahaman
terbalik dalam FirmanNya, ﴾
طَيِّبَٰتِ
﴿ "Hal-hal yang baik." Keumuman apa-apa yang diharamkan dapat dipahami
dari ayat terdahulu dari FirmanNya, ﴾
حَلَٰلٗا طَيِّبٗا
﴿ "Halal lagi baik" sebagai-mana yang telah berlalu. Sesungguhnya
hal-hal yang kotor itu atau yang semacamnya diharamkan untuk kita,
sebagai bentuk kasih sayangNya kepada kita dan pemeliharaan diri dari
hal-hal yang berbahaya. Walaupun demikian, ﴾
فَمَنِ ٱضۡطُرَّ
﴿ "barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya," maksudnya, terpaksa
beralih kepada yang haram karena lapar dan tidak punya apa-apa, atau
dipaksa, ﴾
غَيۡرَ بَاغٖ
﴿ "sedang dia tidak menginginkannya," yakni, tidak mencari yang haram
padahal dia mampu mendapatkan yang halal atau karena tidak adanya rasa
lapar, ﴾
وَلَا عَادٖ
﴿ "dan tidak pula melampaui batas," yakni kelewat batas dalam menikmati
apa yang telah diharamkan terse-but karena keterpaksaan tadi, maka
barangsiapa yang terpaksa dan ia tidak mampu mendapatkan yang halal dan
ia makan menurut batas kebutuhan mendasar saja dan tidak lebih dari itu,
﴾
فَلَآ إِثۡمَ
﴿ "maka tidak ada dosa," yakni kesalahan, ﴾
عَلَيۡهِۚ
﴿ "baginya," dan apabila dosa telah dihilangkan, maka perkara itu
kembali kepada asal-muasalnya. Dan manusia dalam kondisi seperti ini
diperintahkan untuk makan, bahkan ia dilarang untuk mencelakakan dirinya
atau membunuh dirinya, maka wajiblah atasnya untuk makan, bahkan ia
berdosa jika tidak makan hingga ia meninggal, yang akhirnya dia telah
membunuh dirinya sendiri. Pembolehan dan keringanan ini adalah rahmat
dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Allah menutup ayat
ini dengan dua namaNya yang Mulia lagi sangat sesuai tersebut, seraya
berfirman,﴾
إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." Ketika kehalalan itu disyaratkan dengan dua hal tersebut
dan manusia dalam kondisi seperti ini kemungkinan tidak mengerah-kan
segala upayanya dalam merealisasikannya, maka Allah تعالى mengabarkan
bahwasanya Dia adalah Maha Pengampun, Dia akan mengampuninya dari
kesalahan yang terjadi dalam kondisi seperti ini khususnya, yang
sesungguhnya keterpaksaan itu telah mende-saknya dan kesulitan itu telah
menghilangkan segala perasaannya. Ayat ini adalah dalil untuk sebuah
kaidah yang terkenal yaitu, اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ.
"Kedaruratan membolehkan hal-hal yang diharamkan." Setiap hal yang telah
diharamkan sedang manusia sangat membutuhkannya
(karena darurat), maka hal itu telah dibolehkan
oleh Dzat yang Maha Memiliki lagi Maha Penyayang, karena itu segala pujian
hanya bagiNya dan juga rasa syukur yang pertama dan yang terakhir, yang
lahir maupun yang batin.
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ
وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(174) أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا
الضَّلَالَةَ بِالْهُدَى وَالْعَذَابَ بِالْمَغْفِرَةِ فَمَا
أَصْبَرَهُمْ عَلَى النَّارِ (175) ذَلِكَ
بِأَنَّ اللَّهَ نَزَّلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ
(176)}
.
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan
Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit
(murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan
(tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api,
dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak
akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Me-reka
itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan
ampunan. Maka alangkah beraninya mereka me-nentang api neraka. Yang
demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa
kebenaran; dan sesung-guhnya orang-orang yang berselisih tentang
(kebenaran) al-Kitab itu, benar-benar dalam
penyimpangan yang jauh."
(Al-Baqarah: 174-176).
#
{174 ـ 175} هذا وعيد شديد لمن كتم ما أنزل
الله على رسله من العلم الذي أخذ الله الميثاق على أهله أن يبينوه للناس
ولا يكتموه، فمن تعوض عنه بالحطام الدنيوي ونبذ أمر الله فأولئك
{ما يأكلون في بطونهم إلا النار}؛ لأن هذا
الثمن الذي اكتسبوه إنما حصل لهم بأقبح المكاسب وأعظم المحرمات، فكان
جزاؤهم من جنس عملهم،
{ولا يكلمهم الله يوم القيامة}؛ بل قد سخط
عليهم وأعرض عنهم، فهذا أعظم عليهم من عذاب النار،
{ولا يزكيهم}؛ أي:
لا يطهرهم من الأخلاق الرذيلة، وليس لهم أعمال تصلح للمدح والرضا والجزاء
عليها، وإنما لم يزكهم لأنهم فعلوا أسباب عدم التزكية التي أعظم أسبابها
العمل بكتاب الله والاهتداء به والدعوة إليه، فهؤلاء نبذوا كتاب الله
وأعرضوا عنه واختاروا الضلالة على الهدى والعذاب على المغفرة فهؤلاء لا
يصلح لهم إلا النار، فكيف يصبرون عليها؟ وأنَّى لهم الجلد عليها؟
(174-175) Ini merupakan ancaman keras terhadap
orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada
Rasul-rasulNya dari ilmu yang telah diambil ikatan janji oleh Allah atas
para ulama agar menjelaskan ilmu itu kepada manusia dan tidak
menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang menggantinya dengan tujuan-tujuan
duniawi lalu mencampakkan perintah Allah, maka orang-orang itu ﴾ مَا
يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ إِلَّا ٱلنَّارَ
﴿ "sebe-narnya tidak memakan (tidak menelan) ke
dalam perutnya melainkan api," karena harga yang mereka dapatkan itu
mereka peroleh dengan jalan pencaharian yang paling jelek dan paling
diharamkan, maka balasan mereka adalah sejenis dengan perbuatan mereka,
﴾
وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ
﴿ "dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat,"
bahkan Allah murka kepada mereka dan berpaling dari mereka, dan ini
lebih besar bagi mereka daripada siksa neraka, ﴾
وَلَا يُزَكِّيهِمۡ ﴿ "dan tidak menyucikan mereka," maksudnya, tidak
me-nyucikan mereka dari akhlak-akhlak yang hina, mereka tidak me-miliki
perbuatan-perbuatan yang pantas untuk dipuji, diridhai dan diberi pahala,
mereka tidak disucikan karena mereka melakukan perbuatan yang menjadi
sebab tidak adanya penyucian, yang mana penyebab-penyebab paling besarnya
adalah mengamalkan kitabullah, mengambil petunjuk darinya dan berdakwah
kepada-nya, namun mereka malah mencampakkan Kitabullah, berpaling darinya,
dan mereka lebih memilih kesesatan daripada petunjuk dan lebih memilih
azab daripada ampunan. Maka tidaklah patut bagi mereka kecuali neraka,
lalu bagaimana mereka dapat bersabar padanya? Dan bagaimanakah ketegaran
mereka di dalamnya?
#
{176}
{ذلك}؛ المذكور وهو مجازاته بالعدل ومنعه
أسباب الهداية ممن أباها واختار سواها
{بأن الله نزل الكتاب بالحق}؛ ومن الحق
مجازاة المحسن بإحسانه والمسيء بإساءته،
وأيضاً ففي قوله:
{نزل الكتاب بالحق}؛ ما يدل على أن الله
أنزله لهداية خلقه وتبيين الحق من الباطل والهدى من الضلال، فمن صرفه عن
مقصوده فهو حقيق بأن يجازَى بأعظم العقوبة،
{وإن الذين اختلفوا في الكتاب لفي شقاق بعيد}؛ أي: وإن الذين اختلفوا في الكتاب فآمنوا ببعضه
وكفروا ببعضه والذين حرفوه وصرفوه على أهوائهم ومراداتهم
{لفي شقاق}؛ أي:
محادة {بعيد}؛ من الحق، لأنهم قد خالفوا
الكتاب الذي جاء بالحق الموجب للاتفاق وعدم التناقض، فمرج أمرهم، وكثر
شقاقهم، وترتب على ذلك افتراقهم، بخلاف أهل الكتاب الذين آمنوا به، وحكموه
في كل شيء، فإنهم اتفقوا، وارتفقوا بالمحبة والاجتماع عليه. وقد تضمنت هذه
الآيات الوعيد للكاتمين لما أنزل الله المؤثرين عليه عرض الدنيا بالعذاب
والسخط، وأن الله لا يطهرهم بالتوفيق ولا بالمغفرة. وذكر السبب في ذلك
بإيثارهم الضلالة على الهدى، فترتب على ذلك اختيار العذاب على المغفرة ثم
توجع لهم بشدة صبرهم على النار لعملهم بالأسباب التي يعلمون أنها موصلة
لها، وأن الكتاب مشتمل على الحق الموجب للاتفاق عليه وعدم الافتراق، وأن كل
من خالفه فهو في غاية البعد عن الحق والمنازعة والمخاصمة. والله أعلم.
(176) ﴾ ذَٰلِكَ
﴿ "Yang demikian itu," yakni yang telah disebut-kan, yaitu
pembalasannya dengan adil dan pencegahan Allah dari sebab-sebab hidayah
bagi orang yang enggan memilihnya dan lebih memilih selain darinya,
﴾
بِأَنَّ ٱللَّهَ نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّۗ
﴿ "adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa
kebenaran," dan termasuk kebenaran adalah membalas orang yang berbuat
baik dengan kebaikan dan membalas orang yang berbuat buruk dengan
keburukan. Demikian juga dalam FirmanNya, ﴾
نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّۗ
﴿ "Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran" terdapat
dalil yang menunjukkan bahwa Allah menurunkannya untuk memberi-kan
hidayah kepada makhlukNya dan menerangkan kebenaran dari kebatilan dan
petunjuk dari kesesatan, dan barangsiapa yang menyimpangkan dari maksud
awalnya, maka pantaslah atasnya hukuman yang paling keras. ﴾
وَإِنَّ ٱلَّذِينَ ٱخۡتَلَفُواْ فِي ٱلۡكِتَٰبِ لَفِي شِقَاقِۭ بَعِيدٖ
﴿ "Dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang
(kebenaran) al-Kitab itu, benar-benar dalam
penyimpangan yang jauh," maksudnya, bahwa orang-orang yang berselisih
tentang al-Kitab, beriman dengan se-bagiannya, dan ingkar kepada
sebagiannya dan orang-orang yang merubahnya serta menyelewengkannya
menurut hawa nafsu dan tujuan mereka, ﴾
لَفِي شِقَاقِۭ
﴿ "benar-benar dalam penyimpangan," yakni penyelewengan ﴾
بَعِيدٖ ﴿ "yang jauh" dari kebenaran, karena mereka telah menyelisihi
al-Kitab yang datang dengan kebenaran dan pasti serasi dan tidak bertolak
belakang, lalu kacaulah kondisi mereka dan banyaklah perselisihan mereka,
yang akhirnya mengakibatkan perpecahan. Berbeda dengan ahli Kitab yang
beriman kepadanya dan menjadikannya sebagai hakim dalam segala urusan,
mereka saling sepakat dan mereka memiliki kebersamaan dengan cinta, serta
berkumpul di atasnya. Ayat ini mengandung ancaman bagi orang-orang yang
me-nyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan orang-orang yang
mendahulukan tujuan-tujuan duniawi dengan siksaan dan kemurkaan, dan
bahwasanya Allah تعالى tidak menyucikan mereka dengan taufikNya dan tidak
pula dengan ampunanNya. Ayat ini juga menyebutkan sebab kenapa mereka
mendahu-lukan kesesatan daripada petunjuk, yang mengakibatkan mereka
memilih siksaan daripada ampunan, kemudian ungkapan iba untuk mereka
dengan keberanian mereka yang besar terhadap api neraka karena pengetahuan
mereka tentang penyebab yang mereka laku-kan yang menjerumuskan mereka ke
dalam neraka tersebut, dan bahwa al-Kitab meliputi kebenaran yang
mengharuskan untuk disepakati dan tidak diperselisihkan, dan bahwa setiap
orang yang menyelisihinya, maka ia berada jauh sekali dari kebenaran,
perten-tangan, dan perseteruan. Wallahu a'lam.
{لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ
عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ
السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ
وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا
وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ
أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
(177)}
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan me-nunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, pen-deritaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar
(imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa."
(Al-Baqarah: 177).
#
{177} يقول تعالى:
{ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب}؛ أي: ليس هذا هو البر المقصود من العباد فيكون
كثرة البحث فيه والجدال من العناء الذي ليس تحته إلا الشقاق والخلاف، وهذا
نظير قوله - صلى الله عليه وسلم -:
«ليس الشديد بالصرعة إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب»
، ونحو ذلك،
{ولكن البر من آمن بالله}؛
أي:
بأنه إله واحد موصوف بكل صفة كمال منزَّه عن كلِّ نقص
{واليوم الآخر}؛ وهو كل ما أخبر الله به في
كتابه أو أخبر به الرسول مما يكون بعد الموت
{والملائكة}؛ الذين وصفهم الله لنا في كتابه
ووصفهم رسوله - صلى الله عليه وسلم -،
{والكتاب}؛ أي:
جنس الكتب التي أنزلها الله على رسله وأعظمها القرآن فيؤمن بما تضمنه من
الأخبار والأحكام.
{والنبيين}؛ عموماً، خصوصاً خاتمهم وأفضلهم
محمد - صلى الله عليه وسلم - {وآتى المال}؛
وهو كل ما يتمول الإنسان من مال قليلاً كان أو كثيراً أي أعطى المال
{على حبه}؛ أي: حب
المال بين به أن المال محبوب للنفوس فلا يكاد يخرجه العبد، فمن أخرجه مع
حبه له تقرباً إلى الله تعالى كان هذا برهاناً لإيمانه، ومن إيتاء المال
على حبه أن يتصدق وهو صحيح شحيح يأمل الغنى ويخشى الفقر، وكذلك إذا كانت
الصدقة عن قلة كان أفضل لأنه في هذه الحال يحب إمساكه لما يتوهمه من
العُدْم والفقر،
وكذلك إخراج النفيس من المال وما يحبه من ماله كما قال تعالى:
{لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون}؛ فكل
هؤلاء ممن آتى المال على حبه. ثم ذكر المنفق عليه وهم أولى الناس ببرِّك
وإحسانك من الأقارب؛ الذين تتوجع لمصابهم وتفرح بسرورهم الذين يتناصرون
ويتعاقلون، فمن أحسن البر وأوفقه تعاهد الأقارب بالإحسان المالي والقولي
على حسب قربهم وحاجتهم، ومن {اليتامى}؛ الذين
لا كاسب لهم وليس لهم قوة يستغنون بها، وهذا من رحمته تعالى بالعباد الدالة
على أنه تعالى أرحم بهم من الوالد بولده، فالله قد أوصى العباد وفرض عليهم
في أموالهم الإحسان إلى من فقد آباؤهم ليصيروا كمن لم يفقد والديه، ولأن
الجزاء من جنس العمل فمن رحم يتيمَ غيره رُحِم يتيمه.
{والمساكين}؛ وهم الذين أسكنتهم الحاجة
وأذلهم الفقر فلهم حق على الأغنياء بما يدفع مسكنتهم أو يخففها بما يقدرون
عليه وبما يتيسر. {وابن السبيل}؛ وهو الغريب
المنقطع به في غير بلده. فحث الله عباده على إعطائه من المال ما يعينه على
سفره لكونه مظنة الحاجة وكثرة المصارف، فعلى من أنعم الله عليه بوطنه
وراحته وخوَّله من نعمته أن يرحم أخاه الغريب الذي بهذه الصفة على حسب
استطاعته ولو بتزويده أو إعطائه آلة لسفره أو دفع ما ينوبه من المظالم
وغيرها. {والسائلين}؛
أي:
الذين تعرض لهم حاجة من الحوائج توجب السؤال، كمن ابتلي بأرش جناية أو
ضريبة عليه من ولاة الأمور أو يسأل الناس لتعمير المصالح العامة كالمساجد
والمدارس والقناطر ونحو ذلك فهذا له الحق وإن كان غنياً.
{وفي الرقاب}؛ فيدخل فيه العتق والإعانة عليه
وبذل مال للمكاتَب ليوفي سيده وفداء الأسراء عند الكفار أو عند الظلمة.
{وأقام الصلاة وآتى الزكاة}؛ قد تقدم مراراً
أن الله تعالى يقرن بين الصلاة والزكاة لكونهما أفضل العبادات، وأكمل
القربات عبادات قلبية وبدنية ومالية، وبهما يوزن الإيمان ويعرف ما مع صاحبه
من الإيقان، {والموفون بعهدهم إذا عاهدوا}؛
والعهد هو الالتزام بإلزام الله أو إلزام العبد لنفسه فدخل في ذلك حقوق
الله كلها، لكون الله ألزم بها عباده والتزموها، ودخلوا تحت عهدتها ووجب
عليهم أداؤها، وحقوق العباد التي أوجبها الله عليهم والحقوق التي التزمها
العبد كالأيمان والنذور ونحو ذلك.
{والصابرين في البأساء}؛
أي:
الفقر لأن الفقير يحتاج إلى الصبر من وجوه كثيرة لكونه يحصل له من الآلام
القلبية والبدنية المستمرة ما لا يحصل لغيره، فإن تنعم الأغنياء بما لا
يقدر عليه تألم وإن جاع أو جاعت عياله تألم، وإن أكل طعاماً غير موافق
لهواه تألم، وإن عري أو كاد تألم، وإن نظر إلى ما بين يديه وما يتوهمه من
المستقبل الذي يستعد له تألم، وإن أصابه البرد الذي لا يقدر على دفعه تألم،
فكل هذه ونحوها مصائب يؤمر بالصبر عليها والاحتساب ورجاء الثواب من الله
عليها
{والضراء}؛ أي:
المرض على اختلاف أنواعه من حمى وقروح ورياح ووجع عضو حتى الضرس والإصبع
ونحو ذلك فإنه يحتاج إلى الصبر على ذلك، لأن النفس تضعف والبدنَ يألم وذلك
في غاية المشقة على النفوس، خصوصاً مع تطاول ذلك، فإنه يؤمر بالصبر
احتساباً لثواب الله تعالى
{وحين البأس}؛ أي:
وقت القتال للأعداء المأمور بقتالهم، لأن الجلاد يشق غاية المشقة على النفس
ويجزع الإنسان من القتل أو الجراح أو الأسر، فاحتيج إلى الصبر في ذلك
احتساباً ورجاء لثواب الله تعالى الذي منه النصر والمعونة التي وعدها
الصابرين.
{أولئك}؛ أي:
المتصفون بما ذكر من العقائد الحسنة والأعمال التي هي آثار الإيمان وبرهانه
ونوره والأخلاق التي هي جمال الإنسان وحقيقة الإنسانية فأولئك
{الذين صدقوا}؛ في إيمانهم لأن أعمالهم صدقت
إيمانهم {وأولئك هم المتقون}؛ لأنهم تركوا
المحظور وفعلوا المأمور، لأن هذه الأمور مشتملة على كل خصال الخير تضمناً
ولزوماً لأن الوفاء بالعهد يدخل فيه الدين كله، ولأن العبادات المنصوص
عليها في هذه الآية أكبر العبادات، ومن قام بها كان بما سواها أقوم، فهؤلاء
[هم] الأبرار الصادقون المتقون. وقد علم ما رتب
الله على هذه الأمور الثلاثة من الثواب الدنيوي والأخروي مما لا يمكن
تفصيله في مثل هذا الموضع.
(177) Allah تعالى berfirman, ﴾ لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ
أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ
﴿ "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan," maksudnya, hal itu bukanlah suatu kebajikan yang dimaksudkan
dari hamba, sehingga banyaknya pembahasan dan perdebatan tentangnya
adalah merupakan usaha yang melelahkan yang tidak menghasilkan kecuali
perpecahan dan perselisihan. Ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ,
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ
نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ. "Bukanlah orang yang perkasa itu adalah
dengan perkelahian, akan tetapi orang yang perkasa itu adalah orang yang
mampu menahan dirinya di saat marah,"[5] dan
hadits-hadits yang semacamnya, ﴾
وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ
﴿ "akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,"
maksudnya, bahwa Dia adalah Tuhan yang Esa yang memiliki sifat dengan
segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari segala kekurangan, ﴾
وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ
﴿ "dan Hari Akhir," yaitu segala hal yang dikabarkan oleh Allah
tentangnya dalam kitabNya, atau apa yang telah dikabarkan oleh RasulNya
dari hal-hal yang terjadi setelah kematian, ﴾
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
﴿ "dan para malaikat," yang dijelaskan sifat mereka oleh Allah kepada
kita dalam kitabNya dan dijelaskan juga oleh RasulNya ﷺ, ﴾
وَٱلۡكِتَٰبِ
﴿ "dan al-Kitab," yaitu jenis kitab-kitab yang telah diturunkan oleh
Allah kepada Rasul-rasulNya, dan yang paling agung adalah al-Qur`an.
Maka ia beriman kepada hal-hal yang dikandung olehnya dari kabar maupun
hukum. ﴾
وَٱلنَّبِيِّـۧنَ
﴿ "Dan para Nabi" secara umum, dan khususnya penutup mereka dan paling
mulia dari mereka, yaitu Muhammad ﷺ, ﴾
وَءَاتَى ٱلۡمَالَ
﴿ "dan memberikan harta," yaitu selu-ruh harta yang dikumpulkan oleh
manusia sedikit maupun banyak, maksudnya ia memberikan harta ﴾
عَلَىٰ حُبِّهِۦ
﴿ "yang dicintainya," yaitu cinta harta. Allah تعالى menjelaskan dengan
hal ini bahwa harta itu sangat dicintai oleh jiwa dan sebenarnya seorang
hamba tidak mau menge-luarkannya, barangsiapa yang mengeluarkannya
padahal ia sangat mencintainya dengan maksud mendekatkan diri kepada
Allah, maka hal ini adalah sebagai tanda bagi keimanannya, dan di antara
memberikan harta yang dicintainya adalah bersedekah saat dia dalam
kondisi sehat lagi kikir yang mana ia sangat mengharapkan kekayaan dan
takut dari kemiskinan. Demikian juga bila sedekah dikeluarkan ketika
dalam kondisi kekurangan, niscaya itu lebih utama, karena dalam kondisi
seperti ini, ia lebih suka menyimpan-nya, ketika ia mencemaskan akan
terjadinya kefakiran dan kepapa-an. Demikian pula mengeluarkan barang
yang paling berharga dari hartanya dan apa yang ia cintai dari hartanya
tersebut sebagaimana Allah berfirman, ﴾
لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ
﴿ "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai."
(Ali Imran: 92). Setiap mereka itu adalah di
antara orang-orang yang mem-berikan harta yang ia cintai. Kemudian Allah
menjelaskan tentang orang-orang yang ber-hak menerima infak, yaitu
orang-orang yang paling utama untuk diberikan kebajikan dan bakti dari
kerabat, yang menyentuh hati-mu karena musibah mereka dan
membahagiakanmu dengan keba-hagiaan mereka, yaitu yang saling menolong
dan saling bersekutu. Maka di antara kebajikan yang paling baik dan
paling tepat adalah mengadakan kebajikan terhadap karib kerabat, baik
dengan harta maupun perkataan menurut kedekatan dan kebutuhan mereka.
Dan di antara mereka adalah ﴾
وَٱلۡيَتَٰمَىٰ
﴿ "anak-anak yatim" yang tidak memiliki orang yang mencarikan harta
untuk mereka dan tidak memiliki kemampuan yang dapat dijadikan sandaran.
Ini adalah di antara rahmat Allah تعالى terhadap hamba-hambaNya yang
me-nunjukkan bahwasanya Allah تعالى sangat sayang kepada mereka daripada
sayangnya seorang ayah kepada anaknya. Allah telah mewasiatkan kepada
hamba-hambaNya, lalu mewajibkan mereka untuk berbuat kebajikan dengan
hartanya kepada orang-orang yang kehilangan ayah mereka, agar anak-anak
itu seperti anak-anak yang tidak kehilangan kedua orang tuanya, dan
karena balasan itu sesuai dengan jenis perbuatannya, yakni barangsiapa
yang menya-yangi seorang anak yatim orang lain, niscaya anak yatimnya
akan disayangi oleh orang lain. ﴾
وَٱلۡمَسَٰكِينَ
﴿ "Dan orang-orang miskin," yaitu mereka yang dililit kebutuhan dan
dihinakan oleh kemiskinan, maka mereka memiliki hak atas orang-orang
kaya dalam mencukupi kebutuhan mereka atau meringankannya, sesuai dengan
kemampuan dan kelapangan mereka. ﴾
وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ
﴿ "Dan musafir (yang memerlukan pertolongan),"
yaitu orang asing yang kehabisan bekal di luar negerinya sendiri. Allah
menganjurkan hamba-hambaNya untuk memberikan kepadanya beberapa harta
yang dapat membantunya dalam perjalanannya, karena perjalanan itu
merupakan kondisi yang membutuhkan bantuan dan banyaknya pengeluaran.
Oleh karena itu, wajiblah atas orang yang telah diberikan nikmat oleh
Allah pada negerinya dengan segala kemakmurannya dan Allah karuniakan
nikmatNya kepadanya agar dia juga bersikap rahmat kepada saudaranya yang
asing tersebut menurut kadar kemampuannya, walaupun hanya membekalinya
sedikit atau memberikannya sebuah alat perjalanan atau sebuah alat yang
dapat menghindarkan dirinya dari kesewe-nang-wenangan, dan lain
sebagainya. ﴾
وَٱلسَّآئِلِينَ
﴿ "Dan orang-orang yang meminta-minta," yakni orang-orang yang
meminta-minta karena suatu kebutuhan mendesak yang menyebabkan mereka
melakukannya, seperti seorang yang diuji dengan denda suatu kejahatan
atau beban pajak dari peme-rintah, atau dia meminta-minta kepada manusia
untuk memajukan kemaslahatan umum seperti masjid, sekolah, jembatan, dan
sema-camnya. Maka yang seperti ini memiliki hak walaupun ia adalah orang
kaya. ﴾
وَفِي ٱلرِّقَابِ
﴿ "Dan (memerdekakan) hamba sahaya," termasuk
di dalamnya adalah pembebasan budak dan membantunya serta mengusahakan
harta untuk seorang budak yang membayar kebe-basannya agar ia mampu
menunaikan bayaran kepada tuannya, atau menebus tawanan Muslimin dari
kaum kafir atau kaum zhalim. ﴾
وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ
﴿ "Dan mendirikan Shalat dan menunaikan Zakat." Telah sering
diterangkan bahwa Allah تعالى menyatukan antara Shalat dan Zakat, karena
kedua hal itu adalah sebaik-baik ibadah dan pendekatan diri kepada Allah
yang paling sempurna karena memuat ibadah hati, tubuh, dan harta. Dan
dengan kedua-nya iman seseorang ditakar dan keyakinan yang ada pada
pelaku-nya dapat diukur. ﴾
وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ
﴿ "Dan orang-orang yang menepati janjinya bila berjanji." Janji adalah
komitmen terhadap apa yang telah diwa-jibkan oleh Allah atau diwajibkan
oleh hamba itu sendiri, maka termasuk dalam hal itu adalah seluruh
hak-hak Allah, karena Allah telah mewajibkan semuanya atas
hamba-hambaNya dan mereka berkomitmen terhadapnya, di mana mereka masuk
dalam janji tersebut dan wajib atas mereka untuk menunaikannya, dan juga
hak-hak hamba yang telah diwajibkan oleh Allah atas mereka dan hak-hak
yang telah diwajibkan oleh seorang hamba sendiri, seperti sumpah dan
nadzar atau semacamnya. ﴾
وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ
﴿ "Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan," yakni, kemiskinan,
karena orang yang miskin membutuhkan kesa-baran dalam banyak aspek, dari
apa yang didapatkannya berupa kepedihan hati dan tubuh, yang
berkesinambungan yang tidak dirasakan oleh selainnya; apabila seorang
kaya menikmati apa yang tidak mampu dinikmatinya, ia akan bersedih, dan
apabila ia lapar atau keluarganya lapar, ia pun bersedih, apabila ia
makan suatu makanan yang tidak sesuai dengan seleranya, ia bersedih,
apabila ia tanpa busana atau hampir tanpa busana ia bersedih, apabila ia
melihat apa yang ada pada dirinya dan apa yang ia pre-diksikan pada masa
mendatang yang harus dipersiapkan olehnya ia akan bersedih, apabila ia
merasa dingin yang tidak mampu ia kendalikan ia bersedih. Seluruh hal
tersebut dan yang semacamnya adalah musibah-musibah yang ia
diperintahkan untuk bersabar atasnya, berangan akhirat, mengharap pahala
dari Allah terhadapnya, ﴾
وَٱلضَّرَّآءِ
﴿ "dan penderitaan," yaitu penyakit dalam berbagai macamnya seperti
demam, luka, masuk angin, atau sakit pada suatu anggota tubuh hingga
gigi, jari jemari, dan yang semacamnya, di mana dibutuh-kan untuk
bersabar atas semua itu, karena jiwa itu lemah dan tubuh merasakan
sakit, dan hal itu adalah suatu yang paling sulit bagi jiwa. Terlebih
ketika hal itu terjadi lebih lama, maka diperintahkan untuk bersabar
atasnya dengan mengharap pahala dari Allah تعالى. ﴾
وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ
﴿ "Dan dalam peperangan," yakni saat berperang mengha-dapi musuh-musuh
yang diperintahkan untuk diperangi, karena ketegaran itu sangatlah sulit
sekali bagi jiwa, dan manusia akan mengalami kegoncangan dari
pembunuhan, luka, atau tertawan, maka dibutuhkan kesabaran atas semua
itu dengan maksud meng-harap pahala dari Allah تعالى yang dariNya-lah
pertolongan dan bantuan yang telah dijanjikan didapatkan bagi
orang-orang yang bersabar. ﴾
أُوْلَٰٓئِكَ
﴿ "Mereka itulah," yaitu orang-orang yang memiliki sifat sebagaimana
yang telah disebutkan dari keyakinan-keyakinan yang baik, perbuatan yang
merupakan pengaruh dari keimanan, bukti nyata dan cahayanya, dan akhlak
yang merupakan keindahan dan hakikat kemanusiaan; mereka itulah ﴾
ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ
﴿ "orang-orang yang benar" dalam keimanan mereka, karena
perbuatan-perbuatan me-reka membenarkan keimanan mereka, ﴾
وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ﴿ "dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa," karena mereka meninggalkan hal-hal yang dilarang dan
mengerjakan yang diperintahkan, karena perkara-perkara itu meliputi segala
unsur-unsur kebaikan, baik secara prediksi maupun yang pasti. Menunaikan
janji termasuk menunaikan seluruh ajaran agama, dan karena ibadah-ibadah
yang telah ditetapkan oleh nash-nash dalam ayat ini merupakan ibadah yang
paling besar, dan barangsiapa yang menunaikannya, niscaya ia akan lebih
mampu menunaikan ibadah-ibadah mereka, mereka itulah orang-orang yang
baik, benar, dan bertakwa. Sesungguhnya telah diketahui bahwa apa yang
akan diberikan oleh Allah atas ketiga perkara tersebut dari pahala duniawi
mau-pun ukhrawi tidak mungkin dapat dirinci dalam pembahasan ini.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي
الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى
بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ
بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ
أَلِيمٌ (178) وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ
يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(179)}
.
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang mer-deka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik
(pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui
batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash
itu ada
(ja-minan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa."
(Al-Baqarah: 178-179).
#
{178} يَمْتَنُّ تعالى على عباده المؤمنين
بأنه فرض عليهم {القصاص في القتلى}؛
أي:
المساواة فيه، وأن يقتل القاتل على الصفة التي قتل عليها المقتول، إقامة
للعدل والقسط بين العباد، وتوجيه الخطاب لعموم المؤمنين فيه دليل على أنه
يجب عليهم كلهم حتى أولياء القاتل حتى القاتل بنفسه إعانة ولي المقتول إذا
طلب القصاص، ويمكنه من القاتل، وأنه لا يجوز لهم أن يحولوا بين هذا الحد،
ويمنعوا الولي من الاقتصاص كما عليه عادة الجاهلية ومن أشبههم من إيواء
المحدِثين. ثم بين تفصيل ذلك فقال:
{الحر بالحر}؛ يدخل بمنطوقها الذكر بالذكر،
والأنثى بالأنثى؛ والأنثى بالذكر والذكر بالأنثى، فيكون منطوقها مقدماً على
مفهوم قوله الأنثى بالأنثى مع دلالة السنة على أن الذكر يقتل بالأنثى،
وخرج من عموم هذا الأبوان وإن علوا فلا يقتلان بالولد لورود السنة بذلك
مع أن في قوله:
{القصاص}؛ ما يدل على أنه ليس من العدل أن
يقتل الوالد بولده ولأن ما في قلب الوالد من الشفقة والرحمة ما يمنعه من
القتل لولده إلا بسبب اختلال في عقله أو أذية شديدة جدًّا من الولد له،
وخرج من العموم أيضاً الكافر بالسنة مع أن الآية في خطاب المؤمنين خاصة،
وأيضاً فليس من العدل أن يقتل ولي الله بعدوه،
{والعبد بالعبد}؛ ذكراً كان أو أنثى تساوت
قيمهما أو اختلفت، ودل بمفهومها على أن الحر لا يقتل بالعبد لكونه غير
مساوٍ له، {والأنثى بالأنثى}؛ أخذ بمفهومها
بعض أهل العلم فلم يجز قتل الرجل بالمرأة، وتقدم وجه ذلك. وفي هذه الآية
دليل على أن الأصل وجوب القود في القتل وأن الدية بدل عنه،
فلهذا قال:
{فمن عفي له من أخيه شيء}؛
أي:
عفا ولي المقتول عن القاتل إلى الدية أو عفا بعض الأولياء فإنه يسقط القصاص
وتجب الدية وتكون الخيرة في القود واختيار الدية إلى الولي، فإذا عفا عنه،
وجب على الولي؛ أي ولي المقتول أن يتبع القاتل،
{بالمعروف}؛ من غير أن يشق عليه ولا يحمله ما
لا يطيق، بل يحسن الاقتضاء والطلب ولا يحرجه. وعلى القاتل
{أداء إليه بإحسان}؛ من غير مطلٍ ولا نقص ولا
إساءة فعلية أو قولية، فهل جزاء الإحسان إليه بالعفو إلا الإحسان بحسن
القضاء، وهذا مأمور به في كل ما ثبت في ذمم الناس للإنسان مأمور من له الحق
بالاتباع بالمعروف ومن عليه الحق بالأداء بالإحسان ،
وفي قوله:
{فمن عفي له من أخيه}؛ ترقيق وحث على العفو
إلى الدية وأحسن من ذلك العفو مجاناً. وفي قوله:
{أخيه}؛ دليل على أن القاتل لا يكفر لأن
المراد بالأخوة هنا أخوة الإيمان فلم يخرج بالقتل منها ومن باب أولى أن
سائر المعاصي التي هي دون الكفر لا يكفر بها فاعلها وإنما ينقص بذلك
إيمانه، وإذا عفا أولياء المقتول أو عفا بعضهم احتقن دم القاتل وصار
معصوماً منهم ومن غيرهم، ولهذا قال:
{فمن اعتدى بعد ذلك}؛
أي:
بعد العفو، {فله عذاب أليم}؛ أي في الآخرة،
وأما قتله وعدمه فيؤخذ مما تقدم لأنه قتل مكافئاً له فيجب قتله بذلك، وأما
من فسر العذاب الأليم بالقتل، وأن الآية تدل على أنه يتعين قتله ولا يجوز
العفو عنه، وبذلك قال بعض العلماء، والصحيح الأول لأن جنايته لا تزيد على
جناية غيره.
(178) Allah تعالى memberikan karunia kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dengan mewajibkan atas mereka menegakkan ﴾
ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ
﴿ "qishash berkenaan dengan orang-orang yang terbunuh," yakni
memberikan hukuman yang sama, di mana pelaku pembu-nuhan dibunuh dengan
model pembunuhan yang ia lakukan ter-hadap orang yang dibunuhnya,
sebagai penegakan keadilan dan kesetaraan antara manusia. Diarahkannya
kalimat ini kepada kaum Muslimin secara umum adalah dalil yang
menunjukkan bahwa hal itu wajib atas mereka semua -hingga keluarga
pelaku pembunuhan atau bahkan hingga pelaku pembunuhan itu sendiri-
sebagai bentuk pertolongan bagi keluarga orang yang terbunuh apabila
mereka memilih qishash dan memungkinkannya menuntut hal tersebut dari
pihak pelaku tersebut, dan tidak dibolehkan bagi mereka untuk merubah
hukum tersebut dan menghalangi keluarganya dalam memilih hukum qishash
sebagaimana kebiasaan orang-orang jahi-liyah atau orang-orang yang
semisalnya dari orang-orang yang melindungi pelaku kezhaliman. Kemudian
Allah menjelaskan rincian hal tersebut seraya ber-firman, ﴾
ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ
﴿ "Orang merdeka dengan orang merdeka." Menurut makna lafazhnya,
termasuk di dalamnya adalah laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan
perempuan, perempuan dengan laki-laki, dan laki-laki dengan perempuan.
Maka makna tersurat dari lafazhnya itu lebih didahulukan daripada makna
yang terpahami dari FirmanNya, ﴾
وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ
﴿ "dan perempuan dengan perempuan," disertai dengan adanya dalil dari
as-Sunnah, yaitu bahwa laki-laki juga dibunuh dengan perempuan. Namun
kedua orang tua dan seterusnya ke atas tidak termasuk dalam makna yang
umum ini, artinya bahwa mereka tidak dibunuh karena membunuh anak,
di-sebabkan adanya as-Sunnah yang menjelaskan akan hal tersebut.[6]
Padahal dalam FirmanNya, ﴾
ٱلۡقِصَاصُ
﴿ "Hukum qishash," terkandung apa yang menunjukkan bahwa bukanlah suatu
keadilan jika se-orang ayah dibunuh karena membunuh anaknya, dan karena
dalam hati seorang ayah ada rasa kasih sayang dan rahmat
(yang begitu kuat) yang akan menghalanginya dari
tindakan membunuh anak-nya sendiri kecuali dengan sebab adanya gangguan
pada akalnya atau kedurhakaan yang besar dari anaknya terhadap dirinya.
Dan termasuk yang tidak terkait dalam keumuman tersebut adalah seorang
kafir, berdasarkan dalil dari as-Sunnah, padahal ayat ini diarahkan
khusus untuk kaum Mukminin. Dan juga bukanlah suatu keadilan bila
seorang wali Allah dibunuh karena membunuh seorang musuh Allah. ﴾
وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ
﴿ "Dan hamba dengan hamba," perempuan ataupun laki-laki, yang sama
maupun berbeda kadar harganya. Ayat ini menurut pemahaman terbaliknya
menunjukkan bahwa seorang yang merdeka tidak dibunuh karena membunuh
hamba, karena tidak sama derajatnya. ﴾
وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ
﴿ "Dan wanita dengan wanita." Sebagian ulama mengambil dari pemahaman
terbaliknya adalah bahwa laki-laki tidak dibunuh karena membunuh
perempuan, dan hal ini telah dibahas sebelumnya. Ayat ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya hukum qishash adalah wajib dalam masalah pembunuhan,
dan bahwa membayar diyat itu adalah sebagai penggantinya. Oleh karena
itu Allah ber-firman, ﴾
فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ شَيۡءٞ
﴿ "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,"
maksudnya, keluarga orang yang terbu-nuh memaafkan pembunuhnya untuk
diganti dengan membayar diyat saja atau sebagian keluarga terbunuh
memaafkan, maka gugurlah hukum qishash dan wajiblah hukum membayar diyat
atas si pembunuh. Penentuan pilihan pada tuntutan qishash dan pilihan
membayar diyat, kembali kepada wali yang terbunuh. Apabila dia memaafkan
pembunuhnya, maka wajiblah atas wali itu hukum tersebut, yakni wali si
terbunuh, untuk mengikuti (kesanggupan) si
pembunuh ﴾
بِٱلۡمَعۡرُوفِ
﴿ "dengan cara yang baik," tanpa memberatkan-nya dan membebaninya
dengan suatu yang tidak mampu dipikul-nya, akan tetapi hendaknya ia
menuntut dan meminta dengan baik serta tidak menyusahkannya, dan
hendaklah si pembunuh juga ﴾
وَأَدَآءٌ إِلَيۡهِ بِإِحۡسَٰنٖۗ
﴿ "membayar diyat kepada yang memaafkan dengan cara yang baik
(pula)," dengan tidak menunda-nunda, tidak
kurang dan tidak berbuat kejelekan, baik perkataan maupun perbuatan. Dan
tidak ada balasan kebaikan dengan pemaafan itu, kecuali kebaikan
(pula) dengan menunaikannya dengan baik. Ini
sangat diperintahkan dalam segala hal yang bersangkutan dengan hak-hak
manusia, yaitu seseorang yang memiliki hak dipe-rintahkan untuk menuntut
dengan cara yang baik, dan orang yang diwajibkan untuk menunaikan hak
orang lain, juga harus menunai-kannya dengan cara yang baik pula. Dan
dalam FirmanNya,﴾
فَمَنۡ عُفِيَ لَهُۥ مِنۡ أَخِيهِ
﴿ "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,"
terkandung sikap kelembutan hati dan anjuran kepada tindakan memaafkan
dengan berpindah kepada mengambil bayaran diyat, dan tentunya yang lebih
baik dari itu adalah tindakan me-maafkan tanpa bayaran. Dalam FirmanNya,
﴾
أَخِيهِ
﴿ "Saudaranya," terkandung dalil yang menunjukkan bahwa pelaku
pembunuhan itu bukanlah kafir, karena yang dimaksud dengan persaudaraan
di sini adalah per-saudaraan dengan ikatan keimanan, dan dia tidak akan
dikatakan terlepas dari ikatan itu dengan pembunuhan tersebut, maka
lebih patut lagi hal seperti itu berlaku pada masalah kemaksiatan yang
tidak menyebabkan kekufuran, pelakunya tidaklah dikafirkan karena
melakukan kemaksiatan tersebut, hanya saja keimanannya berkurang.
Apabila keluarga orang yang terbunuh atau sebagian dari mereka
memaafkan, maka darah pembunuhnya haram ditum-pahkan oleh mereka maupun
oleh selain mereka. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾
فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ بَعۡدَ ذَٰلِكَ
﴿ "Barangsiapa yang melampaui batas setelah itu," yakni, setelah adanya
pemaafan, ﴾
فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٞ ﴿ "maka baginya siksa yang pedih," maksudnya, di
akhirat. Adapun membunuhnya ataupun tidak membunuhnya, maka diambil dari
yang sebelumnya karena ia telah membunuh yang sederajat de-ngannya, maka
ia pun harus dibunuh karenanya. Adapun orang yang menafsirkan siksa yang
pedih itu dengan membunuh dan bahwa ayat ini menunjukkan wajibnya membunuh
si pembunuh serta tidak bolehnya dimaafkan, maka pendapat seperti ini
telah dikatakan oleh sebagian ulama, tetapi yang lebih benar adalah yang
pertama, karena pelanggarannya tidak lebih dari pelanggaran yang lainnya.
Kemudian Allah تعالى menjelaskan hikmah yang agung dari syariat hukum
qishash seraya berfirman,
#
{179}
{ولكم في القصاص حياة}؛
أي:
تنحقن بذلك الدماء وتنقمع به الأشقياء، لأن من عرف أنه مقتول إذا قتل لا
يكاد يصدر منه القتل، وإذا رُئيَ القاتل مقتولاً انذعر بذلك غيره وانزجر،
فلو كانت عقوبة القاتل غير القتل لم يحصل انكفاف الشر الذي يحصل بالقتل،
وهكذا سائر الحدود الشرعية فيها من النكاية والانزجار ما يدل على حكمة
الحكيم الغفار. ونكر الحياة لإفادة التعظيم والتكثير، ولما كان هذا الحكم
لا يعرف حقيقته إلا أهل العقول الكاملة والألباب الثقيلة خصهم بالخطاب دون
غيرهم، وهذا يدل على أن الله تعالى يحب من عباده أن يعملوا أفكارهم وعقولهم
في تدبر ما في أحكامه من الحكم والمصالح الدالة على كماله وكمال حكمته
وحمده وعدله ورحمته الواسعة، وأن من كان بهذه المثابة فقد استحقَّ المدح
بأنه من ذوي الألباب الذين وجه إليهم الخطاب وناداهم رب الأرباب، وكفى بذلك
فضلاً وشرفاً لقوم يعقلون. وقوله:
{لعلكم تتقون}؛ وذلك أن من عرف ربه، وعرف ما
في دينه وشرعه من الأسرار العظيمة والحكم البديعة والآيات الرفيعة أوجب له
ذلك أن ينقاد لأمر الله، ويعظم معاصيه فيتركها؛ فيستحق بذلك أن يكون من
المتقين.
(179) ﴾ وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ
﴿ "Dan dalam qishash itu ada kelangsung-an hidup bagimu," maksudnya,
dengan hukum itu terjagalah darah dan terkendalilah orang-orang yang
jahat, karena barangsiapa yang mengetahui bahwasanya dia akan dibunuh
apabila dia membunuh, niscaya tidak akan terbesit darinya tindakan
pembunuhan, dan apabila seorang pembunuh disaksikan dibunuh, niscaya
orang lain akan merasa takut dan tercegah dengan hal itu. Seandainya
saja hukuman bagi seorang pembunuh bukan hukuman mati, pastilah
kejahatan itu tidak akan mampu dicegah sebagaimana dengan pencegahan
yang mampu dilakukan oleh hukuman mati. Dan seperti itulah seluruh
hukum-hukum had syariat yang mengandung pemaksaan dan pencegahan sebagai
hal yang menunjukkan hikmah dari Dzat yang Mahabijaksana lagi Maha
Pengampun. Kata ﴾
حَيَوٰةٞ
﴿ "kelangsungan hidup" dinyatakan dalam bentuk kata benda tidak
tertentu (nakirah), maksudnya adalah untuk
peng-agungan dan mencakup secara luas, dan ketika hukum ini tidak
diketahui hakikatnya kecuali oleh para cendekiawan dan ulama, maka Allah
menghadapkan perkataanNya secara khusus kepada mereka. Ini menunjukkan
bahwa Allah تعالى sangat suka apabila hamba-hambaNya mau memakai akalnya
dan pemikirannya untuk merenungi hikmah-hikmah di balik hukum-hukumNya
dan kemas-lahatan-kemaslahatan yang menunjukkan kesempurnaan, hikmah,
pujian, keadilan dan rahmatNya yang luas. Dan barangsiapa yang
berkedudukan seperti itu, sesungguhnya dia telah berhak menda-patkan
pujian bahwasanya dia termasuk dari orang-orang berakal yang perkataan
itu dihadapkan kepada mereka dan diseru oleh Tuhan dari segala yang
dituhankan. Dan cukuplah dengan itu se-bagai kemuliaan dan kehormatan
bagi orang-orang yang berpikir. Dan FirmanNya, ﴾
لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "Agar kamu bertakwa," hal itu karena barangsiapa
yang mengenal Rabbnya dan mengetahui apa yang tersimpan di balik agama dan
syariatNya dari rahasia-rahasia yang agung, hikmah-hikmah yang indah dan
ayat-ayat yang luhur, maka pastilah dengan hal itu dia tunduk kepada
perintah Allah, dia menganggap besar kemaksiatan kepadaNya hingga dia
me-ninggalkannya, dan akhirnya dia berhak menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang bertakwa.
{كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ
خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ
حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (180) فَمَنْ
بَدَّلَهُ بَعْدَ مَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ
يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(181) فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ
إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ (182)}
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta
yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa. Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia
mende-ngarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang
mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang
yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia
mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penya-yang."
(Al-Baqarah: 180-182).
#
{180} أي: فرض الله عليكم يا معشر المؤمنين
{إذا حضر أحدكم الموت}؛
أي:
أسبابه كالمرض المشرف على الهلاك وحضور أسباب المهالك وكان قد
{ترك خيراً }؛ وهو المال الكثير عرفاً فعليه
أن يوصي لوالديه وأقرب الناس إليه بالمعروف على قدر حاله من غير سرف ولا
اقتصار على الأبعد دون الأقرب، بل يرتبهم على القرب والحاجة ولهذا أتى فيه
بأفعل التفضيل، وقوله:
{حقًّا على المتقين}؛ دل على وجوب ذلك، لأن
الحق هو الثابت، وقد جعله الله من موجبات التقوى. واعلم أن جمهور المفسرين
يرون أن هذه الآية منسوخة بآية المواريث، وبعضهم يرى أنها في الوالدين
والأقربين غير الوارثين، مع أنه لم يدل على التخصيص بذلك دليل، والأحسن في
هذا أن يقال إن هذه الوصية للوالدين والأقربين مجملة ردها الله تعالى إلى
العرف الجاري، ثم إن الله تعالى قدر للوالدين الوارثين وغيرهما من الأقارب
الوارثين هذا المعروف في آيات المواريث بعد أن كان مجملاً، وبقي الحكم فيمن
لم يرثوا من الوالدين الممنوعين من الإرث وغيرهما ممن حُجِب بشخص أو وصف،
فإن الإنسان مأمور بالوصية لهؤلاء وهم أحق الناس ببره، وهذا القول تتفق
عليه الأمة، ويحصل به الجمع بين القولَيْنِ المتقدِمَيْنِ، لأن كلاًّ من
القائلَيْنِ بهما كلٌّ منهم لَحظَ مَلْحَظاً واختلف المورد، فبهذا الجمع
يحصل الاتفاق والجمع بين الآيات، فإنه مهما أمكن الجمع كان أحسن من ادعاء
النسخ الذي لم يدل عليه دليل صحيح.
(180) Maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada
kalian wahai orang-orang yang beriman, ﴾ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ
﴿ "apabila se-orang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut," yaitu sebab-sebabnya,
seperti sakit yang membawa kepada kematian, adanya sebab-sebab kematian,
di mana orang bersangkutan ﴾
تَرَكَ خَيۡرًا
﴿ "me-ninggalkan harta," yakni harta yang banyak menurut adat, maka
wajiblah atasnya berwasiat untuk kedua orang tuanya dan orang yang
paling dekat kepadanya dengan baik sesuai dengan kondisi-nya, tanpa
melampaui batas dan tidak pula hanya memberikan yang terjauh dari
keluarga tanpa yang dekat, namun ia harus me-ngatur sesuai dengan
kedekatan dan kebutuhan. Oleh karena itu, ayat ini hadir dengan kata
komparatif (perbandingan yang mana lebih utama).
Dan FirmanNya, ﴾
حَقًّا عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Kewajiban atas orang-orang yang bertakwa,"
ini menunjukkan bahwa berwasiat itu wajib hukumnya, karena "haq" itu
artinya adalah yang tetap
(tsabit), dan Allah telah menjadikannya sebagai
konsekuensi dari ketakwaan. Ketahuilah, bahwasanya mayoritas ulama tafsir
berpendapat bahwa ayat ini telah dinasakh oleh ayat-ayat tentang warisan,
dan sebagian lagi berpendapat bahwa ayat ini tentang kedua orang tua dan
kerabat yang bukan ahli waris, padahal tidak ada dalil sama sekali yang
mengkhususkan seperti itu. Yang paling terbaik dalam hal ini, dikatakan
bahwa wasiat untuk orang tua dan kerabat secara umum, Allah kembalikan
kepada kebiasaan yang berlaku, lalu Allah تعالى menentukan bagi kedua
orang tua yang ikut mewarisi dan selain keduanya dari para kerabat yang
mewarisi, dari kebaikan
(harta tersebut), dalam
ayat-ayat warisan yang sebelumnya masih umum. Kemudian masih tersisa
ketetapan bagi orang-orang yang tidak mewarisi dari kedua orang tua yang
terhalang
(mahjub) men-dapatkan warisan dan selain
mereka berdua di antara orang-orang yang terhalangi oleh seseorang atau
oleh suatu hal, maka di sini seseorang diperintahkan untuk berwasiat untuk
mereka dan me-reka adalah orang yang paling berhak untuk diperlakukan
dengan baik. Pernyataan ini telah disepakati oleh seluruh umat, dan inilah
yang menyatukan antara kedua pendapat terdahulu, karena setiap dari kedua
kelompok itu memandang suatu sisi tertentu dan dengan sumber yang berbeda,
maka dengan penyatuan ini terwujudlah kesepakatan dan penyatuan antara
beberapa ayat, karena bagai-manapun penyatuan itu mampu dilakukan, maka
hal itu lebih baik daripada hanya menduga adanya nasakh namun tidak ada
dalil shahih yang mendasarinya.
Dan ketika ada kemungkinan seseorang tidak mau berwasiat karena ada
dugaan, bahwa setelah kematiannya wasiatnya itu akan dirubah, maka Allah
berfirman,
#
{181 ـ 182}
{فمن بدله}؛ أي:
الإيصاء للمذكورين أو غيرهم
{بعدما سمعه}؛ أي:
بعد ما عقله وعرف طرقه وتنفيذه
{فإنما إثمه على الذين يبدلونه}؛ وإلا
فالموصي وقع أجره على الله، وإنما الإثم على المبدل المغير
{إن الله سميع}؛ يسمع سائر الأصوات ومنه
سماعه لمقالة الموصي ووصيته فينبغي له أن يراقب من يسمعه ويراه وأن لا يجور
في وصيته، {عليم}؛ بنيته وعليم بعمل الموصَى
إليه، فإذا اجتهد الموصي، وعلم الله من نيته ذلك أثابه ولو أخطأ، وفيه
التحذير للموصَى إليه من التبديل، فإن الله عليم به مطلع على
[ما] فعله فليحذر من الله، هذا حكم الوصية العادلة
وأما الوصية التي فيها حيف وجنف وإثم فينبغي لمن حضر الموصي وقت الوصية بها
أن ينصحه بما هو الأحسن والأعدل، وأن ينهاه عن الجور والجنف وهو الميل بها
عن خطأ من غير تعمد، والإثم وهو التعمد لذلك، فإن لم يفعل ذلك فينبغي له أن
يصلح بين الموصَى إليهم ويتوصل إلى العدل بينهم على وجه التراضي والمصالحة
ووعظهم بتبرئة ذمة ميتهم، فهذا قد فعل معروفاً عظيماً،
وليس عليه إثم كما على مبدل الوصية الجائزة ولهذا قال:
{إن الله غفور}؛ أي:
يغفر جميع الزلات ويصفح عن التبعات لمن تاب إليه، ومنه مغفرته لمن غض من
نفسه وترك بعض حقه لأخيه لأن من سامح سامحه الله، غفور لميتهم الجائر في
وصيته إذا احتسبوا بمسامحة بعضهم بعضاً لأجل براءة ذمته،
{رحيم}؛ بعباده حيث شرع لهم كل أمر به
يتراحمون ويتعاطفون. فدلت هذه الآيات على الحث على الوصية وعلى بيان من هي
له وعلى وعيد المبدل للوصية العادلة والترغيب في الإصلاح في الوصية
الجائرة.
(181-182) ﴾ فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ
﴿ "Maka barangsiapa yang merubah wasiat itu," yakni wasiat bagi
orang-orang yang disebutkan atau selain mereka, ﴾
بَعۡدَ مَا سَمِعَهُۥ
﴿ "setelah ia mendengarnya," maksudnya setelah dia memahaminya,
mengetahui jalannya, dan pelaksanaannya, ﴾
فَإِنَّمَآ إِثۡمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓۚ
﴿ "maka dosanya adalah bagi orang-orang yang me-ngubahnya." Kalau tidak
demikian, maka sesungguhnya orang yang berwasiat itu telah tetap
pahalanya di sisi Allah, sedangkan dosanya adalah atas orang yang
merubah wasiat tersebut, k a r e n a ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ
﴿ "sesungguhnya Allah Maha Mendengar." Dia mendengar seluruh suara dan
di antaranya adalah bahwa Dia mendengar tentang isi wasiat dari seorang
yang berwasiat, maka sepatutnya ia menyadari bahwa Dzat Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat selalu mengawasinya, dan ia tidak boleh
berlaku zhalim dalam wasiatnya itu, ﴾
عَلِيمٞ
﴿ "lagi Maha Mengetahui" tentang niatnya dan mengetahui tentang
perbuatan orang yang diberikan wasiat ter-sebut. Apabila seorang yang
berwasiat telah berusaha dan Allah mengetahui niatnya, maka Allah تعالى
akan membalasnya (dengan pahala) walaupun ia
salah. Dalam ayat ini terkandung peringatan bagi orang yang di-berikan
(dititipkan) wasiat untuk tidak merubahnya,
karena Allah Maha Mengetahui hal itu dan mengawasi segala apa yang ia
kerja-kan, maka waspadalah dari pengawasan Allah. Ini adalah hukum
wasiat yang adil. Sedangkan wasiat yang mengandung kesewe-nang-wenangan,
ketidakadilan, dan dosa, maka seyogyanya orang yang menyaksikan orang
yang berwasiat saat melakukan wasiat untuk memberikan nasihat kepadanya
dengan apa yang terbaik dan paling adil, dan agar ia mencegahnya dari
kelaliman dan ketidak-adilan tersebut yaitu condong karena suatu
kesalahan yang tidak disengaja, sedangkan dosa itu adalah bila disengaja
dalam melaku-kannya. Namun bila orang yang menyaksikan itu tidak
melakukan hal di atas, maka sebaiknya ia mendamaikan antara orang-orang
yang diwasiatkan kepada mereka dan berusaha menciptakan ke-adilan di
antara mereka dalam bentuk kesepakatan bersama dan perdamaian, dan
menasihati mereka agar menunaikan segala kewajiban-kewajiban yang
ditanggung orang yang meninggal dari mereka tersebut, maka orang ini
telah melakukan kebaikan yang agung dan tidak ada dosa baginya
sebagaimana yang harus ditang-gung oleh orang yang merubah wasiat yang
lalim tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ
﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Pengampun," maksudnya, Dia mengampuni
seluruh ketergelinciran, memaafkan kesalahan bagi orang yang bertaubat
kepadaNya, dan di antaranya adalah ampunanNya terhadap orang yang
menahan nafsunya lalu menggugurkan sebagian hak-haknya demi saudaranya,
karena barangsiapa yang memaafkan, niscaya Allah akan memaafkannya. Dan
Allah akan mengampuni dosa mayit yang berbuat lalim pada wasiatnya
tersebut jika keluarga mayit mau saling memaafkan, demi menggugurkan
kewajiban si mayit, ﴾
رَّحِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyayang" kepada hamba-hambaNya yaitu dengan
mensyariatkan kepada mereka segala perkara yang dengannya mereka saling
berkasih sayang dan berkasih mesra. Ayat-ayat ini menunjukkan tentang
anjuran untuk berwasiat, dan menjelaskan untuk siapa wasiat itu
diperuntukkan, dan juga tentang ancaman terhadap orang yang merubah wasiat
yang adil, serta anjuran untuk mendamaikan pada wasiat yang lalim.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ
مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ
تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(185)}
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-puasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu dia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,
(yaitu), memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan ke-bajikan, maka itulah yang lebih
baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(Beberapa hari yang ditentu-kan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturun-kan
(permulaan) al-Qur`an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang haq dan yang batil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan
(lalu dia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangan-nya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
(Al-Baqarah: 182-185).
#
{183} يخبر تعالى بما منَّ الله به على عباده
بأنه فرض عليهم الصيام كما فرضه على الأمم السابقة لأنه من الشرائع
والأوامر التي هي مصلحة للخلق في كل زمان، وفيه تنشيط لهذه الأمة بأنه
ينبغي لكم أن تنافسوا غيركم في تكميل الأعمال والمسارعة إلى صالح الخصال،
وأنه ليس من الأمور الثقيلة التي اختصَّيتم بها.
ثم ذكر تعالى حكمته في مشروعية الصيام فقال:
{لعلكم تتقون}؛ فإن الصيام من أكبر أسباب
التقوى لأن فيه امتثال أمر الله واجتناب نهيه، فممِّا اشتمل عليه من التقوى
أن الصائم يترك ما حرم الله عليه من الأكل والشرب والجماع ونحوها التي تميل
إليها نفسه متقرباً بذلك إلى الله راجياً بتركها ثوابه، فهذا من
التقوى، ومنها: أن الصائم يدرب نفسه على مراقبة
الله تعالى فيترك ما تهوى نفسه مع قدرته عليه لعلمه باطلاع الله عليه،
ومنها:
أنَّ الصيام يضيق مجاري الشيطان فإنه يجري من ابن ادم مجرى الدم فبالصيام
يضعف نفوذه وتقل منه المعاصي، ومنها: أن الصائم في
الغالب تكثر طاعته والطاعات من خصال التقوى،
ومنها:
أن الغني إذا ذاق ألم الجوع أوجب له ذلك مواساة الفقراء المعدمين. وهذا من
خصال التقوى.
(183) Allah تعالى mengabarkan tentang segala yang
Dia ka-runiakan kepada hamba-hambaNya dengan cara mewajibkan atas mereka
berpuasa sebagaimana Allah telah mewajibkan puasa itu atas umat-umat
terdahulu, karena puasa itu termasuk di antara syariat dan perintah yang
mengandung kemaslahatan bagi makhluk di setiap zaman, berpuasa juga
menambah semangat bagi umat ini yaitu dengan berlomba-lomba dengan umat
lain dalam menyem-purnakan amal perbuatan dan bersegera menuju kepada
kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan puasa itu juga bukanlah suatu perkara
sulit yang khusus bagi kalian. Kemudian Allah تعالى menyebutkan hikmah
disyariatkannya puasa seraya berfirman, ﴾ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ﴿ "Agar
kamu bertakwa," karena sesungguhnya puasa itu merupakan salah satu faktor
penyebab ketakwaan, karena berpuasa adalah merealisasikan perintah Allah
dan menjauhi laranganNya. Dan di antara bentuk yang meliputi ketakwaan
dalam puasa itu adalah bahwa orang yang berpuasa akan meninggalkan apa
yang diharamkan oleh Allah seperti makan, minum, melakukan jimak, dan
semacamnya yang sangat diinginkan oleh nafsunya dengan maksud mendekatkan
diri kepada Allah seraya mengha-rapkan pahala dalam meninggalkan hal-hal
tersebut. Ini merupa-kan bagian ketakwaan. Di antaranya juga adalah
bahwasanya orang yang berpuasa itu melatih dirinya untuk selalu merasa
diawasi oleh Allah تعالى, maka dia meninggalkan apa yang diinginkan oleh
nafsunya padahal dia mampu melakukannya karena dia tahu bahwa Allah
melihatnya. Yang lain bahwasanya puasa itu mempersempit jalan masuk setan,
karena setan itu berjalan dalam tubuh manusia seperti jalan-nya darah,
maka puasa akan melemahkan pengaruhnya dan me-minimkan kemaksiatan. Di
antaranya juga bahwa seorang yang berpuasa biasanya akan bertambah
ketaatannya, dan ketaatan itu adalah gambaran dari ketakwaan. Yang lainnya
lagi adalah bahwa orang yang kaya bila merasa-kan susahnya kelaparan,
pastilah ia menghibur kaum miskin lagi papa, dan ini pun termasuk gambaran
ketakwaan.
#
{184} ولما ذكر أنه فرض عليهم الصيام أخبر
أنه أيام معدودات أي قليلة في غاية السهولة ثم سهل تسهيلاً آخر فقال:
{فمن كان منكم مريضاً أو على سفر فعدة من أيام أخر}؛ وذلك للمشقة في الغالب رخص الله لهما في الفطر، ولما كان لا بد من حصول
مصلحة الصيام لكل مؤمن أمرهما أن يقضياه في أيام أخر إذا زال المرض وانقضى
السفر وحصلت الراحة، وفي قوله:
{فعدة من أيام}؛ فيه دليل على أنه يقضي عدد
أيام رمضان كاملاً كان أو ناقصاً وعلى أنه يجوز أن يقضي أياماً قصيرة باردة
عن أيام طويلة حارة كالعكس، وقوله:
{وعلى الذين يطيقونه}؛
أي:
يطيقون الصيام {فدية}؛ عن كل يوم يفطرونه
{طعام مسكين}؛ وهذا في ابتداء فرض الصيام لما
كانوا غير معتادين للصيام وكان فرضه حتماً فيه مشقة عليهم دَرَّجَهم الربُّ
الحكيم بأسهل طريق،
وخَيَّرَ المطيق للصوم بين أن يصوم وهو أفضل أو يطعم ولهذا قال:
{وأن تصوموا خير لكم}؛ ثم بعد ذلك جعل الصيام
حتماً على المطيق، وغير المطيق يفطر ويقضيه في أيام أُخَر،
وقيل:
وعلى الذين يطيقون؛ أي يتكلفونه، ويشق عليهم مشقة غير محتملة كالشيخ
الكبير، فدية عن كل يوم مسكين، وهذا هو الصحيح.
(184) Ketika Allah تعالى menyebutkan kewajiban
puasa bagi mereka, Dia mengabarkan bahwa puasa itu hanya pada hari-hari
yang tertentu atau sedikit sekali dan sangat mudah, kemudian Allah
memudahkan puasa itu dengan kemudahan lainnya. Dia berfirman, ﴾ فَمَن
كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ
﴿ "Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." Pada umumnya hal itu karena
adanya kesulitan, sehingga Allah memberikan kemudahan bagi keduanya
untuk berbuka, dan ketika menjadi suatu keharusan untuk mewu-judkan
kemaslahatan puasa bagi setiap orang yang beriman, maka Allah
memerintahkan kepada mereka berdua agar mengganti puasanya itu pada
hari-hari yang lain apabila penyakitnya telah sembuh atau berakhirnya
perjalanan dan adanya istirahat. Dalam FirmanNya, ﴾
فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ
﴿ "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain," terkandung dalil
yang menunjukkan bahwa ia harus mengganti sejumlah hari bulan Ramadhan
secara sempurna ataupun tidak, dan bahwa ia juga boleh mengganti
hari-hari yang panjang lagi panas dengan beberapa hari yang pendek lagi
sejuk seperti kebalikan-nya. Dan FirmanNya, ﴾
وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ
﴿ "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa)," maksudnya, mereka
tidak mampu berpuasa, ﴾
فِدۡيَةٞ
﴿ "membayar fidyah" dari setiap hari yang mereka batalkan, ﴾
طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ
﴿ "memberi makan seorang miskin." Hal ini pada awal-awal kewajiban
berpuasa ketika mereka belum terbiasa berpuasa dan saat itu kewajiban
tersebut adalah suatu yang harus dilakukan oleh mereka yang akhirnya
sangat berat bagi mereka untuk melakukannya. Lalu Allah Rabb yang
Mahabijaksana memberikan jalan yang paling mudah bagi mereka, Dia
memberikan pilihan bagi orang yang tidak mampu berpuasa antara melakukan
puasa dan itulah yang paling baik dan utama atau memberikan makan. Oleh
karena itu Allah berfirman, ﴾
وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ ﴿ "Dan berpuasa lebih baik bagimu",
kemudian setelah itu Allah menjadikan puasa itu harus dilakukan oleh orang
yang mampu sedangkan orang yang tidak mampu, boleh berbuka lalu
menggantinya pada hari yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa
orang-orang yang tidak mampu yaitu terbebani dan merasa sangat berat
sekali untuk melaksanakannya seperti orang tua yang renta adalah mem-bayar
fidyah untuk tiap hari kepada seorang miskin, dan inilah yang benar.
#
{185}
{شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن}؛
أي:
الصوم المفروض عليكم هو شهر رمضان الشهر العظيم الذي قد حصل لكم فيه من
الله الفضل العظيم، وهو القرآن الكريم المشتمل على الهداية لمصالحكم
الدينية والدنيوية وتبيين الحق بأوضح بيان، والفرقان بين الحق والباطل
والهدى والضلال وأهل السعادة وأهل الشقاوة، فحقيق بشهر هذا فضله، وهذا
إحسان الله عليكم فيه، أن يكون موسماً للعباد مفروضاً فيه الصيام،
فلما قرره وبين فضيلته وحكمة الله تعالى في تخصيصه قال:
{فمن شهد منكم الشهر فليصمه}؛ هذا فيه تعيين
الصيام على القادر الصحيح الحاضر، ولما كان النسخ للتخيير بين الصيام
والفداء خاصة،
أعاد الرخصة للمريض والمسافر لئلا يتوهم أن الرخصة أيضاً منسوخة
فقال:
{يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر}؛ أي: يريد الله تعالى أن ييسر عليكم الطرق
الموصلة إلى رضوانه أعظم تيسير ويسهلها أبلغ تسهيل، ولهذا كان جميع ما أمر
الله به عباده في غاية السهولة في أصله، وإذا حصلت بعض العوارض الموجبة
لثقله؛ سهله تسهيلاً آخر إما بإسقاطه أو تخفيفه بأنواع التخفيفات، وهذه
جملة لا يمكن تفصيلها، لأن تفاصيلها جميع الشرعيات، ويدخل فيها جميع الرخص
والتخفيفات. {ولتكملوا العدة}؛ وهذا والله
أعلم لئلا يتوهم متوهم أن صيام رمضان يحصل المقصود منه ببعضه، دفع هذا
الوهم بالأمر بتكميل عدته، ويشكر الله تعالى عند إتمامه على توفيقه وتسهيله
وتبيينه لعباده وبالتكبير عند انقضائه، ويدخل في ذلك التكبير عند رؤية هلال
شوال إلى فراغ خطبة العيد.
(185) ﴾ شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ
ٱلۡقُرۡءَانُ
﴿ "(Beberapa hari yang diten-tukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan,
(permulaan) al-Qur`an," yaitu puasa yang
diwajibkan atas kalian adalah bulan Ramadhan yaitu bulan yang agung,
bulan di mana kalian memperoleh di dalamnya kemuliaan yang besar dari
Allah تعالى, yaitu al-Qur`an al-Karim yang mengandung petunjuk bagi
kemaslahatan kalian, baik untuk agama maupun dunia kalian, dan sebagai
penjelas kebenaran dengan sejelas-jelasnya, sebagai pem-beda antara yang
benar dan yang batil, petunjuk dan kesesatan, orang-orang yang bahagia
dan orang-orang yang sengsara, maka patutlah keutamaan ini bagi bulan
tersebut, dan hal ini merupakan kebajikan Allah terhadap kalian, dengan
menjadikan bulan ini se-bagai suatu musim bagi hamba yang diwajibkan
berpuasa padanya. Lalu ketika Allah menetapkan hal itu, menjelaskan
keuta-maannya dan hikmah Allah تعالى dalam pengkhususannya itu, Dia
berfirman, ﴾
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ
﴿ "Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." Ini merupakan keharusan berpuasa
atas orang yang mampu, sehat lagi hadir, dan ketika nasakh itu
mem-berikan pilihan antara berpuasa dan membayar fidyah saja, ia
meng-ulangi kembali keringanan bagi orang sakit dan musafir agar tidak
diduga bahwa keringanan tersebut juga dinasakh, Allah berfirman, ﴾
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ
﴿ "Allah menghendaki kemudahan bagi-mu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu." Maksudnya, Allah تعالى menghendaki hal yang memudahkan bagi
kalian jalan yang me-nyampaikan kalian kepada ridhaNya dengan kemudahan
yang paling mudah dan meringankannya dengan keringanan yang paling
ringan. Oleh karena itu, segala perkara yang diperintahkan oleh Allah
atas hamba-hambaNya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali, namun bila
terjadi suatu rintangan yang menimbulkan kesulitan, maka Allah akan
memudahkannya dengan kemudahan lain, yaitu dengan menggugurkannya atau
menguranginya dengan segala bentuk pengurangan, dan hal ini adalah suatu
hal yang tidak mungkin dibahas perinciannya, karena perinciannya
merupakan keseluruhan syariat dan termasuk di dalamnya segala macam
keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan. ﴾
وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ ﴿ "Dan hendaknya kamu mencukupkan
bilangan-nya." Ayat ini, wallahu a'lam, agar orang tidak berpikir bahwa
puasa itu dapat dilakukan hanya dengan separuh bulan saja. Allah meno-lak
pemikiran seperti itu dengan memerintahkan untuk menyem-purnakan
bilangannya, kemudian bersyukur kepada Allah saat telah sempurna segala
bimbingan, kemudahan, dan penjelasanNya kepada hamba-hambaNya, dan dengan
bertakbir ketika berlalunya perkara tersebut, dan termasuk di dalam hal
ini adalah bertakbir ketika melihat hilal bulan Syawal hingga selesainya
khutbah 'Id.
{وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186)}
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
me-ngabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu,
maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perin-tahKu) dan hendaklah mereka beriman
kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
(Al-Baqarah: 186).
#
{186} هذا جواب سؤال. سأل النبيَّ - صلى الله
عليه وسلم - بعضُ أصحابه فقالوا:
يا رسول الله، أقريب ربنا فنناجيه، أم بعيد فنناديه؟ فنزل
{وإذا سألك عبادي عني فإني قريب}؛ لأنه تعالى
الرقيب الشهيد المطلع على السر وأخفى يعلم خائنةَ الأعين وما تخفي الصدور
فهو قريب أيضاً من داعيه بالإجابة، ولهذا قال:
{أجيب دعوة الداع إذا دعان}؛
والدعاء نوعان:
دعاء عبادة، ودعاء مسألة. والقرب نوعان: قرب بعلمه
من كل خلقه، وقرب من عابديه وداعيه بالإجابة والمعونة والتوفيق. فمن دعا
ربه بقلب حاضر ودعاء مشروع ولم يمنع مانع من إجابة الدعاء كأكل الحرام
ونحوه فإن الله قد وعده بالإجابة، وخصوصاً إذا أتى بأسباب إجابة الدعاء وهي
الاستجابة لله تعالى بالانقياد لأوامره ونواهيه القولية والفعلية والإيمان
به الموجب للاستجابة، فلهذا قال:
{فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون}؛ أي: يحصل لهم الرشد الذي هو الهداية للإيمان
والأعمال الصالحة ويزول عنهم الغي المنافي للإيمان والأعمال الصالحة،
ولأن الإيمان بالله والاستجابة لأمره سبب لحصول العلم كما قال
تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقاناً}. ثم قال تعالى:
(186) Ayat ini adalah jawaban dari suatu
pertanyaan. Be-berapa sahabat Nabi ﷺ bertanya kepada beliau seraya
berkata, "Wahai Rasulullah ﷺ, apakah Rabb kami itu dekat hingga kami
membisikiNya ataukah Dia jauh hingga kami menyeruNya?"
[7]
kemudian turunlah ayat, ﴾ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي
قَرِيبٌۖ
﴿ "Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat," karena
sesungguhnya Allah تعالى Maha Mengawasi, Maha Melihat dan Mengetahui apa
yang tersembunyi dan dirahasiakan, Dia mengetahui pandangan mata yang
khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati dan Dia sangat dekat dari
orang yang berdoa kepadaNya dengan mengabulkannya. Oleh karena itu Dia
berfirman, ﴾
أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ
﴿ "Aku mengabulkan per-mohonan orang yang berdoa apabila dia memohon
kepadaKu." Berdoa itu ada dua macam, doa ibadah dan doa permohonan.
Kedekatan dari Allah juga dua macam; kedekatan dengan ilmuNya dari
setiap makhlukNya, dan kedekatan dari orang-orang yang beribadah
kepadaNya dan orang yang berdoa kepadaNya dengan mengabulkan doa,
menolong, dan memberikan taufik. Barangsiapa yang berdoa kepada Rabbnya
dengan hati yang hadir dan doa yang disyariatkan, lalu tidak ada suatu
hal yang menghalanginya dari terkabulnya doa, seperti makanan haram dan
sebagainya, maka sesungguhnya Allah telah menjanjikan baginya doa yang
terkabul, khususnya bila dia mengerjakan sebab-sebab terkabulnya doa,
yaitu kepasrahan kepada Allah dengan ketaatan kepada
perintah-perintahNya dan
(menjauhi) larangan-larangan-Nya, baik dalam
perkataan maupun perbuatan, beriman kepada-Nya yang mengharuskan
timbulnya penerimaan tersebut, oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ
﴿ "Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman
kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran," maksudnya, mereka
akan mendapatkan jalan yang lurus yaitu hidayah kepada keimanan dan amal
shalih, hilang darinya kela-liman yang menghilangkan keimanan dan amalan
shalih, dan juga karena beriman kepada Allah dan memenuhi perintahNya
meru-pakan sebab mendapatkan ilmu, sebagaimana Allah berfirman, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ
فُرۡقَانٗا ﴿ "Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,
Kami akan memberikan kepadamu Furqan
(kemampuan membedakan antara yang benar dengan yang batil)."
(Al-Anfal: 29).
{أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ
لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ
كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ
فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ
الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى
اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ
آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
(187)}
Kemudian Allah تعالى berfirman; "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari
bulan puasa ber-campur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian
bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni
kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia,
supaya mereka ber-takwa."
(Al-Baqarah: 187).
#
{187} كان في أول فرض الصيام يحرم على
المسلمين الأكل والشرب والجماع في الليل بعد النوم ، فحصلت المشقة لبعضهم،
فخفف الله تعالى عنهم ذلك وأباح في ليالي الصيام كلها الأكل والشرب
والجماع، سواء نام أو لم ينم، لكونهم يختانون أنفسهم بترك بعض ما أمروا به،
{فتاب}؛ الله
{عليكم}؛ بأن وسع لكم أمراً كان لولا توسعته
موجباً للإثم، {وعفا عنكم}؛ ما سلف من التخون
{فالآن}؛ بعد هذه الرخصة والسعة من الله
{باشروهن}؛ وطئاً وقبلة ولمساً وغير ذلك
{وابتغوا ما كتب الله لكم}؛
أي:
انووا في مباشرتكم لزوجاتكم التقرب إلى الله تعالى، والمقصود الأعظم من
الوطء، وهو حصول الذرية وإعفاف فرجه وفرج زوجته، وحصول مقاصد النكاح، ومما
كتب الله لكم ليلة القدر الموافقة لليالي صيام رمضان، فلا ينبغي لكم أن
تشتغلوا بهذه اللذة عنها وتضيعوها، فاللذة مدركة وليلة القدر إذا فاتت لم
تدرك.
{وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من
الفجر}؛ هذا غاية للأكل والشرب والجماع، وفيه أنه إذا أكل ونحوه شاكًّا في طلوع
الفجر فلا بأس عليه، وفيه دليل على استحباب السحور للأمر، وأنه يستحب
تأخيره، أخذاً من معنى رخصة الله وتسهيله على العباد، وفيه أيضاً دليل على
أنه يجوز أن يدركه الفجر وهو جنب من الجماع قبل أن يغتسل، ويصح صيامه لأن
لازم إباحة الجماع إلى طلوع الفجر، أن يدركه الفجر وهو جنب، ولازم الحق حق
{ثم}؛ إذا طلع الفجر
{أتموا الصيام}؛ أي:
الإمساك عن المفطرات {إلى الليل}؛ وهو غروب
الشمس، ولما كان إباحة الوطء في ليالي الصيام ليست إباحة عامة لكل
أحد، فإن المعتكف لا يحل له ذلك استثناه بقوله:
{ولا تباشروهن وأنتم عاكفون في المساجد}؛ أي: وأنتم متصفون بذلك. ودلت الآية على مشروعية
الاعتكاف وهو لزوم المسجد لطاعة الله تعالى وانقطاعاً إليه، وأن الاعتكاف
لا يصح إلا في مسجدٍ، ويستفاد من تعريف المساجد أنها المساجد المعروفة
عندهم، وهي التي تقام فيها الصلوات الخمس، وفيه أن الوطء من مفسدات
الاعتكاف. تلك المذكورات وهو تحريم الأكل والشرب والجماع، ونحوه من
المفطرات في الصيام، وتحريم الفطر على غير المعذور، وتحريم الوطء على
المعتكف، ونحو ذلك من المحرمات
{حدود الله}؛
التي حدها لعباده ونهاهم عنها فقال:
{فلا تقربوها}؛ أبلغ من قوله فلا تفعلوها؛
لأن القربان يشمل النهي عن فعل المحرم بنفسه، والنهي عن وسائله الموصلة
إليه. والعبد مأمور بترك المحرمات والبعد منها غاية ما يمكنه، وترك كل سبب
يدعو إليها، وأما الأوامر فيقول الله فيها تلك حدود الله فلا تعتدوها فينهى
عن مجاوزتها {كذلك}؛
أي:
بيَّن الله لعباده الأحكام السابقة أتم تبيين وأوضحها لهم أكمل إيضاح
{يبين الله آياته للناس لعلهم يتقون}؛ فإنهم
إذا بان لهم الحق اتبعوه، وإذا تبين لهم الباطل اجتنبوه، فإن الإنسان قد
يفعل المحرم، على وجه الجهل بأنه محرم ولو علم تحريمه لم يفعله، فإذا بين
الله للناس آياته؛ لم يبق لهم عذر ولا حجة، فكان ذلك سبباً للتقوى.
(187) Pada awal-awal diwajibkannya puasa, kaum
Muslimin diharamkan makan, minum, dan jimak
(menggauli istri) pada malam hari setelah tidur,
lalu sebagian mereka merasa kesulitan dengan hal tersebut, maka Allah
تعالى meringankan hal tersebut dengan membolehkan mereka pada malam hari
Ramadhan semua perkara itu, dari makan, minum maupun berjimak, baik
setelah tidur maupun sebelumnya, karena mereka tidak dapat menahan nafsu
mereka dengan cara meninggalkan beberapa hal yang me-reka diperintahkan
kepadanya. ﴾ فَتَابَ
﴿ "maka (Dia) mengampuni", yakni Allah ﴾
عَلَيۡكُمۡ
﴿ "kamu," yakni dengan melapangkan perkara itu bagi kalian dan
sekiranya bukan karena kelapangan itu, pastilah akan menimbulkan dosa,
﴾
وَعَفَا عَنكُمۡۖ
﴿ "dan memberikan maaf kepada-mu," terhadap apa yang telah berlalu dari
perkara tidak mampu menahan nafsu tersebut. ﴾
فَٱلۡـَٰٔنَ
﴿ "Maka sekarang" setelah adanya keringanan dan kelapangan dari Allah
ini, ﴾
بَٰشِرُوهُنَّ
﴿ "campurilah mereka," baik berjimak, mencium, menyentuh, dan
sebagainya, ﴾
وَٱبۡتَغُواْ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ
﴿ "dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk-mu," maksudnya,
berniatlah untuk mendekatkan diri kepada Allah تعالى ketika mencampuri
istri-istri kalian, dan maksud yang paling besar dari adanya jimak
tersebut adalah mendapatkan keturunan, menjaga kemaluannya dan kemaluan
istrinya, dan juga memper-oleh tujuan-tujuan nikah. Dan di antara apa
yang telah ditentukan oleh Allah atas kalian adalah Lailatul Qadar yang
bertepatan dengan malam-malam bulan puasa Ramadhan, maka seharusnya
kalian tidaklah disibukkan oleh kenikmatan tersebut dari malam yang
mulia itu dan tidak menyia-nyiakan malam tersebut, karena kenikmatan itu
masih dapat diperoleh
(dengan tertunda) sedangkan Lailatul Qadar tidak
diperoleh setiap waktu. ﴾
وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلۡخَيۡطُ ٱلۡأَبۡيَضُ
مِنَ ٱلۡخَيۡطِ ٱلۡأَسۡوَدِ مِنَ ٱلۡفَجۡرِۖ
﴿ "Dan makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar." Ini adalah batas waktu bagi makan, minum, dan
berjimak. Ayat ini juga mengandung dalil bahwa apabila seseorang makan
atau minum dengan perasaan ragu tentang terbitnya fajar, maka tidak
apa-apa baginya. Ayat ini juga merupakan dalil dianjurkannya sahur
dengan adanya perintah dan dianjurkan untuk diakhirkan dengan dasar yang
diambil dari arti keringanan dari Allah dan kemudahan yang diberikan
olehNya untuk hamba-hambaNya. Ayat ini juga sebagai dalil bolehnya
meneruskan puasa ketika fajar telah datang sedang ia masih junub dari
berbuat jimak sedang-kan ia belum mandi dan puasanya tetap sah, karena
konsekuensi bolehnya berjimak hingga terbitnya fajar, maka ia akan
mendapati fajar dalam keadaan masih junub, dan konsekuensi kebenaran
adalah benar. ﴾
ثُمَّ
﴿ "Kemudian" apabila fajar telah terbit, maka ﴾
أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ
﴿ "sempurnakanlah puasa itu," yakni menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan, ﴾
إِلَى ٱلَّيۡلِۚ
﴿ "hingga malam," yakni, terbenamnya mata-hari. Dan ketika bolehnya
berjimak pada malam-malam puasa bukanlah secara umum bagi setiap orang,
di mana seorang yang beri'tikaf tidaklah halal baginya melakukan hal
itu, yang telah dikecualikan dalam FirmanNya, ﴾
وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ
﴿ "Ja-nganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
masjid," maksudnya, kalian sedang melakukan i'tikaf tersebut. Ayat ini
menunjukkan bahwa i'tikaf itu disyariatkan, dan i'tikaf itu adalah
berdiam di masjid dalam rangka ketaatan kepada Allah تعالى dan
memusatkan perhatian hanya kepadaNya, dan bah-wasanya i'tikaf itu
tidaklah sah kecuali dalam masjid. Dapat di-pahami dari arti masjid di
sini adalah masjid yang dipahami oleh mereka, yaitu yang didirikan di
dalamnya shalat lima waktu. Dan juga menunjukkan bahwa berjimak itu
adalah di antara pembatal ibadah i'tikaf. Hal-hal yang telah disebutkan
di atas itu seperti haramnya makan, minum, berjimak, dan semacamnya dari
pembatal-pembatal puasa, dan haramnya berbuka karena suatu perkara yang
bukan alasan syar'i, haramnya berjimak bagi orang yang melakukan i'tikaf
dan semacamnya di antara hal-hal yang diharamkan, ﴾
حُدُودُ ٱللَّهِ
﴿ "itulah larangan Allah" yang telah Allah tetapkan bagi
hamba-ham-baNya dan Dia larang darinya. Kemudian Dia berfirman, ﴾
فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ
﴿ "Maka janganlah kamu mendekatinya." Ungkapan ini lebih kuat dari-pada
perkataan "maka janganlah kamu melakukannya," karena kata mendekati itu
meliputi larangan dari mengerjakan hal yang diharamkan itu sendiri dan
larangan dari sarana-sarana yang me-nyampaikan kepada perbuatan
tersebut. Seorang hamba diperintahkan untuk meninggalkan hal-hal yang
diharamkan dan menjauh darinya sejauh mungkin yang ia mampu, dan juga
meninggalkan segala sebab yang mengajak kepa-danya. Adapun tentang
perintah-perintah, Allah berfirman pada-nya, "Itulah ketentuan-ketentuan
Allah, maka janganlah kamu melampaui batasnya,"[8]
Allah melarang dari bertindak melampaui batas pada-nya. ﴾
كَذَٰلِكَ
﴿ "Demikianlah", maksudnya, Allah menjelaskan kepada hamba-hambaNya
berkenaan dengan hukum-hukum yang telah berlalu itu dengan penjelasan
yang paling sempurna dan mene-rangkannya dengan keterangan yang paling
jelas,﴾
يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ ﴿ "Allah
menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." Apabila
kebenaran telah jelas bagi mereka, niscaya mereka akan mengikutinya, dan
apabila kebatilan jelas bagi mereka, niscaya mereka akan menjauhinya.
Manusia terkadang melakukan hal yang diharamkan karena ketidaktahuannya
bahwa hal tersebut adalah haram, namun bila ia mengetahui keharamannya
pastilah tidak akan dilakukan. Apabila Allah telah menjelaskan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, maka tidak ada lagi alasan dan hujjah bagi
mereka, dan hal itu agar menjadi faktor penyebab ketakwaan.
{وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا
بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ
بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(188)}
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
(Al-Ba-qarah: 188).
#
{188} أي: ولا تأخذوا أموالكم أي أموال
غيركم، أضافه إليهم لأنه ينبغي للمسلم أن يحب لأخيه ما يحب لنفسه، ويحترم
ماله كما يحترم ماله، ولأن أكله لمال غيره يجرئ غيره على أكل ماله عند
القدرة، ولما كان أكلها نوعين: نوعاً بحقٍّ ونوعاً
بباطل، وكان المحرم إنما هو أكلها بالباطل قيده تعالى بذلك، ويدخل بذلك
أكلها على وجه الغصب والسرقة والخيانة في وديعة أو عارية أو نحو ذلك، ويدخل
فيه أيضاً أخذها على وجه المعاوضة بمعاوضة محرمة، كعقود الربا والقمار كلها
فإنها من أكل المال بالباطل، لأنه ليس في مقابلة عوض مباح، ويدخل في ذلك
أخذها بسبب غش في البيع والشراء والإجارة ونحوها، ويدخل في ذلك استعمال
الأجراء وأكل أجرتهم، وكذلك أخذهم أجرة على عمل لم يقوموا بواجبه، ويدخل في
ذلك أخذ الأجرة على العبادات والقربات التي لا تصح حتى يقصد بها وجه الله
تعالى، ويدخل في ذلك الأخذ من الزكوات والصدقات والأوقاف والوصايا، لمن ليس
له حق منها أو فوق حقه، فكل هذا ونحوه من أكل المال بالباطل، فلا يحل ذلك
بوجه من الوجوه حتى ولو حصل فيه النزاع والارتفاع إلى حاكم الشرع، وأدلى من
يريد أكلها بالباطل بحجة غلبت حجة المحق، وحكم له الحاكم بذلك، فإن حكم
الحاكم لا يبيح محرماً ولا يحلل حراماً، إنما يحكم على نحو مما يسمع، وإلا
فحقائق الأمور باقية، فليس في حكم الحاكم للمبطل راحة ولا شبهة ولا
استراحة، فمن أدلى إلى الحاكم بحجة باطلة، وحكم له بذلك فإنه لا يحل له،
ويكون آكلاً لمال غيره بالباطل والإثم، وهو عالم بذلك فيكون أبلغ في عقوبته
وأشد في نكاله. وعلى هذا؛
فالوكيل إذا علم أن موكله مبطل في دعواه لم يحل له أن يخاصم عن الخائن
كما قال تعالى:
{ولا تكن للخائنين خصيماً}.
(188) Maksudnya, janganlah kalian mengambil harta
seba-gian kalian, artinya, harta orang lain. Allah menyandarkan harta itu
kepada mereka, karena sepatutnya seorang Muslim mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, ia meng-hormati hartanya
sebagaimana hartanya dihormati, dan karena tindakannya memakan harta orang
lain membuat orang lain akan berani memakan hartanya saat ia mampu. Dan
karena tindakan-nya memakan harta itu ada dua macam; pertama, dengan hak
dan kedua, dengan batil, dan hal yang diharamkan dari kedua macam itu
adalah ketika ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil, maka
Allah membatasinya dengan hal tersebut. Termasuk dalam hal itu adalah
memakan harta orang lain dengan cara pemaksaan, pencurian, pengkhianatan
pada suatu titipan atau pinjaman atau semacamnya, dan juga termasuk dalam
hal itu adalah mengambilnya dengan cara barter yaitu dengan barter yang
diharamkan, seperti akad-akad riba, perjudian secara keseluruhan; semua
itu adalah cara memakan harta orang lain de-ngan batil, karena bukan dalam
bentuk pertukaran imbalan yang dibolehkan. Juga termasuk di dalam hal ini
adalah mengambil dengan cara berbuat curang dalam jual beli, penyewaan,
dan sema-camnya, dan termasuk dalam hal ini juga adalah menggunakan
orang-orang upahan lalu memakan hasil upah mereka. Demikian juga mengambil
upah atas suatu pekerjaan yang belum ditunaikan. Termasuk dalam hal itu
juga adalah mengambil upah terhadap ibadah dan perbuatan-perbuatan
ketaatan, di mana semua itu tidak-lah menjadi sah hingga hanya diniatkan
untuk Allah تعالى semata. Termasuk dalam hal itu juga adalah mengambil
harta-harta zakat, sedekah, wakaf, dan wasiat oleh orang yang tidak
memiliki hak darinya atau lebih dari haknya yang semestinya. Semua itu dan
yang semacamnya merupakan bentuk-bentuk memakan harta dengan batil dan
semua itu tidaklah halal dengan segala bentuknya walaupun perselisihan
terjadi padanya atau di-bawa ke pengadilan agama, di mana orang yang
hendak memakan harta dengan cara yang batil berdalih dengan hujjah yang
meng-ungguli hujjah orang yang benar, lalu hakim memutuskan untuk
memenangkan perkaranya dengan hujjah tersebut. Keputusan hukum dari kalian
tidak membolehkan dan menghalalkan yang telah diharamkan, karena ia hanya
menetapkan keputusan atas dasar apa yang ia dengar. Kalau tidak demikian,
maka hakikat segala perkara tetaplah ada, karena keputusan hakim yang
meme-nangkan orang yang hendak mengambil harta dengan batil tersebut tidak
mendatangkan ketenangan, tidak ada pula keraguan-keraguan
(tentang keharaman) bahkan tidak pula rasa lega.
Dan barangsiapa yang mengemukakan di hadapan hakim hujjah-hujjah yang
batil lalu hakim memenangkan perkaranya, maka sesungguhnya hal itu
tidaklah halal baginya, dan barangsiapa yang telah memakan harta orang
lain dengan batil dan dosa, sedang ia mengetahui hal itu, maka hukumannya
tentu akan lebih keras. Dengan demikian, seorang wakil
(kuasa hukum atau penga-cara) apabila mengetahui
bahwa orang yang mewakilkannya itu batil dalam gugatannya, maka tidaklah
halal baginya untuk berse-teru demi membela seorang yang berkhianat,
sebagaimana Firman Allah تعالى, ﴾ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآئِنِينَ خَصِيمٗا
105 ﴿ "Dan janganlah kamu menjadi penantang
(orang yang tidak ber-salah), karena
(membela) orang-orang yang khianat."
(An-Nisa`: 105).
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
(189)}
.
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakan-lah, 'Bulan sabit
itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan
(bagi ibadah) haji; dan bukanlah kebajikan itu
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu berun-tung'."
( Al-Baqarah: 189).
#
{189} فقوله تعالى:
{يسألونك عن الأهلة}؛ ـ جمع هلال ـ ما
فائدتها وحكمتها أو عن ذاتها
{قل هي مواقيت للناس}؛
أي:
جعلها الله تعالى بلطفه ورحمته على هذا التدبير، يبدو الهلال ضعيفاً في أول
الشهر، ثم يتزايد إلى نصفه، ثم يشرع في النقص إلى كماله، وهكذا ليعرف الناس
بذلك مواقيت عباداتهم؛ من الصيام وأوقات الزكاة والكفارات وأوقات الحج،
ولما كان الحج يقع في أشهر معلومات،
ويستغرق أوقاتاً كثيرة قال:
{والحج}؛ وكذلك تعرف بذلك أوقات الديون
المؤجلات، ومدة الإجارات ومدة العدد والحمل، وغير ذلك مما هو من حاجات
الخلق، فجعله تعالى حساباً يعرفه كل أحد من صغير وكبير وعالم وجاهل، فلو
كان الحساب بالسنة الشمسية لم يعرفه إلا النادر من الناس.
{وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها}؛
وهذا كما كان الأنصار وغيرهم من العرب إذا أحرموا لم يدخلوا البيوت من
أبوابها؛ تعبداً بذلك وظنًّا أنه برٌّ، فأخبر تعالى أنه ليس من البرِّ ؛
لأن الله تعالى لم يشرعه لهم، وكل من تعبد بعبادة لم يشرعها الله ولا رسوله
فهو متعبد ببدعة، وأمرهم أن يأتوا البيوت من أبوابها؛ لما فيه من السهولة
عليهم التي هي قاعدة من قواعد الشرع. ويستفاد من إشارة الآية أنه ينبغي في
كل أمر من الأمور أن يأتيه الإنسان من الطريق السهل القريب الذي قد جعل له
موصلاً، فالآمر بالمعروف والناهي عن المنكر، ينبغي أن ينظر في حالة
المأمور، ويستعمل معه الرفق والسياسة التي بها يحصل المقصود أو بعضه،
والمتعلم والمعلم ينبغي أن يسلك أقرب طريق وأسهله يحصل به مقصوده، وهكذا كل
من حاول أمراً من الأمور، وأتاه من أبوابه، وثابر عليه فلا بد أن يحصل له
المقصود بعون الملك المعبود. {واتقوا الله}؛
هذا هو البرُّ الذي أمر الله به، وهو لزوم تقواه على الدوام بامتثال أوامره
واجتناب نواهيه، فإنه سبب للفلاح الذي هو الفوز بالمطلوب والنجاة من
المرهوب، فمن لم يتق الله تعالى لم يكن له سبيل إلى الفلاح، ومن اتقاه فاز
بالفلاح والنجاح.
(189) Firman Allah تعالى, ﴾ يَسۡـَٔلُونَكَ عَنِ
ٱلۡأَهِلَّةِۖ
﴿ "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit." Kata اَلْأَهِلَّةُ
adalah bentuk jamak dari kata اَلْهِلَالُ. Maksudnya, mereka bertanya
tentang faidah dan hikmah atau dzat bulan sabit tersebut. ﴾
قُلۡ هِيَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ
﴿ "Katakanlah, 'Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia'," maksudnya, Allah تعالى dengan kelembutan dan rahmatNya
menjadikannya dengan pengaturan ini, sabit itu terlihat kecil pada awal
bulan, lalu bertam-bah besar menjadi sempurna di pertengahannya,
kemudian mulai berkurang dari kesempurnaannya, dan seperti itulah hingga
manu-sia mengetahui tanda-tanda waktu ibadah-ibadah mereka, seperti
puasa, waktu zakat, denda (kaffarat) dan
masa-masa haji, dan ketika haji itu jatuh pada bulan-bulan yang telah
ditentukan, serta meng-habiskan waktu yang sangat banyak, Allah
berfirman, ﴾
وَٱلۡحَجِّۗ
﴿ "Dan bagi ibadah haji." Demikian pula, dengan hal tersebut
diketahuilah tempo-tempo dari hutang-hutang yang ditangguhkan, masa
penyewaan, masa bilangan, dan masa kehamilan, dan lain sebagainya dari
hal-hal yang merupakan kebutuhan makhluk, lalu Allah menjadikannya
sebagai hitungan yang diketahui oleh setiap orang, baik anak kecil
maupun orang dewasa, orang pintar maupun orang bodoh. Sean-dainya saja
perhitungan itu dengan tahun matahari, maka hanya sedikit manusia yang
mengetahuinya. ﴾
وَلَيۡسَ ٱلۡبِرُّ بِأَن تَأۡتُواْ ٱلۡبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا
﴿ "Dan bukanlah kebajikan itu me-masuki rumah-rumah dari belakangnya."
Ini sebagaimana kebiasaan kaum Anshar dan selain mereka dari orang-orang
Arab apabila berihram, mereka tidak memasuki rumah dari pintu-pintunya
sebagai suatu tindakan ibadah dan sebagai dugaan bahwa hal itu adalah
suatu kebajikan, lalu Allah تعالى mengabarkan bahwasanya hal itu
bukanlah suatu kebajikan, karena Allah تعالى tidak mensya-riatkannya,
dan setiap orang yang beribadah dengan suatu ibadah yang tidak
disyariatkan oleh Allah dan tidak pula oleh RasulNya, maka dia telah
melakukan ibadah dengan suatu bid'ah, dan Allah memerintahkan mereka
untuk memasuki rumah dari pintunya karena mengandung suatu kemudahan
atas mereka, yang meru-pakan kaidah dasar dari kaidah-kaidah Syariat.
Dari isyarat ayat ini dapat diambil faidah bahwa dalam setiap perkara,
seyogyanya seorang manusia itu melakukannya dari jalan yang mudah dan
dekat, yang cepat menyampaikannya kepada tujuan. Maka seorang yang
menyeru kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar sepatutnya
memandang kondisi orang-orang yang diserunya
(atau dilarangnya), dan memakai cara kelembutan
dan taktik yang dengannya dapat menyampaikannya kepada yang dimaksudkan
atau kepada sebagiannya saja. Seorang pelajar dan pengajar seyogyanya
menempuh cara yang paling dekat dan mu-dah untuk memperoleh apa yang
dimaksudkannya, demikianlah setiap orang yang berusaha mendapatkan
sesuatu, dia akan mem-peroleh apa yang dimaksudkannya dengan bantuan
Dzat yang Maha Memiliki lagi yang disembah. ﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah." Inilah kebajikan
yang diperintahkan oleh Allah, yaitu konsisten dalam bertakwa kepadaNya
secara terus menerus dengan merealisasikan perintah-perintahNya dan
menjauhi larangan-laranganNya, karena sesung-guhnya hal itu adalah sebab
keberhasilan dan kemenangan dengan mendapatkan apa yang diinginkan serta
keselamatan dari apa yang ditakuti. Maka barangsiapa yang tidak bertakwa
kepada Allah تعالى, niscaya dia tidak memiliki jalan menuju keberhasilan,
dan barang-siapa yang bertakwa kepadaNya, niscaya dia akan bahagia dengan
kemenangan dan keberhasilan.
{وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا
تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
(190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ
وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ
الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى
يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ
جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (191) فَإِنِ انْتَهَوْا
فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(192) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ
فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ
إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ (193)}
.
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi-mu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguh-nya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu
(Makkah); dan
fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan ja-nganlah kamu
memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu
(di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah
ba-lasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak
ada fitnah lagi dan
(sehingga) agama hanya bagi
Allah. Jika me-reka berhenti
(dari memusuhi kamu),
maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zhalim."
(Al-Baqarah: 190-193).
#
{190} هذه الآيات تتضمن الأمر بالقتال في
سبيل الله، وهذا كان بعد الهجرة إلى المدينة، لَمَّا قَوِيَ المسلمون
للقتال أمرهم الله به بعدما كانوا مأمورين بكفِّ أيديهم، وفي تخصيص القتال
{في سبيل الله}؛ حث على الإخلاص ونهيٌ عن
الاقتتال في الفتن بين المسلمين،
{الذين يقاتلونكم}؛
أي:
الذين هم مستعدون لقتالكم، وهم المكلفون الرجال غير الشيوخ الذين لا رأي
لهم ولا قتال. والنهي عن الاعتداء يشمل أنواع الاعتداء كلها من قتل من لا
يقاتل من النساء والمجانين والأطفال والرهبان ونحوهم، والتمثيل بالقتلى
وقتل الحيوانات وقطع الأشجار ونحوها، لغير مصلحة تعود للمسلمين، ومن
الاعتداء مقاتلة من تقبل منهم الجزية، إذا بذلوها فإن ذلك لا يجوز.
(190) Ayat-ayat ini mengandung perintah untuk
berperang di jalan Allah. Ini terjadi setelah hijrah ke Madinah, ketika
kaum Muslimin telah kuat untuk berperang, Allah تعالى memerintahkan mereka
untuk berperang, di mana sebelumnya mereka diperintah-kan untuk menahan
diri. Dan dikhususkannya perang ﴾ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ
﴿ "di jalan Allah" adalah anjuran untuk ikhlas dan larangan dari saling
berperang dalam fitnah di antara kaum Muslimin.
(Yang diperin-tahkan untuk diperangi adalah)
﴾
ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ ﴿ "orang-orang yang me-merangi kamu," yakni
orang-orang yang bersiap untuk memerangi kalian, dan mereka itu adalah
orang-orang yang telah baligh dari kaum laki-laki yang bukan orang tua
yang tidak memiliki pendapat
(usulan) untuk memerangi kalian dan tidak juga
ikut berperang. Dan larangan dari tindakan melampaui batas ini meliputi
segala macam bentuknya secara keseluruhan dari membunuh orang yang tidak
ikut berperang, seperti para wanita, orang-orang gila, anak-anak, para
pendeta dan sebagainya, juga memotong-motong mayat, membunuh hewan-hewan,
memotong pepohonan dan se-bagainya, yang bukan karena kemaslahatan yang
kembali kepada kaum Muslimin, dan yang termasuk melampaui batas adalah
me-merangi orang-orang yang membayar jizyah apabila mereka telah
membayarnya, karena sesungguhnya hal itu tidaklah boleh.
#
{191 ـ 192}
{واقتلوهم حيث ثقفتموهم}؛ هذا أمر بقتالهم
أينما وجدوا في كل وقت وفي كل زمان قتال مدافعة وقتال مهاجمة، ثم استثنى من
هذا العموم قتالهم {عند المسجد الحرام}؛ وأنه
لا يجوز إلا أن يَبْدَؤوا بالقتال فإنهم يُقَاتَلُون جزاء لهم على
اعتدائهم، وهذا مستمر في كل وقت حتى ينتهوا عن كفرهم فيسلموا، فإن الله
يتوب عليهم ولو حصل منهم ما حصل من الكفر بالله والشرك في المسجد الحرام
وصد الرسول والمؤمنين عنه، وهذا من رحمته وكرمه بعباده. ولما كان القتال
عند المسجد الحرام يتوهم أنه مفسدة في هذا البلد الحرام أخبر تعالى أن
المفسدة بالفتنة عنده بالشرك والصد عن دينه أشد من مفسدة القتل، فليس عليكم
أيها المسلمون حرج في قتالهم. ويستدل في هذه الآية على القاعدة المشهورة
وهي أنه يرتكب أخف المفسدتين لدفع أعلاهما.
(191-192) ﴾ وَٱقۡتُلُوهُمۡ حَيۡثُ ثَقِفۡتُمُوهُمۡ
﴿ "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka." Ini merupakan
perintah untuk memerangi mereka di mana pun mereka didapatkan, di setiap
waktu dan masa, baik peperangan dalam bentuk membela diri maupun
peperangan dalam bentuk penyerangan, kemudian Allah mengecualikan dari
keumuman ini dari memerangi mereka ﴾
عِندَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ ﴿ "di Masjidil Haram" bahwasanya hal itu
tidaklah boleh kecuali bila mereka yang mulai memerangi kalian, maka
mereka itu diperangi sebagai ganjaran atas tindakan kesewenang-wenangan
mereka. Ini berlanjut terus dalam setiap waktu hingga mereka berhenti dari
kekufuran mereka dan masuk Islam, karena Allah akan menerima taubat mereka
walaupun apa yang telah terjadi dari mereka sebelumnya dari pengingkaran
kepada Allah dan kesyirikan di dalam Masjidil Haram serta menghalangi
Rasulullah dan kaum Muslimin dari memasukinya. Hal ini merupakan rahmat
Allah dan karuniaNya atas hamba-hambaNya. Dan ketika peperangan di
Masjidil Haram dianggap sebagai tindakan pengrusakan di negeri haram ini,
Allah تعالى me-ngabarkan bahwasanya kerusakan dengan fitnah di dalamnya
dengan kesyirikan dan menghalangi agamaNya adalah lebih besar daripada
kerusakan peperangan, maka sama sekali tidak ada kesa-lahan bagi kalian
wahai kaum Muslimin dalam memerangi mereka. Ayat ini dijadikan dalil atas
sebuah kaidah yang terkenal yaitu, "mengerjakan kerusakan yang lebih kecil
dari dua kerusakan demi menghindari kerusakan yang lebih besar."
#
{193} ثم ذكر تعالى المقصود من القتال في
سبيله، وأنه ليس المقصود به سفك دماء الكفار وأخذ أموالهم، ولكن المقصود به
أن {يكون الدين لله} تعالى، فيظهر دين الله
تعالى على سائر الأديان، ويدفع كل ما يعارضه من الشرك وغيره وهو المراد
بالفتنة، فإذا حصل هذا المقصود فلا قتل ولا قتال.
{فإن انتهوا}؛ عن قتالكم عند المسجد الحرام،
{فلا عدوان إلا على الظالمين}؛
أي:
فليس عليهم منكم اعتداء إلا من ظلم منهم؛ فإنه يستحق المعاقبة بقدر ظلمه.
(193) Kemudian Allah تعالى menyebutkan maksud dari
ber-perang di jalanNya, bahwa tujuannya bukanlah menumpahkan darah kaum
kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi mak-sud dari peperangan di
jalan Allah adalah agar ﴾ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ
﴿ "agama hanya bagi Allah تعالى," sehingga agama Allah tinggi dari
seluruh agama-agama selainnya, dan juga menolak segala perkara yang
bertentangan dengannya dari kesyirikan dan lainnya, dan itulah yang
dimaksudkan dengan fitnah dalam ayat tersebut. Apabila maksud ini telah
terpenuhi, maka tidak ada lagi pembunuhan dan tidak pula peperangan.
﴾
فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ
﴿ "Dan jika mereka berhenti dari memu-suhi kamu," maksudnya, dari
memerangi kalian di Masjidil Haram, ﴾
فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿ "maka tidak ada lagi
permusuhan kecuali bagi orang-orang yang zhalim." Maksudnya, tidak ada
permusuhan dari kalian atas mereka kecuali orang yang zhalim di antara
mereka, karena ia berhak diberikan hukuman sesuai dengan kadar
kezhalimannya.
{الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى
عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ (194)}
.
"Bulan haram dengan bulan haram, dan pada apa-apa yang dihormati, berlaku
hukum qishash. Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerangmu, maka
seranglah ia, seimbang dengan serang-annya terhadapmu. Bertakwalah kepada
Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
(Al-Baqarah: 194).
#
{194} يقول تعالى:
{الشهر الحرام بالشهر الحرام}
يحتمل أن يكون المراد به ما وقع من صد المشركين للنبي - صلى الله عليه وسلم
-، وأصحابه عام الحديبية عن الدخول لمكة وقاضوهم على دخولها من قابل، وكان
الصد والقضاء في شهر حرام وهو ذو القعدة فيكون هذا بهذا، فيكون فيه تطييب
لقلوب الصحابة بتمام نسكهم وكماله، ويحتمل أن يكون المعنى أنكم إن
قاتلتموهم في الشهر الحرام، فقد قاتلوكم فيه وهم المعتدون، فليس عليكم في
ذلك حرج، وعلى هذا فيكون قوله:
{والحرمات قصاص}؛ من باب عطف العام على
الخاص، أي كل شيء يحترم من شهر حرام أو بلد حرام أو إحرام، أو ما هو أعم من
ذلك جميع ما أمر الشرع باحترامه،
فمن تجرأ عليها فإنه يقتص منه:
فمن قاتل في الشهر الحرام قوتل، ومن هتك البلد الحرام أخذ منه الحد ولم يكن
له حرمة، ومن قتل مكافئاً له قتل به، ومن جرحه، أو قطع عضواً منه اقتص منه،
ومن أخذ مال غيره المحترم؛ أخذ منه بدله، ولكن هل لصاحب الحق أن يأخذ من
ماله بقدر حقه أم لا؟ خلاف بين العلماء، الراجح من ذلك أنه إن كان سبب الحق
ظاهراً كالضيف إذا لم يقره غيره، والزوجة والقريب إذا امتنع من تجب عليه،
النفقة من الإنفاق عليه، فإنه يجوز أخذه من ماله، وإن كان السبب خفيًّا كمن
جحد دَيْن غيره أو خانه في وديعة أو سرق منه ونحو ذلك، فإنه لا يجوز له أن
يأخذ من ماله مقابلة له جمعاً بين الأدلة،
ولهذا قال تعالى توكيداً وتقوية لما تقدم:
{فمن اعتدى عليكم فاعتدوا عليه بمثل ما اعتدى عليكم}؛ هذا تفسير لصفة المقاصة وأنها هي المماثلة في مقابلة المعتدي. ولما كانت
النفوس ـ في الغالب ـ لا تقف على حدها إذا رخص لها في المعاقبة لطلبها
التشفي أمر تعالى بلزوم تقواه التي هي الوقوف عند حدوده وعدم تجاوزها وأخبر
تعالى أنه {مع المتقين}؛
أي:
بالعون والنصر والتأييد والتوفيق، ومن كان الله معه حصل له السعادة
الأبدية، ومن لم يلزم التقوى تخلى عنه وليه، وخذله فَوَكَلَه إلى نفسه،
فصار هلاكه أقرب إليه من حبل الوريد.
(194) Allah تعالى berfirman, ﴾ ٱلشَّهۡرُ
ٱلۡحَرَامُ بِٱلشَّهۡرِ ٱلۡحَرَامِ
﴿ "Bulan haram dengan bulan haram"; kemungkinan maksudnya adalah apa
yang terjadi dari tindakan kaum musyrikin dalam menghalangi Nabi ﷺ dan
para sahabat beliau pada tahun terjadinya perjanjian Hudai-biyah dari
memasuki Makkah dan mereka memberikan ketetapan untuk Nabi ﷺ beserta
para sahabatnya untuk dapat memasukinya pada tahun selanjutnya. Kejadian
penghalangan dan ketetapan itu terjadi pada bulan haram yaitu bulan
Dzulqa'dah, maka hal ini dibalas dengan hal itu. Dengan demikian, hal
ini menjadi sebuah hiburan bagi hati para sahabat dengan sempurna dan
lengkapnya ibadah-ibadah mereka. Kemungkinan lain maknanya adalah,
bah-wasanya kalian bila memerangi mereka pada bulan haram, sesung-guhnya
mereka telah memerangi kalian pada bulan haram sedang mereka orang-orang
yang melampaui batas, maka tidak ada dosa bagi kalian dalam hal itu.
Atas dasar makna ini, maka Firman Allah, ﴾
وَٱلۡحُرُمَٰتُ قِصَاصٞۚ
﴿ "Dan pada apa-apa yang dihormati, berlaku hukum qishash" adalah dalam
bentuk menyambung yang umum dengan yang khusus. Artinya, segala hal yang
dihormati seperti bulan haram atau negeri haram atau kegiatan ihram atau
hal yang lebih umum dari itu yaitu segala apa yang diperintahkan oleh
syariat untuk dihormati, barangsiapa yang lancang terhadapnya, maka
sesungguhnya ia harus diqishash dengannya. Barangsiapa yang membunuh
pada bulan haram, maka ia harus dibunuh, barangsiapa yang menjatuhkan
kehormatan ne-geri haram, dia harus dikenai hukum had hingga ia tidak
memiliki lagi kehormatan, barangsiapa yang membunuh orang yang mem-beri
kebaikan untuknya, maka ia dihukum bunuh karenanya, barangsiapa yang
melukainya atau memotong salah satu anggota tubuhnya, maka ia harus
diqishash, barangsiapa yang mengambil harta orang lain yang dihormati,
maka akan diambil dari hartanya sebagai gantinya. Akan tetapi, apakah
orang yang memiliki hak tersebut boleh mengambil harta pelaku tersebut
sesuai dengan haknya ataukah tidak? Terjadi perbedaan pendapat di antara
para ulama, dan yang paling kuat dari perbedaan itu adalah bahwa bila
sebab dari hak tersebut sangat jelas seperti seorang tamu apabila orang
lain tidak menjamunya, atau seorang istri dan keluarga apabila seorang
yang wajib memberikan nafkah tidak menunaikan nafkah kepada me-reka,
maka boleh mengambil hartanya, namun apabila penyebab-nya tidak jelas
seperti orang yang mengingkari hutang orang lain atau dikhianati dalam
sebuah titipan atau hartanya dicuri dan semacamnya, maka ia tidak boleh
mengambil hartanya sebagai timbal balik untuknya. Ini adalah demi
mempertemukan antara dalil-dalil tersebut. Oleh karena itu Allah تعالى
berfirman untuk me-negaskan dan menguatkan apa yang telah berlalu,
﴾
فَمَنِ ٱعۡتَدَىٰ عَلَيۡكُمۡ فَٱعۡتَدُواْ عَلَيۡهِ بِمِثۡلِ مَا ٱعۡتَدَىٰ
عَلَيۡكُمۡۚ
﴿ "Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerangmu, maka seranglah ia,
seimbang dengan serangannya terhadapmu." Ini me-rupakan sebuah tafsiran
tentang cara melakukan qishash, bahwa-sanya caranya harus serupa dalam
menghadapi orang yang melam-paui batas. Ketika jiwa pada umumnya tidak
akan pernah berhenti pada batasannya apabila diberikan keringanan dalam
hukuman karena tuntutannya untuk menuntut balas, maka Allah
memerintahkan untuk konsisten terhadap ketakwaan kepadaNya, yaitu dengan
berhenti pada batasan-batasanNya dan tidak melampauinya, dan Allah تعالى
mengabarkan bahwasanya Dia ﴾
مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ ﴿ "bersama orang-orang yang bertakwa," yakni dengan
pertolongan, kemenangan, dukungan, dan taufikNya. Barangsiapa yang Allah
bersama de-ngannya, pastilah ia memperoleh kebahagiaan yang abadi, dan
barangsiapa yang tidak konsisten terhadap ketakwaan, pastilah Allah akan
berpaling darinya dan menghinakannya lalu melem-parkan kehinaan itu pada
dirinya, hingga kehancurannya lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya.
{وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(195)}
.
"Dan belanjakanlah
(harta bendamu) di jalan Allah,
dan ja-nganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik."
(Al-Baqarah: 195).
#
{195} يأمر تعالى عباده بالنفقة في سبيله،
وهو إخراج الأموال في الطرق الموصلة إلى الله، وهي كل طرق الخير من صدقة
على مسكين أو قريب أو إنفاق على من تجب مؤنته، وأعظم ذلك وأول ما دخل في
ذلك الإنفاق في الجهاد في سبيل الله، فإن النفقة فيه جهاد بالمال وهو فرض
كالجهاد بالبدن، وفيها من المصالح العظيمة الإعانة على تقوية المسلمين و
[على] توهية الشرك وأهله وعلى إقامة دين الله
وإعزازه، فالجهاد في سبيل الله، لا يقوم إلا على ساق النفقة، فالنفقة له
كالروح لا يمكن وجوده بدونها، وفي ترك الإنفاق في سبيل الله إبطال للجهاد
وتسليط للأعداء، وشدة تكالبهم، فيكون قوله تعالى:
{ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة}؛ كالتعليل
لذلك. والإلقاء باليد إلى التهلكة يرجع إلى أمرين:
ترك ما أمر به العبد إذا كان تركه موجباً أو مقارباً لهلاك البدن أو الروح،
وفعل ما هو سبب موصل إلى تلف النفس أو الروح فيدخل تحت ذلك أمور كثيرة، فمن
ذلك ترك الجهاد في سبيل الله، أو النفقة فيه الموجب لتسلط الأعداء، ومن ذلك
تغرير الإنسان بنفسه في مقاتلة أو سفر مخوف أو محل مسبعة أو حيات، أو يصعد
شجراً أو بنياناً خطراً، أو يدخل تحت شيء فيه خطر ونحو ذلك، فهذا ونحوه ممن
ألقى بيده إلى التهلكة، ومن ذلك الإقامة على معاصي الله واليأس من التوبة،
ومنها ترك ما أمر الله به من الفرائض التي تركها هلاك للروح والدين.
ولما كانت النفقة في سبيل الله نوعاً من أنواع الإحسان أمر بالإحسان
عموماً فقال:
{وأحسنوا إن الله يحب المحسنين}؛ وهذا يشمل
جميع أنواع الإحسان لأنه لم يقيده بشيء دون شيء، فيدخل فيه الإحسان بالمال
كما تقدم، ويدخل فيه الإحسان بالجاه بالشفاعات ونحو ذلك، ويدخل في ذلك
الإحسان بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وتعليم العلم النافع، ويدخل في
ذلك قضاء حوائج الناس من تفريج كرباتهم، وإزالة شداتهم وعيادة مرضاهم
وتشييع جنائزهم وإرشاد ضالهم وإعانة من يعمل عملاً، والعمل لمن لا يحسن
العمل، ونحو ذلك مما هو من الإحسان الذي أمر الله به، ويدخل في الإحسان
أيضاً الإحسان في عبادة الله تعالى، وهو كما ذكر النبي - صلى الله عليه
وسلم -:
«أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك»
،
فمن اتصف بهذه الصفات كان من الذين قال الله فيهم:
{للذين أحسنوا الحسنى وزيادة}؛ وكان الله معه
يسدده ويرشده ويعينه على كل أموره.
(195) Allah تعالى memerintahkan hamba-hambaNya
untuk berinfak di jalanNya, yakni mengeluarkan harta pada jalan-jalan yang
menyampaikannya kepada Allah, yaitu segala jalan kebaikan seperti sedekah
kepada orang miskin atau kerabat atau berinfak kepada orang yang wajib
diberikan nafkah, dan yang paling besar dari hal itu dan paling pertama
termasuk di dalamnya adalah berinfak dalam jihad di jalan Allah, karena
sesungguhnya berinfak dalam jihad adalah sebuah jihad dengan harta, dan
hal itu adalah sebuah kewajiban seperti jihad dengan badan. Dengan
berinfak, banyak sekali kemaslahatan besar yang akan didapat, yaitu
mem-bantu dalam menguatkan kaum Muslimin dan menghinakan kesyirikan serta
para pengikutnya, dan dalam menegakkan agama Allah serta meninggikannya.
Jihad di jalan Allah tidaklah akan ber-jalan kecuali dengan penopang
biaya, dan biaya itu bagaikan ruh baginya, yang mana jihad tidak akan ada
tanpanya, dan meninggal-kan berinfak di jalan Allah adalah tindakan
menghilangkan jihad, penguasaan musuh-musuh serta gencarnya ketamakan
mereka, maka Firman Allah تعالى, ﴾ وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى
ٱلتَّهۡلُكَةِ
﴿ "Dan janganlah kamu men-jatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,"
adalah penjelasan illat (sebab) bagi hal
tersebut. Tindakan menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan itu
terpulang pada dua perkara; meninggalkan perkara yang diperin-tahkan
kepada hamba apabila tindakan meninggalkannya itu meng-haruskan atau
mendekatkan kepada rusaknya tubuh atau jiwa, dan melakukan perbuatan
yang menyebabkan hilangnya jiwa atau ruh. Maka perkara ini meliputi
banyak sekali hal-hal lainnya, di antaranya adalah meninggalkan jihad di
jalan Allah, atau tidak ber-infak padanya, yang menyebabkan penguasaan
musuh. Termasuk juga seorang yang menjatuhkan dirinya dalam peperangan
atau perjalanan yang menakutkan, atau di tempat binatang buas atau ular,
atau memanjat pohon atau bangunan yang berbahaya, atau memasuki sesuatu
yang mengandung bahaya dan semacamnya; hal seperti ini dan yang
semacamnya adalah di antara yang menja-tuhkan diri kepada kehancuran.
Dan di antara hal itu juga adalah hidup dengan kemaksiatan terhadap
Allah dan berputus asa dari bertaubat kepada Allah. Juga meninggalkan
apa yang diperintah-kan oleh Allah dari kewajiban-kewajiban, di mana
tindakan mening-galkannya itu akan menyebabkan kehancuran bagi jiwa
maupun Agama. Dan karena berinfak di jalan Allah adalah sebuah bentuk di
antara bentuk-bentuk kebajikan, maka Allah memerintahkan untuk berbuat
kebajikan secara umum seraya berfirman,﴾
وَأَحۡسِنُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
﴿ "Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik." Ayat ini mencakup seluruh bentuk kebajikan yang
tidak dibatasi oleh sesuatu pun, maka termasuk di dalamnya adalah
kebajikan dengan harta sebagaimana yang telah berlalu, termasuk juga di
dalamnya kebajikan dengan jabatan yaitu dengan memberikan syafa'at
(menjadi fasilitator untuk menyele-saikan hajat masyarakat bawah ke
atasan)
atau semacamnya, ter-masuk juga kebajikan dengan cara menyeru kepada
kebaikan dan melarang dari yang mungkar, serta mengajarkan ilmu yang
ber-manfaat. Termasuk juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia seperti
bantuan atas kesulitan-kesulitan mereka, menghilangkan
kesusahan-kesusahan mereka, menjenguk yang sakit, menghadiri jenazah
mereka, menunjuki orang yang sesat di antara mereka, membantu pekerjaan
orang yang bekerja, mengerjakan pekerjaan orang yang tidak ahli dalam
pekerjaannya, dan semacamnya yang termasuk kebajikan yang diperintahkan
oleh Allah تعالى, dan terma-suk dari kebajikan juga adalah berbuat baik
dalam beribadah kepada Allah تعالى, yaitu seperti yang disebutkan oleh
Nabi ﷺ, أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. "Yaitu kamu menyembah Allah seolah-olah kamu
melihatNya, namun bila kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu."[9] Barangsiapa yang memiliki
sifat seperti itu, niscaya ia terma-suk orang yang dikatakan oleh Allah
tentang mereka, ﴾
لِّلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ ٱلۡحُسۡنَىٰ وَزِيَادَةٞۖ ﴿ "Bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik
(surga) dan tambahannya."
(Yunus: 26). Allah akan bersamanya; dengan
membimbingnya, menun-jukinya, dan menolongnya dalam segala perkara.
Setelah Allah selesai menyebutkan hukum-hukum puasa dan jihad, maka Allah
menyebutkan hukum haji dalam FirmanNya,
{وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى
يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ
أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ
كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ (196)}
.
"Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah. Jika kamu
terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka
(sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan
jangan kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai di tempat
penyembe-lihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah
atasnya membayar fidyah; yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban.
Apabila kamu telah
(merasa) aman, maka bagi siapa
yang ingin mengerja-kan Umrah sebelum haji
(di dalam bulan haji),
(wajiblah ia me-nyembelih) kurban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak mene-mukan
(binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah
sepuluh
(hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang
keluarga-nya tidak berada
(di sekitar) Masjidil
Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Makkah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras
siksaanNya."
(Al-Baqa-rah: 196).
#
{196} يستدل بقوله:
{وأتموا الحج والعمرة}؛
على أمور:
أحدها وجوب الحج والعمرة وفرضيتهما. الثاني وجوب إتمامهما بأركانهما
وواجباتهما التي قد دل عليها فعل النبي - صلى الله عليه وسلم -،
وقوله:
«خذوا عني مناسككم». الثالث أن فيه حجة لمن قال
بوجوب العمرة. الرابع أن الحج والعمرة يجب إتمامهما بالشروع فيهما ولو كانا
نفلاً. الخامس الأمر بإتقانهما وإحسانهما، وهذا قدر زائد على فعل ما يلزم
لهما. السادس فيه الأمر بإخلاصهما
{لله} تعالى. السابع أنه لا يخرج المحرم بهما
بشيء من الأشياء حتى يكملهما، إلا بما استثناه الله وهو الحصر،
فلهذا قال:
{فإن أحصرتم}؛ أي:
منعتم من الوصول إلى البيت لتكميلهما بمرض أو ضلالة أو عدو، ونحو ذلك من
أنواع الحصر الذي هو المنع
{فما استيسر من الهدي}؛
أي:
فاذبحوا ما استيسر من الهدي وهو سبع بدنة أو سبع بقرة أو شاة يذبحها
المحصر، ويحلق، ويحل من إحرامه بسبب الحصر كما فعل النبي - صلى الله عليه
وسلم -، وأصحابه لما صدهم المشركون عام الحديبية ، فإن لم يجد الهدي فليصم
بدله عشرة أيام كما في المتمتع ثم يحل.
ثم قال تعالى:
{ولا تحلقوا رؤوسكم حتى يبلغ الهديُ محله}؛
وهذا من محظورات الإحرام إزالة الشعر بحلق أو غيره لأن المعنى واحد من
الرأس أو من البدن، لأن المقصود من ذلك، حصول الشعث والمنع من الترفه
بإزالته وهو موجود في بقية الشعر، وقاس كثير من العلماء على إزالة الشعر
تقليم الأظفار بجامع الترفه، ويستمر المنع مما ذكر حتى يبلغ الهدي محله وهو
يوم النحر، والأفضل أن يكون الحلق بعد النحر كما تدل عليه الآية. ويستدل
بهذه الآية على أن المتمتع إذا ساق الهدي لم يتحلل من عمرته قبل يوم النحر،
فإذا طاف وسعى للعمرة أحرم بالحج، ولم يكن له إحلال بسبب سوق الهدي، وإنما
منع تبارك وتعالى من ذلك لما فيه من الذل والخضوع لله والانكسار له
والتواضع الذي هو عين مصلحة العبد، وليس عليه في ذلك من ضرر؛ فإذا حصل
الضرر بأن كان به أذى من مرض ينتفع بحلق رأسه له أو قروح أو قمل ونحو ذلك،
فإنه يحل له أن يحلق رأسه، ولكن يكون عليه فدية من صيام ثلاثة أيام، أو
إطعام ستة مساكين ، أو نسك ما يجزي في أضحية فهو مخير، والنسك أفضل فالصدقة
فالصيام، ومثل هذا، كل ما كان في معنى ذلك من تقليم الأظفار أو تغطية الرأس
أو لبس المخيط أو الطيب؛ فإنه يجوز عند الضرورة مع وجوب الفدية المذكورة،
لأن القصد من الجميع إزالة ما به يترفه.
ثم قال تعالى:
{فإذا أمنتم}؛ أي:
بأن قدرتم على البيت من غير مانع عدو وغيره
{فمن تمتع بالعمرة إلى الحج}؛ بأن توصل بها
إليه، وانتفع بتمتعه بعد الفراغ منها
{فما استيسر من الهدي}؛ أي فعليه ما تيسر من
الهدي، وهو ما يجزي في أضحية، وهذا دم نسك مقابلة لحصول النسكين له في سفرة
واحدة، ولإنعام الله عليه بحصول الانتفاع بالمتعة بعد فراغ العمرة وقبل
الشروع في الحج، ومثلها القِران لحصول النسكين له، ويدل مفهوم الآية على أن
المفرد للحج ليس عليه هدي، ودلت الآية على جواز بل فضيلة المتعة وعلى جواز
فعلها في أشهر الحج {فمن لم يجد}؛ أي الهدي
أو ثمنه {فصيام ثلاثة أيام في الحج}؛ أول
جوازها من حين الإحرام بالعمرة، وآخرها ثلاثة أيام بعد النحر، أيام رمي
الجمار والمبيت بمنى، ولكن الأفضل منها أن يصوم السابع والثامن والتاسع
{وسبعة إذا رجعتم}؛
أي:
فرغتم من أعمال الحج، فيجوز فعلها في مكة، وفي الطريق، وعند وصوله إلى
أهله. ذلك المذكور من وجوب الهدي على المتمتع
{لمن لم يكن أهله حاضري المسجد الحرام}؛ بأن
كان عنه مسافة قصر فأكثر أو بعيداً عنه عرفا، فهذا الذي يجب عليه الهدي
لحصول النسكين له في سفر واحد، وأما من كان أهله من حاضري المسجد الحرام،
فليس عليه هدي لعدم الموجب لذلك.
{واتقوا الله}؛ أي:
في جميع أموركم بامتثال أوامره واجتناب نواهيه، ومن ذلك امتثالكم لهذه
المأمورات واجتناب هذه المحظورات المذكورة في هذه الآية
{واعلموا أن الله شديد العقاب}؛
أي:
لمن عصاه، وهذا هو الموجب للتقوى، فإن من خاف عقاب الله؛ انكف عما يوجب
العقاب، كما أن من رجا ثواب الله؛ عمل لما يوصله إلى الثواب، وأما من لم
يخف العقاب، ولم يرج الثواب؛ اقتحم المحارم، وتجرأ على ترك الواجبات.
(196) Firman Allah, ﴾ وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ
وَٱلۡعُمۡرَةَ
﴿ "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah" dapat menjadi dalil atas
beberapa perkara: Pertama: Wajibnya Haji dan Umrah,
Kedua:
Kewajiban menyempurnakan keduanya dengan me-nunaikan rukun dan kewajiban
keduanya yang telah dicontohkan oleh Nabi ﷺ, dan sabda beliau, خُذُوْا
عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ. "Ambillah
(tata cara) manasik haji kalian dariku."[10]
Ketiga: Ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa umrah itu
adalah wajib hukumnya. Keempat: Bahwasanya Haji
dan Umrah itu wajib disempurna-kan ketika seseorang memulai keduanya
walaupun hanya sunnah. Kelima: Perintah untuk
mengukuhkan dan membaguskan keduanya, dan hal ini hanyalah tambahan
semata atas perkara yang wajib dilakukan pada keduanya.
Keenam:
Merupakan perintah untuk mengikhlaskan kedua-nya hanya ﴾
لِلَّهِۚ
﴿ "kepada Allah تعالى". Ketujuh: Bahwasanya
orang yang telah berihram untuk melakukan keduanya, ia tidak boleh
keluar dari keduanya dengan melakukan hal lain hingga ia menyempurnakan
keduanya terlebih dahulu, kecuali apa yang telah dikecualikan oleh Allah
yaitu ter-halang, oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
فَإِنۡ أُحۡصِرۡتُمۡ
﴿ "Jika kamu terke-pung," maksudnya, kalian dihalangi untuk sampai
kepada Baitullah untuk menyempurnakan keduanya oleh penyakit atau
tersesat atau musuh dan yang semacamnya dari hal-hal yang dapat
meng-halangi, ﴾
فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۖ
﴿ "maka (sembelihlah) kurban yang mudah
di-dapat," maksudnya, sembelihlah apa yang mudah kalian dapat dari
kurban, yaitu tujuh orang dengan satu ekor unta atau satu ekor sapi atau
kambing yang disembelih oleh orang yang terhalang tersebut, lalu ia
bercukur kemudian bertahallul dari ihramnya karena adanya penghalang
tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat beliau
ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pada tahun
Hudaibiyah.[11] Apabila ia tidak mendapatkan
hewan kurban, maka ia harus berpuasa sebagai gantinya sepuluh hari
lamanya sebagaimana yang dilakukan oleh yang mengambil Haji Tamattu,'
kemudian ia bertahallul. Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾
وَلَا تَحۡلِقُواْ رُءُوسَكُمۡ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡهَدۡيُ مَحِلَّهُۥۚ
﴿ "Dan janganlah kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai di
tempat penyembelihannya." Ini adalah di antara perkara yang dilarang
dalam berihram, yaitu menghilangkan rambut dengan mencukur maupun
lainnya, karena maknanya adalah salah satu dari kepala atau dari badan,
karena maksud dari hal itu adalah terjadinya kekusutan dan larangan dari
bersenang-senang dengan menghilang-kannya, padahal ia ada pada bagian
lain dari rambut. Kebanyakan para ulama mengkiaskan tindakan
menghilangkan rambut ini de-ngan memotong kuku dengan kesamaan adanya
urusan bersenang-senang. Larangan dari hal tersebut akan terus berlanjut
hingga hewan kurbannya sampai ke tempat penyembelihannya yaitu pada hari
penyembelihan, dan yang paling utama adalah bercukur sete-lah
penyembelihan, sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ayat ini
dapat menjadi sebuah dalil bahwasanya seorang yang melakukan Haji
Tamattu' apabila menggiring hewan kurban, ia tidak bertahallul dari
umrahnya sebelum hari penyembelihan. Maka apabila ia telah thawaf dan
sa'i untuk umrah, maka ia ber-ihram dengan haji, dan ia tidak dikatakan
bertahallul dengan dise-babkan menggiring hewan kurban. Allah melarang
hal tersebut hanyalah untuk menunjukkan kehinaan dan ketundukan kepada
Allah, pasrah terhadapNya dan tawadhu,' yang merupakan inti dari
kemaslahatan seorang hamba, dan sama sekali tidak ada kemu-daratan
baginya dalam hal itu, lalu apabila terjadi bahaya dengan adanya
gangguan seperti sakit yang dapat dihilangkan dengan mencukur rambut
kepalanya, atau ada luka, atau kutu dan sema-camnya, maka dalam hal itu
boleh baginya mencukur rambutnya, akan tetapi ia wajib membayar fidyah
dengan berpuasa tiga hari atau memberi makan enam fakir miskin, atau
menyembelih bina-tang yang sepadan dengan binatang kurban. Maka dalam
hal itu ia bebas memilih, namun berkurban adalah lebih utama, lalu
ber-sedekah, kemudian puasa, karena melakukan yang seperti ini, dan
segala sesuatu yang semakna dengan hal-hal tersebut seperti me-motong
kuku atau menutupi kepala atau memakai pakaian berjahit atau memakai
parfum, maka semua itu boleh dilakukan ketika terjadi kondisi darurat,
namun orang bersangkutan harus memba-yar fidyah sebagaimana yang telah
disebutkan, karena maksud dari semua itu adalah menghilangkan segala hal
yang ditujukan untuk bersenang-senang. Kemudian Allah تعالى berfirman,
﴾
فَإِذَآ أَمِنتُمۡ
﴿ "Apabila kamu telah (merasa) aman,"
maksudnya, kalian mampu sampai ke Baitullah tanpa ada hambatan dari
musuh atau semacamnya, ﴾
فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ
﴿ "maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji
(di dalam bulan haji)" dengan menyambungkan
Umrah kepada Haji, dan ia menikmati tamattu'nya setelah selesai dari
umrah, ﴾
فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ
﴿ "maka wajiblah ia menyembelih kurban yang mudah didapat." Maksud-nya,
wajib atasnya apa yang mudah dari hewan kurban, dengan suatu yang mampu
memenuhi kewajiban dengan hewan kurban itu. Ini adalah dam nusuk
(denda) sebagai ganjaran imbalan mem-peroleh dua
nusuk dalam satu perjalanan, dan adanya kenikmatan dari Allah atasnya di
mana ia mampu mendapatkan manfaat de-ngan istirahat setelah selesai dari
umrah sebelum memulai berhaji, dan begitu juga haji qiran
(wajib menyembelih kurban), karena memperoleh
dua nusuk. Pemahaman ayat ini menunjukkan bahwa orang yang haji Ifrad
tidak wajib menyembelih kurban. Dan ayat ini juga menunjuk-kan bolehnya
bahkan keutamaan bertamattu'
(bersenang-senang) dan bolehnya melakukan hal
itu pada bulan-bulan haji. ﴾
فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ
﴿ "Tetapi jika dia tidak menemukan
(binatang kurban atau tidak mampu)," maksudnya,
hewan kurban atau harganya, ﴾
فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ
﴿ "maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji," awal masa bolehnya
adalah saat berihram untuk umrah, dan akhirnya adalah tiga hari setelah
hari penyembelihan, yaitu hari-hari melempar jumrah dan ber-malam di
Mina. Akan tetapi yang paling utama adalah ia berpuasa pada hari
ketujuh, kedelapan, dan kesembilan, ﴾
وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ
﴿ "dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali ," maksudnya, kalian telah selesai dari amalan-amalan
haji, boleh menjalankannya di Makkah, di jalan, atau setelah sampai di
keluarganya kembali. Hal yang disebutkan dari wajibnya berkurban atas
orang yang berhaji tamattu,' ﴾
لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
﴿ "bagi orang-orang yang keluar-ganya tidak berada
(di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Makkah),"
di mana jarak darinya sejauh jarak boleh-nya shalat qashar atau lebih
jauh darinya menurut kebiasaan yang berlaku. Orang yang seperti inilah
yang wajib berkurban karena memperoleh dua nusuk dalam satu perjalanan,
adapun bagi orang yang memiliki keluarga di area Masjidil Haram, maka
mereka tidak diwajibkan berkurban karena tidak adanya perkara yang
meng-haruskan hal tersebut. ﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ
﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah" dalam segala urusan kalian dengan
menunaikan segala perintah-perintahNya dan men-jauhi
larangan-laranganNya, dan termasuk di antaranya adalah pelaksanaan
perintah-perintah dalam urusan Haji dan menjauhi larangan-larangan Haji
yaitu yang disebutkan dalam ayat ini. ﴾
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ﴿ "Dan ketahuilah bahwa
Allah sangat keras siksaanNya," yakni bagi orang yang bermaksiat
kepadaNya, dan inilah yang mengharuskan ketakwaan, karena barangsiapa yang
takut akan siksaan Allah, pastilah ia akan menghindari hal-hal yang
mendatangkan siksaan tersebut, sebagaimana orang yang mengharapkan pahala
dari Allah, pastilah ia akan mengamalkan perkara yang menyampaikannya
kepada pahala tersebut. Adapun orang yang tidak takut akan siksaan dan
tidak mengharapkan pahala, pastilah ia akan menceburkan diri dalam hal-hal
yang di-haramkan, dan berani meninggalkan yang wajib.
{الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا
رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ
خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ
(197)}
.
"
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, ba-rangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
menger-jakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan dari kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekal-lah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan ber-takwalah kepadaKu hai
orang-orang yang berakal."
(Al-Baqarah: 197).
#
{197} يخبر تعالى أن
{الحج} واقع في
{أشهر معلومات}؛ عند المخاطبين مشهورات بحيث
لا تحتاج إلى تخصيص، كما احتاج الصيام إلى تعيين شهره، وكما بين تعالى
أوقات الصلوات الخمس، وأما الحج فقد كان من ملة إبراهيم التي لم تزل مستمرة
في ذريته معروفة بينهم.
والمراد بالأشهر المعلومات عند الجمهور:
شوال وذو القعدة وعشر من ذي الحجة، فهي التي يقع فيها الإحرام بالحج غالباً
{فمن فرض فيهن الحج}؛
أي:
أحرم به، لأن الشروع فيه يصيره فرضاً، ولو كان نفلاً. واستدل بهذه الآية
الشافعي ومن تابعه على أنه لا يجوز الإحرام بالحج قبل أشهره،
قلت:
لو قيل [أنّ] فيها دلالة لقول الجمهور بصحة
الإحرام بالحج قبل أشهره لكان قريباً، فإن قوله:
{فمن فرض فيهن الحج}؛ دليل على أن الفرض قد
يقع في الأشهر المذكورة، وقد لا يقع فيها وإلا لم يقيده،
وقوله:
{فلا رفث ولا فسوق ولا جدال في الحج}؛
أي:
يجب أن تعظموا الإحرام بالحج وخصوصاً الواقع في أشهره، وتصونوه عن كل ما
يفسده أو ينقصه من الرفث وهو الجماع، ومقدماته الفعلية والقولية، خصوصاً
عند النساء بحضرتهن، والفسوق وهو جميع المعاصي، ومنها محظورات الإحرام،
والجدال وهو المماراة والمنازعة والمخاصمة، لكونها تثير الشر وتوقع
العداوة، والمقصود من الحج الذل والانكسار لله والتقرب إليه بما أمكن من
القربات والتنزه عن مقارفة السيئات، فإنه بذلك يكون مبروراً، والمبرور ليس
له جزاء إلا الجنة ، وهذه الأشياء وإن كانت ممنوعة في كل مكان وزمان، فإنه
يتغلظ المنع عنها في الحج. واعلم أنه لا يتم التقرب إلى الله بترك المعاصي
حتى يفعل الأوامر، ولهذا قال تعالى:
{وما تفعلوا من خير يعلمه الله}؛ أتى بمن
لتنصيص العموم فكل خير وقربة وعبادة داخل في ذلك،
أي:
فإن الله به عليم، وهذا يتضمن غاية الحث على أفعال الخير خصوصاً في تلك
البقاع الشريفة والحرمات المنيفة، فإنه ينبغي تدارك ما أمكن تداركه فيها من
صلاة وصيام وصدقة وطواف وإحسان قولي وفعلي، ثم أمر تعالى بالتزود لهذا
السفر المبارك؛ فإن التزود فيه الاستغناء عن المخلوقين، والكف عن أموالهم
سؤالاً واستشرافاً، وفي الإكثار منه نفع، وإعانة للمسافرين، وزيادة قربة
لرب العالمين، وهذا الزاد الذي المراد منه إقامة البِنْية بُلْغَةٌ ومتاع،
وأما الزاد الحقيقي المستمر نفعه لصاحبه في دنياه وأخراه فهو زاد التقوى؛
الذي هو زاد إلى دار القرار، وهو الموصل لأكمل لذة وأجل نعيم دائماً أبداً،
ومن ترك هذا الزاد فهو المنقطع به، الذي هو عرضة لكل شر وممنوع من الوصول
إلى دار المتقين، فهذا مدح للتقوى،
ثم أمر بها أولي الألباب فقال:
{واتقوني يا أولي الألباب}؛
أي:
يا أهل العقول الرزينة، اتقوا ربكم، الذي تقواه أعظم ما تأمر به العقولُ،
وتركها دليل على الجهل وفساد الرأي.
(197) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya, ﴾
ٱلۡحَجُّ
﴿ "Haji" terjadi pada ﴾ أَشۡهُرٞ
مَّعۡلُومَٰتٞۚ
﴿ "beberapa bulan yang dimaklumi," yakni bagi orang-orang yang menjadi
alamat pesan ayat ini, bulan-bulan tersebut telah sangat dikenal, di
mana tidak perlu lagi ada peng-khususan, sebagaimana ibadah puasa
membutuhkan penentuan bulannya, dan sebagaimana pula Allah تعالى
menerangkan tentang waktu-waktu shalat fardhu yang lima. Haji
sesungguhnya meru-pakan ibadah yang telah disyariatkan sejak zaman
ajaran Ibrahim عليه السلام yang masih senantiasa berlaku dan diketahui
oleh keturunan-nya. Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan yang dimaklumi
menurut jumhur ulama adalah bulan Syawal, Dzulqa'dah dan sepuluh hari
pertama bulan Dzulhijjah, yaitu yang menjadi waktu untuk berihram untuk
haji pada umumnya. ﴾
فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ
﴿ "Maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji," yakni melakukan ihram haji, karena sejak mulai
melakukan-nya secara otomatis menjadi sesuatu yang wajib, walaupun hukum
awalnya adalah sunnah. Imam asy-Syafi'i beserta ulama-ulama yang
sependapat de-ngan beliau menjadikan ayat ini sebagai dalil tidak
bolehnya ihram dengan haji sebelum tiba bulan-bulannya. Saya berkata,
sekiranya dikatakan, bahwa ayat ini mengandung dalil bolehnya berihram
dengan haji sebelum bulan-bulannya sebagaimana pendapat jumhur ulama,
pastilah hal itu lebih dapat diterima, karena Firman Allah, ﴾
فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ
﴿ "Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji" merupakan dalil bahwa kewajiban itu bisa terjadi pada bulan-bulan
yang disebutkan dan bisa pula tidak terjadi pada bulan-bulan tersebut,
kalau tidak seperti itu, Allah tidak akan membatasinya. Dan FirmanNya,
﴾
فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ
﴿ "Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di
dalam masa me-ngerjakan haji", maksudnya, wajib atas kalian mengagungkan
ihram dengan haji tersebut, khususnya yang terjadi pada bulan-bulannya
dan kalian memeliharanya dari hal-hal yang merusaknya atau mengurangi
pahalanya dari rafats, yaitu berjimak, dan segala tin-dakan yang menuju
ke sana, baik perbuatan maupun perkataan, khususnya tatkala wanita
berada di hadapan mereka. Dan perbuatan fasik maksudnya seluruh
kemaksiatan yang di antaranya adalah larangan-larangan dalam berihram,
dan dari berbantah-bantahan, maksudnya debat kusir, berselisih, dan
ber-musuhan; karena semua itu akan menimbulkan keburukan dan permusuhan,
padahal maksud dari berhaji adalah menunjukkan sikap kerendahan diri,
ketundukan hanya kepada Allah, mende-katkan diri kepadaNya dengan segala
kemampuan dari berbagai macam ketaatan, dan membersihkan diri dari
mendekati kejelekan-kejelekan, karena dengan semua itu hajinya akan
menjadi haji yang mabrur, dan haji yang mabrur itu tidak ada balasan
yang patut baginya kecuali surga[12]. Hal-hal di
atas walaupun telah terlarang pada setiap waktu dan tempat, namun
larangan dari semua itu akan lebih berat lagi saat ibadah haji.
Ketahuilah, bahwasanya pendekatan diri kepada Allah tidak-lah sempurna
hanya dengan meninggalkan kemaksiatan saja hingga dia menunaikan juga
kewajiban yang diperintahkan, oleh karena itu Allah تعالى berfirman,
﴾
وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ
﴿ "Dan apa yang kamu kerjakan dari kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya." Dalam ayat ini disebutkan dengan kata مِنْ
(dari) untuk menegaskan keumuman ayat itu,
hingga segala kebaikan, ketaatan, dan ibadah termasuk ke dalamnya.
Artinya sesungguhnya Allah تعالى Maha Mengetahui hal itu. Ayat ini
mengandung anjuran yang sangat untuk berbuat kebajikan, khususnya di
tempat-tempat yang mulia dan tanah-tanah haram yang memiliki kedudukan
tinggi tersebut, maka sepatutnya menambah apa yang mungkin dapat
ditambah dalam ibadah tersebut seperti shalat, puasa, sedekah, thawaf,
berbuat baik berupa perkataan maupun perbuatan. Kemudian Allah تعالى
memerintahkan untuk menyiapkan bekal untuk perjalanan yang berkah ini,
karena menyiapkan bekal untuk itu merupakan tindakan menghindar dari
membutuhkan bantuan orang lain, menjauh dari harta-harta mereka dengan
bentuk per-mintaan maupun (menerima) pemberian,
dan dalam memperba-nyak bekal itu terdapat manfaat yang banyak dan dapat
menolong seorang musafir serta sebagai nilai tambah dalam mendekatkan
diri kepada Rabb sekalian alam. Bekal yang dimaksudkan itu adalah
melaksanakan perjalanan dengan apa yang memenuhi hajat dan perbekalan
(yang dibutuhkan). Adapun perbekalan hakiki yang
senantiasa langgeng man-faatnya bagi pemiliknya di dunia maupun di
akhiratnya adalah bekal ketakwaan yang merupakan perbekalan menuju
negeri tempat menetap, dan ia adalah hal yang menyampaikan kepada
kelezatan paling sempurna serta sebaik-baik kenikmatan yang akan selalu
dan terus-menerus. Dan barangsiapa yang meninggalkan perbekalan ini,
maka ia akan terhalang dengannya, yang mana dia adalah pembawa kepada
segala keburukan, dan ia terhalang untuk sampai ke negeri orang-orang
yang bertakwa. Oleh karena itu, hal ini adalah sebuah pujian bagi
ketakwaan, kemudian Allah meme-rintahkan hal tersebut kepada orang-orang
yang berakal seraya berfirman, ﴾
وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴿ "Bertakwalah kepadaKu hai
orang-orang yang berakal," maksudnya, wahai orang-orang yang memiliki akal
yang matang, bertakwalah kepada Rabb kalian, di mana bertakwa kepadaNya
adalah hal paling agung yang diperintahkan oleh akal kepadanya, dan
meninggalkan hal tersebut adalah sebuah tanda kebodohan dan kerusakan
pikiran.
{لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ
الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ
مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198) ثُمَّ
أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (199) فَإِذَا
قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ
أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
(200) وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ (201) أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا
كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
(202)}
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rizki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Apabila kamu
telah bertolak dari Arafah, maka berdzikirlah kepada Allah di Masy'aril
Haram. Dan berdzi-kirlah
(dengan menyebut) Allah
sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum
itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu
dari tempat bertolaknya orang-orang banyak
(Arafah) dan mohon-lah ampun kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu
menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek
moyang-mu, atau
(bahkan) berdzikirlah lebih banyak
dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami,
berilah kami
(kebaikan) di dunia,' dan tiadalah
baginya bagian
(yang menyenangkan) di akhirat. Dan
di antara mereka ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan ke-baikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka.' Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang
mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitunganNya."
(Al-Baqarah: 198-202).
#
{198} لما أمر تعالى بالتقوى أخبر تعالى أن
ابتغاء فضل الله بالتكسب في مواسم الحج وغيره ليس فيه حرج إذا لم يشغل عما
يحب إذا كان المقصود هو الحج، وكان الكسب حلالاً منسوباً إلى فضل الله؛ لا
منسوباً إلى حذق العبد والوقوف مع السبب ونسيان المسبب،
فإن هذا هو الحرج بعينه وفي قوله:
{فإذا أفضتم من عرفات فاذكروا الله عند المشعر الحرام}؛ دلالة على أمور: أحدها: الوقوف بعرفة، وأنه كان
معروفاً أنه ركن من أركان الحج، فالإفاضة من عرفات لا تكون إلا بعد
الوقوف. الثاني: الأمر بذكر الله عند المشعر
الحرام وهو المزدلفة، وذلك أيضاً معروف يكون ليلة النحر بائتاً بها، وبعد
صلاة الفجر يقف في المزدلفة داعياً حتى يسفر جدًّا، ويدخل في ذكر الله عنده
إيقاع الفرائض والنوافل فيه. الثالث: أن الوقوف
بمزدلفة متأخر عن الوقوف بعرفة كما تدل عليه الفاء والترتيب.
الرابع والخامس:
أن عرفات ومزدلفة كلاهما من مشاعر الحج المقصود فعلها وإظهارها.
السادس:
أن مزدلفة في الحرم كما قيده بالحرام. السابع:
أن عرفة في الحل كما هو مفهوم التقييد بمزدلفة.
{واذكروه كما هداكم وإن كنتم من قبله لمن الضالين}؛ أي اذكروا الله تعالى كما منَّ عليكم بالهداية بعد الضلال، وكما علمكم
ما لم تكونوا تعلمون. فهذه من أكبر النعم التي يجب شكرها ومقابلتها بذكر
المنعم بالقلب واللسان.
(198) Ketika Allah تعالى memerintahkan untuk
bertakwa, Allah تعالى mengabarkan bahwasanya mencari karunia Allah dengan
mencari penghidupan pada saat musim haji dan selainnya tidaklah berdosa
apabila tidak mengganggu hal yang wajib atasnya, bila maksud kedatangannya
adalah berhaji, dan pencaharian itu adalah halal yang disandarkan kepada
karunia Allah, tidak bersandar kepada keahlian seseorang dan melakukan
sebab-sebab namun melupakan Dzat yang membuat sebab-sebab tersebut, karena
yang seperti ini adalah inti dari dosa itu sendiri. Dan dalam FirmanNya, ﴾
فَإِذَآ أَفَضۡتُم مِّنۡ عَرَفَٰتٖ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ عِندَ ٱلۡمَشۡعَرِ
ٱلۡحَرَامِۖ
﴿ "Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikir-lah kepada
Allah di Masy'aril Haram", terkandung dalil yang menun-jukkan kepada beberapa hal; Pertama:
Wuquf di Arafah, hal ini adalah suatu yang telah diketahui dan merupakan
rukun dari rukun-rukun haji, maka bertolak dari Arafah tidaklah
dilakukan kecuali setelah wuquf di sana. Kedua:
Perintah untuk berdzikir kepada Allah di Masy'aril Haram yaitu
Muzdalifah, hal ini pun telah diketahui, yang dilaku-kan pada malam hari
penyembelihan seraya bermalam di sana, dan setelah Shalat Shubuh wukuf
di Muzdalifah seraya berdoa hingga pagi sangat terang, termasuk dalam
berdzikir kepada Allah adalah menunaikan kewajiban-kewajiban dan
sunnah-sunnah padanya. Ketiga: Bahwasanya wukuf
di Muzdalifah dilakukan setelah wukuf di Arafah sebagaimana yang
ditunjukkan oleh huruf "fa" dan pengurutan.
Keempat dan kelima:
Bahwasanya Arafah dan Muzdalifah adalah tempat syiar-syiar haji yang
memang dimaksudkan untuk dikerjakan dan ditampakkan.
Keenam:
Bahwasanya Muzdalifah itu termasuk daerah haram sebagaimana ia dibatasi
dengan kata haram. Ketujuh: Bahwasanya Arafah
termasuk daerah halal sebagai-mana yang terpahami dari pembatasan yang
ada pada kata Muz-dalifah. ﴾
وَٱذۡكُرُوهُ كَمَا هَدَىٰكُمۡ وَإِن كُنتُم مِّن قَبۡلِهِۦ لَمِنَ
ٱلضَّآلِّينَ ﴿ "Dan berdzikir-lah
(dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkanNya kepa-damu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang yang sesat." Maksudnya, berdzikirlah kalian kepada
Allah تعالى sebagaimana Dia telah mengaruniakan kepada kalian hidayahNya
setelah kesesatan, sebagaimana juga Dia telah mengajarkan kepada kalian
apa-apa yang tidak kalian ketahui sebelumnya. Hal ini adalah
sebesar-besarnya kenikmatan yang harus disyukuri dan dibalas dengan
bersyukur kepada Dzat yang telah memberikannya dengan hati maupun lisan.
#
{199}
{ثم أفيضوا من حيث أفاض الناس}؛
أي:
ثم أفيضوا من مزدلفة من حيث أفاض الناس من لدن إبراهيم عليه السلام إلى
الآن، والمقصود من هذه الإفاضة كان معروفاً عندهم، وهو رمي الجمار، وذبح
الهدايا، والطواف والسعي والمبيت بمنى ليالي التشريق، وتكميل باقي المناسك،
ولما كانت هذه الإفاضة يقصد بها ما ذكر والمذكورات آخر المناسك، أمر تعالى
عند الفراغ منها باستغفاره والإكثار من ذكره، فالاستغفار للخلل الواقع من
العبد في أداء عبادته وتقصيره فيها، وذكر الله شكر الله على إنعامه عليه
بالتوفيق لهذه العبادة العظيمة والمنة الجسيمة، وهكذا ينبغي للعبد كلما فرغ
من عبادة أن يستغفر الله عن التقصير، ويشكره على التوفيق، لا كمن يرى أنه
قد أكمل العبادة، ومنَّ بها على ربه، وجعلت له محلاًّ ومنزلة رفيعة، فهذا
حقيق بالمقت ورد العمل، كما أن الأول حقيق بالقبول والتوفيق لأعمال أخر.
(199) ﴾ ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنۡ حَيۡثُ أَفَاضَ
ٱلنَّاسُ ﴿ "Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang
banyak." Maksudnya, kemu-dian bertolaklah kalian dari Muzdalifah dari
tempat bertolaknya orang-orang dari sejak Nabi Ibrahim عليه السلام hingga
sekarang. Dan yang dimaksud dengan bertolak tersebut telah diketahui oleh
me-reka, yaitu untuk melempar jumrah, menyembelih hewan kurban, thawaf,
sa'i, bermalam di Mina pada malam-malam tasyriq, dan menyempurnakan sisa
kegiatan manasik haji lainnya. Dan ketika bertolak, maksudnya adalah apa
yang telah disebutkan dan hal-hal yang disebutkan pada akhir manasik,
ketika telah selesai darinya, Allah تعالى memerintahkan untuk beristighfar
dan banyak berdzikir kepadaNya. Istighfar tersebut untuk menutupi
kekurangan yang terjadi pada seorang hamba dalam melaksanakan ibadahnya
dan kelalaiannya padanya, sedangkan dzikir kepada Allah adalah wujud
kesyukuran atas segala nikmat yang telah diberikan dengan taufikNya dalam
melaksanakan ibadah yang agung dan karunia yang tak terkira tersebut.
Demikianlah seharusnya yang dilakukan seorang hamba setiap kali ia selesai
dari suatu ibadah, sepatutnya ia beristighfar kepada Allah dari
kelalaiannya dan bersyukur atas taufikNya, bukan seperti orang yang
memandang bahwa ia telah menyem-purnakan ibadah, dan telah berbuat baik
kepada Allah dan ibadah itu menjadikannya menempati posisi yang tinggi,
sesungguhnya orang seperti ini berhak atas kemurkaan dan amalannya
ditolak, sebagaimana yang pertama berhak untuk dikabulkan dan diberi
taufik kepada amalan-amalan yang lainnya.
#
{200 ـ 201 ـ 202} ثم أخبر تعالى عن أحوال
الخلق، وأن الجميع يسألونه مطالبهم، ويستدفعونه ما يضرهم، ولكن مقاصدهم
تختلف، فمنهم
{من يقول ربنا آتنا في الدنيا}؛
أي:
يسأله من مطالب الدنيا ما هو من شهواته، وليس له في الآخرة من نصيب لرغبته
عنها، وقصر همته على الدنيا، ومنهم من يدعو الله لمصلحة الدارين، ويفتقر
إليه في مهمات دينه ودنياه، وكل من هؤلاء وهؤلاء لهم نصيب من كسبهم وعملهم،
وسيجازيهم تعالى على حسب أعمالهم وهماتهم ونياتهم جزاءً دائراً بين العدل
والفضل، يحمد عليه أكمل حمد وأتمه. وفي هذه الآية دليل على أن الله يجيب
دعوة كل داعٍ مسلماً أو كافراً أو فاسقاً، ولكن ليست إجابته دعاء من دعاه
دليلاً على محبته له وقربه منه إلا في مطالب الآخرة ومهمات الدين، والحسنة
المطلوبة في الدنيا، يدخل فيها كل ما يحسن وقعه عند العبد من رزق هني واسع
حلال، وزوجة صالحة، وولد تقر به العين، وراحة، وعلم نافع، وعمل صالح، ونحو
ذلك من المطالب المحبوبة والمباحة، وحسنة الآخرة هي السلامة من العقوبات في
القبر والموقف والنار، وحصول رضا الله، والفوز بالنعيم المقيم، والقرب من
الرب الرحيم، فصار هذا الدعاء أجمع دعاء وأكمله وأولاه بالإيثار، ولهذا كان
النبي - صلى الله عليه وسلم -، يكثر من الدعاء به والحث عليه.
(200-202) Kemudian Allah تعالى mengabarkan tentang
ke-adaan para makhluk, bahwasanya mereka memohon kebutuhan-kebutuhan
mereka kepada Allah, berlindung kepadaNya dari segala yang membahayakan
mereka, akan tetapi niat dan maksud mereka berbeda-beda, di antara mereka
﴾ مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ ﴿ "ada orang
yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami
(kebaikan) di dunia'." Maksudnya, ia memohon
kepadaNya kenikmatan-kenikmatan dunia yang merupakan keinginan dirinya,
namun ia tidak menda-patkan bagian di akhirat, karena ia membencinya dan
mencukup-kan cita-citanya hanya sebatas dunia. Di antara mereka ada yang
berdoa kepada Allah demi kemaslahatan dunia dan akhirat, dan ia butuh
kepadanya dalam kepentingan-kepentingan agama dan du-nianya. Maka setiap
dari kelompok pertama dan kelompok kedua memiliki hasil dari apa yang
telah mereka kerjakan dan usahakan, dan Allah تعالى akan memberikan
balasanNya sesuai dengan perbuat-an, cita-cita, dan niat mereka dengan
balasan yang berdasarkan kepada keadilan dan kemuliaan, di mana Dia dipuji
dengan pujian yang paling sempurna dan paling lengkap karenanya. Ayat ini
merupakan dalil bahwa Allah تعالى mengabulkan doa setiap orang, baik
Muslim maupun kafir atau fasik. Akan tetapi pengabulan doa orang itu
bukanlah sebuah tanda bagi kecintaan-Nya terhadap orang tersebut dan
kedekatanNya padanya, kecuali dalam permohonan yang berhubungan dengan
akhirat dan kepen-tingan-kepentingan agama, dan kebaikan yang diharapkan
di dunia, termasuk dalam hal itu adalah segala yang sangat baik
kejadian-nya bagi seorang hamba, seperti rizki yang lancar, luas, dan
halal, istri yang shalihah, anak yang merupakan penyejuk mata,
kete-nangan, ilmu yang berguna, amalan yang shalih, dan semacamnya dari
segala macam permohonan yang dicintai dan dibolehkan. Adapun kebaikan
akhirat adalah selamat dari siksaan kubur, padang mahsyar, dan api neraka,
memperoleh keridhaan Allah, mendapat-kan kenikmatan yang abadi, dekat
dengan Rabb yang Maha Pe-nyayang, hingga doa ini menjadi doa yang paling
lengkap, paling sempurna dan paling utama untuk didahulukan. Oleh karena
itulah Nabi ﷺ memperbanyak doa dengannya
[13] dan
senantiasa menganjurkan umatnya untuk berdoa dengannya.
{وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي
يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ
عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ
إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (203)}
"Dan berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang
berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat
(dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa
baginya. Dan barang-siapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak
ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepadaNya."
(Al-Baqarah: 203).
#
{203} يأمر تعالى بذكره في الأيام المعدودات
وهي أيام التشريق الثلاثة بعد العيد لمزيتها وشرفها، وكون بقية المناسك
تفعل بها، ولكون الناس أضيافاً لله فيها، ولهذا حرم صيامها، فللذكر فيها
مزية ليست لغيرها، ولهذا قال النبي - صلى الله عليه وسلم -:
«أيام التشريق أيام أكل وشرب وذكر الله»
، ويدخل في ذكر الله فيها؛ ذكره عند رمي الجمار، وعند الذبح، والذكر المقيد
عقب الفرائض، بل قال بعض العلماء إنه يستحب فيها التكبير المطلق كالعشر
وليس ببعيد
{فمن تعجل في يومين}؛
أي:
خرج من منى، ونفر منها قبل غروب شمس اليوم الثاني
{فلا إثم عليه ومن تأخر}؛ بأن بات بها ليلة
الثالث، ورمى من الغد {فلا إثم عليه}؛ وهذا
تخفيف من الله تعالى على عباده في إباحة كلا الأمرين، ولكن من المعلوم أنه
إذا أبيح كلا الأمرين، فالتأخُّر أفضل؛ لأنه أكثر عبادة. ولما كان نفي
الحرج قد يفهم منه نفي الحرج في ذلك المذكور وفي غيره، والحاصل أن الحرج
منفي عن المتقدم والمتأخر فقط، قيده بقوله:
{لمن اتقى}؛ أي:
اتقى الله في جميع أموره وأحوال الحج، فمن اتقى الله في كل شيء، حصل له نفي
الحرج في كل شيء، ومن اتقاه في شيء دون شيء كان الجزاء من جنس العمل
{واتقوا الله}؛ بامتثال أوامره، واجتناب
معاصيه {واعلموا أنكم إليه تحشرون}؛ فمجازيكم
بأعمالكم، فمن اتقاه وجد جزاء التقوى عنده، ومن لم يتقه عاقبه أشدَّ
العقوبة، فالعلم بالجزاء من أعظم الدواعي لتقوى الله، فلهذا حثَّ تعالى على
العلم بذلك.
(203) Allah تعالى memerintahkan untuk berdzikir
kepadaNya pada hari-hari yang terbilang
(ditentukan), yaitu tiga hari tasyriq setelah Idul
Adha, karena keistimewaan dan kemuliaannya, dan sisa-sisa manasik haji
dilakukan pada waktu itu, dan saat itu ma-nusia adalah tamu Allah. Karena
itu Allah haramkan berpuasa pada hari itu, maka dzikir pada hari itu
memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak ada pada selainnya. Karena
itulah Nabi ﷺ bersabda, أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
وَذِكْرِ اللّٰهِ. "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum,
serta dzikir kepada Allah."
[14] Dan termasuk dalam
dzikir kepadaNya pada saat itu adalah berdzikir kepadaNya saat melempar
jumrah, saat menyembelih, dan dzikir-dzikir tertentu setelah shalat
fardhu, bahkan sebagian ulama berkata bahwasanya pada saat itu dianjurkan
takbir mutlak seperti pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan pendapat ini
tidaklah jauh
(dari kebenaran). ﴾ فَمَن تَعَجَّلَ
فِي يَوۡمَيۡنِ
﴿ "Maka barangsiapa yang ingin cepat berangkat
(dari Mina) sesudah dua hari," maksudnya, pergi
dari Mina dan bertolak darinya sebelum terbenamnya matahari pada hari
kedua, ﴾
فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ وَمَن تَأَخَّرَ
﴿ "maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan
(keberangkatannya dari dua hari itu)" dengan
bermalam pada malam ketiganya lalu melempar jumrah pada keesokan
harinya, ﴾
فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۖ
﴿ "maka tidak ada dosa pula baginya." Ini adalah keringanan dari Allah
atas hamba-hambaNya dalam mem-bolehkan kedua hal tersebut. Akan tetapi
telah dipahami bahwa-sanya bila kedua hal tersebut dibolehkan, maka
penangguhan itu adalah yang lebih utama, karena berarti lebih banyak
ibadah yang bisa dilakukan. Dan ketika peniadaan dosa terkadang dipahami
peniadaan dosa dari hal tersebut dan dari hal yang lainnya, kemudian
terpa-hami bahwa dosa itu ditiadakan dari yang segera dan yang
me-nangguhkan saja, maka Allah membatasinya dengan FirmanNya, ﴾
لِمَنِ ٱتَّقَىٰۗ
﴿ "Bagi orang yang bertakwa," yaitu, bertakwa kepada Allah dalam segala
urusan dan kondisinya dalam menunaikan Haji. Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah dalam segala hal, niscaya ia akan memperoleh peniadaan dosa
dalam segala hal pula, dan barangsiapa yang bertakwa kepadaNya pada
sesuatu tanpa sesuatu yang lain, maka balasan itu sesuai dengan jenis
amalannya.﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ
﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah" dengan menunaikan perintah-perintahNya
dan menjauhi kemaksiatan kepadaNya,﴾
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُمۡ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ ﴿ "dan ketahuilah, bahwa kamu
akan dikumpulkan kepadaNya," lalu memberikan ganjaran atas segala amal
perbuatan kalian. Barangsiapa yang bertakwa kepadaNya, niscaya ia akan
menda-patkan balasan ketakwaannya di sisiNya, dan barangsiapa yang tidak
bertakwa kepadaNya, niscaya Dia akan menyiksanya dengan siksaan yang
keras, maka mengetahui tentang pembalasan itu adalah sebesar-besar
pendorong kepada takwa kepada Allah, oleh karena itu, Allah تعالى
menganjurkan untuk mengetahui hal tersebut.
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
(204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ
لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا
يُحِبُّ الْفَسَادَ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ
اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ
وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ (206)}
"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia
menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah
(atas kebenaran) isi hatinya, padahal dia adalah
penantang yang paling keras. Dan apabila dia berpaling
(darimu), dia berja-lan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan
Allah tidak menyu-kai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya,
'Bertakwalah kepada Allah,' bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya
berbuat dosa. Maka cukuplah
(balasan) baginya
Neraka Jahanam. Dan sungguh Neraka Jahanam itu adalah tempat tinggal yang
seburuk-buruknya."
(Al-Baqarah: 204-206).
#
{204} لما أمر تعالى بالإكثار من ذكره،
وخصوصاً في الأوقات الفاضلة الذي هو خيرٌ ومصلحة وبرٌّ أخبر تعالى بحال من
يتكلم بلسانه، ويخالف فعلُه قولَه،
فالكلام إما أن يرفع الإنسان أو يخفضه فقال:
{ومن الناس من يعجبك قوله في الحياة الدنيا}؛ أي: إذا تكلم راق كلامُه السامعَ، وإذا نطق
ظننته يتكلم بكلام نافع، ويؤكد ما يقول بأنه
{يشهد الله على ما في قلبه}؛ بأن يخبر أن
الله يعلم أن ما في قلبه موافق لما نطق به، وهو كاذب في ذلك لأنه يخالف
قوله فعله، فلو كان صادقاً لتوافق القول والفعل كحال المؤمن غير
المنافق، ولهذا قال:
{وهو ألد الخصام}؛
أي:
إذا خاصمته، وجدت فيه من اللدد والصعوبة والتعصب وما يترتب على ذلك ما هو
من مقابح الصفات، ليس كأخلاق المؤمنين؛ الذين جعلوا السهولة مركبهم
والانقياد للحق وظيفتهم والسماحة سجيتهم.
(204) Setelah Allah تعالى memerintahkan untuk
memperba-nyak dzikir kepadaNya, khususnya pada waktu-waktu utama yang
merupakan kebaikan, kemaslahatan, dan kebajikan lalu Allah تعالى
mengabarkan kondisi orang yang berbicara dengan lisannya, na-mun
perbuatannya bertentangan dengan perkataannya tersebut. Perkataan itu bisa
saja mengangkat seseorang dan bisa juga menja-tuhkannya, maka Allah
berfirman, ﴾ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَا
﴿ "Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan
dunia menarik hatimu." Maksudnya, apabila ia berkata, bicaranya indah
sekali bagi pendengar, dan apabila ia berucap, Anda akan mengira ia
berbicara dengan perkataan yang berguna, lalu ia menegaskan bahwa apa
yang ia bicarakan itu ﴾
وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ
﴿ "dipersaksikannya kepada Allah
(atas kebenaran) isi hatinya," dengan
memberitahu bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatinya
sesuai dengan apa yang ia bicarakan tersebut, padahal ia berdusta dalam
hal itu, karena perkataannya bertentangan dengan perbuatannya, sekiranya
dia benar, pastilah perkataan dan per-buatannya akan sesuai seperti
kondisi seorang Mukmin yang bukan munafik. Oleh karena itu Allah
berfirman, ﴾
وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ ﴿ "Padahal dia adalah penantang yang paling
keras," maksudnya, apabila engkau berbantahan dengannya, engkau akan
mendapatkan permusuhan sengit, keras, fanatik, dan segala macam hal yang
disebabkan oleh hal itu yang merupakan akhlak-akhlak yang buruk yang bukan
seperti akhlak kaum Mukminin, yaitu orang-orang yang menjadi-kan kemudahan
adalah kendaraan mereka, ketundukan kepada kebenaran adalah tugas mereka,
dan toleransi adalah karakter mereka.
#
{205}
{وإذا تولى}؛ هذا الذي يعجبك قوله إذا حضر
عندك {سعى في الأرض ليفسد فيها}؛
أي:
يجتهد على أعمال المعاصي التي هي إفساد في الأرض فيهلك بسبب ذلك
{الحرث والنسل}؛ فالزروع والثمار والمواشي
تتلف، وتنقص، وتقل بركتها بسبب العمل في المعاصي،
{والله لا يحب الفساد}؛ فإذا كان لا يحب
الفساد فهو يبغض العبد المفسد في الأرض غاية البغض، وإن قال بلسانه قولاً
حسناً. ففي هذه الآية دليل على أن الأقوال التي تصدر من الأشخاص ليست
دليلاً على صدقٍ ولا كذبٍ ولا برٍّ ولا فجورٍ، حتى يوجد العمل المصدق لها،
المزكي لها، وأنه ينبغي اختبار أحوال الشهود والمحق والمبطل من الناس ببرِّ
أعمالهم، والنظر لقرائن أحوالهم، وأن لا يغتر بتمويههم وتزكيتهم أنفسهم، ثم
ذكر أن هذا المفسد في الأرض بمعاصي الله إذا أمر بتقوى الله تكبر وأنف.
(205) ﴾ وَإِذَا تَوَلَّىٰ
﴿ "Dan apabila dia berpaling (darimu)", yakni
orang yang perkataannya mengesankan hatimu setelah sebelumnya berada di
sisimu, ﴾
سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا
﴿ "ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya." Maksudnya,
dia berusaha meng-amalkan kemaksiatan berupa perbuatan merusak bumi
hingga dia binasa karenanya, ﴾
ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ
﴿ "tanaman-tanaman dan binatang ter-nak," pepohonan, buah-buahan, dan
hewan-hewan ternak musnah, berkurang, dan keberkahannya menjadi sedikit
yang disebabkan oleh perbuatan maksiat, ﴾
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ ﴿ "dan Allah tidak menyukai kerusakan."
Apabila Allah tidak menyukai kerusakan, maka Allah sangat murka terhadap
hamba yang merusak di muka bumi, walaupun orang itu berbicara dengan
perkataan yang baik dengan lisannya. Ayat ini adalah dalil bahwa perkataan
yang diungkapkan oleh seseorang bukanlah tanda dari kebenaran dan
kebohongan, bukan pula kebaikan dan kejahatan, hingga terwujud perbuatan
yang membuktikan benarnya perkataan tersebut, dan sebaiknya menguji dahulu
kondisi para saksi, yang berkata benar atau yang berkata batil dengan
adanya perbuatan-perbuatan mereka yang baik, dan menyingkap
kondisi-kondisi kehidupan mereka, dan agar tidak terpedaya oleh penyamaran
dan penyucian mereka atas diri mereka sendiri.
#
{206}
{وأخذته العزة بالإثم}؛ فيجمع بين العمل
بالمعاصي والتكبر على الناصحين {فحسبه جهنم}؛
التي هي دار العاصين والمتكبرين
{وبئس المهاد}؛ أي المستقر والمسكن، عذاب
دائم، وهمٌ لا ينقطع، ويأس مستمر، لا يخفف عنهم العذاب ولا يرجون الثواب،
جزاءً لجنايتهم ومقابلة لأعمالهم، فعياذاً بالله من أحوالهم.
(206) Kemudian Allah تعالى menyebutkan bahwasanya
orang yang merusak di muka bumi ini dengan berbuat kemaksiatan kepada
Allah apabila diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah, dia akan
menyombongkan diri dan congkak. ﴾ أَخَذَتۡهُ ٱلۡعِزَّةُ بِٱلۡإِثۡمِۚ
﴿ "Bang-kitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa." Dia
me-nyatukan antara berbuat maksiat dan berlaku sombong terhadap pemberi
nasihat. ﴾
فَحَسۡبُهُۥ جَهَنَّمُۖ
﴿ "Maka cukuplah (balasan) baginya Neraka
Jahanam" yang merupakan tempat orang-orang yang ber-maksiat dan berlaku
sombong, ﴾
وَلَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ ﴿ "dan sungguh Neraka Jahanam itu adalah tempat
tinggal yang seburuk-buruknya," yaitu tempat menetap dan tempat tinggal,
siksa yang abadi, kecemasan yang tidak putus, keputusasaan yang
berkesinambungan, siksaan bagi mereka tidak diringankan dan tidak pula
mereka mengharap pahala, sebagai balasan atas kejahatan mereka dan imbalan
bagi perbuatan mereka. Kita berlindung kepada Allah dari kondisi-kondisi
mereka itu.
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ
وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ (207)}
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan diri-nya karena mencari
keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya."
(Al-Baqarah: 207).
#
{207} [هؤلاء هم الموفقون الذين باعوا
أنفسهم، وأرخصوها، وبذلوها طلباً لمرضاة الله، ورجاءً لثوابه، فهم بذلوا
الثمن للملي الوفي، الرءوف بالعباد، الذي من رأفته ورحمته أن وفقهم لذلك،
وقد وَعَدَ الوفاء بذلك، فقال:
{إن الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأنَّ لهم الجنة ...
}
إلى آخر الآية. وفي هذه الآية أخبر أنهم اشتروا أنفسهم وبذلوها، وأخبر
برأفته الموجبة لتحصيل ما طلبوا، وبذل ما به رغبوا، فلا تسأل بعد هذا عمّا
يحصل لهم من الكريم، وما ينالهم من الفوز والتكريم].
(207) Mereka ini adalah orang-orang yang diberi
taufik
(oleh Allah) yang telah menukar diri mereka
dan menjualnya serta mempersembahkannya demi mendapatkan keridhaan Allah
dan mengharapkan pahalaNya. Mereka mengerahkan segala yang ber-harga demi
Yang Maha Memiliki lagi Maha Menepati janji, yang Maha Penyantun kepada
hamba-hambaNya, di mana di antara kelembutan dan kasih sayangNya adalah
Dia membimbing mereka kepada hal tersebut, dan Dia berjanji untuk menepati
hal tersebut seraya berfirman, ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ ٱشۡتَرَىٰ مِنَ
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَنفُسَهُمۡ وَأَمۡوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلۡجَنَّةَۚ
يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقۡتُلُونَ وَيُقۡتَلُونَۖ وَعۡدًا
عَلَيۡهِ حَقّٗا فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ وَٱلۡقُرۡءَانِۚ وَمَنۡ
أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱسۡتَبۡشِرُواْ بِبَيۡعِكُمُ ٱلَّذِي
بَايَعۡتُم بِهِۦۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ 111 ﴿ "Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu
mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya
(selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar."
(At-Taubah: 111). Dalam
ayat ini Allah memberitahu bahwa mereka telah men-jual diri mereka dan
mempersembahkannya, dan Allah juga mem-beritahu tentang kasih sayangNya
yang pasti akan membuat me-reka memperoleh apa yang mereka inginkan dan
apa yang mereka sukai, maka janganlah ditanyakan lagi tentang apa pun yang
me-reka peroleh dari kemuliaan dan apa yang mereka dapatkan dari
kemenangan dan kehormatan.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا
تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
(208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
(209)}
.
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang
(dari jalan Allah) sesudah datang kepada-mu
bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana."
(Al-Baqarah: 208-209).
#
{208} هذا أمر من الله تعالى للمؤمنين أن
يدخلوا {في السلم كافة}؛
أي:
في جميع شرائع الدين، ولا يتركوا منها شيئاً، وأن لا يكونوا ممن اتخذ إلهه
هواه؛ إن وافق الأمر المشروع هواه فعله، وإن خالفه تركه، بل الواجب أن يكون
الهوى تبعاً للدين، وأن يفعل كل ما يقدر عليه من أفعال الخير، وما يعجز عنه
يلتزمه، وينويه فيدركه بنيته،
ولما كان الدخول في السلم كافة لا يمكن ولا يتصور إلا بمخالفة طرق
الشيطان قال:
{ولا تتبعوا خطوات الشيطان}؛
أي:
في العمل بمعاصي الله،
{إنه لكم عدو مبين}؛ والعدو المبين لا يأمر
إلا بالسوء والفحشاء وما به الضرر عليكم،
ولما كان العبد لا بد أن يقع منه خللٌ وزللٌ قال تعالى:
(208) Ini merupakan perintah Allah تعالى kepada
orang-orang yang beriman untuk masuk ﴾ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ
﴿ "ke dalam Islam keselu-ruhan." Maksudnya, dalam seluruh
syariat-syariat Agama, mereka tidak meninggalkan sesuatu pun darinya,
dan agar mereka tidak seperti orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya. Apabila hawa nafsunya itu sejalan dengan perkara yang
disyariat-kan, maka dia kerjakan, namun bila bertentangan dengannya,
maka dia tinggalkan. Yang wajib adalah menundukkan hawa nafsunya kepada
Agama, dan ia melakukan segala perbuatan baik dengan segala
kemampuannya, dan apa yang tidak mampu dia lakukan, maka dia berusaha
dan berniat melakukannya dan menjangkaunya dengan niatnya tersebut.
Ketika masuk ke dalam Islam dengan keseluruhan, maka tidak mungkin dan
tidak dapat dibayangkan terjadi, kecuali bertentangan dengan jalan-jalan
setan, Allah berfir-man, ﴾
وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
﴿ "Dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah setan," maksudnya, dalam
perbuatan dengan melakukan kemaksiatan kepada Allah. ﴾
إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ﴿ "Sesungguhnya setan itu musuh yang
nyata bagimu." Musuh yang nyata tidaklah akan mengajak kecuali kepada
kejahatan dan kekejian serta segala yang mengandung mudarat bagi kalian.
Dan ketika sudah menjadi kepastian bahwa manusia akan melakukan kesalahan
dan ketergelinciran, maka Allah berfirman,
#
{209}
{فإن زللتم من بعد ما جاءتكم البينات}؛
أي:
على علم ويقين، {فاعلموا أن الله عزيز حكيم}،
وفيه من الوعيد الشديد والتخويف ما يوجب ترك الزلل، فإن العزيز المقام
الحكيم إذا عصاه العاصي، قهره بقوته، وعذبه بمقتضى حكمته، فإن من حكمته
تعذيب العصاة والجناة.
(209) ﴾ فَإِن زَلَلۡتُم مِّنۢ بَعۡدِ مَا
جَآءَتۡكُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُ
﴿ "Tetapi jika kamu menyimpang
(dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu
bukti-bukti kebenaran" atas dasar ilmu dan keyakinan, ﴾
فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿ "maka ketahuilah, bahwasanya
Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Ayat ini menunjukkan ancaman keras
dan dan kengerian yang membawa kepada sikap meninggalkan kesalahan
tersebut, karena sesungguhnya Yang Mahaperkasa kedudukanNya lagi
Maha-bijaksana apabila seorang pelaku kemaksiatan berbuat maksiat
kepadaNya, pastilah Dia akan memaksanya dengan kekuatanNya dan menyiksanya
sesuai dengan konsekuensi kebijaksanaanNya, dan termasuk dari
kebijaksanaanNya adalah menyiksa orang-orang yang bermaksiat dan
orang-orang yang berbuat jahat.
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ
الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَإِلَى اللَّهِ
تُرْجَعُ الْأُمُورُ (210)}
"Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat
(pada Hari Kiamat) dalam naungan awan, dan
diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah segala urusan
dikembalikan."
(Al-Baqarah: 210).
#
{210} وهذا فيه من الوعيد الشديد والتهديد ما
تنخلع له القلوب، يقول تعالى:
هل ينتظر الساعون في الفساد في الأرض، المتبعون لخطوات الشيطان، النابذون
لأمر الله إلا يوم الجزاء بالأعمال، الذي قد حُشِي من الأهوال والشدائد
والفظائع ما يقلقل قلوب الظالمين، ويحق به الجزاء السَّيئ على المفسدين،
وذلك أن الله تعالى يطوي السماواتِ والأرضَ، وتنتثر الكواكبُ، وتُكوَّر
الشمس والقمر، وتنزل الملائكة الكرام فتحيط بالخلائق، وينزل الباري تبارك
وتعالى
{في ظلل من الغمام} ليفصل بين عباده بالقضاء
العدل، فتوضع الموازين، وتنشر الدواوين، وتبيَّض وجوه أهل السعادة، وتسوَّد
وجوه أهل الشقاوة، ويتميز أهل الخير من أهل الشرِّ، وكل يجازى بعمله،
فهنالك يعضُّ الظالم على يديه إذا علم حقيقة ما هو عليه. وهذه الآية وما
أشبهها دليل لمذهب أهل السنة والجماعة المثبتين للصفات الاختيارية؛
كالاستواء، والنزول، والمجيء، ونحو ذلك من الصفات التي أخبر بها تعالى عن
نفسه، أو أخبر بها عنه رسوله - صلى الله عليه وسلم -، فيثبتونها على وجه
يليق بجلال الله وعظمته من غير تشبيه ولا تحريف، خلافاً للمعطلة على اختلاف
أنواعهم، من الجهمية والمعتزلة والأشعرية ونحوهم، ممن ينفي هذه الصفات،
ويتأول لأجلها الآيات بتأويلات ما أنزل الله عليها من سلطان، بل حقيقتها
القدح في بيان الله وبيان رسوله، والزعم بأن كلامهم هو الذي تحصل به
الهداية في هذا الباب، فهؤلاء ليس معهم دليل نقلي؛ بل ولا دليل عقلي. أما
النقلي فقد اعترفوا أن النصوص الواردة في الكتاب والسنة، ظاهرها بل صريحها
دال على مذهب أهل السنة والجماعة، وأنها تحتاج لدلالتها على مذهبهم الباطل
أن تخرج عن ظاهرها ويزاد فيها وينقص، وهذا كما ترى لا يرتضيه من في قلبه
مثقال ذرة من إيمان. وأما العقل فليس في العقل ما يدل على نفي هذه الصفات،
بل العقل دل على أن الفاعل أكمل من الذي لا يقدر على الفعل، وأن فعله تعالى
المتعلق بنفسه والمتعلق بخلقه هو كمال، فإن زعموا أن إثباتها يدل على
التشبيه بخلقه، قيل لهم الكلام على الصفات يتبع الكلام على الذات، فكما أن
لله ذاتاً لا تشبهها الذوات فلله صفات لا تشبهها الصفات، فصفاته تبع لذاته
وصفات خلقه تبع لذواتهم، فليس في إثباتها ما يقتضي التشبيه بوجه، ويقال
أيضاً لمن أثبت بعض الصفات، ونفى بعضاً،
أو أثبت الأسماء دون الصفات:
إما أن تثبت الجميع كما أثبته الله لنفسه، وأثبته رسوله، وإما أن تنفي
الجميع، وتكون منكراً لرب العالمين. وأما إثباتك بعض ذلك ونفيك لبعضه فهذا
تناقض، فَفَرِّقْ بين ما أثبته وبين ما نفيته، ولن تجد إلى الفرق سبيلاً.
فإن قلت ما أثبته لا يقتضي تشبيهاً، قال لك أهل السنة والإثبات لما نفيته
لا يقتضي تشبيهاً، فإن قلت لا أعقل من الذي نفيته إلا التشبيه، قال لك
النفاة ونحن لا نعقل من الذي أثبته إلا التشبيه، فما أجبت به النفاة أجابك
به أهل السنة لما نفيته. والحاصل أن من نفى شيئاً، وأثبت شيئاً مما دل
الكتاب والسنة على إثباته فهو متناقض؛ لا يثبت له دليل شرعي ولا عقلي، بل
قد خالف المعقول والمنقول.
(210) Dalam ayat ini terdapat ancaman yang keras
dan peringatan yang membuat hati gentar. Allah تعالى berfirman, "Tiada
yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang berbuat kerusakan di muka
bumi, dan orang-orang yang mengikuti langkah-langkah setan serta
orang-orang yang mencampakkan perintah-perintah Allah, kecuali Hari
Pembalasan segala perbuatan, di mana pada hari itu disisipkan segala hal
yang menakutkan, menegangkan, me-ngerikan, dan mengguncangkan hati
orang-orang zhalim, balasan kejelekan atas orang-orang yang merusak, hal
itu karena Allah تعالى akan melipat langit dan bumi, bintang-bintang jatuh
berserakan, matahari dan bulan tergulung." Para malaikat yang mulia turun
dan melingkupi seluruh makhluk, dan Pencipta yang Mulia lagi Mahatinggi
turun ﴾ فِي ظُلَلٖ مِّنَ ٱلۡغَمَامِ ﴿ "dalam naungan awan" untuk melerai
di antara hamba-ham-baNya dengan keputusan yang adil, lalu diletakkanlah
timbangan, dibukalah buku-buku catatan, lalu memutihlah wajah-wajah
peng-huni surga, dan menghitam wajah-wajah penghuni neraka, dan terjadilah
perbedaan yang sangat jelas antara orang-orang yang baik dari orang-orang
yang jelek. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya, orang
zhalim akan menggigit jarinya apabila ia mengetahui kondisinya saat itu.
Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya adalah dalil bagi madzhab Ahlus
Sunnah wal Jama'ah yang menetapkan adanya sifat-sifat ikhtiariyah
(yang tergantung kepada kehendak Allah)
seperti al-istiwa`
(bersemayam), an-Nuzul
(turun), al-maji`
(datang) dan yang semacamnya dari sifat-sifat yang
telah Allah تعالى kabarkan tentang diriNya atau telah dikabarkan oleh
RasulNya ﷺ tentang-Nya. Mereka menetapkan semua itu sesuai dengan yang
patut bagi keagungan Allah dan kebesaranNya tanpa ada penyerupaan dan
tidak pula penyimpangan, berbeda dengan kelompok Mu'aththilah dengan
berbagai macam cabangnya seperti al-Jahmiyah, al-Mu'-tazilah,
al-'Asy'ariyah, dan semisal mereka dari kalangan orang-orang yang
meniadakan sifat-sifat tersebut, dan mentakwilkan ayat-ayat tersebut demi
tujuan peniadaan dengan takwil-takwil yang tidak ada keterangannya dari
Allah, bahkan hakikat takwil itu hanyalah demi mencela penjelasan Allah
dan penjelasan Rasul-Nya ﷺ, dan menganggap bahwa perkataan mereka itu
membawa kepada hidayah dalam masalah ini, akan tetapi mereka itu tidaklah
memiliki dalil naqli sedikit pun bahkan tidak pula dalil aqli. Mengenai
dalil naqli, mereka telah mengakui bahwa nash-nash yang ada dalam
al-Qur`an dan as-Sunnah, baik konteks lahirnya atau bahkan kandungan
tegasnya, menunjukkan kebenaran apa yang diyakini oleh madzhab Ahlus
Sunnah wal Jama'ah, dan bah-wasanya nash-nash itu demi menunjukkan pada
madzhab mereka yang batil yang harus dipalingkan dari makna lahirnya, baik
di-tambah padanya atau dikurangi, hal ini sebagaimana yang Anda lihat,
tidaklah diridhai oleh seseorang yang masih memiliki iman seberat biji
sawi sekalipun. Dan mengenai dalil akal, maka tidak ada sesuatu pun dalam
logika yang menunjukkan peniadaan sifat-sifat tersebut, bahkan akal
menunjukkan bahwa pelaku perbuatan adalah lebih sempurna daripada yang
tidak mampu melakukan, dan bahwa perbuatan Allah تعالى yang berkaitan
dengan DiriNya dan yang berkaitan de-ngan penciptaanNya adalah sebuah
kesempurnaan, maka apabila mereka mengira bahwa menetapkan sifat-sifat itu
akan menjurus kepada penyerupaan kepada makhluk-makhlukNya, maka harus
dikatakan kepada mereka bahwa perkataan tentang sifat mengikuti perkataan
tentang Dzat, sebagaimana Allah تعالى memiliki Dzat yang tidak serupa
dengan segala macam dzat-dzat yang lain, maka Allah juga memiliki sifat
yang tidak serupa dengan sifat-sifat yang lain. Oleh karena itu sifatNya
mengikuti DzatNya dan sifat-sifat makh-lukNya mengikuti dzat-dzat mereka,
sehingga tidaklah ada dalam penetapan sifat-sifat itu suatu tindakan
penyerupaan denganNya. Hal ini juga dikatakan kepada mereka yang
menetapkan hanya sebagian sifat saja dan meniadakan sebagian lainnya, atau
mereka yang menetapkan nama-namaNya tanpa sifat-sifatNya; karena
pilihannya adalah antara menetapkan semua yang telah Allah tetapkan untuk
DiriNya, dan ditetapkan oleh RasulNya, atau meniadakan keseluruhannya yang
merupakan pengingkaran terhadap Rabb alam semesta. Adapun penetapanmu
terhadap sebagiannya dan peniada-anmu terhadap sebagian lain adalah
tindakan yang saling bertolak belakang. Coba bedakan antara apa yang
engkau tetapkan dan apa yang engkau tiadakan, niscaya engkau tidak akan
mendapatkan perbedaan dalam hal itu, lalu apabila engkau berkata, "Apa
yang telah saya tetapkan itu tidaklah menyebabkan penyerupaan," Ahlus
Sunnah berkata kepadamu bahwa penetapan terhadap apa yang engkau tiadakan
itu tidak menyebabkan penyerupaan, dan bila engkau berkata, "Saya tidak
paham dari apa yang saya tiadakan itu kecuali hanyalah penyerupaan,"
orang-orang yang meniadakan berkata kepadamu, "Dan kami pun tidak paham
dari apa yang engkau tetapkan itu kecuali hanyalah penyerupaan," maka apa
yang engkau jawab untuk orang-orang tersebut adalah apa yang menjadi
jawaban Ahlus Sunnah untukmu terhadap apa yang eng-kau tiadakan.
Kesimpulannya, bahwa barangsiapa yang meniadakan se-suatu dan menetapkan
sesuatu dari apa yang telah ditunjukkan oleh al-Qur`an dan as-Sunnah atas
penetapannya, maka tindakan itu saling bertolak belakang, yang tidak ada
dalil syar'i dan tidak pula akal yang menetapkannya, bahkan menyimpang
dari hal yang masuk logika maupun hal yang diriwayatkan.
{سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ
وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (211)}
"Tanyakanlah kepada Bani Israil, 'Berapa banyaknya tanda-tanda
(kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan
kepada mereka.' Dan barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang
nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksaNya."
(Al-Baqarah: 211).
#
{211} يقول تعالى:
{سل بني إسرائيل كم آتيناهم من آية بينة}،
تدل على الحق وعلى صدق الرسل فتيقنوها، وعرفوها، فلم يقوموا بشكر هذه
النعمة التي تقتضي القيام بها، بل كفروا بها، وبدلوا نعمة الله كفراً؛
فلهذا استحقوا أن ينزل الله عليهم عقابه، ويحرمهم من ثوابه، وسمى الله
تعالى كفر النعمة تبديلاً لها؛ لأن من أنعم الله عليه نعمة دينية أو دنيوية
فلم يشكرها، ولم يقم بواجبها اضمحلت عنه، وذهبت وتبدلت بالكفر والمعاصي،
فصار الكفر بدل النعمة، وأما من شكر الله تعالى، وقام بحقها فإنها تثبت،
وتستمر، ويزيده الله منها.
(211) Allah تعالى berfirman, ﴾ سَلۡ بَنِيٓ
إِسۡرَٰٓءِيلَ كَمۡ ءَاتَيۡنَٰهُم مِّنۡ ءَايَةِۭ بَيِّنَةٖۗ ﴿ "Ta-nyakanlah
kepada Bani Israil, 'Berapa banyaknya tanda-tanda
(kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan
kepada mereka'," yang menunjuk-kan kepada al-Haq dan kebenaran para rasul,
kemudian mereka meyakini dan mengetahuinya. Namun mereka tidak mensyukuri
nikmat tersebut yang seharusnya patut untuk disyukuri, bahkan mereka
mengingkarinya dan mengganti nikmat Allah dengan kekufuran. Oleh karena
itu mereka berhak untuk mendapatkan hukuman dari Allah dan mengharamkan
mereka dari pahalaNya. Dan Allah menyebut ingkar terhadap nikmatNya adalah
sebagai bentuk penggantian nikmat Allah dengan kekufuran, karena
ba-rangsiapa yang telah Allah berikan kenikmatan agama atau dunia
kepadaNya, lalu dia tidak mensyukurinya dan tidak menunaikan kewajibannya,
maka akan hilanglah darinya, dan berganti keku-furan dan kemaksiatan,
akhirnya kekufuran itu menjadi pengganti nikmat. Adapun orang yang
bersyukur kepada Allah تعالى dan menu-naikan kewajiban-kewajibannya, maka
nikmat itu akan senantiasa tetap dan berkesinambungan, bahkan Allah akan
menambahkan kenikmatan itu baginya.
{زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ
الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
(212)}
"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang ber-iman. Padahal orang-orang yang
bertakwa itu lebih mulia dari-pada mereka di Hari Kiamat. Dan Allah
memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas."
(Al-Baqarah: 212).
#
{212} يخبر تعالى أن الذين كفروا بالله
وبآياته ورسله، ولم ينقادوا لشرعه أنهم زينت لهم الحياة الدنيا، فزينت في
أعينهم وقلوبهم، فرضوا بها، واطمأنوا بها، فصارت أهواؤهم وإراداتهم
وأعمالهم كلها لها، فأقبلوا عليها، وأكبوا على تحصيلها، وعظموها، وعظموا من
شاركهم في صنيعهم، واحتقروا المؤمنين، واستهزؤوا بهم،
وقالوا:
أهؤلاء منَّ الله عليهم من بيننا، وهذا من ضعف عقولهم ونظرهم القاصر، فإن
الدنيا دار ابتلاء وامتحان، وسيحصل الشقاء فيها لأهل الإيمان والكفران، بل
المؤمن في الدنيا وإن ناله مكروه فإنه يصبر ويحتسب، فيخفف الله عنه بإيمانه
وصبره ما لا يكون لغيره، وإنما الشأن كلُّ الشأن والتفضيل الحقيقي في الدار
الباقية، فلهذا قال تعالى:
{والذين اتقوا فوقهم يوم القيامة}؛ فيكون
المتقون في أعلى الدرجات متمتعين بأنواع النعيم والسرور والبهجة والحبور،
والكفار تحتهم في أسفل الدركات، معذبين بأنواع العذاب والإهانة والشقاء
السرمدي الذي لا منتهى له، ففي هذه الآية تسلية للمؤمنين، ونعي على
الكافرين، ولما كانت الأرزاق الدنيوية والأخروية لا تحصل إلا بتقدير
الله، ولن تنال إلا بمشيئة الله قال تعالى:
{والله يرزق من يشاء بغير حساب}؛ فالرزق
الدنيوي يحصل للمؤمن والكافر، وأما رزق القلوب من العلم والإيمان ومحبة
الله وخشيته ورجائه ونحو ذلك فلا يعطيها إلا من يحبه.
(212) Allah تعالى mengabarkan bahwa orang-orang
yang kafir kepada Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-rasulNya, dan mereka tidak
tunduk kepada syariatNya, mereka telah dihiasi dengan dunia, hingga nampak
indah pada mata dan hati mereka dan mereka rela terhadapnya dan tenang di
sisinya, sehingga seluruh keinginan, kehendak, dan perbuatan mereka adalah
untuk menda-patkannya, mereka mencarinya, dan berjuang dalam
merengkuh-nya. Mereka mengagungkannya dan mengagungkan orang yang
bersekutu dengan mereka dalam perbuatan-perbuatan mereka, dan mereka
menghina kaum Mukminin dan mengejek mereka seraya berkata, "Apakah mereka
itu yang Allah berikan karunia atas me-reka di antara kami?" Hal ini
disebabkan lemahnya akal dan pemikiran mereka yang kerdil, karena
sesungguhnya dunia itu adalah negeri ujian dan cobaan, di mana orang-orang
yang beriman dan orang-orang yang kafir akan memperoleh kesengsaraan, akan
tetapi orang Mukmin di dunia itu apabila tertimpa musibah, niscaya dia
akan bersabar dan mengharap pahala, hingga Allah meringankan hal itu
baginya karena keimanan dan kesabarannya yang tidak terda-pat pada
selainnya, namun kondisi yang sebenar-benarnya dan pengutamaan yang hakiki
adalah pada negeri yang kekal. Oleh karena itu Allah تعالى berfirman, ﴾
وَٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ فَوۡقَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ
﴿ "Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di
Hari Kiamat", orang-orang yang bertakwa berada pada derajat yang
ter-tinggi seraya menikmati berbagai macam kenikmatan, kebahagiaan,
kesenangan, kegirangan, dan kegembiraan; sedangkan kaum kafir berada di
bawah mereka pada serendah-rendahnya tingkatan, se-raya mendapatkan
siksa dengan segala macam siksaan, penghinaan, kesengsaraan yang abadi
yang tidak ada ujungnya. Ayat ini adalah hiburan bagi kaum Mukminin dan
kemalangan bagi kaum kafir. Ketika rizki dunia dan akhirat tidaklah
diperoleh kecuali dengan ketentuan Allah dan tidak akan pernah
didapatkan kecuali dengan kehendak Allah, maka Allah berfirman, ﴾
وَٱللَّهُ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٖ ﴿ "Dan Allah memberi
rizki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas." Rizki duniawi
diperoleh oleh orang Mukmin maupun orang kafir, adapun rizki hati seperti
ilmu, iman, kecintaan kepada Allah, takut kepadaNya, mengharapkanNya, dan
semacamnya, maka tidaklah diberikan kecuali kepada orang yang dicintai
Allah.
{كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ
مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ
لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ
فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ
الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي
مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
(213)}
.
"Manusia itu adalah umat yang satu.
(Setelah timbul perse-lisihan), maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira juga pemberi peringatan,
dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatang-kan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkan itu de-ngan kehendakNya. Dan Allah
selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang
lurus."
(Al-Baqarah: 213).
#
{213}؛
[أي: كانوا مجتمعين على الهدى، وذلك عشرة قرون بعد نوح عليه السلام،
فلما اختلفوا في الدِّين، فكفر فريقٌ منهم، وبقي الفريقُ الآخرُ على
الهدى، وحصل النزاع، بعث اللهُ الرُّسل؛ ليفصلوا بين الخلائق، ويقيموا
الحجة عليهم، وقيل: بل كانوا]؛ أي: كان الناس مجتمعين على الكفر والضلال
والشقاء ليس لهم نور ولا إيمان، فرحمهم الله تعالى بإرسال الرسل إليهم
{مبشرين}؛ من أطاع الله بثمرات الطاعات من
الرزق والقوة في البدن والقلب والحياة الطيبة، وأعلى ذلك الفوز برضوان الله
والجنة {ومنذرين}؛ من عصى الله بثمرات
المعصية من حرمان الرزق والضعف والإهانة والحياة الضيقة، وأشد ذلك سخط الله
والنار، وأنزل الكتب عليهم بالحق؛ وهو الإخبارات الصادقة والأوامر العادلة.
فكل ما اشتملت عليه الكتب فهو حق يفصل بين المختلفين في الأصول والفروع،
وهذا هو الواجب عند الاختلاف والتنازع أن يرد الاختلاف إلى الله وإلى
رسوله، ولولا أن في كتابه وسنة رسوله فصلَ النزاع لما أمر بالرد إليهما،
ولما ذكر نعمته العظيمة بإنزال الكتب على أهل الكتاب، وكان هذا يقتضي
اتفاقهم عليها واجتماعهم فأخبر تعالى أنهم بغى بعضهم على بعض، وحصل النزاع
والخصام وكثرة الاختلاف، فاختلفوا في الكتاب الذي ينبغي أن يكونوا أولى
الناس بالاجتماع عليه وذلك من بعد ما علموه وتيقنوه بالآيات البينات
والأدلة القاطعات، وضلوا بذلك ضلالاً بعيداً، وهدى الله
{الذين آمنوا}؛ من هذه الأمة
{لما اختلفوا فيه من الحق}؛ فكل ما اختلف فيه
أهل الكتاب، وأخطَؤوا فيه الحق والصواب، هدى الله للحق فيه هذه الأمة
{بإذنه}؛ تعالى وتيسيره لهم ورحمته.
{والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم}؛ فعم
الخلق تعالى بالدعوة إلى الصراط المستقيم عدلاً منه تعالى وإقامة حجة على
الخلق؛ لئلا يقولوا ما جاءنا من بشير ولا نذير، وهدى ـ بفضله ورحمته
وإعانته ولطفه ـ مَنْ شاء مِنْ عباده، فهذا فضله وإحسانه، وذاك عدله وحكمته
تبارك وتعالى.
(213) Maksudnya, mereka bersatu di atas petunjuk,
kondisi itu selama sepuluh abad setelah Nabi Nuh عليه السلام
[15], dan ketika mereka berselisih dalam perkara agama, lalu sekelompok dari
mereka kafir, sedangkan sisanya masih tetap di atas petunjuk dan terjadi
perselisihan, maka Allah mengutus kembali Rasul-rasulNya untuk melerai
antara manusia dan menegakkan hujjah atas mereka. Pendapat lain
mengatakan, bahwa justru
(sebaliknya) dahulu
manusia bersatu di atas kekufuran, kesesatan, dan kesengsaraan, mereka
tidak memiliki cahaya dan tidak pula keimanan, hingga Allah merahmati
mereka dengan mengutus para Rasul kepada mereka, ﴾ مُبَشِّرِينَ
﴿ "sebagai pemberi kabar gembira" bagi orang-orang yang taat kepada
Allah dengan hasil ketaatan mereka seperti rizki, kekuatan tubuh,
kekuatan hati, serta kehidupan yang baik, dan yang paling tinggi dari
itu semua adalah kemenangan dengan keridhaan Allah dan surga. ﴾
وَمُنذِرِينَ
﴿ "Juga pemberi peringatan" bagi orang yang bermaksiat kepada Allah
dengan akibat buruk kemak-siatan mereka seperti menahan rizki untuk
mereka, kelemahan, kehinaan, serta kehidupan yang sempit, dan yang
paling besar dari semua itu adalah kemurkaan Allah dan neraka. Allah
menurunkan kitab-kitab suci kepada mereka yang membawa kebenaran, yang
isinya adalah berita-berita benar dan perintah-perintah yang adil.
Segala hal yang dikandung dalam kitab-kitab suci itu adalah suatu
kebenaran yang membedakan antara orang-orang yang ber-selisih dalam
pokok-pokok maupun cabang-cabang. Inilah yang wajib dilakukan ketika
terjadi perselisihan dan perdebatan yaitu mengembalikan perselisihan itu
kepada Allah dan RasulNya. Se-kiranya tidak ada di dalam kitabullah dan
Sunnah RasulNya suatu hal yang mampu melerai perselisihan, niscaya tidak
akan diperin-tahkan untuk kembali kepada keduanya. Dan ketika Allah
menye-butkan nikmatNya yang besar dengan menurunkan kitab kepada Ahli
Kitab, di mana hal ini mengharuskan kesepakatan mereka dengannya dan
persatuan mereka, lalu Allah تعالى mengabarkan bahwa sebagian mereka
telah berlaku zhalim terhadap sebagian yang lain, hingga terjadi
pertentangan, perselisihan dan banyak perseteruan, mereka berselisih
terhadap kitab itu yang sepatutnya mereka adalah orang yang paling
pertama bersatu padanya. Hal itu setelah mereka mengetahuinya dan
meyakininya dengan adanya tanda-tanda yang jelas dan dalil-dalil yang
kuat, lalu mereka tersesat karenanya dengan kesesatan yang jauh, dan
Allah memberikan hidayahNya kepada ﴾
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
﴿ "orang-orang yang beriman" dari umat ini, ﴾
لِمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِ مِنَ ٱلۡحَقِّ
﴿ "kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu." Setiap
perkara yang diper-selisihkan oleh ahli Kitab dan mereka menyalahi yang
haq dan yang benar padanya, Allah memberikan hidayah untuk umat ini
kepada yang benar dari padanya ﴾
بِإِذۡنِهِۦۗ
﴿ "dengan kehendakNya," dan memudahkannya serta merahmati mereka.
﴾
وَٱللَّهُ يَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٍ ﴿ "Dan Allah
selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang
lurus." Seruan kepada jalan yang lurus itu mencakup seluruh manusia
sebagai keadilan dariNya dan penegakan hujjah atas manusia agar mereka
tidak berkata bahwa tidak ada pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan
yang diutus kepada kami, dan Allah memberikan hida-yah -dengan anugerah,
rahmat, bantuan, dan kasih sayangNya- kepada orang-orang yang
dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Inilah anugerah dan kebaikanNya,
sedangkan yang lainnya adalah keadilan dan kebijaksanaan Allah تعالى.
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ
مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ
آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
(214)}
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh mala-petaka dan kesengsaraan,
serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Bilakah datangnya
pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat."
(Al-Baqarah: 214).
#
{214} يخبر تبارك وتعالى أنه لا بد أن يمتحن
عباده بالسراء والضراء والمشقة كما فعل بمن قبلهم، فهي سنته الجارية التي
لا تتغير ولا تتبدل، أن من قام بدينه وشرعه لا بد أن يبتليه، فإن صبر على
أمر الله، ولم يبال بالمكاره الواقفة في سبيله، فهو الصادق الذي قد نال من
السعادة كمالها ومن السيادة آلتها، ومن جعل فتنة الناس كعذاب الله، بأن
صدته المكاره عما هو بصدده، وثنته المحن عن مقصده، فهو الكاذب في دعوى
الإيمان، فإنه ليس الإيمان بالتحلي والتمني ومجرد الدعاوي؛ حتى تصدقه
الأعمال أو تكذبه، فقد جرى على الأمم الأقدمين ما ذكر الله عنهم
{مستهم البأساء والضراء}؛
أي:
الفقر والأمراض في أبدانهم
{وزلزلوا}؛ بأنواع المخاوف من التهديد بالقتل
والنفي، وأخذ الأموال، وقتل الأحبة، وأنواع المضار، حتى وصلت بهم الحال،
وآل بهم الزلزال إلى أن استبطؤوا نصر الله مع يقينهم به، ولكن لشدة الأمر
وضيقه قال
{الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله}؛
فلما كان الفرج عند الشدة،
وكلما ضاق الأمر اتسع قال تعالى:
{ألا إن نصر الله قريب}؛ فهكذا كل من قام
بالحق فإنه يمتحن، فكلما اشتدت عليه وصعبت إذا صابر وثابر على ما هو عليه؛
انقلبت المحنة في حقه منحة، والمشقات راحات، وأعقبه ذلك الانتصار على
الأعداء وشفاء ما في قلبه من الداء.
وهذه الآية نظير قوله تعالى:
{أم حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يعلم الله الذين جاهدوا منكم ويعلم
الصابرين}؛ وقوله تعالى:
{ألم. أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون، ولقد فتنا
الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين}؛ فعند الامتحان يكرم المرء أو يهان.
(214) Allah تعالى mengabarkan bahwasanya Dia sudah
pasti akan menguji hamba-hambaNya dengan kesenangan dan keseng-saraan,
serta kesulitan sebagaimana yang Dia lakukan terhadap orang-orang yang
sebelumnya, karena itu adalah sunnahNya yang berjalan, yang tidak berganti
dan tidak berubah. Yaitu bahwa ba-rangsiapa yang menegakkan Agama dan
SyariatNya, ia pasti akan diuji, apabila dia bersabar dalam perintah Allah
dan tidak mem-pedulikan kesulitan yang menghadang di hadapannya, maka dia
adalah orang yang benar yang mendapatkan kebahagiaan yang sempurna dan
jalan kepemimpinan. Dan barangsiapa yang menja-dikan fitnah
(ujian) manusia seperti siksa dari Allah, yakni
bahwa dia terhalang oleh segala kesulitan dari tujuan yang ditempuhnya,
dan dia dibelokkan oleh cobaan-cobaan dari maksud dan sasaran-nya, maka
dia adalah pembohong dalam pengakuan keimanannya, karena keimanan itu
bukanlah dengan kekaguman, angan-angan, dan sebatas pengakuan, hingga
perbuatan yang akan membenar-kan atau mendustakannya. Sesungguhnya telah
terjadi pada umat-umat terdahulu apa yang diceritakan oleh Allah tentang
mereka, ﴾ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ
﴿ "Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan," yakni, kemiskinan
dan penyakit pada tubuh mereka, ﴾
وَزُلۡزِلُواْ
﴿ "serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan)," dengan berbagai
macam ketakutan seperti ancaman pembunuhan dan pengusiran, harta mereka
diambil, pembunuhan orang-orang yang dicintai, dan macam-macam hal yang
berbahaya hingga kondisi mereka memuncak dan goncangan itu membuat
mereka merasa bahwa kedatangan pertolongan Allah itu lambat padahal
mereka yakin akan kedatangannya. Akan tetapi karena situasi yang dahsyat
dan kesulitannya itu hingga berkatalah ﴾
ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ
﴿ "Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Bilakah datangnya
pertolongan Allah?'" Dan ketika datang pertolongan Allah pada kesusahan,
dan setiap kali perkara telah terasa sulit kemudian menjadi lapang,
Allah berfirman, ﴾
أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ
﴿ "Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat."
Demikianlah setiap orang yang menegakkan kebenaran itu pasti akan diuji,
dan ketika persoalannya semakin sulit dan susah lalu dia bersabar dan
tegar menghadapinya, niscaya ujian tersebut akan berubah menjadi
anugerah untuknya, dan segala kesulitan itu menjadi ketenangan, lalu
Allah menyusulkan semua itu dengan kemenangannya atas musuh-musuhnya
serta mengobati penyakit yang ada dalam hatinya. Ayat ini sejalan dengan
Firman Allah تعالى, ﴾
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَعۡلَمِ ٱللَّهُ
ٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ مِنكُمۡ وَيَعۡلَمَ ٱلصَّٰبِرِينَ 142
﴿ "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata
bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata
orang-orang yang sabar." (Ali Imran: 142). Dan
FirmanNya yang lain, ﴾
الٓمٓ 1 أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا
وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ 2 وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ
فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ
3 ﴿ "Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiar-kan
(saja) mengatakan, 'Kami telah beriman,' sedang
mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum
mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sungguh
Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
(Al-Ankabut: 1-3). Ketika
ujian itu ada, maka seseorang menjadi mulia atau menjadi hina
(karenanya).
{يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ
فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ
وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ
عَلِيمٌ (215)}
"Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka naf-kahkan. Jawablah,
'Apa saja harta yang kamu nafkahkan, hendak-lah diberikan kepada
ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang sedang dalam perjalan-an.' Dan kebaikan apa saja yang
kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya."
(Al-Baqarah: 215).
#
{215} أي: يسألونك عن النفقة وهذا يعم السؤال
عن المنفَق والمنفَق عليه، فأجابهم عنها فقال:
{قل ما أنفقتم من خير}؛
أي:
مال قليل أو كثير فأولى الناس به وأحقهم بالتقديم أعظمهم حقًّا عليك، وهم
الوالدان الواجب برهما والمحرم عقوقهما، ومن أعظم برهما، النفقة عليهما،
ومن أعظم العقوق ترك الإنفاق عليهما، ولهذا كانت النفقة عليهما واجبة على
الولد الموسر، ومن بعد الوالدين الأقربون على اختلاف طبقاتهم، الأقرب،
فالأقرب، على حسب القرب والحاجة، فالإنفاق عليهم صدقة وصلة
{واليتامى}؛ وهم الصغار الذين لا كاسب لهم
فهم في مظنة الحاجة، لعدم قيامهم بمصالح أنفسهم وفقد الكاسب، فوصى الله بهم
العباد رحمة منه بهم ولطفاً {والمساكين}؛ وهم
أهل الحاجات وأرباب الضرورات الذين أسكنتهم الحاجة، فينفَق عليهم لدفع
حاجاتهم وإغنائهم {وابن السبيل}؛
أي:
الغريب المنقطع به في غير بلده، فيعان على سفره بالنفقة التي توصله إلى
مقصده. ولما خصص الله تعالى هؤلاء الأصناف لشدة الحاجة،
عمم تعالى فقال:
{وما تفعلوا من خير}؛ من صدقة على هؤلاء
وغيرهم بل ومن جميع أنواع الطاعات والقربات لأنها تدخل في اسم الخير
{فإن الله به عليم}؛ فيجازيكم عليه، ويحفظه
لكم كلٌّ على حسب نيته وإخلاصه، وكثرة نفقته وقلتها، وشدة الحاجة إليها،
وعظم وقعها ونفعها.
(215) Maksudnya, mereka bertanya kepadamu tentang
nafkah, dan ini mencakup pertanyaan tentang apa yang diinfak-kan dan siapa
yang akan diberikan infak. Allah menjawab mereka tentang hal itu, maka
FirmanNya, ﴾ مَآ أَنفَقۡتُم مِّنۡ خَيۡرٖ
﴿ "Apa saja harta yang kamu nafkahkan," artinya, harta yang sedikit
atau banyak, maka orang yang paling utama menerima harta itu dan yang
paling berhak untuk didahulukan serta paling besar hak mereka atasmu
adalah kedua orangtua yang diwajibkan atasmu berbakti kepadanya dan
haram bagimu durhaka kepadanya. Di antara cara berbakti paling agung
kepada mereka adalah memberi nafkah kepada keduanya, dan di antara
kedurhakaan yang paling besar adalah tidak mem-berikan nafkah bagi
keduanya. Karena itu, memberi nafkah kepada keduanya adalah wajib atas
seorang anak yang berada dalam kondisi lapang. Setelah kedua orang tua
adalah sanak keluarga menurut tingkatannya, yang terdekat lalu yang
lebih dekat menu-rut kedekatannya dan kebutuhannya; karena memberi
nafkah ke-pada mereka adalah sebuah sedekah dan silaturahim. ﴾
وَٱلۡيَتَٰمَىٰ
﴿ "Dan anak-anak yatim." Mereka adalah anak-anak kecil yang tidak
memiliki orang yang menafkahi mereka, sehingga mereka adalah orang-orang
yang biasanya sangat membutuhkan, mereka tidak mampu mengurusi
kemaslahatan diri mereka sendiri dan tidak ada orang yang mencari nafkah
untuk mereka. Allah me-wasiatkan mereka kepada hamba-hambaNya sebagai
kasih sayang dariNya kepada mereka dan kemurahanNya. ﴾
وَٱلۡمَسَٰكِينِ
﴿ "Dan orang-orang miskin." Mereka ini adalah orang-orang yang
membutuhkan dan terdesak, serta dililit kekurangan, maka mereka itu
diberi nafkah demi menutupi kebutuhan mereka dan mencukupkan mereka.
﴾
وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۗ
﴿ "Dan orang yang berada dalam perjalanan," yaitu orang asing yang
kehabisan bekal di negeri asing, dia diberi perto-longan untuk
melanjutkan perjalanannya dengan memberikan nafkah agar sampai kepada
tujuannya. Setelah Allah mengkhususkan mereka yang telah disebutkan
dalam ayat itu karena kebutuhan mereka yang sangat mendesak, maka Allah
menyebutkan secara umum seraya berfirman, ﴾
وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ
﴿ "Dan kebaikan apa saja yang kamu buat," seperti bersedekah terhadap
mereka atau selain mereka, bahkan segala bentuk ketaatan dan pendekatan
diri, karena itu termasuk dalam kategori kebaikan, ﴾
فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ ﴿ "maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahuinya." Allah akan membalasnya buat kalian dan menjaganya untuk
kalian, se-suai dengan niat dan keikhlasannya, banyak dan sedikitnya
nafkah yang diberikan, kebutuhan yang mendesak terhadapnya dan besarnya
manfaat dan gunanya.
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ
تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
(216)}
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci se-suatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengeta-hui, sedang kamu tidak mengetahui."
(Al-Baqarah: 216).
#
{216} هذه الآية فيها فرض القتال في سبيل
الله بعد ما كان المؤمنون مأمورين بتركه لضعفهم وعدم احتمالهم لذلك، فلما
هاجر النبي - صلى الله عليه وسلم - إلى المدينة، وكثر المسلمون، وقووا؛
أمرهم الله تعالى بالقتال، وأخبر أنه مكروه للنفوس، لما فيه من التعب
والمشقة وحصول أنواع المخاوف والتعرض للمتالف، ومع هذا فهو خير محض لما فيه
من الثواب العظيم والتحرز من العقاب الأليم والنصر على الأعداء والظفر
بالغنائم، وغير ذلك مما هو مُربٍ على ما فيه من الكراهة
{وعسى أن تحبوا شيئاً وهو شر لكم}؛ وذلك مثل
القعود عن الجهاد لطلب الراحة فإنه شرٌّ؛ لأنه يعقب الخذلان، وتسلط الأعداء
على الإسلام وأهله، وحصول الذلِّ والهوان، وفوات الأجر العظيم، وحصول
العقاب. وهذه الآيات عامة مطردة في أن أفعال الخير التي تكرهها النفوس لما
فيها من المشقة أنها خير بلا شك، وأن أفعال الشر التي تحبها النفوس لما
تتوهمه فيها من الراحة واللذة فهي شرٌّ بلا شك، وأما أحوال الدنيا فليس
الأمر مطرداً، ولكن الغالب على العبد المؤمن أنه إذا أحب أمراً من الأمور
فقيض الله له من الأسباب ما يصرفه عنه أنه خير له، فالأوفق له في ذلك أن
يشكر الله، ويعتقد الخير في الواقع، لأنه يعلم أن الله تعالى أرحم بالعبد
من نفسه، وأقدر على مصلحة عبده منه،
وأعلم بمصلحته منه كما قال تعالى:
{والله يعلم وأنتم لا تعلمون}؛ فاللائق بكم
أن تتمشوا مع أقداره سواء سرتكم أو ساءتكم.
(216) Ayat ini mengandung hukum wajibnya berjihad
di jalan Allah setelah sebelumnya kaum Muslimin diperintahkan untuk
meninggalkannya, karena mereka masih lemah dan tidak mampu. Ketika Nabi ﷺ
berhijrah ke Madinah dan jumlah kaum Muslimin bertambah banyak dan kuat,
Allah memerintahkan mereka untuk berperang, dan Allah mengabarkan
bahwasanya peperangan itu sangatlah dibenci oleh jiwa karena mengandung
keletihan, kesusahan, menghadapi hal-hal yang menakutkan dan membawa
kepada kematian. Tapi sekalipun demikian, berjihad itu merupakan kebaikan
yang murni, karena memiliki ganjaran yang besar dan menghindarkan dari
siksaan yang pedih, pertolongan atas musuh, dan kemenangan dengan ghanimah
dan sebagainya, yang merupakan akibat baik dari apa yang tidak disukai
tersebut. ﴾ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ
﴿ "Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu." Hal itu seperti tidak ikut pergi berjihad
demi menikmati istirahat, itu adalah suatu keburukan, karena akan
mengakibatkan kehinaan, penguasaan musuh terha-dap Islam dan
pengikutnya, terjadinya kerendahan dan hina dina, hilangnya kesempatan
mendapat pahala yang besar dan
(sebalik-nya) akan memperoleh hukuman. Ayat ini
adalah umum lagi luas, bahwa perbuatan-perbuatan baik yang dibenci oleh
jiwa manusia karena ada kesulitan padanya itu adalah suatu yang baik
tanpa ada keraguan, dan bahwa per-buatan-perbuatan buruk yang disenangi
oleh jiwa manusia karena apa yang diperkirakan olehnya bahwa padanya ada
keenakan dan kenikmatan ternyata juga buruk tanpa ada keraguan. Perkara
dunia tidaklah bersifat umum, akan tetapi kebanyakan orang apabila ia
senang terhadap suatu perkara, lalu Allah memberikan baginya sebab-sebab
yang membuatnya berpaling darinya, maka hal itu adalah suatu yang baik
baginya. Maka yang paling tepat baginya dalam hal itu adalah ia
bersyukur kepada Allah, dan meyakini kebaikan itu ada pada apa yang
terjadi, karena ia mengetahui bahwa Allah تعالى lebih sayang kepada
hambaNya daripada dirinya sendiri, lebih kuasa memberikan kemaslahatan
buat hambaNya daripada dirinya sendiri, dan lebih mengetahui
kemaslahatannya daripada dirinya sendiri, sebagaimana Allah تعالى
berfirman,﴾
وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui." Maka yang pantas bagi kalian adalah kalian sejalan
dengan segala takdir-takdirNya, baik yang menyenangkan ataupun yang
menyu-sahkan kalian.
Dan tatkala perintah berperang
(pada ayat di atas) tidak di-batasi, pastilah akan
mencakup bulan-bulan haram dan selainnya, maka Allah تعالى mengecualikan
peperangan pada bulan-bulan haram dengan berfirman,
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ
فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا يَزَالُونَ
يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ
فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(217)}
.
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah,
'Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir
pendu-duknya dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih
besar
(dosanya) daripada membunuh.' Mereka tidak
henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) me-ngembalikan kamu dari agamamu
(kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya'."
(Al-Baqarah: 217).
#
{217} الجمهور على أن تحريم القتال في الأشهر
الحرم منسوخ بالأمر بقتال المشركين حيثما وجدوا.
وقال بعض المفسرين:
إنه لم ينسخ لأن المطلق محمول على المقيد، وهذه الآية مقيدة لعموم الأمر
بالقتال مطلقاً، ولأن من جملة مزية الأشهر الحرم بل أكبر مزاياها تحريم
القتال فيها، وهذا إنما هو في قتال الابتداء وأما قتال الدفع فإنه يجوز في
الأشهر الحرم كما يجوز في البلد الحرام. ولما كانت هذه الآية نازلة بسبب ما
حصل لسرية عبد الله بن جحش وقتلهم عمرو بن الحضرمي وأخذهم أموالهم ـ وكان
ذلك على ما قيل في شهر رجب ـ عيرهم المشركون بالقتال بالأشهر الحرم وكانوا
في تعييرهم ظالمين إذ فيهم من القبائح ما بعضه أعظم مما عيروا به
المسلمين، قال تعالى في بيان ما فيهم:
{وصد عن سبيل الله}؛
أي:
صد المشركين من يريد الإيمان بالله وبرسوله وفتنتهم من آمن به وسعيهم في
ردهم عن دينهم وكفرهم الحاصل في الشهر الحرام والبلد الحرام الذي هو بمجرده
كاف في الشرِّ، فكيف وقد كان في شهر حرام وبلد حرام
{وإخراج أهله}؛ أي:
أهل المسجد الحرام وهم النبي - صلى الله عليه وسلم -، وأصحابه لأنهم أحق به
من المشركين وهم عُمَّاره على الحقيقة فأخرجوهم
{منه}؛ ولم يمكنوهم من الوصول إليه مع أن هذا
البيت سواء العاكف فيه والباد، فهذه الأمور كل واحد منها
{أكبر من القتل}؛ في الشهر الحرام فكيف وقد
اجتمعت فيهم فعلم أنهم فسقة ظلمة في تعييرهم المؤمنين. ثم أخبر تعالى أنهم
لن يزالوا يقاتلون المؤمنين، وليس غرضهم في أموالهم وقتلهم وإنما غرضهم أن
يرجعوهم عن دينهم ويكونوا كفاراً بعد إيمانهم حتى يكونوا من أصحاب السعير،
فهم باذلون قدرتهم في ذلك ساعون بما أمكنهم ويأبى الله إلا أن يتم نوره ولو
كره الكافرون. وهذا الوصف عامٌّ لكل الكفار لا يزالون يقاتلون غيرهم حتى
يردوهم عن دينهم، وخصوصاً أهل الكتاب من اليهود والنصارى الذين بذلوا
الجمعيات، ونشروا الدعاة، وبثوا الأطباء، وبنوا المدارس لجذب الأمم إلى
دينهم، وتدخيلهم عليهم كل ما يمكنهم من الشبه التي تشككهم في دينهم، ولكن
المرجو من الله تعالى الذي منَّ على المؤمنين بالإسلام، واختار لهم دينه
القيم، وأكمل لهم دينه أن يتم عليهم نعمته بالقيام به أتم قيام، وأن يخذل
كل من أراد أن يطفئ نوره، ويجعل كيدهم في نحورهم، وينصر دينه، ويعلي كلمته
وتكون هذه الآية صادقة على هؤلاء الموجودين من الكفار كما صدقت على من
قبلهم
{إن الذين كفروا ينفقون أموالهم ليصدوا عن سبيل الله، فسينفقونها ثم
تكون عليهم حسرة ثم يغلبون، والذين كفروا إلى جهنم يحشرون}؛ ثم أخبر تعالى أن من ارتد عن الإسلام بأن اختار عليه الكفر واستمر على
ذلك حتى مات كافراً
{فأولئك حبطت أعمالهم في الدنيا والآخرة}؛
لعدم وجود شرطها وهو الإسلام
{وأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون}. ودلت
الآية بمفهومها أن من ارتد ثم عاد إلى الإسلام أنه يرجع إليه عمله
[الذي قبل ردته]، وكذلك من تاب من المعاصي فإنها
تعود إليه أعماله المتقدمة.
(217) Sebagian besar ulama berpendapat bahwa
haramnya peperangan pada bulan-bulan haram itu telah dimansukh oleh
pe-rintah memerangi kaum musyrikin di mana pun mereka ditemu-kan.
Sedangkan sebagian ahli tafsir berkata bahwa hukum tersebut tidaklah
dimansukh, karena nash
(teks) yang muthlaq
(umum) harus dipahami dengan teks yang muqayyad
(diberi batasan), sedangkan ayat ini adalah teks
yang memberi batasan keumuman ayat-ayat tentang perintah berperang secara
umum, dan juga karena di antara keistimewaan bulan-bulan haram itu, bahkan
keistimewaannya yang paling besar adalah haramnya peperangan padanya. Ini
adalah dalam konteks memulai perang
(ofensif),
adapun bila dalam konteks membela diri
(defensif),
maka boleh dilakukan pada bulan-bulan tersebut, sebagaimana juga
dibolehkan di dalam tanah haram. Dan tatkala ayat ini turun disebabkan apa
yang terjadi pada pasukan kecil Abdullah bin Jahsy
[16]
dan pembunuhan mereka ter-hadap Amr bin al-Hadhrami serta pengambilan
harta mereka -di mana kejadian tersebut menurut suatu pendapat adalah pada
bulan Rajab- kaum musyrikin mencela kaum Muslimin karena melakukan
peperangan dalam bulan-bulan haram, dan kaum musyrikin ter-sebut telah
berlaku zhalim dalam mencela kaum Muslimin, karena mereka sendiri memiliki
perbuatan-perbuatan yang jelek yang se-bagiannya lebih keji daripada yang
telah mereka tuduhkan terhadap kaum Muslimin. Allah تعالى berfirman
tentang penjelasan yang ada pada me-reka, ﴾ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ
﴿ "Menghalangi (manusia) dari jalan Allah,"
artinya, kaum musyrikin menghalangi orang yang hendak masuk Islam dan
beriman kepada Allah dan RasulNya, menyiksa orang yang telah beriman
kepadaNya dan usaha mereka dalam mengembali-kan orang-orang tersebut
dari Agama mereka, dan kekufuran me-reka yang terjadi pada bulan-bulan
haram dan pada tanah haram, yang dengan itu saja sudah cukup menjadi
suatu keburukan, maka bagaimana jika itu terjadi pada bulan haram dan di
negeri haram? ﴾
وَإِخۡرَاجُ أَهۡلِهِۦ
﴿ "Dan mengusir penduduknya," maksudnya, pendu-duk Masjidil Haram,
yaitu Nabi ﷺ dan para sahabat beliau, karena mereka lebih berhak
terhadap Masjidil Haram daripada kaum musyrikin, dan mereka itulah yang
sebenarnya memakmurkannya. Tetapi mereka mengusir kaum Muslimin ﴾
مِنۡهُ
﴿ "dari sekitarnya"; dan mereka tidak memberikan kesempatan agar Nabi ﷺ
dan para sahabat beliau sampai kepadanya, padahal tanah haram itu sama
saja bagi orang yang menetap maupun yang tidak. Semua perkara-perkara
tadi, masing-masing saja darinya, ﴾
أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۗ
﴿ "lebih besar (dosanya) daripada membunuh"
pada bulan haram, bagaimana tidak, padahal hal-hal tersebut telah
terkumpul pada mereka. Sehingga diketahui bahwasanya mereka itu adalah
orang-orang yang fasik lagi zhalim dalam celaan mereka terhadap kaum
Muslimin. Kemudian Allah تعالى mengabarkan bahwasanya mereka akan terus
memerangi kaum Muslimin. Tujuan mereka bukanlah harta dan membunuh
mereka, akan tetapi mengembalikan kaum Mus-limin dari agama mereka
sebagai orang-orang yang kafir setelah keimanan mereka, hingga mereka
menjadi penghuni-penghuni Neraka Sa'ir. Mereka mengerahkan segala
kemampuan mereka dalam hal tersebut dan berusaha dengan segala
kemungkinan yang bisa mereka lakukan, namun Allah tidaklah mau kecuali
hanya menyempurnakan cahayaNya walaupun kaum kafir membencinya. Sifat
ini adalah umum bagi semua orang. Mereka akan terus memerangi selain
mereka (dari kaum Mukminin) hingga
mengem-balikan mereka dari Agama mereka, khususnya ahli Kitab dari kaum
Yahudi dan Nasrani yang mengerahkan yayasan-yayasan, menyebarkan
missionaris, mengirim dokter-dokter, mendirikan sekolah-sekolah untuk
menarik seluruh umat kepada agama me-reka, memasukkan segala macam
syubhat ke dalam agama mereka, demi mengaburkannya bagi
pemeluk-pemeluknya, agar mereka ragu terhadap agamanya. Akan tetapi apa
yang diharapkan adalah dari Allah تعالى yang telah mengaruniakan kepada
kaum Mukminin dengan Islam, yang telah memilihkan bagi mereka agama yang
lurus, Yang telah menyempurnakan bagi mereka agamaNya dan menyempurnakan
kenikmatanNya atas mereka dengan menegak-kan agama sebaik-baiknya, Yang
menghinakan orang yang hendak memadamkan cahayaNya, Yang telah
menjadikan tipu daya me-reka kembali kepada diri mereka sendiri, Yang
telah membela aga-maNya, meninggikan kalimatNya, dan agar ayat ini
benar-benar terbukti terhadap orang-orang yang ada dari kaum kafir
sebagai-mana telah terbukti terhadap orang-orang yang sebelum mereka,
﴾
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ لِيَصُدُّواْ عَن
سَبِيلِ ٱللَّهِۚ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيۡهِمۡ حَسۡرَةٗ ثُمَّ
يُغۡلَبُونَۗ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحۡشَرُونَ 36
﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka
akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan
mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahanamlah orang-orang yang kafir
itu dikum-pulkan."
(Al-Anfal: 36). Kemudian
Allah تعالى mengabarkan bahwa barangsiapa yang keluar dari Islam yaitu
dengan memilih kekufuran dan ia terus dalam kekafiran hingga ia
meninggal sebagai seorang kafir, ﴾
فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ
﴿ "maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat,"
karena tidak ada syaratnya, yaitu Islam, ﴾
وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." Ayat ini menunjukkan
(menurut pemahamannya secara terbalik)
bahwa orang yang keluar dari Islam kemudian kembali masuk Islam, maka
amalan-amalannya akan kembali lagi
(yaitu yang sebelum ia murtad). Demikian pula bagi
orang yang bertaubat dari kemaksiatan, maka akan kembali kepadanya segala
pahala perbuatan-perbuatannya yang terdahulu.
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَحِيمٌ (218)}
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(Al-Baqarah: 218).
#
{218} هذه الأعمال الثلاثة هي عنوان السعادة
وقطب رَحَى العبودية، وبها يعرف ما مع الإنسان من الربح والخسران، فأما
الإيمان فلا تسأل عن فضيلته وكيف تسأل عن شيء هو الفاصل بين أهل السعادة
وأهل الشقاوة، وأهل الجنة من أهل النار، وهو الذي إذا كان مع العبد قبلت
أعمال الخير منه، وإذا عدم منه لم يقبل له صرف ولا عدل ولا فرض ولا نفل،
وأما الهجرة فهي مفارقة المحبوب المألوف لرضا الله تعالى فيترك المهاجر
وطنه وأمواله وأهله وخلانه تقرباً إلى الله ونصرة لدينه، وأما الجهاد فهو
بذل الجهد في مقارعة الأعداء، والسعي التام في نصرة دين الله وقمع دين
الشيطان، وهو ذروة الأعمال الصالحة وجزاؤه أفضل الجزاء، وهو السبب الأكبر
لتوسيع دائرة الإسلام، وخذلان عباد الأصنام وأمن المسلمين على أنفسهم
وأموالهم وأولادهم، فمن قام بهذه الأعمال الثلاثة على لأوائها ومشقتها، كان
لغيرها أشد قياماً به وتكميلاً، فحقيق بهؤلاء أن يكونوا هم الراجون رحمة
الله لأنهم أتوا بالسبب الموجب للرحمة، وفي هذا دليل على أن الرجاء لا يكون
إلا بعد القيام بأسباب السعادة، وأما الرجاء المقارن للكسل وعدم القيام
بالأسباب فهذا عجز وتمنٍّ وغرور، وهو دالٌّ على ضعف همة صاحبه، ونقص عقله،
بمنزلة من يرجو وجود الولد بلا نكاح، ووجود الغلة بلا بذر وسقي ونحو
ذلك. وفي قوله:
{أولئك يرجون رحمة الله}؛ إشارة إلى أن العبد
ولو أتى من الأعمال بما أتى به لا ينبغي له أن يعتمد عليها ويعول عليها، بل
يرجو رحمة ربه ويرجو قبول أعماله ومغفرة ذنوبه وستر عيوبه،
ولهذا قال:
{والله غفور}؛ أي:
لمن تاب توبة نصوحاً، {رحيم}؛ وسعت رحمته
كلَّ شيء وعمَّ جُودُه وإحسانُه كلَّ حيٍّ، وفي هذا دليل على أن من قام
بهذه الأعمال المذكورة حصل له مغفرة الله، إذ الحسنات يذهبن السيئات، وحصلت
له رحمة الله، وإذا حصلت له المغفرة اندفعت عنه عقوبات الدنيا والآخرة التي
هي آثار الذنوب التي قد غفرت، واضمحلت آثارها، وإذا حصلت له الرحمة حصل على
كل خير في الدنيا والآخرة، بل أعمالهم المذكورة من رحمة الله بهم، فلولا
توفيقه إياهم لم يريدوها، ولولا إقدارهم عليها، لم يقدروا عليها ولولا
إحسانه لم يتمها ويقبلها منهم، فله الفضل أولاً وآخراً وهو الذي مَنَّ
بالسبب والمسبب، ثم قال تعالى:
(218) Amalan-amalan yang tiga tersebut merupakan
tanda-tanda kebahagiaan dan poros utama penghambaan. Dengan semua itu
dapat diketahui keuntungan atau kerugian yang diderita se-orang manusia.
Adapun tentang keimanan, maka tidaklah perlu Anda bertanya lagi tentang
keutamaannya, dan bagaimana mena-nyakan suatu hal yang merupakan pembeda
antara orang-orang yang bahagia dari orang-orang yang sengsara? Demikian
juga pembeda antara penghuni surga dari penghuni neraka. Dan iman itulah
yang apabila ada pada seorang hamba, niscaya amalan ke-baikannya diterima,
dan bila tidak ada, niscaya tidak akan diterima darinya tindakan,
keadilan, kewajiban, dan sunnah. Hijrah adalah meninggalkan orang-orang
yang dicintai dan disayangi hanya untuk mencari ridha Allah تعالى. Maka
seorang yang berhijrah meninggalkan negeri, harta, keluarga, dan teman
seja-watnya sebagai suatu pendekatan diri kepada Allah dan pembelaan
terhadap agamaNya. Jihad adalah mengerahkan upaya dalam memerangi musuh,
dan usaha yang maksimal dalam membela agama Allah dan mem-berantas ajaran
setan. Jihad itu adalah puncak dari segala amal shalih dan balasannya
adalah balasan yang paling utama, dan sebab paling dominan untuk
memperluas negeri Islam, menghinakan hamba-hamba berhala, menciptakan
keamanan bagi kaum Muslimin pada diri, harta, dan anak-anak mereka.
Barangsiapa yang menegakkan tiga perbuatan tersebut dengan menghadapi
segala kesulitan dan rintangannya, maka perbuatan-perbuatan selainnya akan
lebih ditegakkan dan disempurnakan. Karena itu pantaslah bagi mereka untuk
menjadi orang-orang yang mengharap rahmat Allah, karena mereka telah
melakukan sebab yang mengharuskan adanya rahmat bagi mereka. Di sini
terdapat dalil bahwasanya harapan itu tidaklah dilaku-kan kecuali setelah
melakukan sebab-sebab kebahagiaan. Sedang-kan harapan yang diiringi dengan
sifat malas dan tidak melaku-kan sebab-sebabnya adalah merupakan
kelemahan, angan-angan kosong dan bualan, dan itu menunjukkan lemahnya
cita-cita pela-kunya, kurangnya akal, sama seperti orang yang menghendaki
seorang anak tanpa menikah, dan mengharapkan hasil panen tanpa menanam
biji dan tidak menyiramnya, dan semacamnya. Dalam Firman Allah, ﴾
أُوْلَٰٓئِكَ يَرۡجُونَ رَحۡمَتَ ٱللَّهِۚ
﴿ "Mereka itu mengha-rapkan rahmat Allah," terkandung sebuah isyarat
bahwa seorang hamba itu walaupun telah banyak melakukan amal, tidaklah
baik baginya hanya bersandar pada amal-amal tersebut dan hanya
ber-patokan padanya, namun seharusnya ia juga mengharap rahmat Allah,
diterimanya amal-amal tersebut, ampunan bagi dosa-dosanya, dan ditutupi
aib dan kekurangannya. Karena itu Allah berfirman, ﴾
وَٱللَّهُ غَفُورٞ
﴿ "Dan Allah Maha Pengampun," artinya, bagi yang bertaubat secara
benar-benar, ﴾
رَّحِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyayang." RahmatNya luas melingkupi segala
sesuatu, kedermawanan dan kebajikanNya menyeluruh kepada setiap makhluk
hidup. Di sini terdapat dalil bahwa orang yang mengerjakan amalan-amalan
tersebut akan memperoleh ampunan Allah. Karena kebaikan itu akan menghapus
dosa-dosa dan ia mendapatkan rahmat dari Allah. Apabila ia telah
mendapatkan ampunan, niscaya ia akan terhindar dari hukuman dunia dan
akhirat yang merupakan manifestasi dari dosa-dosa yang telah diampuni, dan
bekas-bekasnya tidak lenyap. Apabila ia memperoleh rahmat, maka ia telah
memperoleh segala kebaikan di dunia maupun di akhirat, bahkan
amalan-amalan mereka tersebut juga merupakan rahmat Allah terhadap mereka.
Karena kalau bukan karena taufik Allah bagi mereka dalam hal itu, niscaya
mereka tidak akan menginginkannya, dan sekiranya bukan karena kemampuan
yang diberikan Allah untuk mereka dalam melakukannya, niscaya mereka tidak
akan mampu melaku-kannya, dan kalau bukan karena kebajikanNya, niscaya Dia
tidak menyempurnakannya dan tidak menerimanya dari mereka. Karena itu,
bagiNya-lah segala keutamaan yang pertama dan yang terakhir, dan Dia-lah
yang mengaruniakan sebab dan akibat. Allah تعالى kemudian berfirman,
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ
كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ
نَفْعِهِمَا}
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Kata-kanlah, 'Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya...'."
(Al-Baqarah: 219).
#
{219} أي: يسألك يا أيها الرسولُ، المؤمنون
عن أحكام الخمر والميسر، وقد كانا مستعمليْنِ في الجاهلية وأول الإسلام،
فكأنه وقع فيهما إشكال، فلهذا سألوا عن حكمهما، فأمر الله تعالى نبيَّه أن
يبين لهم منافعهما ومضارهما ليكون ذلك مقدمة لتحريمهما وتحتيم تركهما،
فأخبر أن إثمهما ومضارهما وما يصدر عنهما من ذهاب العقل والمال والصد عن
ذكر الله وعن الصلاة والعداوة والبغضاء أكبر مما يظنونه من نفعهما من كسب
المال بالتجارة بالخمر وتحصيله بالقمار والطرب للنفوس عند تعاطيهما، وكان
هذا البيان زاجراً للنفوس عنهما لأن العاقل يرجح ما ترجحت مصلحته، ويجتنب
ما ترجحت مضرته، ولكن لما كانوا قد ألفوهما، وصعب التحتيم بتركهما أول
وهلة؛
قدم هذه الآية مقدمة للتحريم الذي ذكره في قوله:
{يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل
الشيطان}
إلى قوله: {منتهون}، وهذا من لطفه ورحمته
وحكمته، ولهذا لما نزلت قال عمر رضي الله عنه:
انتهينا انتهينا. فأما الخمر فهو كل مسكر خامر العقل وغطاه من أي نوع كان،
وأما الميسر فهو كل المغالبات التي يكون فيها عوض من الطرفين من النرد
والشطرنج وكل مغالبة قولية أو فعلية بعوض، سوى مسابقة الخيل والإبل
والسهام؛ فإنها مباحة لكونها معينة على الجهاد؛
[فلهذا] رخص فيها الشارع.
{وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
(219) فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ}
وهذا سؤال عن مقدار ما ينفقونه من أموالهم، فيسر الله لهم الأمر وأمرهم أن
ينفقوا العفو، وهو المتيسر من أموالهم الذي لا تتعلق به حاجتهم وضرورتهم،
وهذا يرجع إلى كل أحد بحسبه من غني وفقير ومتوسط، كل له قدرة على إنفاق ما
عفا من ماله ولو شق تمرة، ولهذا أمر الله رسوله - صلى الله عليه وسلم -، أن
يأخذ العفو من أخلاق الناس وصدقاتهم، ولا يكلفهم ما يشق عليهم؛ ذلك بأن
الله تعالى لم يأمرنا بما أمرنا به حاجة منه لنا أو تكليفاً لنا بما يشق،
بل أمرنا بما فيه سعادتنا وما يسهل علينا وما به النفع لنا ولإخواننا
فيستحق على ذلك أتم الحمد.
ولما بين تعالى هذا البيان الشافي وأطلع العباد على أسرار شرعه
قال:
{كذلك يبين الله لكم الآيات}؛
أي:
الدالات على الحق المحصلات للعلم النافع والفرقان،
{لعلكم تتفكرون في الدنيا والآخرة}؛
أي:
لكي تستعملوا أفكاركم في أسرار شرعه، وتعرفوا أن أوامره فيها مصالح الدنيا
والآخرة، وأيضاً لكي تتفكروا في الدنيا وسرعة انقضائها فترفضوها، وفي
الآخرة وبقائها، وأنها دار الجزاء فتعمروها.
(219) Maksudnya, kaum Mukminin bertanya kepadamu
wahai Rasul tentang hukum-hukum khamar dan judi, di mana pada zaman
jahiliyah kedua hal tersebut sering dilakukan dan juga pada awal-awal
Islam. Seolah-olah terjadi kesulitan memahami kedua perkara tersebut.
Karena itu, mereka bertanya kepadamu tentang hukum-hukumnya, maka Allah
تعالى memerintahkan kepada NabiNya untuk menjelaskan manfaat-manfaatnya
dan kemuda-ratannya kepada mereka, agar hal tersebut menjadi pendahuluan
untuk pengharamannya dan wajib meninggalkan kedua perbuatan tersebut
secara total. Allah mengabarkan bahwa dosa dan mudarat keduanya serta apa
yang diakibatkan oleh keduanya, seperti hilangnya ingatan, harta, dan
menghalangi dari berdzikir kepada Allah, dari shalat,
(menimbulkan) permusuhan dan saling benci, yang
semua ini adalah lebih besar dari apa yang mereka sangka sebagai
manfaat-nya, berupa mendapatkan harta dengan berjual beli khamar atau
memperolehnya dengan cara judi atau linglungnya hati saat mela-kukannya.
Dan penjelasan ini merupakan pencegahan dari kedua per-buatan tersebut,
karena seorang yang berakal akan lebih memilih sesuatu yang
kemaslahatannya lebih besar, dan ia akan menjauhi suatu yang mudaratnya
lebih besar. Akan tetapi, ketika mereka sudah begitu terbiasa dengan kedua
perkara tersebut dan sulit untuk meninggalkannya secara total pada
awal-awalnya, maka Allah memulai hal tersebut dengan ayat ini sebagai
pendahuluan menuju kepada pengharaman secara mutlak yang disebutkan dalam
FirmanNya, ﴾ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ
وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ
ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ 90 إِنَّمَا يُرِيدُ
ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي
ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ
ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ 91
﴿ "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan, maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan shalat; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)."
(Al-Ma`idah: 90-91). Ini
adalah kasih sayang, rahmat, dan kebijaksanaan Allah. Oleh karena itu,
ketika ayat ini turun, Umar y berkata, "Kami ber-henti, kami
berhenti."[17] Khamar artinya adalah, semua yang
memabukkan lagi meng-hilangkan akal pikiran dan menutupinya, dari apa
pun macamnya. Sedangkan judi adalah, segala macam usaha saling
mengalahkan yang di dalamnya terdapat taruhan dari kedua belah pihak,
seperti dadu atau catur dan segala macam usaha saling mengalahkan, baik
perkataan maupun perbuatan dengan taruhan, tentunya selain dari
perlombaan berkuda, unta, dan memanah, karena hal-hal itu adalah boleh,
karena hal-hal tersebut sangat membantu dalam jihad, dan karena itulah
Allah memberikan rukhshah padanya. "... dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkah-kan. Katakanlah, 'Yang lebih dari keperluan.'
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu
berpikir, tentang dunia dan akhirat...."
(Al-Baqarah: 219-220).
Ini adalah pertanyaan tentang kadar dari harta yang harus mereka
nafkahkan. Maka Allah memudahkan mereka dan meme-rintahkan mereka untuk
menafkahkan harta yang lebih dari keper-luan, yaitu yang mampu mereka
nafkahkan dari harta mereka yang tidak mengganggu kebutuhan pokok
mereka. Ini dikembalikan kepada setiap orang sesuai dengan
kesanggupannya, baik orang kaya maupun orang miskin atau kelas ekonomi
menengah. Setiap mereka memiliki kemampuan tersendiri dalam menafkahkan
apa yang lebih dari kebutuhan pokoknya, walaupun hanya sepotong kurma.
Karena itulah Allah memerintahkan kepada RasulNya ﷺ untuk memungut
harta-harta yang lebih dari kebutuhan pokok mereka dan dari
sedekah-sedekah mereka, dan agar beliau tidak memberatkan mereka dari
apa yang tidak mampu mereka nafkah-kan. Itu karena Allah تعالى tidaklah
memerintahkan kita dengan apa yang diperintahkannya itu karena keperluan
dariNya bagi kita atau sebagai tanggung jawab bagi kita dengan perkara
yang berat, akan tetapi Allah memerintahkan kita dengan apa yang membuat
kita bahagia dan yang mudah bagi kita, serta yang memiliki man-faat
untuk kita dan untuk saudara-saudara kita. Karena itu Allah berhak atas
segala pujian yang paling sempurna. Dan ketika Allah تعالى menjelaskan
penjelasan yang lengkap ini dan menampakkan kepada hamba-hambaNya
rahasia-rahasia di balik syariatNya, Dia berfirman, ﴾
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ
﴿ "Demikian-lah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu," yakni, yang
menun-jukkan kepada kebenaran yang menghasilkan ilmu yang berman-faat
dan menjadi pembeda
(antara yang haq dengan yang batil), ﴾
لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ 219 فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۗ ﴿ "supaya
kamu berpikir, tentang dunia dan akhirat." Maksudnya, agar kalian
menggunakan pikiran kalian terhadap rahasia-rahasia syariat Allah, dan
agar kalian mengetahui bahwa perintah-perintahNya mengandung kemaslahatan
dunia dan akhirat, juga agar kalian berpikir tentang dunia dan
kemus-nahannya yang cepat, hingga kalian menolaknya, dan tentang akhirat
dan keabadiannya dan bahwasanya akhirat itu adalah tempat pembalasan,
hingga kalian mempersiapkannya.
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ
تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ
الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ (220)}
.
"... dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah,
'Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul
dengan mereka, maka mereka adalah sau-daramu, dan Allah mengetahui siapa
yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah
menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.'
Sesungguh-nya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
(Al-Baqarah: 220).
#
{220} لما نزل قوله تعالى:
{إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلماً إنما يأكلون في بطونهم ناراً
وسيصلون سعيراً}؛ شق ذلك على المسلمين وعزلوا طعامهم عن طعام اليتامى خوفاً على أنفسهم من
تناولها ولو في هذه الحالة التي جرت العادة بالمشاركة فيها، وسألوا النبي -
صلى الله عليه وسلم -، عن ذلك ، فأخبرهم تعالى أن المقصود إصلاح أموال
اليتامى بحفظها وصيانتها والاتجار فيها، وأن خلطتهم إياهم في طعام وغيره
جائز على وجه لا يضر باليتامى لأنهم إخوانكم ومن شأن الأخ مخالطة أخيه،
والمرجع في ذلك إلى النية والعمل، فمن علم
[اللهُ] من نيته أنه مصلح لليتيم وليس له طمع في
ماله فلو دخل عليه شيء من غير قصد لم يكن عليه بأس، ومن علم الله من نيته
أن قصده بالمخالطة التوصل إلى أكلها
[وتناولها] فذلك الذي حُرِّجَ وأُثِّم، والوسائل
لها أحكام المقاصد. وفي هذه الآية دليل على جواز أنواع المخالطات في المآكل
والمشارب والعقود وغيرها، وهذه الرخصة لطف من الله تعالى وإحسان وتوسعة على
المؤمنين وإلا، فلو {شاء الله لأعنتكم}؛
أي:
شق عليكم بعدم الرخصة بذلك فحُرِّجْتُم وشُقَّ عليكم وأثمتم
{إن الله عزيز}؛ أي:
له القوة الكاملة والقهر لكل شيء ولكنه مع ذلك
{حكيم}؛ لا يفعل إلا ما هو مقتضى حكمته
الكاملة وعنايته التامة فعزته لا تنافي حكمته فلا يقال إنه ما شاء فعل وافق
الحكمة أو خالفها، بل يقال إن أفعاله وكذلك أحكامه تابعة لحكمته فلا يخلق
شيئًا عبثًا بل لا بد له من حكمة عرفناها أم لم نعرفها، وكذلك لم يشرع
لعباده شيئًا مجردًا عن الحكمة، فلا يأمر إلا بما فيه مصلحة خالصة أو راجحة
ولا ينهى إلا عما فيه مفسدة خالصة أو راجحة لتمام حكمته ورحمته.
(220) Ketika turun Firman Allah تعالى, ﴾ إِنَّ
ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلۡيَتَٰمَىٰ ظُلۡمًا إِنَّمَا يَأۡكُلُونَ
فِي بُطُونِهِمۡ نَارٗاۖ وَسَيَصۡلَوۡنَ سَعِيرٗا 10
﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka
akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka)."
(An-Nisa`: 10). Kaum
Muslimin merasa berat akan hal itu lalu mereka men-jauhi makanan mereka
dari makanan anak-anak yatim, mereka khawatir akan memakannya, walaupun
dalam hal seperti ini biasa-nya tercampur, hingga mereka bertanya kepada
Nabi ﷺ tentang hal tersebut[18], lalu Allah
تعالى mengabarkan kepada mereka bahwa maksud ayat itu adalah memperbaiki
harta anak-anak yatim, yaitu dengan cara menjaga, memelihara, dan
menginvestasikannya, dan bahwasanya mencampurkannya dengan makanan atau
selainnya adalah boleh dalam konteks tidak memudaratkan anak yatim
tersebut. Karena mereka adalah saudara kalian juga dan sudah menjadi hal
yang dimaklumi bahwa saudara itu bergaul dengan saudaranya yang lain.
Yang menjadi patokan dalam hal itu adalah niat dan per-buatannya. Maka
barangsiapa yang diketahui oleh Allah tentang niatnya bahwa ia adalah
seorang yang hendak memperbaiki keada-an anak yatim, tidak memiliki
ketamakan kepada harta anak yatim tersebut, dan sekiranya ada sedikit
darinya tercampur kepadanya tanpa disengaja sebelumnya, maka hal itu
tidaklah mengapa. Dan barangsiapa yang diketahui niatnya oleh Allah,
bahwa ia bertujuan untuk memakannya atau memanfaatkannya untuk pribadi,
maka yang demikian itulah yang tidak boleh dan berdosa. Sarana memi-liki
hukum niat dan tujuannya. Dalam ayat ini terdapat dalil atas bolehnya
berbagai macam penyatuan makanan, minuman, perjanjian-perjanjian, dan
lain sebagainya. Keringanan ini merupakan kasih sayang Allah تعالى dan
kebaikanNya, serta kelapangan bagi kaum Mukminin, dan bila tidak
demikian, maka seandainya ﴾
شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعۡنَتَكُمۡۚ
﴿ "Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan
kepadamu," artinya akan berat bagimu dengan tidak adanya rukhshah
(keringanan) hingga kalian berat, sulit, dan
akhirnya berdosalah kalian. ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ
﴿ "Sesungguhnya Allah Mahaperkasa," maksudnya, Dia memiliki kekuatan
yang sempurna dan pemaksaan terhadap segala sesuatu, akan tetapi
walaupun demikian, Dia juga ﴾
حَكِيمٞ ﴿ "Mahabijaksana" yang tidak berbuat kecuali merupakan realisasi
dari kebijaksanaanNya yang sempurna dan perlindunganNya yang menyeluruh.
KeperkasaanNya tidaklah menafikan kebijaksanaan-Nya, karena itu tidaklah
dikatakan bahwasanya apa yang dikehen-dakiNya akan dilakukanNya, baik
sesuai dengan hikmahNya maupun tidak. Namun seharusnya dikatakan bahwa
sesungguh-nya perbuatan-perbuatanNya, demikian juga hukum-hukumNya adalah
bagian dari hikmahNya. Allah tidak menciptakan suatu makhluk pun dengan
sia-sia, akan tetapi pasti memiliki hikmah, baik kita ketahui ataupun
tidak. Allah juga tidak mensyariatkan atas hamba-hambaNya sesuatu yang
terlepas dari hikmah. Maka tidaklah Allah memerintah sesuatu kecuali yang
memiliki kemas-lahatan yang total atau yang lebih besar, dan tidak pula
Dia mela-rang kecuali dari apa yang memiliki kemudaratan yang total atau
yang lebih besar, karena kesempurnaan hikmah dan rahmatNya.
{وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ
مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا
تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ
مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ
وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
(221)}
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik se-belum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita Mukmin) hingga mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
meng-ajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerang-kan
ayat-ayatNya
(perintah-perintahNya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran."
(Al-Baqarah: 221).
#
{221} أي:
{ولا تنكحوا}؛ النساء،
{المشركات}؛ ما دمن على شركهن
{حتى يؤمن}؛ لأن المؤمنة ولو بلغت من الدمامة
ما بلغت خير من المشركة ولو بلغت من الحسن ما بلغت، وهذه عامة في جميع
النساء المشركات،
وخصصتها آية المائدة في إباحة نساء أهل الكتاب كما قال تعالى:
{والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب}؛
{ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا}؛ وهذا عام
لا تخصيص فيه،
ثم ذكر تعالى الحكمة في تحريم نكاح المسلم أو المسلمة لمن خالفهما في
الدين فقال:
{أولئك يدعون إلى النار}؛
أي:
في أقوالهم وأفعالهم وأحوالهم، فمخالطتهم على خطر منهم، والخطر ليس من
الأخطار الدنيوية إنما هو الشقاء الأبدي. ويستفاد من تعليل الآية النهي عن
مخالطة كل مشرك ومبتدع؛ لأنه إذا لم يجز التزوج مع أن فيه مصالح كثيرة؛
فالخلطة المجردة من باب أولى وخصوصاً الخلطة التي فيها ارتفاع المشرك ونحوه
على المسلم كالخدمة ونحوها. وفي قوله:
{ولا تنكحوا المشركين}؛ دليل على اعتبار
الولي في النكاح
{والله يدعو إلى الجنة والمغفرة}؛
أي:
يدعو عباده لتحصيل الجنة والمغفرة التي من آثارها دفع العقوبات؛ وذلك
بالدعوة إلى أسبابها من الأعمال الصالحة والتوبة النصوح والعلم النافع
والعمل الصالح، {ويبين آياته}؛
أي:
أحكامه وحكمها
{للناس لعلهم يتذكرون}؛ فيوجب لهم ذلك التذكر
لما نسوه وعلم ما جهلوه والامتثال لما ضيَّعوه.
ثم قال تعالى:
(221) Maksudnya, ﴾ وَلَا تَنكِحُواْ
﴿ "Dan janganlah kamu menikahi" wanita-wanita ﴾
ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ
﴿ "musyrik" selama mereka masih dalam kesyirikan mereka, ﴾
حَتَّىٰ يُؤۡمِنَّۚ
﴿ "hingga mereka beriman"; karena se-orang wanita Mukmin walaupun
sangat jelek parasnya adalah lebih baik daripada seorang wanita musyrik
walaupun sangat cantik parasnya. Ini umum pada seluruh wanita musyrik,
lalu dikhusus-kan oleh ayat dalam surat al-Ma`idah tentang bolehnya
menikahi wanita ahli Kitab, sebagaimana Allah berfirman, ﴾
وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ
﴿ "... dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi al-Kitab."
(Al-Ma`idah: 5). ﴾
وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ
﴿ "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka
beriman." Ini bersifat umum yang tidak ada pengecualian di dalamnya.
Kemudian Allah menyebutkan hikmah dalam hukum haramnya seorang Mukmin
atau wanita Mukmin menikah dengan selain agama mereka dalam FirmanNya,
﴾
أُوْلَٰٓئِكَ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلنَّارِۖ
﴿ "Mereka meng-ajak ke neraka," yakni, dalam perkataan-perkataan,
perbuatan-per-buatan, dan kondisi-kondisi mereka. Maka bergaul dengan
mereka adalah merupakan suatu yang bahaya, dan bahayanya bukanlah bahaya
duniawi, akan tetapi bahaya kesengsaraan yang abadi. Dapat diambil
kesimpulan dari alasan ayat melarang bergaul dengan setiap musyrik dan
pelaku bid'ah; karena jika menikah saja tidak boleh padahal memiliki
maslahat yang begitu besar, maka hanya sebatas bergaul saja pun harus
lebih tidak boleh lagi, khu-susnya pergaulan yang membawa kepada
tingginya martabat orang musyrik tersebut atau semacamnya di atas
seorang Muslim seperti pelayanan atau semacamnya. Dalam FirmanNya,
﴾
وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
﴿ "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita Mukmin)" terdapat dalil
tentang harus adanya wali dalam nikah. ﴾
وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ وَٱلۡمَغۡفِرَةِ
﴿ "Sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan," maksudnya, menyeru
hamba-hambaNya untuk memperoleh surga dan am-punan yang di antara
akibatnya adalah menjauhkan diri dari segala siksaan. Hal itu dengan
cara mengajak untuk melakukan sebab-sebabnya berupa amal shalih,
bertaubat yang sungguh-sungguh, berilmu yang bermanfaat dan
mengamalkannya. ﴾
وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ
﴿ "Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya
(perintah-perintahNya)," maksudnya, hukum-hukum,
dan hikmah-hikmahNya ﴾
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ﴿ "kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran." Hal tersebut mewajibkan mereka untuk mengingat apa
yang telah mereka lupakan dan mengetahui apa yang tidak mereka ketahui,
serta mengerjakan apa yang telah mereka lalaikan.
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
(222) نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا
حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
(223)}
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah, 'Haid itu adalah suatu kotoran.' Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sampai mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri. Istri-istrimu adalah
(seperti) tanah tempat bercocok tanam bagi-mu,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagai-mana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah
(amal yang baik) untuk
dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemuiNya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman."
(Al-Baqarah: 222-223).
#
{222} يخبر تعالى عن سؤالهم عن المحيض وهل
تكون المرأة بحالها بعد الحيض كما كانت قبل ذلك أم تجتنب مطلقاً كما يفعله
اليهود؟ فأخبر تعالى أن الحيض أذى وإذا كان أذى فمن الحكمة أن يمنع الله
تعالى عباده عن الأذى وحده، ولهذا قال:
{فاعتزلوا النساء في المحيض}؛
أي:
مكان الحيض وهو الوطء في الفرج خاصة فهذا المحرم إجماعاً، وتخصيص الاعتزال
في المحيض يدل على أن مباشرة الحائض وملامستها في غير الوطء في الفرج
جائز، لكن قوله:
{ولا تقربوهن حتى يطهرن}؛ يدل على ترك
المباشرة فيما قرب من الفرج وذلك فيما بين السرة والركبة ينبغي تركه كما
كان النبي - صلى الله عليه وسلم -، إذا أراد أن يباشر امرأته وهي حائض
أمرها أن تتزر فيباشرها ، وحد هذا الاعتزال وعدم القربان للحيض
{حتى يطهرن}؛ أي:
ينقطع دمهن، فإذا انقطع الدم زال المنع الموجود وقت جريانه،
الذي كان لحله شرطان:
انقطاع الدم والاغتسال منه،
فلما انقطع الدم زال الشرط الأول وبقي الثاني فلهذا قال:
{فإذا تطهرن}؛ أي:
اغتسلن،
{فأتوهن من حيث أمركم الله}؛
أي:
في القبل لا في الدبر لأنه محل الحرث، وفيه دليل على وجوب الاغتسال للحائض
وإن انقطاع الدم شرط لصحته، ولما كان هذا المنع لطفاً منه تعالى بعباده
وصيانة عن الأذى، قال تعالى:
{إن الله يحب التوابين}؛
أي:
من ذنوبهم على الدوام،
{ويحب المتطهرين}؛
أي:
المتنزهين عن الآثام، وهذا يشمل التطهر الحسي من الأنجاس والأحداث، ففيه
مشروعية الطهارة مطلقاً؛ لأن الله تعالى يحب المتصف بها، ولهذا كانت
الطهارة مطلقاً شرطاً لصحة الصلاة والطواف وجواز مس المصحف، ويشمل التطهر
المعنوي عن الأخلاق الرذيلة والصفات القبيحة والأفعال الخسيسة.
(222) Allah تعالى mengabarkan tentang pertanyaan
mereka mengenai haid, apakah wanita setelah haid kondisinya sama seperti
sebelum ia haid? Ataukah haruskah dijauhi secara mutlak sebagai-mana yang
dilakukan oleh kaum Yahudi? Maka Allah تعالى menga-barkan bahwa haid itu
adalah kotoran, maka apabila itu adalah kotoran, pastilah merupakan suatu
hikmah bahwa Allah melarang dari kotoran itu sendiri. Karena itu Allah
berfirman,﴾ فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ
﴿ "Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid," artinya,
tempat keluarnya haid. Maksudnya, berjimak di kemaluan khususnya, karena
hal itu haram hukumnya menurut ijma.' Pem-batasan dengan kata menjauh
pada tempat haid menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri yang haid,
menyentuhnya tanpa berjimak pada kemaluannya adalah boleh, akan tetapi
FirmanNya, ﴾
وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ
﴿ "Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci,"
menunjukkan harusnya meninggalkan mencumbu bagian yang dekat dengan
kemaluan, yaitu bagian di antara pusar dan lutut, sebagaimana Nabi ﷺ
melakukannya, bila beliau akan mencumbu istrinya pada saat istrinya itu
sedang haid, beliau me-merintahkan kepadanya untuk memakai kain lalu
beliau mencum-bunya.[19] Batasan waktu menjauhi
dan tidak mendekati istri yang haid adalah, ﴾
حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ
﴿ "sampai mereka suci," yaitu, darah mereka telah berhenti, maka
apabila darah mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang berlaku
saat darah masih mengalir. Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya
darah, dan mandi suci darinya. Ketika darahnya berhenti, lenyaplah
syarat pertama hingga tersisa syarat kedua. Maka oleh karena itu Allah
berfirman, ﴾
فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ
﴿ "Apabila mereka telah suci," maksudnya mereka telah mandi, ﴾
فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
﴿ "maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu," yaitu pada kemaluan depan dan bukan lubang bagian belakang,
karena bagian itulah tempatnya bersenggama. Ayat ini merupakan dalil
atas wajibnya mandi bagi seorang wanita yang haid, dan bahwasanya
terputusnya darah adalah syarat sahnya mandi. Dan tatkala larangan
tersebut merupakan kasih sayang dari Allah تعالى kepada hamba-hambaNya
dan peme-liharaan dari kotoran, maka Allah berfirman, ﴾
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ
﴿ "Se-sungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat", yaitu dari
dosa-dosa mereka secara terus menerus, ﴾
وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ﴿ "dan me-nyukai orang-orang yang menyucikan
diri," yaitu, yang bersuci dari dosa-dosa, dan ini mencakup segala macam
bersuci dari yang bersifat matrial seperti dari najis maupun hadats. Ayat
ini juga menunjukkan disyariatkannya bersuci secara mutlak, karena Allah
تعالى menyukai orang-orang yang bersifat de-ngannya
(yakni yang suka bersuci, Ed. T.). Itulah
sebabnya, bersuci secara mutlak adalah syarat sahnya Shalat, thawaf dan
bolehnya menyentuh mushaf. Juga bersuci secara maknawi seperti
(menyu-cikan diri) dari akhlak-akhlak yang hina,
sifat-sifat yang rendah, dan perbuatan-perbuatan yang kotor.
#
{223}
{نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أَنى شئتم}؛
مقبلة ومدبرة غير أنه لا يكون إلا في القبل لكونه موضع الحرث وهو الموضع
الذي يكون منه الولد، وفيه دليل على تحريم الوطء في الدبر؛ لأن الله لم يبح
إتيان المرأة إلا في الموضع الذي منه الحرث. وقد تكاثرت الأحاديث عن النبي
- صلى الله عليه وسلم -، في تحريم ذلك ولعن فاعله.
{وقدموا لأنفسكم}؛
أي:
من التقرب إلى الله بفعل الخيرات، ومن ذلك أن يباشر الرجل امرأته ويجامعها
على وجه القربة والاحتساب وعلى رجاء تحصيل الذرية الذين ينفع الله بهم.
{واتقوا الله}؛ أي:
في جميع أحوالكم كونوا ملازمين لتقوى الله مستعينين على ذلك بعلمكم،
{أنكم ملاقوه}؛ ومجازيكم على أعمالكم الصالحة
وغيرها، [ثم قال]:
{وبشر المؤمنين}؛ لم يذكر المبَشر به ليدل
على العموم وأن لهم البشرى في الحياة الدنيا وفي الآخرة، وكل خير واندفاع
كل ضير رُتِّب على الإيمان فهو داخل في هذه البشارة، وفيها محبة الله
للمؤمنين ومحبة ما يسرهم واستحباب تنشيطهم وتشويقهم بما أعد الله لهم من
الجزاء الدنيوي والأخروي.
(223) ﴾ نِسَآؤُكُمۡ حَرۡثٞ لَّكُمۡ فَأۡتُواْ
حَرۡثَكُمۡ أَنَّىٰ شِئۡتُمۡۖ
﴿ "Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat
bercocok tanam bagimu, maka datangilah tanah tempat ber-cocok-tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki" dari depan atau dari belakang, yang
jelas tidak boleh dilakukan kecuali pada ke-maluan
(qubul), karena bagian itulah tempatnya bercocok
tanam, dan bagian itulah tempat keluarnya anak. Ayat ini juga merupakan
dalil atas haramnya berjimak pada lubang belakang
(dubur), karena Allah تعالى tidak membolehkan
mencampuri wanita kecuali dari bagian yang menjadi tempat ber-senggama,
dan terdapat banyak hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ tentang
haramnya hal tersebut dan beliau melaknat pelakunya.[20]
﴾
وَقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُمۡۚ
﴿ "Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu," maksudnya, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan
kebajikan-kebajikan, yang di antaranya adalah seorang suami menggauli
istrinya dan berjimak bersamanya dengan maksud ketaatan dan mengharap
pahala serta mengharapkan keturunan darinya yang diberi manfaat oleh
Allah dengan keberadaan mereka. ﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ
﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah," yakni, dalam ber-bagai kondisi
kalian. Tetaplah kalian berada di atas ketakwaan kepada Allah dengan
menjadikan ilmu kalian sebagai pendorong untuk bertakwa, ﴾
أَنَّكُم مُّلَٰقُوهُۗ
﴿ "bahwa kamu kelak akan menemuiNya," dan memberikan balasan buat
kalian atas amalan-amalan kalian yang shalih dan selainnya
(yang tidak baik). Kemudian Allah berfirman,
﴾
وَبَشِّرِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ﴿ "Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman." Allah tidak menyebutkan hal yang menjadi kabar gembira buat
mereka demi menunjukkan kepada hal yang bersifat umum dan bahwasanya bagi
mereka kabar gembira pada kehidupan dunia dan akhirat. Setiap kebaikan dan
terhindarnya setiap mudarat yang diakibatkan dari keimanan, maka ia
termasuk dalam kabar gembira tersebut. Ayat ini menunjukkan kecintaan
Allah kepada kaum Muk-minin, dan kecintaan terhadap apa yang membuat
mereka merasa bahagia, serta membangkitkan semangat dan kerinduan mereka
kepada apa yang dijanjikan oleh Allah dari pahala duniawi mau-pun ukhrawi.
{وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا
وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(224)}
"Janganlah kamu jadikan
(nama) Allah dalam
sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan
meng-adakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui."
(Al-Baqarah: 224 ).
#
{224} المقصود من اليمين والقسم تعظيم
المُقْسَمِ به وتأكيد المُقْسَم عليه. وكان الله تعالى قد أمر بحفظ الأيمان
وكان مقتضى ذلك حفظها في كل شيء، ولكن الله تعالى استثنى من ذلك إذا كان
البر باليمين يتضمن ترك ما هو أحب إليه فنهى عباده أن يجعلوا أيمانهم عرضة
أي مانعة وحائلة عن أن يبروا أي يفعلوا خيراً ويتقوا شرًّا ويصلحوا بين
الناس، فمن حلف على ترك واجب وجب حِنْثه وحرم إقامته على يمينه، ومن حلف
على ترك مستحب استحب له الحِنْثُ، ومن حلف على فعل محرَّم وجب الحِنْثُ، أو
على فعل مكروه استحب الحِنْث. وأما المباح فينبغي فيه حفظ اليمين عن
الحِنْث. ويستدل بهذه الآية على القاعدة المشهورة أنه إذا تزاحمت المصالح
قدم أهمها، فهنا تتميم اليمين مصلحة، وامتثال أوامر الله في هذه الأشياء
مصلحة أكبر من ذلك، فقدمت لذلك.
ثم ختم الآية بهذين الاسمين الكريمين فقال:
{والله سميع}؛ أي:
لجميع الأصوات، {عليم}؛ بالمقاصد والنيات،
ومنه سماعه لأقوال الحالفين وعلمه بمقاصدهم هل هي خير أم شرٌّ، وفي ضمن ذلك
التحذير من مجازاته، وأن أعمالكم ونياتكم قد استقر علمها عنده.
ثم قال تعالى:
(224) Maksud dari sumpah dan janji adalah
mengagung-kan Dzat yang digunakan dalam bersumpah dan menegaskan tentang
isi dari sumpah tersebut. Allah تعالى telah memerintahkan untuk menjaga
sumpah dan konsekuensi dari perintah itu dalam segala hal. Akan tetapi
Allah membuat pengecualian apabila pem-buktian
(mempertahankan) sumpah itu mengharuskan untuk
me-ninggalkan sesuatu yang lebih baik darinya, maka Allah melarang
hamba-hambaNya menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai penghalang atau
pembatas dari berbuat kebajikan, menghindari kejahatan, dan mendamaikan
antara manusia. Barangsiapa yang bersumpah untuk meninggalkan suatu
kewajiban, maka wajib atasnya membatalkan sumpahnya tersebut dan haram
baginya mempertahankannya. Dan barangsiapa yang bersumpah untuk
meninggalkan suatu yang dianjurkan, maka boleh baginya memba-talkannya.
Barangsiapa yang bersumpah untuk melakukan sesuatu yang diharamkan, maka
wajib atasnya membatalkannya, dan jika untuk melakukan sesuatu yang
dimakruhkan, maka disunnahkan untuk membatalkannya. Sedangkan hal-hal yang
mubah, maka seyogyanya menjaga sumpah tersebut dan tidak melanggarnya.
Ayat ini dapat dijadikan dalil atas kaidah yang terkenal yaitu, apabila
ada kemaslahatan yang banyak, maka harus didahulukan yang paling
terpenting darinya. Tetapi mempertahankan sumpah di sini adalah maslahat,
melaksanakan perintah-perintah Allah dalam perkara ini adalah lebih besar
maslahatnya dari hal itu, oleh karena itu harus didahulukan daripada
sumpah. Kemudian Allah menutup ayat ini dengan dua nama yang mulia seraya
berfirman, ﴾ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ
﴿ "Dan Allah Maha Mendengar," yakni, segala suara, ﴾
عَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Mengetahui" akan segala maksud dan niat, yang di
antaranya adalah Dia mendengar per-kataan orang-orang yang bersumpah dan
mengetahui maksud sumpah mereka, apakah baik atau buruk. Dan termasuk
dalam cakupannya adalah peringatan dari pembalasannya, dan bahwa ilmu
tentang perbuatan-perbuatan dan niat-niat mereka adalah telah tetap di
sisi Allah.
{لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ
يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
(225)}
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpahmu yang tidak dimaksudkan
(untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu
disebabkan
(sumpahmu) yang disengaja
(untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun."
(Al-Baqarah: 225).
#
{225} أي: لا يؤاخذكم بما يجري على ألسنتكم
من الأيمان اللاغية التي يتكلم بها العبد، من غير قصد منه، ولا كسب قلب،
ولكنها جرت على لسانه، كقول الرجل في عرض كلامه:
لا والله وبلى والله، وكحلفه على أمر ماضٍ يظن صدق نفسه، وإنما المؤاخذة
على ما قصده القلب، وفي هذا دليل على اعتبار المقاصد في الأقوال كما هي
معتبرة في الأفعال، والله غفور لمن تاب إليه، حليم بمن عصاه حيث لم يعاجلْه
بالعقوبة، بل حلم عنه، وستر، وصفح مع قدرته عليه وكونه بين يديه.
(225) Maksudnya, Allah tidak akan menghukum apa
yang terlontar dari lisan-lisan kalian dari sumpah-sumpah yang tidak
bermakna yang sering diucapkan oleh seorang hamba, tanpa ada maksud
bersumpah, dan tidak pula disengaja di hati, tetapi hanya perkataan yang
biasa terucap di lisan, seperti perkataan seseorang di sela-sela
pembicaraannya, "Tidak, demi Allah," "Benar demikian, demi Allah," atau
seperti sumpahnya atas sebuah perkara yang telah berlalu yang dia kira
bahwa dirinya benar. Sumpah yang dianggap dosa adalah sumpah yang
disengaja
(dikukuhkan) oleh hati. Di sini
terkandung dalil atas kedudukan niat dalam perkataan sebagaimana
kedudukannya dalam perbuatan. ﴾ وَٱللَّهُ غَفُورٌ
﴿ "Dan Allah Maha Pengampun" bagi orang yang ber-taubat kepadaNya,
﴾
حَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyantun" terhadap orang yang bermaksiat kepadaNya,
di mana Allah tidak menyegerakan hukuman atasnya, akan tetapi Allah
bersikap santun terhadapnya, dan Dia tutupi dosanya dan Dia maafkan,
padahal Dia mampu menghukumnya langsung di tempatnya.
{لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ
فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ
اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (227)}
"Kepada orang-orang yang meng`ila`
[21]
istrinya, diberi tangguh empat bulan
(lamanya). Kemudian jika mereka kembali
(kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber'azam
(bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengeta-hui."
(Al-Baqarah: 226-227).
#
{226} وهذا من الأيمان الخاصة بالزوجة في أمر
خاص وهو حلف الرجل على ترك وطء زوجته مطلقاً أو مقيداً بأقل من أربعة أشهر
أو أكثر، فمن آلى من زوجته خاصة فإن كان لدون أربعة أشهر فهذا مثل سائر
الأيمان إن حنث كفَّر وإن أتم يمينه فلا شيء عليه، وليس لزوجته عليه سبيل
لأنه مَلَّكَه أربعة أشهر، وإن كان أبداً أو مدة تزيد على أربعة أشهر ضربت
له مدة أربعة أشهر من يمينه إذا طلبت زوجته ذلك لأنه حق لها، فإذا تمت أمر
بالفيئة وهو الوطء، فإن وطئ فلا شيء عليه إلا كفارة اليمين، وإن امتنع أجبر
على الطلاق، فإن امتنع طلق عليه الحاكم ولكن الفيئة والرجوع إلى زوجته أحب
إلى الله تعالى، ولهذا قال:
{فإن فاءوا}؛ أي:
رجعوا إلى ما حلفوا على تركه وهو الوطء،
{فإن الله غفور}؛ يغفر لهم ما حصل منهم من
الحلف بسبب رجوعهم {رحيم}؛ حيث جعل لأيمانهم
كفارة وتحلة ولم يجعلها لازمة لهم غير قابلة للانفكاك، ورحيم بهم أيضاً حيث
فاءوا إلى زوجاتهم وحنوا عليهن ورحموهن.
(226) Ini termasuk sumpah khusus berkaitan dengan
istri tentang suatu perkara yang khusus yaitu sumpah seorang suami untuk
meninggalkan jimak dengan istrinya secara mutlak maupun terbatas dengan
masa kurang dari empat bulan atau lebih. Barang-siapa yang meng`ila`
istrinya khususnya di bawah empat bulan, maka hal ini adalah seperti
sumpah-sumpah lainnya, apabila dia melanggar, maka dia wajib membayar
kaffarat, dan bila ia memper-tahankan sumpahnya, maka tidak ada apa-apa,
istrinya tidaklah berhak apa-apa atasnya, karena ia menjadikan hal itu
sebagai haknya selama empat bulan. Apabila untuk selamanya atau suatu masa
yang melebihi empat bulan, maka harus dijadikan empat bulan lamanya dari
sejak sumpahnya, apabila istrinya meminta hal itu, karena itu merupakan
hak istrinya. Apabila telah genap masa sumpahnya, maka diperintahkan
kepada si suami untuk kembali yaitu berjimak, dan bila ia berjimak dengan
istrinya, maka tidak ada hukuman atasnya kecuali mem-bayar kaffarat
sumpahnya, dan bila ia tidak mau berjimak, ia harus dipaksa untuk mentalak
istrinya. Bila ia tidak mau juga mentalak, maka hakim terpaksa menjatuhkan
talak untuknya. Akan tetapi kembali dan ruju' kepada istrinya lagi adalah
lebih disukai oleh Allah تعالى. Karena itu Allah berfirman, ﴾ فَإِن
فَآءُو
﴿ "Kemudian jika mereka kembali
(kepada istrinya)," artinya, mereka kembali dari
apa yang mereka sumpahkan untuk meninggalkannya yaitu berjimak, ﴾
فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ
﴿ "maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun" mengam-puni mereka dari apa
yang terjadi di antara mereka karena sumpah itu, sumpah yang disebabkan
oleh kembalinya mereka, ﴾
رَّحِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyayang," di mana Allah menjadikan
(untuk menggugur-kan) sumpah-sumpah kalian
kaffarat
(pelebur dosa) dan dendanya dan Dia tidak
menjadikannya sebagai yang harus dilakukan oleh mereka yang tidak dapat
dirubah-rubah. Dan Dia Maha Penyayang terhadap mereka yang kembali kepada
istri-istri mereka, mengasihi, dan menyayangi istri-istri mereka.
#
{227}
{وإن عزموا الطلاق}؛ أي امتنعوا من الفيئة
فكان ذلك دليلاً على رغبتهم عنهن وعدم إرادتهم لأزواجهم، وهذا لا يكون إلا
عزماً على الطلاق فإن حصل هذا الحق الواجب منه مباشرة وإلا أجبره الحاكم
عليه أو قام به {فإن الله سميع عليم}؛ فيه
وعيد وتهديد لمن يحلف هذا الحلف ويقصد بذلك المضارة والمشاقة. ويستدل بهذه
الآية على أن الإيلاء خاص بالزوجة لقوله من نسائهم، وعلى وجوب الوطء في كل
أربعة أشهر مرة؛ لأنه بعد الأربعة يجبر إما على الوطء أو على الطلاق، ولا
يكون ذلك إلا لتركه واجباً.
(227) ﴾ وَإِنۡ عَزَمُواْ ٱلطَّلَٰقَ
﴿ "Dan jika mereka ber'azam
(bertetap hati untuk) talak," artinya, mereka
tidak mau kembali (dan melakukan jimak) yang
merupakan tanda kebencian mereka terhadap istri-istri mereka dan
ketidaksukaan terhadap mereka. Ini tidaklah terjadi kecuali karena
ketetapan hati yang kuat untuk talak. Apabila ini terjadi, maka ini
adalah hak yang wajib dilaksanakan secara lang-sung, dan bila tidak,
maka hakimlah yang memaksanya untuk melakukan talak atau melakukannya
untuknya. ﴾
فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ﴿ "Maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui." Ayat ini merupakan ancaman dan peringatan bagi
orang yang bersumpah dengan sumpah seperti ini dan ia bermaksud
menyusahkan dan memberatkan
(istrinya) dengan sumpahnya. Ayat ini dapat
dijadikan dalil bahwa ila` itu khusus terhadap istri karena Allah hanya
menyebutkan, "istrinya," dan juga bahwa berjimak itu wajib pada setiap
empat bulan sekali, karena setelah empat bulan itu ia harus dipaksa, baik
untuk berjimak atau mela-kukan talak, dan hal ini tidaklah seperti itu
kecuali karena ia me-ninggalkan suatu yang wajib.
{وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا
إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
(228)}
.
"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru.' Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan suami-suaminya lebih berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang se-imbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.
Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan lebih daripada istri-nya.
Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
(Al-Baqarah: 228).
#
{228} أي: النساء
[اللاتي] طلقهن أزواجهن
{يتربصن بأنفسهن}؛
أي:
ينتظرن ويعتددن مدة
{ثلاثة قروء}؛ أي:
حيض أو أطهار على اختلاف العلماء في المراد بذلك مع أن الصحيح أن القرء
الحيض، ولهذه العدة عدة حكم منها العلم ببراءة الرحم إذا تكررت عليها ثلاثة
الأقراء علم أنه ليس في رحمها حمل فلا يفضي إلى اختلاط الأنساب، ولهذا أوجب
تعالى عليهن الإخبار عن،
{ما خلق الله في أرحامهن}؛ وحرم عليهن كتمان
ذلك من حمل أو حيض، لأن كتمان ذلك يفضي إلى مفاسد كثيرة فكتمان الحمل موجب
أن تلحقه بغير من هو له رغبة فيه أو استعجالاً لانقضاء العدة فإذا ألحقته
بغير أبيه حصل من قطع الرحم والإرث واحتجاب محارمه وأقاربه عنه، وربما تزوج
ذوات محارمه وحصل في مقابلة ذلك إلحاقه بغير أبيه وثبوت توابع ذلك من الإرث
منه وله، ومن جعل أقارب الملحق به أقارب له وفي ذلك من الشر والفساد ما لا
يعلمه إلا رب العباد، ولو لم يكن في ذلك إلا إقامتها مع من نكاحها باطل في
حقه، وفيه الإصرار على الكبيرة العظيمة وهي الزنا لكفى بذلك شرًّا. وأما
كتمان الحيض فإن استعجلت فأخبرت به وهي كاذبة ففيه من انقطاع حق الزوج عنها
وإباحتها لغيره وما يتفرع عن ذلك من الشرِّ كما ذكرنا،
وإن كذبت وأخبرت بعدم وجود الحيض لتطول العدة فتأخذ منه نفقة غير واجبة
عليه بل هي سحت عليها محرمة من جهتين:
من كونها لا تستحقه، ومن كونها نسبته إلى حكم الشرع وهي كاذبة، وربما
راجعها بعد انقضاء العدة فيكون ذلك سفاحاً لكونها أجنبية منه،
فلهذا قال تعالى:
{ولا يحل لهن أن يكتمن ما خلق الله في أرحامهن إن كن يؤمن بالله واليوم
الآخر}. فصدور الكتمان منهن دليل على عدم إيمانهن بالله واليوم الآخر وإلا فلو
آمنَّ بالله واليوم الآخر وعرفن أنهن مجزيات عن أعمالهن لم يصدر منهن شيء
من ذلك، وفي ذلك دليل على قبول خبر المرأة عما تخبر بها عن نفسها من الأمر
الذي لا يطلع عليه غيرها كالحمل والحيض ونحوهما.
ثم قال تعالى:
{وبعولتهن أحق بردهن في ذلك}؛
أي:
لأزواجهن ما دامت متربصة في تلك العدة أن يردوهن إلى نكاحهن
{إن أرادوا إصلاحاً}؛
أي:
رغبة وألفة ومودة، ومفهوم الآية أنهم إن لم يريدوا الإصلاح فليسوا بأحق
بردهن فلا يحل لهم أن يراجعوهن لقصد المضارة لها وتطويل العدة عليها، وهل
يملك ذلك مع هذا القصد؟ فيه قولان:
الجمهور على أنه يملك ذلك مع التحريم، والصحيح أنه إذا لم يرد الإصلاح لا
يملك ذلك كما هو ظاهر الآية الكريمة، وهذه حكمة أخرى في هذا التربص، وهي
أنه ربما أن زوجها ندم على فراقه لها فجعلت له هذه المدة ليتروى بها ويقطع
نظره، وهذا يدل على محبته تعالى للألفة بين الزوجين وكراهته للفراق كما قال
النبي - صلى الله عليه وسلم -:
«أبغض الحلال إلى الله الطلاق» ، وهذا خاص في
الطلاق الرجعي، وأما الطلاق البائن فليس البعل بأحق برجعتها، بل إن تراضيا
على التراجع فلا بد من عقد جديد مجتمع الشروط.
ثم قال تعالى:
{ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف}؛
أي:
وللنساء على بعولتهن من الحقوق واللوازم مثل الذي عليهن لأزواجهن من الحقوق
اللازمة والمستحبة، ومرجع الحقوق بين الزوجين إلى المعروف وهو العادة
الجارية في ذلك البلد وذلك الزمان من مثلها لمثله، ويختلف ذلك باختلاف
الأزمنة والأمكنة والأحوال والأشخاص والعوائد، وفي هذا دليل على أن النفقة
والكسوة والمعاشرة والمسكن وكذلك الوطء الكل يرجع إلى المعروف، فهذا موجب
العقد المطلق، وأما مع الشرط فعلى شرطهما، إلا شرطاً أحل حراماً أو حرم
حلالاً. {وللرجال عليهن درجة}؛
أي:
رفعة ورياسة وزيادة حق عليها كما قال تعالى:
{الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من
أموالهم}؛ ومنصب النبوة والقضاء والإمامة الصغرى والكبرى وسائر الولايات
[مختصٌّ] بالرجال، وله ضعفا ما لها في كثير من
الأمور كالميراث ونحوه
{والله عزيز حكيم}؛
أي:
له العزة القاهرة والسلطان العظيم الذي دانت له جميع الأشياء، ولكنه مع
عزته حكيم في تصرفه. ويخرج من عموم هذه الآية الحوامل فعدتهن وضع الحمل،
واللاتي لم يدخل بهن فليس لهن عدة، والإماء فعدتهن حيضتان كما هو قول
الصحابة رضي الله عنهم، وسياق الآية يدل على أن المراد بها الحرة.
(228) Maksudnya, wanita-wanita yang
[22]
ditalak oleh suami-suami mereka, ﴾ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ
﴿ "hendaklah menahan diri (menunggu)," artinya,
hendaklah mereka menunggu dan menjalani iddah selama ﴾
ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ
﴿ "tiga kali quru`," yaitu haid atau suci menurut perbedaan pendapat
para ulama tentang maksud dari quru` tersebut, dan yang benar bahwa
quru` itu adalah haid. Iddah ini memiliki beberapa hikmah, di antaranya
adalah mengetahui kosongnya rahim, yaitu apabila telah berulang-ulang
tiga kali haid padanya, maka diketahui bahwa dalam rahimnya tidak
terjadi kehamilan hingga tidak akan membawa kepada ter-campurnya nasab.
Karena itu Allah mewajibkan atas mereka untuk memberitahu tentang
﴾
مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ أَرۡحَامِهِنَّ
﴿ "apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya," dan Allah mengharamkan
bagi mereka menyem-bunyikan hal itu, baik kehamilan maupun haid, karena
menyem-bunyikan hal itu akan menyebabkan kemudaratan yang sangat banyak.
Menyembunyikan kehamilan berkonsekuensi dinasabkan-nya janin kepada
orang yang bukan haknya, yang boleh jadi tidak menginginkannya, atau
demi mempercepat habisnya masa iddah. Apabila diikutkan
(dinasabkan) kepada selain bapaknya, niscaya
tali rahimnya terputus dari keluarga, juga warisan, dan mahram-mahram
dan karib kerabatnya terhalang darinya, dan bisa saja suatu saat ia
menikahi salah seorang dari mahramnya dan dinasab-kan kepada selain
ayahnya dan tetapnya hal-hal yang mengikuti-nya seperti warisan darinya
atau untuknya. Dan orang yang men-jadikan seorang yang dinisbatkan
kepadanya itu sebagai karib kerabatnya, di mana dalam hal itu terjadi
keburukan dan kerusakan yang tidak diketahui kecuali oleh Rabb manusia.
Semua mudarat itu akan terjadi kalau ia tinggal bersama laki-laki yang
menikahinya secara batil, di mana dalam hal itu juga ada perbuatan dosa
besar secara terus menerus yaitu zina, maka itu saja cukup sebagai suatu
keburukan. Adapun menyembunyikan haid, apabila ia mempercepat
(waktu sucinya) lalu ia mengabarkannya, padahal
ia dusta, maka itu tindakan menghilangkan hak suami darinya dan halalnya
diri-nya untuk selain suaminya dan segala hal yang disebabkan oleh-nya
dari keburukan sebagaimana yang telah kami sebutkan. Dan jika ia
berdusta dan mengabarkan bahwa ia tidak haid untuk me-nambah panjang
masa iddahnya untuk dapat mengambil nafkah dari suaminya yang tidak
wajib atasnya, akan tetapi dia hanya ingin terus mendapatkannya,
maka nafkah itu haram dari dua sisi:
Bahwa nafkah yang diambilnya itu bukanlah haknya, dan menis-batkan hal
itu menjadi bagian hukum syariat padahal ia berdusta, dan kemungkinan
saja suaminya rujuk kepadanya setelah habis masa iddahnya hingga hal itu
menjadi sebuah tindakan perzinaan, karena kondisinya telah menjadi
wanita asing (ajnabiyah) baginya. Karena itu
Allah تعالى berfirman,﴾
وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكۡتُمۡنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ
أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ
﴿ "Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir." Terjadinya
tindakan menyembunyikan
(haid dan kehamilan) dari mereka adalah sebuah
dalil atas tidak adanya iman mereka kepada Allah dan Hari Akhir, dan
bila tidak atau sekiranya mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan
mereka mengetahui bahwa mereka pasti diberikan balasan dari
amalan-amalan mereka, niscaya tidak akan terjadi pada mereka sesuatu pun
dari hal itu. Ayat ini juga dalil atas diterimanya informasi dari
seorang wanita tentang kabar yang mereka informasikan tentang diri
mereka dari perkara yang tidak diketahui oleh selain mereka seperti
kehamilan, haid, dan lain sebagainya. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ
﴿ "Dan suami-suaminya lebih berhak merujukinya dalam masa menanti itu,"
artinya, untuk suami-suami mereka selama mereka masih menunggu masa
iddah agar suami mereka mengembalikan mereka kepada perni-kahan
(awal), ﴾
إِنۡ أَرَادُوٓاْ إِصۡلَٰحٗاۚ
﴿ "jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah," yaitu keinginan, kelembutan, dan cinta kasih. Makna ayat ini
adalah bahwasanya bila mereka tidak meng-inginkan perbaikan, maka mereka
tidaklah berhak kembali kepada pernikahan dengan istri mereka, sehingga
tidaklah halal bagi me-reka kembali kepada istri-istri mereka dengan
maksud menimbul-kan mudarat bagi mereka dan memperpanjang lagi masa
iddahnya.
Apakah suami memiliki hak dengan maksud yang seperti itu? Dalam
masalah ini ada dua pendapat:
Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa ia memiliki hak tetapi hukumnya
haram. Yang shahih adalah apabila ia tidak menghendaki perbaikan, maka
ia tidak memiliki hak sebagaimana zahir redaksi ayat tersebut. Ini
adalah hikmah lain dari masa me-nunggu tersebut, yaitu bahwa mungkin
saja suaminya menyesal berpisah dengannya hingga masa iddah ini
dijadikan waktu untuk berpikir matang dan memutuskan ketetapannya. Ini
menunjukkan kepada kecintaan Allah تعالى kepada adanya kasih sayang di
antara kedua suami istri dan kebencianNya terhadap perpisahan
sebagai-mana Nabi ﷺ bersabda, أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللّٰهِ
الطَّلَاقُ. "Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
talak."[23] Ini adalah khusus pada talak satu
dan dua (thalaq raj'i), ada-pun talak ketiga,
maka seorang suami tidak berhak untuk kembali kepada istrinya yang telah
ditalak, namun bila mereka berdua sepakat untuk kembali bersama, maka
harus melakukan akad yang baru yang terpenuhi syarat-syaratnya. Kemudian
Allah berfirman, ﴾
وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
﴿ "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf." Maksudnya, para wanita memiliki hak yang
wajib atas suami-suami mereka sebagaimana para suami memiliki hak yang
wajib maupun yang sunnah atas mereka, dan patokan bagi hak-hak di antara
suami istri adalah pada yang ma'ruf yaitu me-nurut adat yang berlaku
pada negeri tersebut dan pada masa itu dari wanita yang setara untuk
laki-laki yang setara, dan hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan
waktu, tempat, kondisi, orang dan kebiasaan. Di sini terdapat dalil
bahwa nafkah, pakaian, pergaulan, dan tempat tinggal, demikian juga
berjimak, semua itu kembali kepada yang ma'ruf, dan ini juga merupakan
konsekuensi dari akad yang mutlak, adapun bila dengan syarat, maka
menurut syarat tersebut kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal. ﴾
وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡهِنَّ دَرَجَةٞۗ
﴿ "Akan tetapi para suami, mempunyai satu ting-katan lebih daripada
istrinya," artinya, ketinggian, kepemimpinan, dan hak yang lebih atas
dirinya, sebagaimana Allah berfirman, ﴾
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ
عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
﴿ "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka."
(An-Nisa`: 34).
Kedudukan kenabian, kehakiman, imam masjid
(shalat), maupun kekhalifahan, serta segala
kekuasaan adalah khusus bagi laki-laki, dan juga mempunyai hak dua kali
lipat dari hak kaum wanita dalam banyak perkara seperti warisan dan
semacamnya. ﴾
وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿ "Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
Mak-sudnya, Allah memiliki keperkasaan yang kuat dan kekuasaan yang agung,
di mana segala sesuatu tunduk kepadaNya. Akan tetapi bersama
keperkasaanNya Allah juga bijaksana dalam segala tindakanNya. Dan tidak
termasuk dalam keumuman ayat ini adalah wanita-wanita hamil, karena iddah
mereka adalah melahirkan bayinya, dan wanita-wanita yang belum dicampuri
suaminya, mereka tidak memiliki iddah, juga hamba sahaya, karena iddah
mereka adalah dua haid sebagaimana perkataan sahabat رضي الله عنهم,
sedangkan konteks ayat menunjukkan bahwa yang dimaksud di sana adalah
wanita yang merdeka.
{الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ
بِإِحْسَانٍ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا
آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ
اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا
تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ (229)}
"Talak
(yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah
itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara
yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas ke-duanya tentang bayaran yang diberikan
oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
kamu me-langgarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka
itulah orang-orang yang zhalim."
(Al-Baqarah: 229).
#
{229} كان الطلاق في الجاهلية واستمر أول
الإسلام يطلق الرجل زوجته بلا نهاية، فكان إذا أراد مضارتها طلقها فإذا
شارفت انقضاء عدتها راجعها ثم طلقها وصنع بها مثل ذلك أبداً، فيحصل عليها
من الضرر ما الله به عليم. فأخبر تعالى أن
{الطلاق}؛ أي: الذي
تحصل به الرجعة، {مرتان}؛ ليتمكن الزوج إن لم
يرد المضارة من ارتجاعها ويراجع رأيه في هذه المدة، وأما ما فوقها فليس
محلاًّ لذلك؛ لأن من زاد على الثنتين فإما متجرئ على المحرم أو ليس له رغبة
في إمساكها بل قصده المضارة، فلهذا أمر تعالى الزوج أن يمسك زوجته
{بمعروف}؛ أي: عشرة
حسنة ويجري مجرى أمثاله مع زوجاتهم، وهذا هو الأرجح، وإلا يسرحها ويفارقها،
{بإحسان}؛ ومن الإحسان أن لا يأخذ على فراقه
لها شيئاً من مالها لأنه ظلم وأخذ للمال في غير مقابلة بشيء،
فلهذا قال:
{ولا يحل لكم أن تأخذوا مما آتيتموهن شيئاً إلا أن يخافا أن لا يقيما
حدود الله}؛ وهي المخالعة بالمعروف بأن كرهت الزوجة زوجها لخُلُقِه أو خَلْقِه أو
نقص دينه، وخافت أن لا تطيع الله فيه
{فإن خفتم ألا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به}؛ لأنه عوض لتحصيل مقصودها من الفرقة، وفي هذا مشروعية الخلع إذا وجدت هذه
الحكمة {تلك}؛ أي:
ما تقدم من الأحكام الشرعية،
{حدود الله}؛ أي:
أحكامه التي شرعها لكم وأمر بالوقوف معها
{ومن يتعد حدود الله فأولئك هم الظالمون}،
وأي ظلم أعظم ممن اقتحم الحلال وتعدى منه إلى الحرام فلم يسعه ما أحل
الله؟ والظلم ثلاثة أقسام: ظلم العبد فيما بينه
وبين الله، وظلم العبد الأكبر الذي هو الشرك، وظلم العبد فيما بينه وبين
الخلق. فالشرك لا يغفره الله إلاَّ بالتوبة، وحقوق العباد لا يترك الله
منها شيئاً، والظلم الذي بين العبد وربه فيما دون الشرك تحت المشيئة
والحكمة.
(229) Talak pada masa jahiliyah dan terus
berlanjut pada masa awal Islam, yaitu seorang suami menceraikan istrinya
tanpa batas, di mana apabila ia menghendaki memudaratkan istrinya, maka
dia ceraikan dulu dan apabila hampir selesai masa iddahnya, ia rujuk
kembali, kemudian ia ceraikan kembali dan begitulah se-terusnya, hingga
membuat kemudaratan bagi wanita yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Maka Allah تعالى memberitahukan bahwa ﴾ ٱلطَّلَٰقُ
﴿ "talak" yang boleh dilakukan rujuk padanya adalah ﴾
مَرَّتَانِۖ
﴿ "dua kali", agar suami dimungkinkan
(apabila ia tidak ber-maksud memudaratkan),
untuk kembali kepada istrinya dan ia berpikir kembali pada masa
tersebut, namun jika lebih dari masa itu, maka tidaklah haram baginya,
karena barangsiapa yang men-talak lebih dari dua kali, maka dia itu
kalau bukan karena lancang terhadap yang haram atau ia tidak mempunyai
keinginan untuk merujuk, maka maksudnya adalah memudaratkan. Karena itu
Allah memerintahkan kepada suami tersebut untuk merujuk istrinya ﴾
بِمَعۡرُوفٍ
﴿ "dengan cara yang ma'ruf," yaitu, pergaulan yang baik yang berlaku di
antara mereka seperti apa yang berlaku pada pasangan yang semisal
mereka, dan inilah yang lebih kuat, bila tidak, maka hendaklah
menceraikan dan mening-galkannya ﴾
بِإِحۡسَٰنٖۗ
﴿ "dengan cara yang baik." Di antara cara yang baik itu adalah tidak
mengambil sesuatu pun dari harta istrinya karena perceraian tersebut,
karena tindakan itu adalah kezhaliman dan mengambil harta tanpa ada
timbal balik-nya sedikitpun. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
وَلَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَأۡخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ شَيۡـًٔا
إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۖ
﴿ "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah," yakni, melakukan khulu' dengan cara yang
ma'ruf, di mana sang istri membenci suaminya akibat kejelekan akhlak,
paras atau kurangnya agamanya, dan ia khawatir tidak dapat menaati Allah
padanya. ﴾
فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَا
فِيمَا ٱفۡتَدَتۡ بِهِۦۗ
﴿ "Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami istri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya," karena hal itu adalah
pengganti untuk mendapatkan maksud yang dikehendakinya yaitu perpisahan.
Ayat ini merupakan dalil disyariatkannya khulu' apabila hikmah tersebut
ditemukan. ﴾
تِلۡكَ
﴿ "Itulah," yakni, apa yang telah disebutkan dari hukum-hukum syariat,
﴾
حُدُودُ ٱللَّهِ
﴿ "hukum-hukum Allah" yaitu ketetapan-ketetapan Allah yang disyariatkan
olehNya bagi kalian dan Dia perintahkan untuk menjalankannya. ﴾
وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ﴿
"Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang
yang zhalim." Dan kezhaliman apa lagi yang lebih besar daripada menerobos
yang halal dan melampaui batasnya sampai menjadi yang haram, di mana yang
telah dihalal-
kan Allah tidaklah memuaskannya? Kezhaliman itu ada tiga macam:
Pertama, kezhaliman hamba antara dirinya dengan Allah, kedua, kezhaliman
hamba yang paling besar
(azh-Zhulm al-Akbar) yaitu syirik, dan ketiga,
kezhaliman hamba antara dirinya dengan orang lain. Syirik itu tidak akan
diampuni oleh Allah kecuali dengan bertaubat, dan hak-hak hamba tidak
sedikitpun dikesampingkan oleh Allah, sedangkan kezhaliman yang terjadi
antara seorang hamba dengan Rabbnya dalam perkara selain syirik adalah di
bawah kehendak dan hikmah Allah.
{فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ
زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ
يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ
حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
(230) وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ
فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ
ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلَا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ
الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
(231)}
"Kemudian jika si suami mentalaknya
(sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian
jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(bekas suami pertama dan istri) untuk kawin
kembali jika keduanya ber-pendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkanNya kepada kaum yang
(mau) mengetahui. Apabila kamu mentalak
istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf
(pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi
kemuda-ratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang-siapa
berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya
sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan, dan
ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu
yaitu al-Kitab
(al-Qur`an) dan al-Hikmah
(as-Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu
dengan apa yang diturunkanNya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengeta-hui segala sesuatu."
(Al-Baqarah: 230).
#
{230} يقول تعالى:
{فإن طلقها}؛ أي:
الطلقة الثالثة
{فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجًا غيره}؛ أي: نكاحاً صحيحاً ويطأها، لأن النكاح الشرعي
لا يكون إلا صحيحاً ويدخل فيه العقد والوطء وهذا بالاتفاق، ويتعين أن يكون
نكاح الثاني نكاح رغبة، فإن قصد به تحليلها للأول فليس بنكاح ولا يفيد
التحليل، ولا يفيد وطء السيد لأنه ليس بزوج، فإذا تزوجها الثاني راغباً،
ووطأها، ثم فارقها وانقضت عدتها
{فلا جناح عليهما}؛
أي:
على الزوج الأول والزوجة
{أن يتراجعا}؛ أي:
يجددا عقداً جديداً بينهما لإضافته التراجع إليهما، فدل على اعتبار
التراضي، ولكن يشترط في التراجع أن يظنا
{أن يقيما حدود الله}؛ بأن يقوم كل منهما بحق
صاحبه، وذلك إذا ندما على عشرتهما السابقة الموجبة للفراق، وعزما أن
يبدلاها بعشرة حسنة، فهنا لا جناح عليهما في التراجع. ومفهوم الآية الكريمة
أنهما إن لم يظنا أن يقيما حدود الله بأن غلب على ظنهما أن الحال السابقة
باقية والعشرة السيئة غير زائلة أن عليهما في ذلك جناحاً، لأن جميع الأمور
إن لم يقم فيها أمر الله ويسلك بها طاعته لم يحل الإقدام عليها، وفي هذا
دلالة على أنه ينبغي للإنسان إذا أراد أن يدخل في أمر من الأمور، خصوصاً
الولايات الصغار والكبار، أن ينظر في نفسه، فإن رأى من نفسه قوة على ذلك
ووثق بها أقدم وإلا أحجم.
ولما بيَّن تعالى هذه الأحكام العظيمة قال:
{وتلك حدود الله}؛
أي:
شرائعه التي حددها وبينها ووضحها،
{يبينها لقوم يعلمون}؛ لأنهم هم المنتفعون
بها النافعون لغيرهم، وفي هذا من فضيلة أهل العلم ما لا يخفى، لأن الله
تعالى جعل تبيينه لحدوده خاصًّا بهم وأنهم المقصودون بذلك، وفيه أن الله
تعالى يحب من عباده معرفة حدود ما أنزل على رسوله والتفقه بها.
(230) Allah تعالى berfirman, ﴾ فَإِن طَلَّقَهَا
﴿ "Kemudian jika si suami mentalaknya
(sesudah talak yang kedua)," yakni, talak yang
ketiga, ﴾
فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُۥۗ
﴿ "maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan
suami yang lain," yakni, nikah yang sah dan menggaulinya
(jimak) dengannya, karena nikah syar'i pasti
meru-pakan nikah yang sah yang meliputi akad dan berjimak, dan ini telah
disepakati, dan menjadi suatu yang wajib bahwa nikah kedua itu adalah
nikah atas dasar suka. Namun apabila ia hanya bermaksud dengan nikah itu
untuk membuat suami pertama halal kembali, maka tidaklah dinamakan nikah
dan tidak bisa menjadi penghalal
(bagi suami pertama) dan tidak pula jimaknya
seorang tuan (pemilik sahaya), karena itu bukan
seorang suami. Apabila suami kedua menikahinya atas dasar suka lalu dia
berjimak dengannya kemudian dia cerai darinya dan telah habis iddahnya,
﴾
فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ
﴿ "maka tidak ada dosa bagi keduanya," yaitu suami pertama dan si
istri, ﴾
أَن يَتَرَاجَعَآ
﴿ "untuk kawin kembali." Artinya, mereka berdua membuat akad baru
antara mereka berdua karena
(ayat ini) menyandarkan rujuk kembali kepada
keduanya. Maka hal itu menunjukkan akan disyaratkannya saling ridha.
Akan tetapi dalam hal bersatu kembali itu disyaratkan keduanya memiliki
per-kiraan ﴾
أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ
﴿ "akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah," yakni bahwa masing-masing
dari mereka berdua harus menunai-kan hak pasangannya. Yang demikian itu
apabila mereka berdua menyesal dengan hubungan terdahulu mereka yang
menyebabkan perpisahan dan mereka bertekad kuat untuk merubahnya dengan
hubungan yang lebih baik, maka dengan demikian, tidak ada dosa bagi
keduanya untuk bersatu kembali. Pemahaman terbalik ayat ini menunjukkan
bahwa jika me-reka berdua berpendapat tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, yakni atas dasar sangkaan yang kuat bahwasanya
kondisi mereka yang dahulu tetap akan terjadi dan hubungan yang buruk
antara mereka berdua tidak akan lenyap sehingga mereka berdua
mendapatkan dosa, karena segala perkara apabila tidak dijalankan padanya
perintah Allah dan ditempuh padanya ketaatan kepada-Nya, maka tidaklah
halal mengerjakannya, dan ayat ini merupakan dalil atas seseorang bila
akan mengerjakan suatu perkara, khusus-nya masalah-masalah perwalian
yang besar maupun yang kecil, maka hendaklah ia memperhatikan dirinya
dahulu, apabila ia memandang dirinya memiliki kemampuan untuk
mengendalikan hal itu dan ia yakin akan hal itu, maka ia boleh
melakukannya, namun bila tidak, maka lebih baik ia menahan diri. Ketika
Allah menjelaskan tentang hukum-hukum yang agung tersebut, Dia
berfirman, ﴾
وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ
﴿ "Itulah hukum-hukum Allah," maksudnya, syariat-syariatNya yang telah
ditetapkan, dijelaskan, dan ﴾
يُبَيِّنُهَا لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ﴿ "diterangkanNya kepada kaum yang
(mau) menge-tahui." Karena merekalah orang-orang
yang mengambil manfaat dengannya dan mereka bermanfaat bagi orang lain.
Ini menunjuk-kan keutamaan orang yang berilmu dan itu jelas, karena Allah
تعالى menjadikan penjelasan tentang hukum-hukumNya khusus buat mereka dan
bahwa merekalah yang dimaksudkan dengan hal tersebut. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa Allah تعالى mencintai ilmu hamba-hambaNya tentang
hukum-hukum yang diturunkan kepada RasulNya dan mendalaminya.
#
{231} ثم قال تعالى:
{وإذا طلقتم النساء}؛
أي:
طلاقاً رجعياً بواحدة أو اثنتين
{فبلغن أجلهن}؛ أي:
قاربن انقضاء عدتهن
{فأمسكوهن بمعروف أو سرحوهن بمعروف}؛
أي:
إما أن تراجعوهن ونيتكم القيام بحقوقهن، أو تتركوهن بلا رجعة ولا
إضرار، ولهذا قال:
{ولا تمسكوهن ضرارًا}؛
أي:
مضارة بهن {لتعتدوا} في فعلكم هذا الحلال إلى
الحرام، فالحلال الإمساك بالمعروف والحرام المضارة،
{ومن يفعل ذلك فقد ظلم نفسه}، ولو كان الحق
يعود للمخلوق فالضرر عائد إلى من أراد الضرار،
{ولا تتخذوا آيات الله هزواً}، لما بين تعالى
حدوده غاية التبيين وكان المقصود العلم بها والعمل والوقوف معها وعدم
مجاوزتها، لأنه تعالى لم ينزلها عبثاً بل أنزلها بالحق والصدق والجد، نهى
عن اتخاذها هزواً، أي: لعباً بها وهو التجري عليها
وعدم الامتثال لواجبها، مثل:
استعمال المضارة في الإمساك أو الفراق أو كثرة الطلاق أو جمع الثلاث، والله
من رحمته جعل له واحدة بعد واحدة رفقاً به، وسعياً في مصلحته.
{واذكروا نعمة الله عليكم}؛ عموماً باللسان
حمداً وثناء وبالقلب اعترافاً وإقراراً وبالأركان بصرفها في طاعة الله
{وما أنزل عليكم من الكتاب والحكمة}؛
أي:
السنة، اللذين بَيَّن لكم بهما طرق الخير، ورغبكم فيها، وطرق الشر، وحذركم
إياها، وعرفكم نفسه ووقائعه في أوليائه وأعدائه، وعلمكم ما لم تكونوا
تعلمون، وقيل المراد بالحكمة أسرار الشريعة، فالكتاب فيه الحكم، والحكمة
فيها بيان حكمة الله في أوامره ونواهيه، وكلا المعنيين صحيح،
ولهذا قال:
{يعظكم به}؛ أي: بما
أنزل عليكم، وهذا مما يقوي أن المراد بالحكمة أسرارُ الشريعة لأن الموعظة
ببيان الحكم والحكمة والترغيب أو الترهيب، فالحكم به يزول الجهل، والحكمة
مع الترغيب يوجب الرغبة، والحكمة مع الترهيب يوجب الرهبة
{واتقوا الله} في جميع أموركم
{واعلموا أن الله بكل شيء عليم}؛ فلهذا بين
لكم هذه الأحكام بغاية الإتقان والإحكام التي هي جارية مع المصالح في كل
زمان ومكان، فله الحمد والمنة.
(231) Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾ وَإِذَا
طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ
﴿ "Apabila kamu mentalak istri-istrimu," yakni, talak raj'i, yang
pertama atau yang kedua, ﴾
فَبَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ
﴿ "lalu mereka mendekati akhir iddahnya," artinya sudah hampir selesai
masa iddahnya, ﴾
فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖۚ
﴿ "maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma'ruf (pula)."
Maksudnya, kalian kembali rujuk kepada mereka dengan niat untuk
menunaikan hak-hak mereka atau kalian membiarkan mereka tanpa rujuk dan
tidak pula memudaratkan mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman,
﴾
وَلَا تُمۡسِكُوهُنَّ ضِرَارٗا
﴿ "Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemu-daratan," artinya,
yang dapat menimbulkan mudarat bagi mereka, ﴾
لِّتَعۡتَدُواْۚ
﴿ "karena dengan demikian kamu menganiaya mereka" dalam perbuatan
kalian yang halal itu menuju kepada keharaman. Yang halal adalah kalian
kembali kepada mereka dengan cara yang baik sedangkan yang haram adalah
kalian (rujuk untuk) memudaratkan mereka.
﴾
وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ
﴿ "Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim
terhadap dirinya sendiri." Seandainya kebenaran itu kembali kepada
makhluk, maka mudarat itu juga kembali kepada orang yang menghendaki
kemudaratan itu. ﴾
وَلَا تَتَّخِذُوٓاْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ هُزُوٗاۚ
﴿ "Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan." Setelah Allah
تعالى menjelaskan hukum-hukumNya dengan sejelas-jelasnya -di mana maksud
dari itu semua adalah mengetahuinya, mengamalkannya, memperjuangkannya,
serta tidak melampaui batasannya, karena Allah تعالى tidak
menetapkan-nya dengan sia-sia, akan tetapi Allah menurunkannya dengan
benar, jujur dan sungguh-sungguh-, Allah melarang menjadikan-nya sebagai
permainan. Artinya, hanya sebagai main-main yaitu dengan bersikap
lancang terhadapnya dan tidak menunaikan kewajiban-kewajibannya seperti
menyengaja kemudaratan dalam rujuk, atau dalam perceraian, atau banyak
bercerai, atau menyatu-kan tiga talak sekaligus, padahal di antara
rahmat Allah adalah Dia jadikan talak itu satu demi satu sebagai suatu
kasih sayang untuknya dan usaha menuju kemaslahatannya. ﴾
وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ
﴿ "Dan ingatlah nikmat Allah padamu" secara umum yaitu pujian dan
sanjungan dengan lisan, pengakuan, dan penetapan dengan hati dan
menggunakannya dengan anggota tubuh untuk ketaatan kepada Allah. ﴾
وَمَآ أَنزَلَ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡحِكۡمَةِ
﴿ "Dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab
(al-Qur`an) dan al-Hikmah," yakni as-Sunnah,
yang keduanya menjelaskan bagi kalian jalan-jalan kebaikan, memberi
semangat buat kalian untuk melakukannya, dan juga tentang jalan-jalan
kejahatan lalu meng-ingatkan kalian darinya, memberitahu kalian tentang
DiriNya dan tindakanNya terhadap wali-waliNya dan musuh-musuhNya, dan
mengajari kalian apa yang tidak kalian ketahui. Pendapat lain mengatakan
bahwa hikmah di sini adalah ra-hasia-rahasia Syariat. Dalam al-Qur`an
terkandung hikmah-hikmah, dan hikmah itu merupakan penjelasan hikmah
Allah pada perintah-perintahNya dan larangan-laranganNya. Kedua makna
tersebut adalah benar adanya. Karena itu Allah berfirman, ﴾
يَعِظُكُم بِهِۦۚ
﴿ "Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkanNya
itu," maksudnya, dengan apa yang Dia turunkan kepada kalian. Ini
menguatkan bahwa maksud dari hikmah dalam ayat di atas adalah
rahasia-rahasia Syariat; karena nasihat itu adalah dengan menjelas-kan
hukum, hikmah, memberi dorongan dan ancaman. Berhukum dengannya akan
menghilangkan kejahilan, dan hikmah disertai dengan pemberian kabar
gembira akan menimbulkan keinginan, sedang hikmah disertai dengan
ancaman menimbulkan kekhawa-tiran. ﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ
﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah" dalam segala urusan-urusan kalian,
﴾
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ﴿ "serta ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Karena itulah Allah
menje-laskan bagi kalian hukum-hukum tersebut dengan begitu bagus dan
mantap yang sejalan dengan kemaslahatan pada setiap masa dan tempat. Maka
pujian dan sanjungan hanya bagi Allah.
{وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا
بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ
وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
(232)}
"Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka
janganlah kamu
(para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan
cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu kepada Allah dan Hari Kemudian. Itu lebih baik bagimu dan
lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(Al-Baqa-rah: 232).
#
{232} هذا خطاب لأولياء المرأة المطلقة دون
الثلاث إذا خرجت من العدة وأراد زوجها أن ينكحها ورضيت بذلك فلا يجوز
لوليها من أب وغيره أن يعضلها أي يمنعها من التزوج به حنقاً عليه وغضباً
واشمئزازاً لما فعل من الطلاق الأول، وذكر أن من كان يؤمن بالله واليوم
الآخر؛ فإيمانه يمنعه من العضل، ذلك
{أزكى لكم وأطهر}؛ وأطيب مما يظن الولي أن
عدم تزويجه هو الرأي واللائق وأنه يقابل بطلاقه الأول بعدم تزويجه كما هو
عادة المترفعين المتكبرين، فإن كان يظن أن المصلحة في عدم تزويجه. فالله
{يعلم وأنتم لا تعلمون}؛ فامتثلوا أمر من هو
عالم بمصالحكم، مريد لها قادر عليها، ميسر لها من الوجه الذي تعرفون وغيره.
وفي هذه الآية دليل على أنه لا بد من الولي في النكاح لأنه نهى الأولياء عن
العضل، ولا ينهاهم إلا عن أمر هو تحت تدبيرهم ولهم فيه حق.
ثم قال تعالى:
(232) Ini ditujukan kepada para wali wanita yang
dicerai-kan dengan perceraian yang bukan talak tiga. Apabila telah berlalu
masa iddahnya dan suami menghendaki untuk kembali menikahi-nya dan ia pun
ridha dengannya, maka walinya, seperti ayahnya atau selainnya, tidak boleh
menghalanginya atau melarangnya untuk menikah kembali dengan suaminya itu
sebagai suatu tin-dakan kebencian kepada suaminya, kemarahan terhadapnya,
dan kemuakan akan perlakuannya mentalak istrinya dengan talak yang pertama
(sebelumnya). Dan Allah menyebutkan bahwa
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka keimanannya itu
akan mence-gahnya dari tindakan merintangi pernikahan itu, yang demikian
itu ﴾ أَزۡكَىٰ لَكُمۡ وَأَطۡهَرُۚ
﴿ "lebih baik bagimu dan lebih suci", dan lebih bagus dari apa yang
diperkirakan oleh sang wali yaitu bahwa sebaiknya tidak menikahkan lagi,
karena itulah pendapat yang paling sesuai dan bahwa hal itu sederajat
dengan perlakuannya mentalak istri-nya sebagaimana kebiasaan orang-orang
yang sombong lagi mem-banggakan diri mereka. Apabila ia mengira bahwa
dengan tidak menikahkan lagi adalah kemaslahatan, maka ﴾
يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ﴿ "Allah mengetahui, se-dang kamu tidak
mengetahui." Karena itu, kerjakanlah perintah Dzat yang Maha Mengetahui
kemaslahatan kalian, yang menghendaki hal itu untuk kalian dan yang
Mahakuasa atas hal itu, yang Mem-permudahnya dari bentuk yang kalian
ketahui ataupun selainnya. Ayat ini adalah dalil bahwa wali itu harus ada
dalam suatu pernikahan, karena Allah melarang para wali dari merintangi
per-nikahan dan tidak melarang mereka kecuali perkara yang berada di bawah
kendali mereka dan mereka memiliki hak padanya.
{وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ
لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا
وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ
بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا
عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ
أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(233)}
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita keseng-saraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin me-nyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
per-musyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 233).
#
{233} هذا خبر بمعنى الأمر تنزيلاً له منزلة
المتقرر الذي لا يحتاج إلى أمر بأن
{يرضعن أولادهن حولين}؛
ولما كان الحول يطلق على الكامل وعلى معظم الحول قال:
{كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة}؛ فإذا تم
للرضيع حولان فقد تم رضاعه وصار اللبن بعد ذلك بمنزلة سائر الأغذية، فلهذا
كان الرضاع بعد الحولين غير معتبر لا يُحَرِّم.
ويؤخذ من هذا النص ومن قوله تعالى:
{وحمله وفصاله ثلاثون شهراً}؛ أن أقل مدة
الحمل ستة أشهر وأنه يمكن وجود الولد بها
{وعلى المولود له}؛
أي:
الأب، {رزقهن وكسوتهن بالمعروف}؛ وهذا شامل
لما إذا كانت في حباله أو مطلقة، فإن على الأب رزقها؛
أي:
نفقتها وكسوتها وهي الأجرة للرضاع، ودل هذا على أنها إذا كانت في حباله لا
يجب لها أجرة غير النفقة والكسوة وكل بحسب حاله،
فلهذا قال:
{لا تكلف نفس إلا وسعها}؛ فلا يكلف الفقير أن
ينفق نفقة الغني ولا من لم يجد شيئاً بالنفقة حتى يجد
{لا تضار والدة بولدها ولا مولود له بولده}؛ أي: لا يحل أن تضار الوالدة بسبب ولدها، إما أن
تمنع من إرضاعه أو لا تعطى ما يجب لها من النفقة والكسوة أو الأجرة
{ولا مولود له بولده}؛ بأن تمتنع من إرضاعه
على وجه المضارة [له] أو تطلب زيادة عن الواجب
ونحو ذلك من أنواع الضرر، ودل قوله:
{مولود له}؛ أن الولد لأبيه لأنه موهوب له
ولأنه من كسبه، فلذلك جاز له الأخذ من ماله رضيَ أو لم يرضَ، بخلاف
الأم. وقوله:
{وعلى الوارث مثل ذلك}؛
أي:
على وارث الطفل إذا عدم الأب، وكان الطفل ليس له مال مثل ما على الأب من
النفقة للمرضع والكسوة، فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين على القريب
الوارث الموسر،
{فإن أرادا}؛ أي:
الأبوان، {فصالاً}؛
أي:
فطام الصبي قبل الحولين،
{عن تراضٍ منهما}؛ بأن يكونا راضيين،
{وتشاور}؛ فيما بينهما هل هو مصلحة للصبي أم
لا؟ فإن كان مصلحة ورضيا {فلا جناح عليهما}؛
في فطامه قبل الحولين، فدلت الآية بمفهومها على أنه إن رضي أحدهما دون
الآخر أو لم يكن مصلحة للطفل أنه لا يجوز فطامه.
وقوله:
{وإن أردتم أن تسترضعوا أولادكم}؛
أي:
تطلبوا لهم المراضع غير أمهاتهم على غير وجه المضارة،
{فلا جناح عليكم إذا سلمتم ما آتيتم بالمعروف}؛ أي: للمرضعات،
{والله بما تعملون بصير}؛ فمجازيكم على ذلك
بالخير والشر.
(233) Ini adalah kabar tapi maknanya adalah
perintah sebagai suatu penempatan baginya pada suatu kedudukan yang telah
diakui dan tetap, yang tidak butuh kepada perintah, yaitu hendaklah
(ibu-ibu) ﴾ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ
﴿ "menyusukan anak-anaknya selama dua tahun." Dan ketika tahun itu
diartikan sebagai setahun yang sempurna atau setahun kurang sedikit,
Allah berfirman, ﴾
كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ
﴿ "Dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin me-nyempurnakan penyusuan."
Apabila seorang bayi telah sempurna dua tahun menyusu, maka telah
selesailah masa menyusunya dan air susu yang ada setelah itu berfungsi
sama dengan segala macam makanan. Karena itu penyusuan yang terjadi
setelah dua tahun itu tidaklah dianggap dan tidak mengharamkan
(baca: tidak menjadi-kan teman sesusuannya mahram baginya. Ed.
T.). Dan dari ayat ini dan Firman Allah yang lain, ﴾
وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهۡرًاۚ
﴿ "Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan."
(Al-Ahqaf: 15), dapat
diambil kesimpulan bahwasanya masa kehamilan yang paling sedikit adalah
enam bulan dan bahwa mungkin saja dalam tempo secepat itu terlahir
seorang bayi. ﴾
وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ
﴿ "Dan diwajibkan atas orang yang dilahirkan untuknya," yaitu ayah,
﴾
رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ
﴿ "memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf." Ini
mencakup (semua), baik yang masih dalam ikatan
pernikahan dengan suaminya maupun yang telah diceraikan; maka seorang
ayah wajib memberinya makan, yakni memberi nafkah dan pakaian sebagai
upah bagi pekerjaan menyusui yang dilakukannya. Ini juga menunjukkan
bahwa apabila masih dalam ikatan pernikahan, suaminya wajib memberi
nafkah dan pakaian, sesuai kondisinya. Karena itu Allah berfirman,
﴾
لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
﴿ "Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya."
Tidaklah seorang yang fakir dibebankan untuk memberikan nafkah seperti
nafkah-nya orang yang kaya, dan tidak pula seorang yang tidak punya
apa-apa hingga dia mendapatkannya. ﴾
لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوۡلُودٞ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ
﴿ "Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya." Mak-sudnya, tidaklah halal bagi seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, baik dengan melarangnya untuk
menyusui anak-nya atau tidak diberi hak yang wajib untuknya dari nafkah
dan pakaian, atau upah, ﴾
وَلَا مَوۡلُودٞ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ
﴿ "dan seorang ayah karena anak-nya," yakni dengan cara ibunya itu
tidak mau menyusui anaknya yang dapat menyengsarakan dirinya, atau
ibunya meminta bayaran yang lebih besar dari yang seharusnya dan
semacamnya. Dan Firman Allah, ﴾
مَوۡلُودٞ لَّهُۥ
﴿ "yang dilahirkan untuknya (ayah),"
menun-jukkan bahwa anak itu adalah milik ayahnya, karena dialah yang
diberikan untuknya dan karena anak itu adalah hasil jerih payah-nya,
oleh karena itu, boleh baginya mengambil harta anaknya itu, baik ridha
maupun tidak, berbeda dengan ibu. Dan FirmanNya, ﴾
وَعَلَى ٱلۡوَارِثِ مِثۡلُ ذَٰلِكَۗ
﴿ "Dan waris pun berkewajiban demikian," maksudnya, orang yang mewarisi
anak tersebut apabila tidak ada ayahnya dan anak tersebut tidak memiliki
harta, maka ia wajib sebagaimana kewajiban ayah memberi nafkah dan
pakaian terhadap wanita yang menyusui. Ini menunjukkan wajibnya
memberikan nafkah terhadap karib kerabat yang kesusahan oleh karib
kerabat pewaris yang berada dalam kelapangan. ﴾
فَإِنۡ أَرَادَا
﴿ "Apabila keduanya ingin," yaitu, kedua orang tua, ﴾
فِصَالًا
﴿ "menyapih," maksudnya, berhenti menyusui bayi tersebut sebelum dua
tahun ﴾
عَن تَرَاضٖ مِّنۡهُمَا
﴿ "dengan kerelaan keduanya," di mana keduanya ridha, ﴾
وَتَشَاوُرٖ
﴿ "dan permusyawaratan" antara mereka berdua apakah hal itu merupakan
kemaslahatan bayi ataukah tidak? Apabila ada maslahat
(untuk si bayi) dan mereka berdua rela,﴾
فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَاۗ
﴿ "maka tidak ada dosa atas keduanya" untuk penyapihannya yang kurang
dari dua tahun tersebut. Ayat ini menunjukkan bahwa apabila salah
seorang dari keduanya rela dan yang lainnya tidak rela atau bukan untuk
ke-maslahatan bayi itu, maka tidak boleh disapih. Dan FirmanNya, ﴾
وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ
﴿ "Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain," artinya,
kalian mencarikan wanita yang menyusuinya selain dari ibunya atas dasar
tidak memuda-ratkan, ﴾
فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ
﴿ "maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut," yaitu, bagi wanita-wanita yang menyusui tersebut.
Dan ketahuilah ﴾
أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ﴿ "bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan," maka Dia akan memberikan balasannya bagi kalian atas
semua itu dengan kebaikan dan keburukan.
{وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا
بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي
أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
(234)}
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
istri-istri
(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu
(para wali) mem-biarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
(Al-Baqarah: 234).
#
{234} أي: إذا توفي الزوج مكثت زوجته متربصة
أربعة أشهر وعشرة أيام وجوباً، والحكمة في ذلك ليتبين الحمل في مدة الأربعة
ويتحرك في ابتدائه في الشهر الخامس، وهذا العام مخصوص بالحوامل، فإن عدتهن
بوضع الحمل، وكذلك الأمة عدتها على النصف من عدة الحرة شهران وخمسة
أيام. وقوله:
{فإذا بلغن أجلهن}؛
أي:
انقضت عدتهن،
{فلا جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن}؛
أي:
من مراجعتها للزينة والطيب، {بالمعروف}؛
أي:
على وجه غير محرم ولا مكروه، وفي هذا وجوب الإحداد مدة العدة على المتوفى
عنها زوجها دون غيرها من المطلقات والمفارقات وهو مجمع عليه بين العلماء،
{والله بما تعملون خبير}؛
أي:
عالم بأعمالكم ظاهرها وباطنها جليِّها وخفيها فمجازيكم عليها،
وفي خطابه للأولياء بقوله:
{فلا جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن}؛ دليل
على أن الولي ينظر على المرأة ويمنعها مما لا يجوز فعله، ويجبرها على ما
يجب وأنه مخاطب بذلك واجب عليه.
(234) Maksudnya, apabila suami meninggal, istrinya
harus tetap tinggal dan wajib menunggu selama empat bulan sepuluh hari.
Hikmahnya adalah untuk membuktikan adanya kehamilan pada masa empat bulan
dan awal-awal bergeraknya
(janin) pada bulan yang
kelima. Ayat yang umum ini dikhususkan dengan wanita-wanita yang hamil,
karena iddah mereka adalah melahirkan bayinya, demikian juga hamba sahaya
wanita, karena iddahnya adalah setengah dari iddah wanita merdeka yaitu
dua bulan lima hari. FirmanNya, ﴾ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ
﴿ "Kemudian apabila telah habis iddah-nya," artinya, telah selesai masa
iddahnya, ﴾
فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ
﴿ "maka tiada dosa bagimu,
(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka," artinya, untuk berhias dan memakai wangi-wangian, ﴾
بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ
﴿ "menurut yang patut." Maksudnya, dalam bentuk yang tidak diharamkan
dan tidak pula dimakruhkan. Ayat ini menunjukkan kewajiban ihdad
(tidak bersolek) dalam masa iddah atas wanita
yang ditinggal mati suaminya namun tidak bagi selainnya dari
wanita-wanita yang diceraikan dan ditinggal-kan
(suaminya), dan ini merupakan kesepakatan para
ulama. ﴾
وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
﴿ "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat," mak-sudnya, mengetahui
perbuatan-perbuatan kalian secara lahiriyahnya maupun batiniyahnya, yang
tampak maupun yang tersembunyi, maka pasti Allah akan membalasnya. Dan
tentang mengarahkan FirmanNya kepada para wali dengan FirmanNya, ﴾
فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ ﴿ "Maka tiada
dosa bagimu
(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka," merupakan dalil bahwa wali itu harus memperhatikan wanita
tersebut dan melarangnya dari hal-hal yang tidak boleh dilakukan, dan
memaksanya untuk melakukan yang wajib dan bahwasanya ayat ini dihadapkan
untuk wali dan menjadi tanggung jawabnya.
{وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ
النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ
سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ
تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ
حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ
مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
حَلِيمٌ (235)}
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu menyembunyikan
(keinginan me-ngawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia,
kecuali sekedar mengucapkan
(kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan
janganlah kamu ber'azam
(bertetap hati) untuk
berakad nikah, sebelum habis
(masa) iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka
takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun."
(Al-Baqarah: 235).
#
{235} هذا حكم المعتدة من وفاة أو المبانة في
الحياة،
فيحرم على غير مبينها أن يصرح لها في الخطبة وهو المراد بقوله:
{ولكن لا تواعدوهن سرًّا}؛ وأما التعريض فقد
أسقط تعالى فيه الجناح، والفرق بينهما أن التصريح لا يحتمل غير النكاح
فلهذا حرم خوفاً من استعجالها وكذبها في انقضاء عدتها رغبة في النكاح، ففيه
دلالة على منع وسائل المحرم وقضاء لحق زوجها الأول بعدم مواعدتها لغيره مدة
عدتها، وأما التعريض وهو الذي يحتمل النكاح وغيره فهو جائز للبائن كأن يقول
[لها]: إني أريد التزوج وإني أحب أن تشاوريني عند
انقضاء عدتك ونحو ذلك، فهذا جائز لأنه ليس بمنزلة الصريح، وفي النفوس داعٍ
قوي إليه، وكذا إضمار الإنسان في نفسه أن يتزوج من هي في عدتها إذا
انقضت، ولهذا قال:
{أو أكننتم في أنفسكم علم الله أنكم ستذكرونهن}؛ هذا التفصيل كله في مقدمات العقد، وأما عقد النكاح فلا يحل،
{حتى يبلغ الكتاب أجله}؛
أي:
تنقضي العدة.
{واعلموا أن الله يعلم ما في أنفسكم}؛
أي:
فانووا الخير ولا تنووا الشرَّ خوفاً من عقابه ورجاء لثوابه،
{واعلموا أن الله غفور}؛ لمن صدرت منه الذنوب
فتاب منها، ورجع إلى ربه، {حليم}؛ حيث لم
يعاجل العاصينَ على معاصيهم مع قدرته عليهم.
(235) Ini merupakan hukum bagi wanita-wanita yang
se-dang dalam masa iddah, baik karena kematian suami atau perceraian talak
ketiga dalam talak hidup, yaitu diharamkan bagi selain suami yang telah
mentalak tiga, untuk menyatakan secara jelas keinginan-nya untuk
meminangnya, itulah yang dimaksudkan dalam ayat, ﴾ وَلَٰكِن لَّا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا
﴿ "Dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia." Adapun dengan sindiran, Allah تعالى telah meniadakan
dosa padanya. Perbedaan antara kedua hal itu adalah bahwa pernyataan
yang jelas tidaklah mengandung makna kecuali pernikahan, oleh karena itu
diharamkan, karena dikhawatirkan wanita itu menjadi ingin cepat dan
membuat kebohongan tentang selesainya masa iddahnya karena dorongan
ingin menikah. Di sini terdapat indikasi tentang dilarangnya
sarana-sarana (yang mengantarkan) kepada hal
yang diharamkan, dan menunaikan hak untuk suami pertama dengan tidak
mengadakan perjanjian dengan selain dirinya selama masa iddahnya. Adapun
sindiran memiliki kemungkinan bermakna perni-kahan dan selainnya, maka
ini boleh dilakukan terhadap wanita yang ditalak tiga tersebut, seperti
dia berkata kepada wanita itu, "Sesungguhnya saya ini berkeinginan
menikah dan saya sangat senang sekali kalau kamu memberi pendapatmu
untukku ketika iddahmu telah selesai", atau semacamnya. Hal ini boleh,
karena tidak seperti pernyataan secara tegas yang di dalam dirinya ada
dorongan yang kuat dalam hal tersebut. Demikian juga, seseorang boleh
menyembunyikan dalam dirinya keinginan menikah dengan seorang wanita
yang masih dalam masa iddahnya apabila telah selesai iddahnya. Karena
itu Allah berfirman, ﴾
أَوۡ أَكۡنَنتُمۡ فِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ
سَتَذۡكُرُونَهُنَّ
﴿ "Atau kamu menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka." Perincian ini
semuanya adalah mengenai hukum-hukum sebelum akad nikah, sedangkan akad
nikah, maka tidak boleh dilakukan ﴾
حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡكِتَٰبُ أَجَلَهُۥۚ
﴿ "sampai habis (masa) iddahnya," artinya,
sempurna masa iddahnya. ﴾
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ
﴿ "Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam
hatimu," maksudnya, dan berniatlah kalian dengan yang baik dan janganlah
kalian berniat yang buruk karena takut akan hukumanNya dan mengharap
pahalaNya. ﴾
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ
﴿ "Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun" bagi orang-orang yang
melakukan dosa-dosa lalu dia bertaubat darinya dan kembali kepada
Rabbnya, ﴾
حَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyantun," di mana Allah tidak mempercepat hukuman
atas kemaksiatan orang-orang yang bermaksiat, padahal Allah mampu
melakukannya.
{لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ
تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى
الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا
بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
(236)}
"Tidak ada kewajiban membayar
(mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan
istri-istri kamu sebelum kamu bercampur de-ngan mereka dan sebelum kamu
menentukan maharnya.
[24]
Dan hen-daklah kamu berikan suatu mut'ah
(pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu
menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya
(pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang
demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan."
(Al-Baqarah: 236).
#
{236} أي: ليس عليكم ـ يا معشر الأزواج ـ
جناح وإثم بتطليق النساء قبل المسيس وفرض المهر وإن كان في ذلك كسر لها
فإنه ينجبر بالمتعة فعليكم أن تمتعوهن؛ بأن تعطوهن شيئاً من المال جبراً
لخواطرهن
{على الموسع قدره وعلى المقتر}؛
أي:
المعسر، {قدره}؛
وهذا يرجع إلى العرف وأنه يختلف باختلاف الأحوال ولهذا قال:
{متاعاً بالمعروف}؛ فهذا حق واجب
{على المحسنين}؛ ليس لهم أن يبخسوهن، فكما
تسببوا لتشوفهن واشتياقهن وتعلق قلوبهن، ثم لم يعطوهن ما رغبن فيه فعليهم
في مقابلة ذلك المتعة. فلله ما أحسن هذا الحكم الإلهي وأدله على حكمة شارعه
ورحمته! ومن أحسن من الله حكماً لقوم يوقنون؟! فهذا حكم المطلقات قبل
المسيس وقبل فرض المهر،
ثم ذكر حكم المفروض لهن فقال:
(236) Maksudnya, tidak ada bagi kalian -wahai para
suami- dosa dan kesalahan dengan menceraikan istri-istri kalian sebelum
bercampur dengan mereka dan sebelum menentukan mahar, walau-pun hal itu
merupakan kesedihan baginya, namun dirinya akan terhibur dengan adanya
pemberian
(mut'ah), maka kalian wajib memberikan
mut'ah kepada mereka, yaitu dengan memberikan kepada mereka sesuatu dari
harta untuk menguatkan perasaan-perasaan mereka. ﴾ عَلَى ٱلۡمُوسِعِ
قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلۡمُقۡتِرِ
﴿ "Orang yang mampu menurut kemampuan-nya dan orang yang miskin,"
yaitu, orang yang sedang susah, ﴾
قَدَرُهُۥ
﴿ "menurut kemampuannya (pula)." Ini
dikembalikan kepada adat istiadat dan berbeda sesuai menurut perbedaan
waktu dan kondi-sinya. Karena itu Allah berfirman, ﴾
مَتَٰعَۢا بِٱلۡمَعۡرُوفِۖ
﴿ "Yaitu pemberian menurut yang patut." Maka ini adalah hak yang wajib
﴾
عَلَى ٱلۡمُحۡسِنِينَ ﴿ "bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." Mereka
tidak boleh berlaku pelit terhadap mereka, maka sebagaimana mereka telah
mengaki-batkan kerinduan dan keinginan wanita-wanita tersebut dan
ke-terikatan hati mereka, kemudian mereka tidak memberikan kepada mereka
apa yang mereka inginkan, maka wajiblah atas mereka yang mentalak untuk
memberikan sesuatu sebagai imbalan atas hal tersebut. Demi Allah, alangkah
indahnya ketetapan Ilahi ini dan yang paling tepat menunjukkan akan hikmah
Pembuatnya dan rahmat-Nya, dan siapakah yang paling baik ketetapannya
daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? Ini adalah hukum bagi
wanita-wa-nita yang ditalak sebelum digauli dan sebelum menentukan mahar.
Kemudian Allah menyebutkan hukum tentang hal yang wajib untuk mereka
seraya berfirman,
{وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ
فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ
يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَنْ
تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(237)}
"Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercam-pur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menen-tukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu
melu-pakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
segala apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 237).
#
{237} أي: إذا طلقتم النساء قبل المسيس وبعد
فرض المهر فللمطلقات من المهر المفروض نصفه ولكم نصفه، هذا هو الواجب ما لم
يدخله عفو ومسامحة بأن تعفو عن نصفها لزوجها إذا كان يصح عفوها،
{أو يعفو الذي بيده عقدة النكاح}؛ وهو الزوج
على الصحيح لأنه الذي بيده حل عقدته، ولأن الولي لا يصح أن يعفو عن ما وجب
للمرأة لكونه غير مالك ولا وكيل، وقيل: إنه الأب
وهو الذي يدل عليه لفظ الآية الكريمة. ثم رغب في العفو وأن من عفا كان أقرب
لتقواه لكونه إحساناً موجباً لشرح الصدر، ولكون الإنسان لا ينبغي أن يهمل
نفسه من الإحسان والمعروف، وينسى الفضل الذي هو أعلى درجات المعاملة،
لأن معاملة الناس فيما بينهم على درجتين:
إما عدل وإنصاف واجب، وهو أخذ الواجب وإعطاء الواجب، وإما فضل وإحسان، وهو
إعطاء ما ليس بواجب والتسامح في الحقوق والغض مما في النفس، فلا ينبغي
للإنسان أن ينسى هذه الدرجة ولو في بعض الأوقات، وخصوصاً لمن بينك وبينه
معاملة أو مخالطة، فإن اللهَ مجازٍ المحسنين بالفضل والكرم،
ولهذا قال:
{إن الله بما تعملون بصير}.
ثم قال تعالى:
(237) Maksudnya, apabila kalian mentalak
istri-istri kalian sebelum bercampur dan setelah menentukan maharnya, maka
wanita-wanita yang diceraikan itu memiliki hak dari mahar yang telah
ditentukan tersebut setengahnya dan bagi kalian setengah-nya lagi. Inilah
yang wajib selama tidak ada kata maaf maupun kelapangan dada, di mana
wanita itu memaafkan
(haknya yang) setengah
tersebut untuk diberikan kembali kepada suaminya ter-sebut apabila maafnya
itu sah adanya, ﴾ أَوۡ يَعۡفُوَاْ ٱلَّذِي بِيَدِهِۦ عُقۡدَةُ ٱلنِّكَاحِۚ
﴿ "atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah," yaitu suami
menu-rut pendapat yang paling benar, karena ditangannyalah tergantung
keputusan melepas ikatan nikah itu, dan juga karena wali tidak sah
memaafkan apa yang wajib untuk wanita, karena posisinya bukan orang yang
berhak untuk itu dan tidak pula wakil dalam hal itu. Pendapat lain
berkata bahwa yang memegang ikatan nikah itu adalah ayah, dan itulah
yang ditunjukkan oleh lafazh ayat yang mulia ini.[25]
Kemudian Allah menganjurkan untuk memaafkan dan bah-wasanya tindakan
memaafkan itu lebih dekat kepada ketakwaan kepadaNya, karena hal itu
adalah kebajikan yang mengakibatkan kelapangan dada. Dan juga karena
manusia itu tidaklah sepatutnya melalaikan dirinya untuk berbuat
kebaikan dan hal yang layak, lalu melupakan keutamaan yang merupakan
setinggi-tingginya derajat pergaulan. Karena bergaul dengan manusia itu
ada dua tingkatan; pertama, keadilan dan kejujuran yang wajib, yaitu
meng-ambil yang wajib dan memberikan yang wajib, dan kedua, keutama-an
dan kebajikan, yaitu memberikan sesuatu yang lebih dari yang wajib dan
toleransi dalam meminta hak, serta mengendalikan apa yang ada dalam
nafsu pribadi. Maka seyogyanya manusia tidak melupakan tingkatan yang
satu ini walaupun hanya pada beberapa kesempatan saja, khusus-nya bagi
orang yang di antara Anda dan dirinya ada sebuah per-gaulan atau
hubungan. Karena Allah akan memberikan ganjaran terhadap orang-orang
yang berbuat baik dengan keutamaan dan kemuliaan. Allah تعالى berfirman,
﴾
إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿ "Sesungguhnya Allah Maha Melihat
segala apa yang kamu kerjakan."
{حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا
لِلَّهِ قَانِتِينَ (238) فَإِنْ خِفْتُمْ
فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ
كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
(239)}
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Peliharalah segala shalat
(mu), dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah
karena Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika
kamu dalam keadaan takut
(bahaya), maka shalatlah
sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka
sebutlah Allah
(shalatlah), sebagaimana Allah
telah menga-jarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."
(Al-Baqarah: 238-239).
#
{238} يأمر تعالى بالمحافظة
{على الصلوات}؛ عموماً وعلى،
{الصلاة الوسطى}؛ وهي العصر خصوصاً،
والمحافظة عليها أداؤها بوقتها وشروطها وأركانها وخشوعها وجميعِ ما لها من
واجب ومستحب. وبالمحافظة على الصلوات تحصل المحافظة على سائر العبادات
وتفيد النهيَ عن الفحشاء والمنكر،
خصوصاً إذا أكملها كما أمر بقوله:
{وقوموا لله قانتين}؛
أي:
ذليلين مخلصين خاشعين، فإن القنوت دوام الطاعة مع الخشوع.
(238) Allah تعالى memerintahkan untuk memelihara ﴾
عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ
﴿ "shalat-shalat" secara umum dan ﴾
وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ
﴿ "Shalat wustha" yaitu Shalat Ashar pada khususnya. Memelihara shalat
adalah menunaikannya pada waktunya, dengan syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya, khusyu' padanya, dan seluruh hal yang wajib maupun yang
sunnah. Dengan memelihara shalat, kita akan mampu memelihara seluruh
ibadah dan juga berguna untuk melarang dari hal yang keji dan mungkar,
khususnya jika disempurnakan pemeliharaannya sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah dalam FirmanNya, ﴾
وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ ﴿ "Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyu'." Yakni, dengan
rasa rendah
[26] yang tulus ikhlas dan khusyu',
karena patuh itu adalah ketaatan yang lang-geng yang dibarengi dengan
kekhusyu'an.
#
{239} وقوله:
{فإن خفتم}؛ حذف المتعلق ليعم الخوف من العدو
والسبع وفواتِ ما يتضرر العبد بفوته فصلوا
{رجالاً}؛ ماشين على أرجلكم،
{أو ركباناً}؛ على الخيل والإبل وسائر
المركوبات، وفي هذه الحال لا يلزمه الاستقبال.
فهذه صفة صلاة المعذور بالخوف فإذا حصل الأمن صلى صلاة كاملة ويدخل في
قوله:
{فإذا أمنتم فاذكروا الله}؛ تكميل الصلوات،
ويدخل فيه أيضاً الإكثار من ذكر الله شكراً له على نعمة الأمن وعلى نعمة
التعليم لما فيه سعادة العبد. وفي الآية الكريمة فضيلة العلم وأن على من
علمه الله ما لم يكن يعلم الإكثارَ من ذكر الله، وفيه الإشعارُ أيضاً أن
الإكثار من ذكره سبب لتعليم علوم أخر لأن الشكر مقرون بالمزيد.
ثم قال تعالى:
(239) Dan FirmanNya, ﴾ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ
﴿ "Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya)."
Yang ditakuti tidak disebutkan agar ketakutan ter-sebut adalah rasa
takut dari perkara yang lebih umum seperti dari musuh, binatang buas,
dan kehilangan suatu hal yang dikhawatir-kan oleh manusia. Maka
shalatlah kalian ﴾
فَرِجَالًا
﴿ "sambil berjalan," berjalan di atas kaki kalian, ﴾
أَوۡ رُكۡبَانٗاۖ
﴿ "atau berkendaraan" di atas kuda, atau unta atau segala macam
kendaraan. Dan dalam kondisi seperti ini tidaklah harus menghadap
kiblat. Inilah sifat shalat orang-orang yang berhalangan karena
ke-takutan, lalu apabila telah berada pada kondisi yang aman, maka ia
harus shalat dengan sempurna, dan termasuk dalam FirmanNya, ﴾
فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ﴿ "Kemudian apabila kamu telah
aman, maka sebutlah Allah
(shalatlah)" dengan menyempurnakan shalat, dan
termasuk di dalamnya juga adalah memperbanyak dzikir kepada Allah se-bagai
rasa syukur kepadaNya atas nikmat keamanan dan nikmat pendidikan yang
merupakan kebahagiaan seorang hamba. Ayat ini juga menunjukkan keutamaan
ilmu dan bahwa orang yang diberikan ilmu oleh Allah tentang perkara yang
sebelumnya dia tidak ketahui, maka wajiblah atasnya memperbanyak dzikir
kepadaNya. Dan ayat ini juga merupakan tanda bahwa memper-banyak dzikir
kepadaNya menjadi faktor penyebab diberikannya ilmu-ilmu yang lain, karena
kesyukuran itu selalu diiringi dengan penambahan nikmat.
{وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً
لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ
خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ
مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
(240)}
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Dan orang-orang yang akan meninggal dunia
di antara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk
istri-istrinya,
(yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah
(dari rumahnya). Akan tetapi
jika mereka pindah
(sendiri), maka tidak ada dosa
bagimu
(wali atau waris dari yang meninggal)
membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
(Al-Baqarah: 240).
#
{240} اشتهر عند كثير من المفسرين أن هذه
الآية الكريمة نسختها الآية التي قبلها وهي قوله تعالى:
{والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجاً يتربصن بأنفسهن أربعة أشهر
وعشراً}؛ وأن الأمر كان على الزوجة أن تتربص حولاً كاملاً ثم نسخ بأربعة أشهر
وعشر، ويجيبون عن تقدم الآية الناسخة أن ذلك تقدم في الوضع لا في النزول
لأن شرط الناسخ أن يتأخر عن المنسوخ، وهذا القول لا دليل عليه، ومن تأمل
الآيتين اتضح له أن القول الآخر في الآية هو الصواب، وأن الآية الأولى في
وجوب التربص أربعة أشهر وعشراً على وجه التحتيم على المرأة، وأما في هذه
الآية فإنها وصية لأهل الميت أن يبقوا زوجة ميتهم عندهم حولاً كاملاً جبراً
لخاطرها وبرًّا بميتهم، ولهذا قال:
{وصية لأزواجهم}؛
أي:
وصية من الله لأهل الميت أن يستوصوا بزوجته ويمتعوها ولا يخرجوها، فإن رغبت
أقامت في وصيتها وإن أحبت الخروج فلا حرج عليها،
ولهذا قال:
{فإن خرجن فلا جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن}؛ أي: من التجمل واللباس، لكن الشرط أن يكون
بالمعروف الذي لا يخرجها عن حدود الدين والاعتبار. وختم الآية بهذين
الاسمين العظيمين الدالين على كمال العزة وكمال الحكمة، لأن هذه أحكام صدرت
عن عزته، ودلت على كمال حكمته حيث وضعها في مواضعها اللائقة بها.
(240) Telah terkenal di kalangan para ahli tafsir
bahwa ayat yang mulia ini telah dinasakh oleh ayat yang sebelumnya yaitu
Firman Allah, ﴾ وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا
يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ فَإِذَا
بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ
أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ 234
﴿ "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan mening-galkan
istri-istri
(hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya
(ber-'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah habis masa iddahnya, maka tiada dosa bagimu
(para wali) membiarkan mereka ber-buat terhadap
diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
(Al-Baqarah: 234). Dan
bahwasanya perintah itu adalah untuk para istri agar me-nunggu selama
satu tahun penuh tapi kemudian diganti
(dinasakh) dengan empat bulan sepuluh hari.
Mereka menjawab tentang kenapa ayat yang menasakh ini lebih dahulu;
bahwa itu hanya dalam penempatan saja dan bukan lebih dulu diturunkan,
karena syarat dari ayat yang menghapus adalah harus turun lebih akhir
dari ayat yang dihapus. Pendapat ini tidak ada dalilnya, karena
barangsiapa yang mencermati kedua ayat itu, maka akan jelas bagi-nya
bahwa pendapat selain itu tentang ayat ini justru yang lebih benar dan
bahwa ayat pertama itu adalah wajibnya menunggu selama empat bulan
sepuluh hari dalam bentuk pengharusan atas wanita. Adapun dalam ayat ini
adalah sebuah wasiat kepada keluarga mayit agar membiarkan istri si
mayit itu tinggal bersama mereka selama satu tahun penuh dengan paksaan
demi kepenting-annya dan sebagai sikap baik kepada orang yang telah
meninggal di antara mereka. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
وَصِيَّةٗ لِّأَزۡوَٰجِهِم
﴿ "Hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya," artinya,
(dengan) wasiat
(pesan) dari Allah kepada keluarga mayit agar
berlaku baik kepada istri si mayit dan agar mereka memberikan
kebahagiaan kepadanya dan tidak mengeluarkannya. Apabila ia ingin, si
istri boleh menetap sesuai wasiat itu dan apabila ia menghendaki pergi,
maka tidak ada dosa atasnya. Karena itulah Allah berfirman, ﴾
فَإِنۡ خَرَجۡنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِي مَا فَعَلۡنَ فِيٓ
أَنفُسِهِنَّ ﴿ "Akan tetapi jika mereka pindah
(sendiri), maka tidak ada dosa bagimu
(wali atau waris dari yang meninggal)
membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka," yaitu berhias
diri dan ber-pakaian bagus, akan tetapi syaratnya adalah harus dengan yang
patut yang tidak mengeluarkannya dari hukum-hukum agama dan pertimbangan
pantas. Allah menutup ayat ini dengan dua NamaNya yang agung tersebut yang
menunjukkan akan kesempur-naan keperkasaan dan kebijaksanaanNya, karena
hukum-hukum tersebut dikeluarkan dari keperkasaanNya, dan hukum-hukum itu
menunjukkan akan kesempurnaan hikmahNya, di mana Allah meletakkannya pada
tempatnya yang sesuai dengannya.
{وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
(241) كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (242)}
"Kepada wanita-wanita yang diceraikan
(hendaklah diberi-kan oleh suaminya)
mut'ah
(harta) menurut yang ma'ruf, sebagai suatu
kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu ayat-ayatNya
(hukum-hukumNya) supaya kamu
memahaminya."
(Al-Baqarah: 241-242).
#
{241 ـ 242} لما بين في الآية السابقة إمتاع
المفارقة بالموت ذكر هنا أن كل مطلقة فلها على زوجها أن يمتعها ويعطيها ما
يناسب حاله وحالها وأنه حق إنما يقوم به المتقون، فهو من خصال التقوى
الواجبة أو المستحبة، فإن كانت المرأة لم يسم لها صداق وطلقها قبل الدخول
فتقدم أنه يجب عليه بحسب يساره وإعساره، وإن كان مسمى لها فمتاعها نصف
المسمى،
وإن كانت مدخولاً بها صارت المتعة مستحبة في قول جمهور العلماء ومن
العلماء من أوجب ذلك استدلالاً بقوله:
{حقاً على المتقين}؛ والأصل في الحق أنه واجب
خصوصاً وقد أضافه إلى المتقين، وأصل التقوى واجبة، فلما بين تعالى هذه
الأحكام الجليلة بين الزوجين؛ أثنى على أحكامه، وعلى بيانه لها وتوضيحه،
وموافقتها للعقول السليمة، وأن القصد من بيانه لعباده أن يعقلوا عنه ما
بينه فيعقلونها حفظاً وفهماً وعملاً بها، فإن ذلك من تمام عقلها.
(241-242) Setelah Allah menjelaskan pada ayat
sebelumnya tentang pemberian yang harus diberikan kepada seorang wanita
yang ditinggal mati suaminya, Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa
setiap wanita yang diceraikan oleh suaminya harus diberi-kan pemberian
tersebut yang disesuaikan dengan kondisi suami-nya dan kondisi wanita
tersebut, dan bahwa hal itu adalah hak yang hanya ditunaikan oleh
orang-orang yang bertakwa. Itu adalah di antara sifat dan karakter takwa
yang wajib atau yang sunnah. Apabila seorang wanita belum ditetapkan
maharnya dan belum digauli lalu diceraikan oleh suaminya, maka telah lewat
hukumnya, yaitu wajib atas suaminya pemberian itu sesuai dengan kelapangan
maupun kesulitannya, dan apabila telah ditetapkan maharnya, maka pemberian
untuknya adalah setengah dari mahar tersebut. Dan apabila telah dicampuri,
maka pemberian itu menurut kebanyakan para ulama adalah sunnah saja, namun
ada beberapa ulama yang mewajibkannya dengan dasar FirmanNya,﴾ حَقًّا
عَلَى ٱلۡمُتَّقِينَ ﴿ "Sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang
bertakwa." Dan pada dasarnya hak itu adalah wajib, terlebih bila
disandarkan kepada orang-orang yang bertakwa, dan pada dasarnya ketakwaan
itu adalah wajib. Ketika Allah menjelaskan hukum-hukum yang mulia ini di
antara suami istri, Allah memuji hukum-hukumNya tersebut, penjelasanNya
tentang hukum-hukum tersebut dan peneranganNya terhadapnya, kesesuaiannya
dengan akal yang sehat dan bahwasanya maksud dari penjelasan tentang hal
itu bagi hamba-hambaNya adalah agar mereka memahami apa yang dijelaskan
olehNya hingga mereka mengerti tentangnya dengan hafalan, pemahaman, dan
pengamalannya, karena itu adalah di antara kesempurnaan pemahaman
terhadapnya.
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ
حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَشْكُرُونَ (243)}
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung
halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu
(jumlahnya) karena takut mati; maka Allah
berfirman kepada mereka, 'Matilah kamu,' kemudian Allah menghidupkan
mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi
kebanyakan manusia tidak bersyukur.
(Al-Baqarah: 243).
#
{243} أي: ألم تسمع بهذه القصة العجيبة
الجارية على من قبلكم من بني إسرائيل حيث حل الوباء بديارهم فخرجوا بهذه
الكثرة فراراً من الموت فلم ينجِهِمُ الفرارُ ولا أغنى عنهم من وقوع ما
كانوا يحذرون، فعاملهم بنقيض مقصودهم وأماتهم الله عن آخرهم، ثم تفضل عليهم
فأحياهم إما بدعوة نبي كما قاله كثير من المفسرين وإما بغير ذلك، ولكن ذلك
بفضله وإحسانه وهو لا يزال فضله على الناس وذلك موجب لشكرهم لنعم الله
بالاعتراف بها وصرفها في مرضاة الله ومع ذلك فأكثر الناس قد قصروا بواجب
الشكر. وفي هذه القصة عبرة بأنه على كل شيء قدير وذلك آية محسوسة على
البعث؛ فإن هذه القصة معروفة منقولة نقلاً متواتراً عند بني إسرائيل ومن
اتصل بهم، ولهذا أتى بها تعالى بأسلوب الأمر الذي قد تقرر عند المخاطبين،
ويحتمل أن هؤلاء الذين خرجوا من ديارهم خوفاً من الأعداء وجبناً عن لقائهم،
ويؤيد هذا أن الله ذكر بعدها الأمر بالقتال وأخبر عن بني إسرائيل أنهم
كانوا مخرجين من ديارهم وأبنائهم، وعلى الاحتمالين فإن فيها ترغيباً في
الجهاد وترهيباً من التقاعد عنه وأن ذلك لا يغني عن الموت شيئاً
{قل لو كنتم في بيوتكم لبرز الذين كتب عليهم القتل إلى مضاجعهم}.
(243) Maksudnya, tidakkah Anda mendengar tentang
kisah yang mengherankan ini, yang terjadi pada orang-orang sebelum kalian
dari Bani Israil? Di mana telah berjangkit wabah penyakit di negeri mereka
hingga mereka melarikan diri darinya dalam jumlah yang besar seperti itu
demi menghindar dari kematian. Akan tetapi pelarian itu tidaklah
menyelamatkan mereka dari ke-matian dan tidaklah berguna bagi mereka
tindakan menghindari apa yang mereka takutkan. Allah justru menimpakan
pada mereka hal yang bertentangan dengan maksud mereka, yaitu Allah
mema-tikan mereka hingga orang yang terakhir dari mereka, kemudian dengan
kemuliaanNya terhadap mereka Allah menghidupkan mereka kembali. Hal itu
karena doa dari seorang Nabi seperti yang disebutkan oleh sebagian besar
ahli tafsir atau selainnya. Yang jelas itu tetap merupakan kebajikan dan
kemuliaan Allah, Dia akan selalu memberikan karuniaNya kepada manusia. Dan
itu meng-haruskan adanya sikap syukur mereka terhadap nikmat-nikmat Allah
dengan pengakuan akan nikmat tersebut dan pemanfaatan-nya pada apa-apa
yang diridhai Allah. Walaupun demikian banyak sekali manusia yang telah
lalai dari kewajiban bersyukur ini. Dalam ayat ini ada pelajaran yang
penting yaitu bahwa Allah Mahakuasa atas adanya segala sesuatu, dan hal
itu adalah suatu tanda yang konkret atas adanya kebangkitan kembali kelak,
karena kisah ini sangat terkenal dan diriwayatkan dengan riwayat yang
mutawatir di kalangan Bani Israil dan orang yang berhubungan dengan
mereka. Oleh karena itu Allah menyebutkannya dengan kalimat bentuk
perintah yang telah terbiasa di antara orang-orang yang menjadi alamat
perkataan itu. Kemungkinan lain bahwa mereka yang melarikan diri dari
negerinya itu karena takut dari musuh dan pengecut untuk meng-hadapinya.
Ini dikuatkan dengan kenyataan bahwa Allah menye-butkan setelah itu
perintah untuk berperang dan mengabarkan tentang Bani Israil bahwa mereka
diusir dari negeri mereka dan anak-anak mereka. Terlepas dari kedua
kemungkinan itu, makna melarikan diri ada sebuah anjuran untuk berjihad
dan ancaman agar tidak meninggalkannya dan bahwa lari darinya tidaklah
ber-guna sama sekali untuk menghindari kematian. ﴾ قُل لَّوۡ كُنتُمۡ فِي
بُيُوتِكُمۡ لَبَرَزَ ٱلَّذِينَ كُتِبَ عَلَيۡهِمُ ٱلۡقَتۡلُ إِلَىٰ
مَضَاجِعِهِمۡۖ ﴿ "Katakanlah, 'Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya
orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar
(juga) ke tempat mereka terbunuh'."
(Ali Imran: 154).
{وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ (244) مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ
اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
(245)}
"Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahui-lah bahwasanya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Siapakah yang mau memberi
pinjaman kepada Allah dengan pin-jaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah
akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan
(rizki),
dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan."
(Al-Baqarah: 244-245).
#
{244 ـ 245} جمع الله بين الأمر بالقتال في
سبيله بالمال والبدن؛ لأن الجهاد لا يقوم إلا بالأمرين، وحث على الإخلاص
فيه بأن يقاتل العبد لتكون كلمة الله هي العليا فإن الله
{سميع}؛ للأقوال وإن خفيت
{عليم}؛ بما تحتوي عليه القلوب من النيات
الصالحة وضدها. وأيضاً فإنه إذا علم المجاهد في سبيله أن الله سميع عليم،
هان عليه ذلك وعلم أنه بعينه ما يتحمل المتحملون من أجله وأنه لا بد أن
يمدهم بعونه ولطفه.
وتأمل هذا الحث اللطيف على النفقة وإن المنفق قد أقرض الله الملي الكريم
ووعده المضاعفة الكثيرة كما قال تعالى:
{مثل الذين ينفقون أموالهم في سبيل الله كمثل حبة أنبتت سبع سنابل في كل
سنبلة مائة حبة، والله يضاعف لمن يشاء والله واسع عليم}؛ ولما كان المانع الأكبر من الإنفاق خوفَ الإملاقِ أخبر تعالى أنَّ الغنى
والفقرَ بيد الله، وأنه يقبض الرزق على من يشاء ويبسطه على من يشاء، فلا
يتأخر من يريد الإنفاق خوفَ الفقر، ولا يظن أنه ضائع، بل مرجع العباد كلهم
إلى الله فيجد المنفقون والعاملون أجرهم عنده مدخراً أحوج ما يكونون إليه،
ويكون له من الوقع العظيم ما لا يمكن التعبير عنه. والمراد بالقرض الحسن هو
ما جمع أوصاف الحسن من النية الصالحة وسماحة النفس بالنفقة ووقوعها في
محلها وأن لا يتبعها المنفِقُ مَنًّا ولا أذىً ولا مبطلاً ومنقصاً.
(244-245) Allah menggabungkan antara perintah
berperang di jalanNya dengan harta dan anggota badan
(jiwa), karena jihad itu tidaklah akan tegak
kecuali dengan kedua perkara tersebut. Lalu Allah menganjurkan untuk
ikhlas dalam melakukannya yaitu seorang hamba berperang hanya untuk
meninggikan kalimat Allah, karena sesungguhnya Allah ﴾ سَمِيعٌ
﴿ "Maha Mendengar" segala per-kataan walaupun tersembunyi, ﴾
عَلِيمٞ
﴿ "lagi Maha Mengetahui" segala hal yang diliputi hati berupa niat yang
baik ataupun lawan-nya. Dan juga bila seorang mujahid di jalan Allah
mengetahui bahwasanya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,
pastilah perkara jihad itu akan ringan dalam pandangannya dan ia
mengetahui bahwa dengan dirinya sendiri orang-orang yang tegar sekalipun
tidak dapat bersabar untuk jihad dan bahwa pasti-lah mereka harus
dibantu dengan pertolonganNya dan kelem-butanNya. Perhatikanlah anjuran
yang lembut ini untuk memberi nafkah, dan bahwasanya orang yang
menafkahkan hartanya sesungguhnya dia memberi pinjaman kepada Allah yang
Mahakaya lagi Maha-mulia, dan Allah menjanjikan baginya balasan berlipat
ganda yang melimpah sebagaimana Allah berfirman, ﴾
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ
حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ 261
﴿ "Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Mahaluas
(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 261). Ketika
penghalang terbesar untuk berinfak adalah takut ke-miskinan, Allah تعالى
mengabarkan bahwa kekayaan dan kemiskinan itu berada di Tangan Allah, dan
bahwa Dia menahan rizki dari siapa yang dikehendakiNya dan memberikannya
kepada siapa yang dikehendakiNya. Maka janganlah menunda-nunda wahai orang
yang hendak berinfak karena takut akan kemiskinan, dan janganlah ia
berpikir bahwa hartanya itu hilang begitu saja, namun tempat kembali
seluruh hamba adalah kepada Allah, lalu orang-orang yang berinfak dan
beramal akan mendapatkan pahala mereka tersimpan di sisiNya untuk suatu
kebutuhan yang paling mereka butuhkan dan memiliki kepentingan begitu
besar yang tidak mungkin dapat diungkapkan oleh kata-kata. Maksud dari
pinjaman yang baik adalah perkara yang me-nyatukan segala sifat dan ciri
kebajikan dari niat yang shalih, kela-pangan dada dalam berinfak, dan
tepat sasarannya, dan orang yang berinfak itu tidak mengiringinya dengan
mengungkit-ungkitnya dan tidak pula perkataan yang menyakitkan, tidak
membatalkan-nya dan tidak pula menguranginya.
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ
مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا
فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا
مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
(246) وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ
قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ
الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ
سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ
وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي
مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
(247) وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ
مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ
الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ (248) فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ
بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ
مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا
مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا
مِنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا
لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالَ الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ
غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ
الصَّابِرِينَ (249) وَلَمَّا بَرَزُوا
لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا
وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
(250) فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ
دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ
مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
(251) تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا
عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
(252)}
.
"Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi
Musa ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, 'Angkatlah untuk
kami seorang raja supaya kami berperang
(di bawah pimpinannya) di jalan Allah.' Nabi
mereka menjawab, 'Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang,
kamu tidak akan berperang.' Mereka menjawab, 'Mengapa kami tidak mau
berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari
kampung halaman kami dan dari anak-anak kami.' Maka tatkala perang itu
diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja
di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zhalim. Nabi
mereka mengatakan kepada mereka, 'Sesungguhnya Allah telah mengang-kat
Thalut menjadi rajamu.' Mereka menjawab, 'Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya
sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?' Nabi
(mereka) berkata, 'Sesungguhnya Allah telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh
yang perkasa.' Allah memberikan pemerin-tahan kepada siapa yang
dikehendakiNya, dan Allah Mahaluas pemberianNya lagi Maha Mengetahui. Dan
Nabi mereka juga mengatakan kepada mereka, 'Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja, ialah kembalinya Tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
keterangan dari Rabbmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; Tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguh-nya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.' Maka
tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, 'Sesungguhnya Allah
akan menguji kamu dengan suatu sungai, maka siapa di antara kamu meminum
airnya, ia bukanlah pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, kecuali
menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku.' Kemudian mereka
meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut
dan orang-orang yang beriman ber-sama dia telah menyeberangi sungai itu,
orang-orang yang telah minum berkata, 'Tak ada kesanggupan kami pada hari
ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.' Orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Allah berkata, 'Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar.' Tatkala Jalut dan tentaranya telah
tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, 'Ya Rabb kami, tuangkanlah
kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah
kami terhadap orang-orang yang kafir.' Mereka
(tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan
izin Allah dan
(dalam peperangan itu) Dawud
membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya
(Dawud) pemerintahan dan hikmah
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan
kepadanya apa yang dikehendakiNya. Seandainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan seba-gian yang
lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia
(yang dicurahkan) atas semesta alam. Itu adalah
ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan haq
(benar) dan se-sungguhnya kamu benar-benar salah
seorang di antara nabi-nabi yang diutus."
(Al-Baqarah: 246-252).
#
{246 ـ 247} يقص الله تعالى هذه القصة على
الأمة ليعتبروا وليرغبوا في الجهاد ولا ينكلوا عنه، فإن الصابرين صارت لهم
العواقب الحميدة في الدنيا والآخرة والناكلين خسروا الأمرين، فأخبر تعالى
أن أهل الرأي من بني إسرائيل وأصحاب الكلمة النافذة تراودوا في شأن الجهاد
واتفقوا على أن يطلبوا من نبيهم أن يعين لهم ملكاً لينقطع النزاع بتعيينه
وتحصلَ الطاعة التامة ولا يبقى لقائل مقال، وأن نبيهم خشي أن طلبهم هذا
مجردُ كلام لا فعل معه، فأجابوا نبيهم بالعزم الجازم وأنهم التزموا ذلك
التزاماً تامًّا، وأن القتال متعين عليهم حيث كان وسيلة لاسترجاع ديارهم
ورجوعهم إلى مقرهم ووطنهم، وأنه عين لهم نبيهم طالوت ملكاً يقودهم في هذا
الأمر الذي لا بد له من قائد يحسن القيادة، وأنهم استغربوا تعيينه لطالوت
وثَمَّ من هو أحق منه بيتاً وأكثر مالاً،
فأجابهم نبيهم:
إن الله اختاره عليكم بما آتاه الله من قوة العلم بالسياسة وقوة الجسم،
اللذين هما آلة الشجاعة والنجدة وحسن التدبير، وأن الملك ليس بكثرة المال،
ولا بكون صاحبه ممن كان الملك والسيادة في بيوتهم، فالله يؤتي ملكه من
يشاء.
ثم لم يكتف ذلك النبي الكريم بتقنيعهم بما ذكره من كفاءة طالوت واجتماع
الصفات المطلوبة فيه حتى قال لهم:
(246-247) Allah تعالى menceritakan kisah ini
kepada umat ini agar mereka mengambil pelajaran darinya dan agar mereka
suka berjihad serta tidak takut darinya, karena orang-orang yang sabar
akan mendapatkan hasil yang baik dan terpuji di dunia dan di akhirat,
sedangkan orang-orang yang lari darinya akan merugi di dunia dan akhirat.
Allah تعالى mengabarkan bahwasanya para cendikiawan dari Bani Israil dan
tokoh-tokoh mereka menghendaki berjihad, lalu mereka sepakat untuk meminta
kepada nabi mereka seorang raja yang menolong mereka agar perselisihan
terhenti dengan pemilihannya dan terwujud, ketaatan yang total, hingga
tidak ada lagi perdebatan dari orang-orang, namun Nabi mereka khawatir
permintaan mereka itu hanyalah sebatas perkataan saja yang tidak ada
pelaksanaannya, namun mereka menyikapi dugaan Nabi mereka itu dengan
memperlihatkan tekad yang kuat dan mereka akan konsisten akan hal itu
dengan sebenar-benarnya, dan bahwasanya peperangan itu sudah menjadi suatu
kepastian untuk mereka karena menjadi sebuah jalan mengembalikan negeri
mereka serta kembalinya mereka kepada tempat dan kediaman mereka. Nabi
mereka telah menetapkan Thalut sebagai raja yang me-mimpin mereka dalam
suatu perkara yang memang harus memiliki pemimpin yang ahli dalam
kepemimpinan. Namun mereka mem-permasalahkan ketetapan Nabi mereka untuk
memilih Thalut sebagai raja mereka, padahal ada orang yang lebih baik
rumahnya dan lebih banyak hartanya darinya. Nabi mereka menjawab bahwa
sesungguhnya Allah telah memilihnya untuk kalian, karena Dia telah
mengaruniakan kepadanya kekuatan ilmu tentang siasat
(perang) dan kekuatan tubuh, yang mana kedua hal
itu merupakan sarana keberanian, kemenangan, dan keahlian dalam mengatur
peperangan, dan bahwasanya raja itu tidaklah dengan banyaknya harta, dan
tidak juga orang yang menjadi raja itu harus merupakan raja dan pemimpin
pula dalam daerah-daerah mereka, karena Allah memberikan kerajaanNya
kepada siapa yang dikehendakiNya. Kemudian Nabi mereka tidaklah cukup
sampai di situ mene-nangkan mereka dengan apa yang telah Dia sebutkan dari
kemam-puan Thalut dan adanya sifat-sifat yang dibutuhkan dalam masalah
itu, hingga Dia berkata kembali kepada mereka,
#
{248}
{إن آية ملكه أن يأتيكم التابوت فيه سكينة من ربكم وبقية مما ترك آل
موسى وآل هارون}؛ وكان هذا التابوت قد استولت عليه الأعداء،
فلم يكتفوا بالصفات المعنوية في طالوت ولا بتعيين الله له على لسان نبيهم
حتى يؤيد ذلك هذه المعجزة ولهذا قال:
{إن في ذلك لآية لكم إن كنتم مؤمنين}؛ فحينئذ
سلموا وانقادوا.
فلما ترأس فيهم طالوت وجندهم ورتبهم وفصل بهم إلى قتال عدوهم وكان قد رأى
منهم من ضعف العزائم والهمم ما يحتاج إلى تمييز الصابر من الناكل
فقال:
(248) ﴾ إِنَّ ءَايَةَ مُلۡكِهِۦٓ أَن يَأۡتِيَكُمُ
ٱلتَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَبَقِيَّةٞ مِّمَّا تَرَكَ
ءَالُ مُوسَىٰ وَءَالُ هَٰرُونَ
﴿ "Sesungguhnya tanda dia akan menjadi raja, ialah kembalinya Tabut
kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Rabbmu dan sisa dari
peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun." Ketika itu Tabut tersebut
telah dikuasai oleh musuh. Mereka tidak-lah cukup dengan sifat-sifat
moralitas pada diri Thalut, dan tidak pula dengan penentuan Allah
baginya lewat lisan Nabi mereka, hingga ditopang dengan mukzijat
tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, ﴾
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لَّكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ﴿ "Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang
beriman," maka di saat itulah mereka tunduk dan patuh. Ketika Thalut telah
memimpin, melatih, mengatur, dan memilah-milah mereka untuk memerangi
musuh mereka, ia melihat kelemahan tekad dan sema-ngat pada mereka hingga
membutuhkan pemisahan antara yang sabar dan yang takut, maka dia berkata
sebagaimana yang diabadi-kan dalam Firman Allah,
#
{249 ـ 250}
{إن الله مبتليكم بنهر}؛ تمرون عليه وقت حاجة
إلى الماء، {فمن شرب منه فليس مني}؛ أي لا
يتبعني؛ لأن ذلك برهان على قلة صبره ووفور جزعه
{ومن لم يطعمه فإنه مني}؛ لصدقه وصبره،
{إلا من اغترف غرفة بيده}؛
أي:
فإنه مسامح فيها. فلما وصلوا إلى ذلك النهر وكانوا محتاجين إلى الماء شربوا
كلهم منه
{إلا قليلاً منهم}؛ فإنهم صبروا ولم يشربوا
{فلما جاوزه هو والذين آمنوا معه قالوا}؛ أي: الناكلون أو الذين عبروا
{لا طاقة لنا اليوم بجالوت وجنوده}؛ فإن كان
القائلون هم الناكلين فهذا قول يبررون به نكولهم، وإن كان القائلون هم
الذين عبروا مع طالوت فإنه حصل معهم نوع استضعاف لأنفسهم،
ولكن شجعهم على الثبات والإقدام أهل الإيمان الكامل حيث قالوا:
{كم من فئة قليلة غلبت فئة كثيرة بإذن الله والله مع الصابرين}؛ بعونه وتأييده ونصره فثبتوا وصبروا لقتال عدوهم جالوت وجنوده.
(249-250) ﴾ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيكُم بِنَهَرٖ
﴿ "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai," kalian
akan melewatinya saat kalian sangat membutuhkan air, ﴾
فَمَن شَرِبَ مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّي
﴿ "maka siapa di antara kamu meminum airnya; dia bukanlah pengikutku,"
maksudnya ia tidak taat kepadaku, karena hal itu adalah bukti yang jelas
ten-tang ketidaksabarannya dan memuncaknya ketakutannya, ﴾
وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُۥ مِنِّيٓ
﴿ "dan barangsiapa tiada meminumnya, maka dia adalah pe-ngikutku",
karena kejujuran dan kesabarannya, ﴾
إِلَّا مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦۚ
﴿ "kecuali menceduk seceduk tangan," maka hal itu dapat ditoleransi.
Ketika mereka sampai di sungai tersebut dan saat itu mereka sangat
membutuhkan air, maka seluruhnya minum dari sungai itu, ﴾
إِلَّا قَلِيلٗا مِّنۡهُمۡۚ
﴿ "kecuali beberapa orang di antara mereka," karena mereka ber-sabar
dan tidak minum. ﴾
فَلَمَّا جَاوَزَهُۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ قَالُواْ
﴿ "Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah
menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata," yaitu
orang-orang yang penakut (pengecut), atau
(menurut pendapat lain), orang-orang yang
me-nyeberangi sungai ﴾
لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦۚ
﴿ "tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya." Apabila yang berkata itu adalah orang-orang yang penakut
tersebut, maka per-kataan ini adalah merupakan sebuah pembenaran akan
ketakutan mereka, namun apabila orang-orang yang berkata itu adalah
me-reka yang menyeberang bersama Thalut, maka sesungguhnya telah timbul
sebuah bentuk kelemahan dalam jiwa-jiwa mereka. Akan tetapi orang-orang
yang keimanannya sempurna mendorong semangat dan menguatkan mereka untuk
terus maju berperang, di mana mereka berkata, ﴾
كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ
وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿ "Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalah-kan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar," dengan pertolongan, dukungan, dan
bantuan-Nya hingga mereka tegar dan bersabar dalam memerangi musuh mereka,
Jalut beserta bala tentaranya.
#
{251}
{وقتل داود}؛ - صلى الله عليه وسلم -،
{جالوت}؛ وحصل بذلك الفتح والنصر على عدوهم
{وآتاه الله}؛ أي:
داود {الملك والحكمة}؛ النبوة والعلوم
النافعة وآتاه الله الحكمة وفصل الخطاب.
ثم بين تعالى فائدة الجهاد فقال:
{ولولا دفع الله الناس بعضهم ببعض لفسدت الأرض}؛ باستيلاء الكفرة والفجار وأهل الشر والفساد
{ولكن الله ذو فضل على العالمين}؛ حيث لطف
بالمؤمنين ودافع عنهم وعن دينهم بما شرعه وبما قدره. فلما بين هذه القصة
قال لرسوله - صلى الله عليه وسلم -:
(251) ﴾ وَقَتَلَ دَاوُۥدُ
﴿ "Dan Dawud membunuh", shalawat dan salam atasnya, ﴾
جَالُوتَ
﴿ "Jalut." Dengan demikian mereka mem-peroleh kemenangan dan pembelaan
atas musuh-musuh mereka, ﴾
وَءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ
﴿ "kemudian Allah memberikan kepadanya", yakni kepada Dawud, ﴾
ٱلۡمُلۡكَ وَٱلۡحِكۡمَةَ
﴿ "pemerintahan dan hikmah" kenabian dan pengetahuan yang berguna dan
Allah memberikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan
perselisihan. Kemudian Allah تعالى menjelaskan tentang manfaat berjihad
seraya berfirman, ﴾
وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّفَسَدَتِ ٱلۡأَرۡضُ
﴿ "Sean-dainya Allah tidak menolak
(keganasan) sebagian umat manusia dengan
sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini," dengan dikuasai oleh
orang-orang kafir lagi jahat serta pelaku keburukan dan kerusakan.
﴾
وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ ﴿ "Tetapi Allah
mempunyai karunia
(yang dicurahkan) atas semesta alam," di mana
Allah bersikap lemah lembut terhadap kaum Mukminin, membela mereka dan
Agama mereka dengan apa yang disyariatkanNya dan ditakdirkanNya, dan
ketika Allah menerangkan tentang kisah ini, maka Allah ber-firman kepada
RasulNya ﷺ;
#
{252}
{تلك آيات الله نتلوها عليك بالحق وإنك لمن المرسلين}؛ ومن جملة الأدلة على رسالته هذه القصة حيث أخبر بها وحياً من الله
مطابقاً للواقع.
وفي هذه القصة عِبَرٌ كثيرةٌ للأمة:
منها: فضيلة الجهاد في سبيله وفوائده وثمراته وأنه السبب الوحيد في حفظ
الدين وحفظ الأوطان وحفظ الأبدان والأموال، وأنَّ المجاهدين ولو شقت عليهم
الأمور فإن عواقبهم حميدة، كما أن الناكلين ولو استراحوا قليلاً فإنهم
سيتعبون طويلاً. ومنها: الانتداب لرياسة من فيه
كفاءة وأن الكفاءة ترجع إلى أمرين: إلى العلم الذي هو علم السياسة
والتدبير، وإلى القوة التي ينفذ بها الحق، وأن من اجتمع فيه الأمران فهو
أحق من غيره. ومنها: الاستدلال بهذه القصة على ما
قاله العلماء أنه ينبغي للأمير للجيوش أن يتفقدها عند فصولها؛ فيمنع من لا
يصلح للقتال من رجال وخيل وركاب، لضعفه أو ضعف صبره أو لتخذيله أو خوف
الضرر بصحبته، فإن هذا القسم ضرر محض على الناس.
ومنها:
أنه ينبغي عند حضور البأس تقوية المجاهدين وتشجيعهم وحثهم على القوة
الإيمانية والاتِّكال الكامل على الله والاعتماد عليه، وسؤال الله التثبيت
والإعانة على الصبر والنصر على الأعداء. ومنها:
أن العزم على القتال والجهاد غير حقيقته، فقد يعزم الإنسان ولكن عند حضوره
تنحل عزيمته، ولهذا من دعاء النبي - صلى الله عليه وسلم -:
«أسألك الثبات في الأمر والعزيمة على الرشد»
، فهؤلاء الذين عزموا على القتال وأتوا بكلام يدل على العزم المصمم لما جاء
الوقت نكص أكثرهم، ويشبه هذا قوله - صلى الله عليه وسلم -:
«وأسألك الرضا بعد القضا» ؛ لأن الرضا بعد وقوع
القضاء المكروه للنفوس هو الرضا الحقيقي.
(252) ﴾ تِلۡكَ ءَايَٰتُ ٱللَّهِ نَتۡلُوهَا
عَلَيۡكَ بِٱلۡحَقِّۚ وَإِنَّكَ لَمِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ﴿ "Itu ada-lah
ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan haq
(benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah
seorang di antara nabi-nabi yang diutus." Dan di antara sederet
tanda-tanda kerasulan beliau adalah adanya kisah ini, di mana Allah
mengabarkan kepada beliau tentang kisah ini sebagai wahyu untuk beliau
dari Allah yang persis sesuai dengan kenyataannya. Dalam cerita ini banyak
sekali pelajaran yang dapat diambil oleh umat ini.
Di antaranya:
(1). Keutamaan berjihad di jalan Allah,
manfaat-manfaatnya dan akibat-akibatnya yang indah, dan bahwa jihad itu
adalah satu-satunya sebab
(yang paling efektif) dalam memelihara Agama,
menjaga negeri, tubuh dan harta, dan bahwasanya para mujahidin walaupun
urusan itu sangat berat buat mereka akan tetapi hasil yang mereka akan
dapatkan adalah terpuji, sebagaimana juga bagi orang-orang yang
meninggalkan jihad walaupun mereka dapat beristirahat sekejap, namun
mereka akan lelah dalam masa yang panjang.
(2).
Memberikan kekuasaan kepada orang yang kapabel dan mampu,
dan bahwasanya kemampuan itu kembali kepada dua perkara:
Pertama, pengetahuan, artinya memahami siasat dan meng-organisir, dan
kedua, kekuatan, artinya dengannya kebenaran di-tegakkan dan bahwa seorang
yang terkumpul pada dirinya kedua perkara itu, maka dialah yang lebih
berhak untuk memimpin dari-pada selainnya.
(3).
Menjadikan cerita ini sebagai dalil atas apa yang dikatakan oleh para
ulama bahwa seyogyanya seorang pemimpin pasukan mengadakan peninjauan
ketika menetapkannya, yaitu dia melarang orang yang tidak pantas untuk
berperang dari personil tentaranya, kudanya, penunggang-penunggangnya
karena kelemahannya, kesabarannya yang sedikit, peremehannya, takut akan
memuda-ratkan kesehatannya, karena bagian yang ini adalah bahaya yang
jelas bagi manusia.
(4). Bahwasanya ketika terjadi
suatu peperangan, seyogyanya ada pengobaran semangat kaum Muslimin,
penguatan jiwa mereka dan anjuran kepada mereka untuk menguatkan keimanan,
ber-tawakal penuh dan bersandar hanya kepadaNya, serta memohon kepadaNya
ketetapan hati, bimbingan kepada kesabaran, dan pembelaan atas musuh.
(5). Bahwasanya tekad untuk berperang dan berjihad
bukanlah merupakan hakikatnya, karena terkadang seseorang itu bertekad
untuk berjihad akan tetapi ketika telah tiba masanya, tekadnya melemah.
Oleh karena itu di antara doa Nabi ﷺ, أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ
وَالْعَزِيْمَةَ عَلَى الرُّشْدِ. "Aku memohon kepadaMu
(ya Allah) ketetapan
(keteguhan) dalam Agama dan kebulatan tekad dalam
petunjuk."
[27] Mereka itulah yang bertekad untuk
berjihad dan mereka berkata dengan perkataan yang menunjukkan atas sebuah
tekad yang kuat, dan ketika hadir masanya, sebagian besar dari mereka
akhirnya lemah kembali. Ini serupa dengan sabda Nabi ﷺ, وَأَسْأَلُكَ
الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ. "Dan aku memohon kepadaMu
(ya Allah) keridhaan setelah terjadi-nya Qadha`
(ketetapan)."
[28]
Karena keridhaan setelah terjadinya suatu ketetapan Allah yang dibenci
oleh jiwa merupakan keridhaan yang hakiki.
قوله تعالى:
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ
كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ
وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (253)}.
"Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian
(dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara
mereka ada yang Allah berkata-kata
(langsung dengannya) dan sebagiannya, Allah
meninggikan-nya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam
beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau
Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuh-an orang-orang
(yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah
datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka
berselisih, maka di antara mereka ada yang beriman dan ada
(pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya
Allah meng-hendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah
berbuat apa yang dikehendakiNya."
(Al-Baqarah: 253).
#
{253} يخبر الباري أنه فاوت بين الرسل في
الفضائل الجليلة والتخصيصات الجميلة، بحسب ما منَّ الله به عليهم وقاموا به
من الإيمان الكامل واليقين الراسخ والأخلاق العالية والآداب السامية
والدعوة والتعليم والنفع العميم، فمنهم من اتخذه خليلاً، ومنهم من كلمه
تكليماً، ومنهم من رفعه فوق الخلائق درجات، وجميعهم لا سبيل لأحد من البشر
إلى الوصول إلى فضلهم الشامخ. وخص عيسى بن مريم أنه آتاه البينات الدالة
على أنه رسول الله حقًّا وعبده صدقاً وأن ما جاء به من عند الله كله حق،
فجعله يبرئ الأكمه والأبرص ويحيي الموتى بإذن الله وكلم الناس في المهد
صبياً وأيده بروح القدس أي بروح الإيمان، فجعل روحانيتَهُ فائقةً روحانيةَ
غيرِهِ، فحصل له بذلك القوة والتأييد،
وإن كان أصل التأييد بهذه الروح عامًّا لكل مؤمن بحسب إيمانه كما
قال:
{وأيدهم بروح منه}؛ لكن ما لعيسى أعظم مما
لغيره لهذا خصه الله بالذكر، وقيل:
إن روح القدس هنا جبريل أيده الله بإعانته ومؤازرته لكن المعنى هو الأول.
ولما أخبر عن كمال الرسل وما أعطاهم من الفضل والخصائص وأن دينهم واحد
ودعوتهم إلى الخير واحدة، وكان موجب ذلك ومقتضاه أن تجتمع الأمم على
تصديقهم والانقياد لهم لما آتاهم من البينات التي على مثلها يؤمن البشر،
لكن أكثرهم انحرفوا عن الصراط المستقيم، ووقع الاختلاف بين الأمم فمنهم من
آمن ومنهم من كفر ووقع لأجل ذلك الاقتتال، الذي هو موجب الاختلاف والتعادي،
ولو شاء الله لجمعهم على الهدى فما اختلفوا، ولو شاء الله أيضاً بعدما وقع
الاختلاف الموجب للاقتتال ما اقتتلوا، ولكن حكمته اقتضت جريان الأمور على
هذا النظام بحسب الأسباب. ففي هذه الآية أكبر شاهد على أنه تعالى يتصرف في
جميع الأسباب المقتضية لمسبباتها، وأنه إن شاء أبقاها وإن شاء منعها، وكل
ذلك تبع لحكمته وحده فإنه فعال لما يريد، فليس لإرادته ومشيئته ممانع ولا
معارض ولا معاون.
(253) Allah sang Pencipta mengabarkan bahwa Dia
mem-beda-bedakan tingkat
(derajat) antara para
Rasul dalam keutamaan-keutamaan yang mulia dan keistimewaan-keistimewaan
yang indah, sesuai dengan keutamaan yang dikaruniakan olehNya atas mereka
dan penegakan yang mereka lakukan dari keimanan yang sempurna, keyakinan
yang kuat, akhlak yang luhur, tingkah laku yang terpuji, dakwah,
pengajaran, dan kegunaan yang menyeluruh. Maka di antara mereka ada yang
Allah jadikan sebagai kekasihNya, di antara mereka ada juga yang diajak
bicara langsung olehNya, di antara mereka ada yang diangkat olehNya di
atas para makhluk beberapa derajat, dan untuk keseluruhan para nabi, tidak
ada se-orang pun manusia yang mampu mencapai keutamaan mereka yang tinggi.
Allah mengistimewakan Isa bin Maryam عليه السلام bahwa dia diberikan
keterangan-keterangan yang jelas yang menunjukkan akan kerasulannya dengan
yakin dan kehambaannya dengan benar dan bahwa risalah yang dibawanya dari
Allah semuanya adalah benar, lalu Allah menjadikannya mampu menyembuhkan
orang yang buta, penyakit kusta, dan mampu menghidupkan orang mati dengan
izin Allah, Nabi Isa عليه السلام berbicara dengan manusia saat masih dalam
buaian, diperkuat dengan Ruhul Qudus yaitu ruh keimanan yang menjadikan
ruhani beliau unggul di atas selainnya. Dengan itu semua dia mendapatkan
kekuatan dan pertolongan, walaupun dasar dari pertolongan dengan ruh
tersebut bersifat umum bagi setiap Mukmin sesuai dengan keimanannya,
sebagai-mana Allah berfirman, ﴾ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٖ مِّنۡهُۖ ﴿ "Dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari padaNya."
(Al-Mujadilah: 22). Akan
tetapi apa yang didapatkan oleh Nabi Isa عليه السلام adalah lebih besar
daripada yang didapatkan selainnya. Karena itulah Allah mengkhususkannya
dengan menyebutnya. Pendapat lain mengatakan bahwa Ruh Qudus di sini
adalah Jibril عليه السلام, yakni Allah menguatkan Nabi Isa dengan
pertolongan Jibril dan bantuannya. Akan tetapi maknanya yang benar adalah
yang pertama. Dan ketika Allah mengabarkan tentang kesempurnaan para Rasul
dan apa yang Allah berikan kepada mereka dari keutamaan dan keistimewaan
dan bahwa agama mereka adalah satu, dakwah mereka kepada kebaikan adalah
satu, di mana seharusnya dan konsekuensi dari itu adalah bersatunya
seluruh umat untuk mem-benarkannya dan patuh kepada mereka, karena apa
yang mereka dapatkan dari keterangan-keterangan yang jelas yang dengan hal
seperti itu manusia pasti beriman, akan tetapi sebagian besar dari mereka
berpaling dari jalan yang lurus, dan terjadilah perselisihan antara
seluruh umat, di antara mereka ada yang beriman dan di antara mereka ada
yang kafir, maka akibat dari itu semua adalah terjadinya saling membunuh
yang merupakan akibat dari perpe-cahan dan perselisihan serta permusuhan,
seandainya Allah meng-hendaki, pastilah Allah akan menyatukan mereka di
atas petunjuk hingga mereka tidak berselisih, dan sekiranya Allah juga
menghen-daki setelah terjadinya perselisihan itu yang mengakibatkan saling
membunuh, pastilah mereka tidak saling membunuh, akan tetapi hikmah Allah
telah tetap berjalan dengan segala perkara di atas pengaturan itu sesuai
dengan sebab-sebabnya. Ayat ini merupakan tanda yang paling besar atas
adanya andil tindakan dari Allah pada seluruh sebab-sebab yang
meng-akibatkan segala macam hasilnya, dan bahwasanya bila Dia
meng-hendaki, Dia akan membiarkannya dan bila Dia menghendaki, Dia akan
melarangnya. Semua itu tunduk pada hikmahNya semata, karena Allah Maha
Melakukan apa yang dikehendakiNya, tidak ada penghalang, tidak pula
penentang, dan tidak pula penolong di hadapan keinginan dan kehendakNya.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا
شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
(254)}
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah
(di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah
Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada
lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zhalim."
(Al-Baqarah: 254).
#
{254} يحث الله المؤمنين على النفقات في جميع
طرق الخير، لأن حذف المعمول يفيد التعميم، ويذكرهم نعمته عليهم بأنه هو
الذي رزقهم ونوَّع عليهم النعم، وأنه لم يأمرهم بإخراج جميع ما في أيديهم
بل أتى بِمِنْ الدالة على التبعيض، فهذا مما يدعوهم إلى الإنفاق، ومما
يدعوهم أيضاً إخبارهم أن هذه النفقات مدخرة عند الله في يوم لا تفيد فيه
المعاوضات بالبيع ونحوه ولا التبرعات ولا الشفاعات فكل أحد يقول ما قدمت
لحياتي، فتنقطع الأسباب كلها إلا الأسباب المتعلقة بطاعة الله والإيمان به
يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم.
{وما أموالكم ولا أولادكم بالتي تقربكم عندنا زلفى إلا من آمن وعمل
صالحاً فأولئك لهم جزاء الضعف بما عملوا وهم في الغرفات آمنون}،
{وما تقدموا لأنفسكم من خير تجدوه عند الله هو خيراً وأعظم أجراً}. ثم قال تعالى:
{والكافرون هم الظالمون}؛ وذلك لأن الله
خلقهم لعبادته، ورزقهم، وعافاهم، ليستعينوا بذلك على طاعته، فخرجوا عما
خلقهم الله له، وأشركوا بالله ما لم ينزل به سلطاناً، واستعانوا بنعمه على
الكفر والفسوق والعصيان، فلم يبقوا للعدل موضعاً، فلهذا حصر الظلم المطلق
فيهم.
(254) Allah menganjurkan kepada kaum Mukminin
untuk berinfak pada segala macam bentuk kebaikan, karena tidak
dise-butkannya obyek dalam kalimat menunjukkan pada keumuman. Dan Allah
juga mengingatkan tentang nikmatNya atas mereka, bahwa Allah-lah yang
telah memberi rizki kepada mereka dan memberikan berbagai macam nikmat
atas mereka, dan Allah tidak memerintahkan kepada mereka untuk
mengeluarkan seluruh harta yang ada pada mereka, akan tetapi ayat ini
hadir dengan kata مِنْ
(dari) yang menunjukkan
arti sebagian, maka hal ini di antara per-kara yang mengajak mereka untuk
berinfak, dan juga di antara hal yang mengajak mereka untuk berinfak
adalah kabar Allah kepada mereka bahwa infak-infak tersebut akan tersimpan
rapi di sisi Allah تعالى pada suatu hari yang tidak ada gunanya lagi
saling tawar menawar untuk berjual beli dan semacamnya, tidak pula
bantuan-bantuan sosial maupun syafa'at. Setiap orang akan berkata apa yang
telah saya persembahkan untuk kehidupan saya, maka selu-ruh sebab-sebab
akan lenyap, kecuali sebab-sebab yang berkaitan dengan ketaatan kepada
Allah dan keimanan kepadaNya, ﴾ يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ 88
إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ 89
﴿ "(Yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan
hati yang bersih."
(Asy-Syu'ara`: 88-89),
dan ﴾
وَمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُم بِٱلَّتِي تُقَرِّبُكُمۡ عِندَنَا
زُلۡفَىٰٓ إِلَّا مَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ
جَزَآءُ ٱلضِّعۡفِ بِمَا عَمِلُواْ وَهُمۡ فِي ٱلۡغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ 37
﴿ "Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan
(pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu
kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal shalih, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat
ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa
di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)."
(Saba`: 37), dan ﴾
وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ هُوَ
خَيۡرٗا وَأَعۡظَمَ أَجۡرٗاۚ
﴿ "Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai
balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya."
(Al-Muzzammil: 20).
Kemudian Allah تعالى berfirman, ﴾
وَٱلۡكَٰفِرُونَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ﴿ "Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zhalim." Hal itu karena Allah تعالى menciptakan mereka
hanya untuk beribadah kepadaNya, Dia memberi rizki dan menyehatkan mereka
agar mereka mampu mengerjakan ketaatan dengannya, namun mereka berpaling
dari tujuan Allah menciptakan mereka, mereka menyekutukan Allah dengan apa
yang tidak Allah turunkan keterangan tentangnya. Mereka melakukan
kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan dengan kenikmatan itu, mereka tidak
meletakkan keadilan pada tempatnya, oleh karena itulah kezhaliman yang
mutlak meliputi mereka.
{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ
سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا
بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ
عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
(255)}
"Allah, tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Hidup
kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya);
tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya. Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahaagung."
(Al-Baqarah: 255).
#
{255} أخبر - صلى الله عليه وسلم - أن هذه
الآية أعظم آيات القرآن لما احتوت عليه من معاني التوحيد والعظمة وسعة
الصفات للباري تعالى، فأخبر أنه {الله}؛ الذي
له جميع معاني الألوهية، وأنه لا يستحق الألوهية والعبودية إلا هو، فألوهية
غيره وعبادة غيره باطلة، وأنه {الحي} الذي له
جميع معاني الحياة الكاملة من السمع والبصر والقدرة والإرادة وغيرها من
الصفات الذاتية، كما أن {القيوم}؛ تدخل فيه
جميع صفات الأفعال لأنه القيوم الذي قام بنفسه واستغنى عن جميع مخلوقاته
وقام بجميع الموجودات فأوجدها وأبقاها وأمدها بجميع ما تحتاج إليه في
وجودها وبقائها. ومن كمال حياته وقيوميته أنه
{لا تأخذه سنة}؛ أي:
نعاس {ولا نوم}؛ لأن السنة والنوم إنما
يعرضان للمخلوق الذي يعتريه الضعف والعجز والانحلال، ولا يعرضان لذي العظمة
والكبرياء والجلال، وأخبر أنه مالك جميع ما في السماوات والأرض، فكلهم عبيد
لله مماليك لا يخرج أحد منهم عن هذا الطور
{إن كل من في السموات والأرض إلا آتي الرحمن عبداً}؛ فهو المالك لجميع الممالك وهو الذي له صفات الملك والتصرف والسلطان
والكبرياء، ومن تمام ملكه أنه لا
{يشفع عنده}؛ أحد
{إلا بإذنه}؛ فكل الوجهاء والشفعاء عبيد له
مماليك لا يَقْدِمُون على شفاعة حتى يأذن لهم
{قل لله الشفاعة جميعاً له ملك السموات والأرض}؛ والله لا يأذن لأحد أن يشفع إلا فيمن ارتضى ولا يرتضي إلا توحيده واتباع
رسله، فمن لم يتصف بهذا فليس له في الشفاعة نصيب. ثم أخبر عن علمه الواسع
المحيط وأنه يعلم ما بين أيدي الخلائق من الأمور المستقبلة التي لا نهاية
لها {وما خلفهم}؛ من الأمور الماضية التي لا
حد لها، وأنه لا تخفى عليه خافية
{يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور}؛ وأن
الخلق لا يحيط أحد بشيء من علم الله ومعلوماته
{إلا بما شاء} منها وهو ما أطلعهم عليه من
الأمور الشرعية والقدرية،
وهو جزء يسير جدًّا مضمحل في علوم الباري ومعلوماته كما قال أعلم الخلق
به وهم الرسل والملائكة:
{سبحانك لا علم لنا إلا ما علمتنا}؛ ثم أخبر
عن عظمته وجلاله وأن كرسيه وسع السماوات والأرض، وأنه قد حفظهما ومن فيهما
من العوالم بالأسباب والنظامات التي جعلها الله في المخلوقات، ومع ذلك فلا
يؤوده أي يثقله حفظهما لكمال عظمته واقتداره وسعة حكمته في أحكامه
{وهو العلي}؛ بذاته على جميع مخلوقاته، وهو
العلي بعظمة صفاته، وهو العلي الذي قهر المخلوقات، ودانت له الموجودات،
وخضعت له الصعاب، وذلت له الرقاب {العظيم}؛
الجامع لجميع صفات العظمة والكبرياء والمجد والبهاء، الذي تحبه القلوب،
وتعظمه الأرواح، ويعرف العارفون أن عظمة كل شيء وإن جلت عن الصفة فإنها
مضمحلة في جانب عظمة العلي العظيم. فآية احتوت على هذه المعاني التي هي أجل
المعاني يحق أن تكون أعظم آيات القرآن، ويحق لمن قرأها متدبراً متفهماً أن
يمتلئ قلبه من اليقين والعرفان والإيمان، وأن يكون محفوظاً بذلك من شرور
الشيطان.
(255) Nabi ﷺ mengabarkan, أَنَّ هٰذِهِ الْآيَةَ
أَعْظَمُ آيَاتِ الْقُرْآنِ. "Bahwa ayat ini adalah ayat yang paling agung
dalam al-Qur`an,"
[29]
karena ayat ini meliputi makna tauhid, kebesaran, dan luasnya sifat Allah
تعالى, dan Allah تعالى mengabarkan bahwasanya Dia adalah, ﴾ ٱللَّهُ
﴿ "Allah" yang memiliki segala makna-makna ketuhanan, dan bahwasanya
tidak ada yang berhak bercitra ketuhanan dan per-ibadahan kecuali hanya
Dia. Dipertuhankannya selainNya dan peribadahan kepada selain-Nya adalah
batil, dan bahwasanya Dia ﴾
ٱلۡحَيُّ
﴿ "Hidup kekal," yang memiliki seluruh makna-makna kehidupan yang
sempurna berupa pendengaran, penglihatan, kemampuan, kehendak, dan
sebagainya dari sifat-sifat fisik, sebagaimana juga Dia ﴾
ٱلۡقَيُّومُۚ
﴿ "terus menerus mengurus (makhlukNya),"
termasuk di dalamnya segala macam bentuk sifat-sifat perbuatan, karena
Dia terus menerus mengurus (makhlukNya), yang
sendiri saja mengurusnya, dan tidak butuh kepada bantuan seluruh
makhluk-makhlukNya. Allah mengurus segala makhluk, di mana Dia
menciptakan mereka, menetapkannya, memberikan segala kebutuhan mereka
dalam mempertahankan keberadaan dan kelanggengan mereka. Dan di antara
kesempur-naan hidup dan kepengurusanNya bahwa Dia ﴾
لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ
﴿ "tidak mengantuk," maksudnya, tidak ingin tidur, ﴾
وَلَا نَوۡمٞۚ
﴿ "dan tidak tidur" karena ngantuk. Tidur hanya muncul pada para
makhluk yang diselubungi oleh kelemahan, ketidakmampuan, serta
kekurangan, dan tidak muncul pada Dzat yang memiliki keagungan,
kesom-bongan, dan kemuliaan, dan Allah juga mengabarkan bahwasanya Dia
Pemilik apa yang ada di langit dan di bumi, semuanya adalah hamba-hamba
Allah sebagai budak-budakNya yang tidak ada seorang pun yang keluar dari
koridor tersebut, ﴾
إِن كُلُّ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ إِلَّآ ءَاتِي ٱلرَّحۡمَٰنِ
عَبۡدٗا 93
﴿ "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba."
(Maryam: 93). Maka Dia-lah Raja segala raja dan
Dia-lah yang memiliki segala sifat raja, pengaturan, kekuasaan, dan
kesombongan, dan dari kesempurnaan kerajaanNya bahwasanya tidak ada yang
dapat, ﴾
يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ
﴿ "memberi syafa'at di sisi Allah," yakni tak seorang pun, ﴾
إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ
﴿ "kecuali dengan izinNya." Setiap pemuka kaum dan para pemegang
syafa'at adalah hamba-hamba bagiNya dan budak-budakNya, di mana mereka
tidak melakukan syafa'at hingga me-reka diizinkan untuk itu,
(Allah berfirman,) ﴾
قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَٰعَةُ جَمِيعٗاۖ لَّهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِۖ
﴿ "Katakanlah, 'Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya.
KepunyaanNya kerajaan langit dan bumi'."
(Az-Zumar: 44). Dan
Allah tidak memberikan izin kepada seorang pun untuk memberikan syafa'at
kecuali bagi mereka yang Dia ridhai, dan Dia tidak meridhai kecuali
mereka yang mentauhidkanNya dan meng-ikuti RasulNya. Barangsiapa yang
tidak bersifat seperti ini, maka dia tidak mendapatkan bagian dari
syafa'at. Kemudian Allah me-ngabarkan tentang ilmuNya yang luas lagi
melingkupi dan bahwa Dia mengetahui apa yang ada pada seluruh makhluk
berupa per-kara-perkara yang akan datang yang tidak ada akhirnya,
﴾
وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ
﴿ "dan di belakang mereka" dari perkara-perkara yang telah berlalu yang
tidak ada batasnya, dan bahwasanya tidak ada yang tersem-bunyi dariNya,
﴾
يَعۡلَمُ خَآئِنَةَ ٱلۡأَعۡيُنِ وَمَا تُخۡفِي ٱلصُّدُورُ 19
﴿ "Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat
dan apa yang disembunyikan oleh hati."
(Al-Mu`min: 19). Dan
bahwasanya di antara makhluk itu tidaklah seorang pun yang meliputi ilmu
Allah dan pengetahuanNya, ﴾
إِلَّا بِمَا شَآءَۚ
﴿ "melainkan apa yang dikehendakiNya." Di antaranya adalah sesuatu yang
diperlihatkan olehNya kepada kalian dari perkara-perkara syar'i dan
perkara takdir, dan itu hanya bagian yang sangat sedikit sekali yang
akan hilang (bila dibandingkan) ilmu Allah dan
penge-tahuanNya sebagaimana yang dikatakan oleh makhluk yang paling
mengetahui tentangNya yaitu para Rasul dan Malaikat, ﴾
قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ
أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ 32
﴿ "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami."
(Al-Baqarah: 32).
Kemudian Allah mengabarkan tentang keagungan dan ke-muliaanNya dan
bahwasanya kursiNya seluas langit dan bumi, dan bahwa Dia menjaga
keduanya dan seluruh makhluk yang berada di dalamnya dengan sebab-sebab
dan aturan-aturan yang dijadikan oleh Allah pada para makhluk, walaupun
demikian tidaklah ada sesuatu pun yang memberatkanNya untuk menjaga
keduanya karena kesempurnaan kebesaranNya dan KuasaNya, serta luasnya
hikmahNya dalam segala hukum-hukumNya. ﴾
وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ
﴿ "Dan Allah Mahatinggi" dengan DzatNya atas semua makhluk-makhlukNya,
dan Dia Tinggi dengan keagungan sifat-sifatNya, dan Dia-lah yang
Mahatinggi yang menguasai makhluk-makhluk, segala yang ada patuh
padaNya, segala perkara tunduk padaNya, dan semua hamba merendahkan diri
kepadaNya, ﴾
ٱلۡعَظِيمُ ﴿ "lagi Mahaagung" yang menyatukan segala sifat keagungan,
kesom-bongan, kebesaran, dan kemegahan, Dzat yang dicintai oleh hati,
diagungkan oleh ruh, orang-orang yang mengetahui itu paham bahwa keagungan
setiap hal walaupun nampak jelas namun Dia akan sangat kecil bila
disandingkan dengan keagungan Dzat yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Ayat
ini meliputi semua makna yang merupakan makna yang paling mulia yang
menyebabkannya berhak menjadi ayat yang teragung dalam al-Qur`an, dan
orang yang membacanya dengan melakukan perenungan dan pemahaman, maka dia
berhak agar hatinya dipenuhi dengan keyakinan, pengetahuan, dan keimanan,
dan Dia akan terjaga dengan hal itu dari kejahatan setan.
{لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ
عَلِيمٌ (256)}
"Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama
(Islam);
sung-guh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 256).
#
{256} هذا بيان لكمال هذا الدين الإسلامي،
وأنه لكمال براهينه، واتضاح آياته وكونه هو دين العقل والعلم ودين الفطرة
والحكمة ودين الصلاح والإصلاح ودين الحق والرشد، فلكماله وقبول الفطر له لا
يحتاج إلى الإكراه عليه، لأن الإكراه إنما يقع على ما تنفر عنه القلوب،
ويتنافى مع الحقيقة والحق أو لما تخفى براهينه وآياته، وإلا فمن جاءه هذا
الدين ورده ولم يقبله فإنه لعناده، فإنه
{قد تبين الرشد من الغي} فلم يبق لأحد عذر
ولا حجة إذا رده ولم يقبله. ولا منافاة بين هذا المعنى وبين الآيات الكثيرة
الموجبة للجهاد، فإن الله أمر بالقتال ليكون الدين كله لله، ولدفع اعتداء
المعتدين على الدين، وأجمع المسلمون على أن الجهاد ماضٍ مع البر والفاجر،
وأنه من الفروض المستمرة الجهاد القولي والجهاد الفعلي، ومن ظن من المفسرين
أن هذه الآية تنافي آيات الجهاد فجزم بأنها منسوخة فقوله ضعيف لفظاً ومعنى
كما هو واضح بين لمن تدبر الآية الكريمة كما نبهنا عليه.
ثم ذكر الله انقسام الناس إلى قسمين:
قسم آمن بالله وحده لا شريك له وكفر بالطاغوت ـ وهو كل ما ينافي الإيمان
بالله من الشرك وغيره ـ فهذا قد
{استمسك بالعروة الوثقى} التي لا انفصام لها،
بل هو مستقيم على الدين الصحيح حتى يصل به إلى الله وإلى دار كرامته. ويؤخذ
القسم الثاني من مفهوم الآية أن من لم يؤمن بالله بل كفر به وآمن بالطاغوت
فإنه هالك هلاكاً أبدياً ومعذب عذاباً سرمدياً. وقوله
{والله سميع}؛ أي:
لجميع الأصوات باختلاف اللغات على تفنن الحاجات، وسميع لدعاء الداعين وخضوع
المتضرعين. {عليم}؛ بما أكنته الصدور، وما
خفي من خفايا الأمور، فيجازي كل أحد بحسب ما يعلمه من نياته وعمله.
(256) Ayat ini menerangkan tentang kesempurnaan
ajaran Islam, dan bahwasanya karena kesempurnaan bukti-buktinya, kejelasan
ayat-ayat dan ia merupakan agama akal sehat dan ilmu, agama fitrah dan
hikmah, agama kebaikan dan perbaikan, agama kebenaran dan jalan yang
lurus, karena kesempurnaannya dan penerimaan fitrah terhadapnya, maka
Islam tidak memerlukan pemaksaan, karena pemaksaan itu terjadi pada suatu
perkara yang dijauhi oleh hati, tidak memiliki hakikat dan kebenaran, atau
ketika bukti-bukti dan ayat-ayatnya tidak ada. Maka barangsiapa yang telah
mengetahui ajaran ini dan dia menolaknya, maka hal itu di-dasari karena
kedurhakaannya, karena, ﴾ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ
﴿ "sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat," hingga
tidak ada suatu alasan pun bagi seseorang dan tidak pula hujjah apabila
dia menolak dan tidak menerimanya. Tidak ada perselisihan antara
pengertian ayat ini dengan ayat-ayat lainnya yang mengharuskan berjihad,
karena Allah telah memerintahkan untuk berperang agar agama Allah
semuanya hanya milik Allah, dan demi memberantas kesewenang-wenangan
orang-orang yang melampaui batas terhadap agama. Kaum Mus-limin telah
berijma' bahwa jihad itu tetap berlaku bersama pemim-pin yang baik
maupun yang pendosa, dan bahwasanya jihad itu di antara
kewajiban-kewajiban yang berkesinambungan, baik jihad perkataan maupun
jihad perbuatan. Dan siapa saja di antara ahli tafsir yang berpendapat
bahwa ayat ini meniadakan ayat-ayat jihad hingga mereka menyatakan
dengan tegas bahwa ayat-ayat jihad itu telah dihapus, maka pendapat
mereka itu lemah secara lafazh maupun makna, sebagaimana hal itu jelas
sekali bagi orang-orang yang merenungkan ayat yang mulia ini,
sebagaimana juga telah kami jelaskan sebelumnya.
Kemudian Allah تعالى menyebutkan pembagian manusia kepada dua
bagian:
Pertama, manusia yang beriman kepada Allah semata yang tidak ada sekutu
bagiNya dan kafir kepada thaghut -yaitu segala hal yang meniadakan
keimanan kepada Allah dari kesyirikan dan selainnya- maka orang ini
﴾
ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ
﴿ "telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus" yakni yang tidak ada putusnya, bahkan dia tegak di atas ajaran
yang benar hingga sampai kepada Allah dan negeri kemuliaanNya. Dan yang
kedua dapat diambil dari pemahaman terbalik ayat ini yaitu bahwa
barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah bahkan dia kafir kepadaNya
dan beriman kepada thaghut, maka dia akan binasa dengan kebinasaan yang
abadi dan disiksa dengan siksaan yang selamanya. Dan FirmanNya, ﴾
وَٱللَّهُ سَمِيعٌ
﴿ "Dan Allah Maha Mendengar," yakni kepada segala suara dengan segala
macam perbedaan bahasanya menurut segala bentuk kebutuhannya, dan juga
Maha Mendengar akan doa orang-orang yang bermunajat dan ketundukan
orang-orang yang merendahkann diri (kepadaNya),
﴾
عَلِيمٌ ﴿ "lagi Maha Mengetahui" segala yang disembunyikan dalam hati, dan
segala perkara yang tersembunyi dan tidak nampak, hingga Dia mem-balas
setiap orang sesuai dengan apa yang diperbuatnya dari niat maupun
amalannya.
{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ
يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257)}
"Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluar-kan mereka dari
kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya
(Iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan
(keka-firan). Mereka itu adalah
penghuni neraka; mereka kekal di dalam-nya."
(Al-Baqarah: 257).
#
{257} هذه الآية مترتبة على الآية التي
قبلها، فالسابقة هي الأساس وهذه هي الثمرة. فأخبر تعالى أن الذين آمنوا
بالله وصدقوا إيمانهم بالقيام بواجبات الإيمان وترك كل ما ينافيه أنه وليهم
يتولاهم بولايته الخاصة، ويتولى تربيتهم، فيخرجهم من ظلمات الجهل والكفر
والمعاصي والغفلة والإعراض، إلى نور العلم واليقين والإيمان والطاعة
والإقبال الكامل على ربهم، وينور قلوبهم بما يقذفه فيها من نور الوحي
والإيمان، وييسرهم لليسرى، ويجنبهم العسرى، وأما الذين كفروا فإنهم لما
تولوا غير وليهم، ولاهم الله ما تولوا لأنفسهم، وخذلهم، ووكلهم إلى رعاية
من تولاهم ممن ليس عنده نفع ولا ضر، فأضلوهم، وأشقوهم، وحرموهم هداية العلم
النافع والعمل الصالح، وحرموهم السعادة، وصارت النار مثواهم خالدين فيها
مخلدين. اللهم تولنا فيمن توليت.
(257) Ayat ini merupakan rangkaian dari ayat
sebelumnya. Ayat yang sebelumnya itu merupakan dasar sedangkan ayat ini
adalah manifestasinya. Allah تعالى mengabarkan bahwasanya orang-orang yang
beriman kepadaNya dan mereka membenarkan ke-imanan mereka dengan
menunaikan kewajiban-kewajiban keimanan dan meninggalkan segala perkara
yang meniadakannya, Allah adalah wali mereka dan menjadikan mereka sebagai
orang-orang yang dicintai dengan kecintaanNya yang istimewa, dan Dia
me-nangani pendidikan mereka. Maka Allah mengeluarkan mereka dari
kegelapan kejahilan, kekufuran, kemaksiatan, kelalaian, dan keberpalingan
menuju kepada cahaya ilmu, keyakinan, keimanan, ketaatan, dan penerimaan
yang total terhadap Rabb mereka, dan Allah menerangi hati mereka dengan
apa yang dipancarkanNya ke dalamnya dari cahaya wahyu dan keimanan,
memudahkan mereka kepada kemudahan, dan menjauhkan mereka dari perkara
yang sulit. Adapun orang-orang yang kafir, tatkala mereka loyal
(ber-wala`) kepada selain Wali mereka yang haq
(Allah تعالى) maka Allah menyerahkan urusan mereka
kepada apa yang telah mereka sendiri jadikan wali untuk diri mereka,
menghinakan mereka, mewakilkan pemeliharaan mereka kepada wali yang mereka
pilih, yang sama sekali tidak memiliki manfaat dan mudarat. Maka wali-wali
mereka itu menyesatkan dan menyengsarakan mereka serta menghalangi mereka
dari petunjuk ilmu yang bermanfaat dan amal shalih dan juga menghalangi
mereka mendapatkan kebahagiaan hingga nerakalah yang menjadi tempat
kembali mereka, mereka kekal di dalamnya selamanya. Ya Allah, jadikanlah
kami termasuk di antara orang-orang yang mana Engkau menjadi wali mereka.
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ
آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي
يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ
الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ (258)}
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang
Rabbnya
(Allah) karena Allah telah memberikan
kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). Ketika
Ibrahim me-ngatakan, 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,'
orang itu berkata, 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan.' Ibrahim
berkata, 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka
terbitkanlah ia dari barat,' lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim."
(Al-Baqarah: 258).
#
{258} يقص الله علينا من أنباء الرسل
والسالفين ما به تتبين الحقائق، وتقوم البراهين المتنوعة على التوحيد،
فأخبر تعالى عن خليله إبراهيم - صلى الله عليه وسلم -، حيث حاج هذا الملك
الجبار، وهو نمرود البابلي المعطل المنكر لرب العالمين، وانتدب لمقاومة
إبراهيم الخليل ومحاجته في هذا الأمر الذي لا يقبل شكًّا ولا إشكالاً ولا
ريباً وهو توحيد الله وربوبيته الذي هو أجلى الأمور وأوضحها. ولكن هذا
الجبار غره ملكه وأطغاه حتى وصلت به الحال إلى أن نفاه، وحاج إبراهيمَ
الرسولَ العظيمَ الذي أعطاه الله من العلم واليقين ما لم يعط أحداً من
الرسل سوى محمد - صلى الله عليه وسلم -،
فقال إبراهيم مناظراً له:
{ربي الذي يحيي ويميت}؛
أي:
هو المنفرد بالخلق والتدبير والإحياء والإماتة، فذكر من هذا الجنس أظهرها
وهو الإحياء والإماتة، فقال ذلك الجبار مباهتاً:
{أنا أحيي وأميت}؛ وعنى بذلك أني أقتل من
أردت قتله وأستبقي من أردت استبقاءه، ومن المعلوم أن هذا تمويه وتزوير عن
المقصود، وأن المقصود أن الله تعالى هو الذي تفرد بإيجاد الحياة في
المعدومات وردها على الأموات، وأنه هو الذي يميت العباد والحيوانات بآجالها
بأسباب ربطها وبغير أسباب.
فلما رآه الخليل مموهاً تمويهاً ربما راج على الهمج الرَّعاع قال إبراهيم
ملزماً له بتصديق قوله إن كان كما يزعم:
{فإن الله يأتي بالشمس من المشرق فأت بها من المغرب، فبهت الذي
كفر}؛ أي: وقف وانقطعت حجته، واضمحلت شبهته. وليس هذا
من الخليل انتقالاً من دليل إلى آخر، وإنما هو إلزام لنمرود بطرد دليله إن
كان صادقاً وأتى بهذا الذي لا يقبل الترويج والتزوير والتمويه، فجميع
الأدلة السمعية والعقلية والفطرية قد قامت شاهدة بتوحيد الله معترفة
بانفراده بالخلق والتدبير وأن من هذا شأنه لا يستحق العبادة إلا هو، وجميع
الرسل متفقون على هذا الأصل العظيم، ولم ينكره إلا معاند مكابر مماثل لهذا
الجبار العنيد، فهذا من أدلة التوحيد،
ثم ذكر أدلة كمال القدرة والبعث والجزاء فقال:
(258) Allah تعالى mengisahkan kepada kita tentang
berita-berita para Rasul yang terdahulu, di mana dengan berita-berita
tersebut, maka jelaslah segala hakikat, bukti-bukti nyata yang ber-aneka
ragam akan tegak membela Tauhid. Allah تعالى mengabarkan tentang
kekasihNya, Ibrahim عليه السلام, di mana ia mendebat raja yang zhalim,
yaitu Namrud al-Babili
(penguasa Babilonia) yang
menia-dakan dan mengingkari Rabb semesta alam, dan dia menantang untuk
menyerang Ibrahim al-Khalil dan mendebatnya tentang perkara tersebut yang
sama sekali tidak ada keraguan, masalah dan kebimbangan padanya, yaitu
tauhidullah dan rububiyahNya yang merupakan perkara yang paling jelas dan
paling terang. Akan tetapi orang sombong ini telah terpedaya oleh
kekuasa-annya dan telah tersesat karenanya hingga akhirnya ia meniada-kan
Allah. Lalu ia mendebat Ibrahim, Rasul yang mulia yang telah diberikan
oleh Allah kepadanya ilmu dan keyakinan yang tidak diberikan kepada
seorang pun selainnya dari para Rasul selain Muhammad ﷺ. Maka Ibrahim
memberikan pandangan kepadanya, ﴾ رَبِّيَ ٱلَّذِي يُحۡيِۦ وَيُمِيتُ
﴿ "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan memati-kan." Artinya Dzat yang
Esa dalam menciptakan, mengatur, meng-hidupkan dan mematikan. Ibrahim
menyebutkan dalam perkataan-nya itu hal yang paling jelas dalam masalah
ini yaitu menghidup-kan dan mematikan. Raja sombong itu menjawab dengan
menantang, ﴾
أَنَا۠ أُحۡيِۦ وَأُمِيتُۖ
﴿ "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Yang dia maksudkan dengan
itu adalah bahwa saya membunuh orang yang saya ke-hendaki dan saya
biarkan hidup bagi orang yang saya kehendaki. Telah dipahami bahwa hal
ini adalah pembelokan dan pemalsuan dari hal yang dimaksudkan. Padahal
yang dimaksudkan adalah bahwa Allah تعالى sendiri yang menciptakan
kehidupan dari hal-hal yang tidak ada dan kemudian mengembalikannya
kepada kematian, dan bahwa Dia-lah yang mematikan hamba-hambaNya,
hewan-hewan dengan ajal-ajal mereka melalui sebab-sebab yang dikaitkan
padanya maupun dengan tidak ada sebab. Dan ketika al-Khalil melihatnya
menyimpang dengan pe-nyimpangan yang kemungkinan saja dapat meluas di
antara rakyat jelata, Ibrahim akhirnya berkata dengan memaksanya untuk
mem-percayai perkataannya apabila seperti apa yang dia sangkakan,
﴾
فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأۡتِي بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِهَا مِنَ
ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِي كَفَرَۗ ﴿ "Sesungguhnya Allah menerbitkan
matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat, lalu heran
terdiamlah orang kafir itu," yakni terhenti dan terputus hujjah-hujjahnya,
serta lenyaplah syubhatnya. Sanggahan Nabi Ibrahim ini bukanlah merupakan
perpin-dahan dari sebuah dalil kepada yang lainnya, akan tetapi sebagai
hujjah pamungkas kepada Namrud dengan mementahkan penda-patnya -kalau ia
benar- dan beliau mengemukakan hujjah tersebut yang tidak dapat
dicampuradukkan, diputarbalikkan dan dipalsu-kan. Seluruh dalil
pendengaran, logika, dan fitrah telah tegak sebagai saksi atas uluhiyah
Allah dan mengakui keesaanNya dalam pen-ciptaan dan pengaturan, dan bahwa
yang seperti ini kondisinya, maka tidak berhak disembah kecuali hanya
Allah saja. Seluruh Rasul sepakat atas asas yang agung ini, dan tidak ada
yang meng-ingkari hal itu kecuali seorang yang durhaka, ngotot, dan
mencon-toh raja yang zhalim ini. Ini semua adalah dalil-dalil tauhid.
Kemu-dian Allah menyebutkan dalil-dalil kesempurnaan tentang akan
datangnya kebangkitan dan pembalasan amal.
{أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى
عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا
فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ
قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ
عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ
إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى
الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا
تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(259) وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي
كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ
لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ
فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ
جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (260)}
.
"Atau apakah
(kamu tidak memperhatikan) orang yang melewati
suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi
atapnya. Dia berkata, 'Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini
setelah hancur?' Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian
menghidupkannya kembali. Allah bertanya, 'Berapakah lamanya kamu tinggal
di sini?' Dia menjawab, 'Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.'
Allah berfirman, 'Sebe-narnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun
lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah;
dan lihatlah kepada keledaimu
(yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan
menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manu-sia; dan lihatlah kepada
tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian
Kami membalutnya dengan daging.' Maka tatkala telah nyata kepadanya
(bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati)
dia pun berkata, 'Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.'
Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya
Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagai-mana Engkau menghidupkan
orang-orang mati.' Allah berfirman, 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim
menjawab, 'Aku telah meyakini-nya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku), Allah berfirman, '
(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.
(Allah berfirman), 'Lalu letakkan di atas
tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemu-dian
panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.' Dan
ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijak-sana."
(Al-Baqarah: 259-260).
#
{259} هذان دليلان عظيمان محسوسان في الدنيا
قبل الآخرة على البعث والجزاء، واحد أجراه الله على يد رجل شاك في البعث
على الصحيح كما تدل عليه الآية الكريمة، والآخر على يد خليله إبراهيم، كما
أجرى دليل التوحيد السابق على يده. فهذا الرجل مرَّ على قرية قد دمرت
تدميراً وخوت على عروشها قد مات أهلها وخربت عمارتها،
فقال على وجه الشك والاستبعاد:
{أنى يحيي هذه الله بعد موتها}؟
أي:
ذلك بعيد وهي في هذه الحال، يعني وغيرها مثلها بحسب ما قام بقلبه تلك
الساعة، فأراد الله رحمته ورحمة الناس حيث أماته الله مئة عام، وكان معه
حمار فأماته معه، ومعه طعام وشراب فأبقاهما الله بحالهما كل هذه المدد
الطويلة. فلما مضت الأعوام المائة بعثه الله فقال:
{كم لبثت قال: لبثت يوماً أو بعض يوم}؛ وذلك
بحسب ما ظنه، فقال الله:
{بل لبثت مائة عام}؛ والظاهر أن هذه المجاوبة
على يد بعض الأنبياء الكرام. ومن تمام رحمة الله به وبالناس أنه أراه الآية
عياناً ليقتنع بها،
فبعد ما عرف أنه ميت قد أحياه الله قيل له:
انظر
{إلى طعامك وشرابك لم يتسنه}؛
أي:
لم يتغير في هذه المُدَد الطويلة.
وذلك من آيات قدرة الله فإن الطعام والشراب خصوصاً ما ذكره المفسرون أنه
فاكهة وعصير لا يلبث أن يتغير وهذا قد حفظه الله مئة عام وقيل له:
{انظر إلى حمارك}؛ فإذا هو قد تمزق وتفرق
وصار عظاماً نخرة،
{وانظر إلى العظام كيف ننشزها}؛
أي:
نرفع بعضها إلى بعض ونصل بعضها ببعض بعدما تفرقت وتمزقت
{ثم نكسوها}؛ بعد الالتئام
{لحماً}؛ ثم نعيد فيه الحياة
{فلما تبين له}؛ رأيَ عين لا يقبل الريب بوجه
من الوجوه
{قال أعلم أن الله على كل شيء قدير}؛ فاعترف
بقدرة الله على كل شيء وصار آية للناس، لأنهم قد عرفوا موته وموت حماره
وعرفوا قضيته ثم شاهدوا هذه الآية الكبرى. هذا هو الصواب في هذا
الرجل. وأما قول كثير من المفسرين:
أن هذا الرجل مؤمن أو نبي من الأنبياء إما عزير أو غيره وأن قوله:
{أنى يحيي هذه الله بعد موتها}؛ يعني كيف
تعمر هذه القرية بعد أن كانت خراباً، وأن الله أماته ليريه ما يعيد لهذه
القرية من عمارتها بالخلق وأنها عمرت في هذه المدة وتراجع الناس إليها
وصارت عامرة بعد أن كانت دامرة، فهذا لا يدل عليه اللفظ بل ينافيه، ولا يدل
عليه المعنى، فأي آية وبرهان برجوع البلدان الدامرة إلى العمارة، وهذه لم
تزل تشاهد تعمر قرى ومساكن، وتخرب أخرى، وإنما الآية العظيمة في إحيائه بعد
موته وإحياء حماره وإبقاء طعامه وشرابه لم يتعفن ولم يتغير،
ثم قوله:
{فلما تبين له}؛ صريح في أنه لم يتبين له إلا
بعدما شاهد هذه الحال الدالة على كمال قدرته عيانا.
(259) Kedua ayat ini adalah dalil yang agung yang
nyata di dunia sebelum di akhirat tentang akan datangnya kebangkitan
kem-bali dan pembalasan amal. Salah satunya adalah Allah perlihatkan
kepada seseorang yang ragu akan kebangkitan -menurut pendapat yang benar-
sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat yang mulia ini. Sedangkan lainnya,
Allah perlihatkan pada kekasihNya Ibrahim عليه السلام, sebagaimana Allah
perlihatkan dalil tauhid sebelumnya juga pada diri beliau. Orang tersebut
melewati sebuah desa yang telah luluh lantah dan temboknya telah roboh
menutupi atapnya, pendu-duknya telah meninggal dan bangunan-bangunannya
telah hancur berantakan, lalu dia berkata dengan rasa ragu dan suatu yang
tidak mungkin, ﴾ أَنَّىٰ يُحۡيِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۖ
﴿ "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?"
Artinya, hal tersebut sangatlah mustahil dengan kondisi desa yang
seperti itu. Maksudnya, selain desa itu pun seperti itu, seperti apa
yang terbesit di dalam hatinya pada waktu itu. Maka Allah menghendaki
rahmat bagi orang tersebut dan bagi seluruh manusia di mana Allah
mematikannya selama seratus tahun. Ketika itu dia bersama seekor
keledai, lalu Allah juga me-matikannya bersama orang itu, demikian juga
makanan dan mi-numan, lalu Allah mengawetkan makanan dan minumannya itu
seperti keadaannya semula, dalam waktu yang panjang tersebut. Setelah
tahun demi tahun berlalu hingga seratus tahun, maka Allah
membangkitkannya seraya berfirman, ﴾
كَمۡ لَبِثۡتَۖ قَالَ لَبِثۡتُ يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۖ
﴿ "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Dia menjawab, "Saya tinggal
di sini sehari atau setengah hari." Hal itu menurut sangkaan dirinya,
maka Allah berfirman, ﴾
بَل لَّبِثۡتَ مِاْئَةَ عَامٖ
﴿ "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya."
Tampaknya tanya jawab itu melalui perantaraan salah seorang Nabi dari
Nabi-nabi Allah yang mulia. Dan di antara kesempurnaan rahmat Allah
kepadanya dan kepada seluruh manusia, adalah bahwa Allah memperlihatkan
kepadanya tanda-tanda secara nyata, agar ia puas dengan hal ter-sebut.
Dan setelah ia mengetahui bahwa ia adalah mayit yang telah dihidupkan
kembali oleh Allah, dikatakan kepadanya, "Lihatlah ﴾
إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمۡ يَتَسَنَّهۡۖ
﴿ "kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah." Artinya,
tidak berubah dalam masa yang panjang ini. Hal itu adalah di antara
tanda-tanda kekuasaan Allah, karena makanan dan minuman tersebut
-khususnya yang disebutkan oleh ahli-ahli tafsir bahwa hal itu adalah
berupa buah-buahan dan minuman perasan buah- tidak lama berubah. Ini
semua telah dijaga oleh Allah selama seratus tahun. Lalu dikatakan
kepadanya,﴾
وَٱنظُرۡ إِلَىٰ حِمَارِكَ
﴿ "Dan lihatlah kepada keledaimu," yang ternyata telah terpisah-pisah
dan terpecah-pecah, dan telah menjadi tulang-belulang yang telah rapuh.
﴾
وَٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡعِظَامِ كَيۡفَ نُنشِزُهَا
﴿ "Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali," maksudnya Kami mengangkat sebagiannya kepada
sebagian yang lain, kemudian Kami menyambung sebagian pada sebagian yang
lain, setelah terpisah-pisah dan terpecah-pecah, ﴾
ثُمَّ نَكۡسُوهَا
﴿ "kemudian Kami membalutnya" setelah menyatu kembali, ﴾
لَحۡمٗاۚ
﴿ "dengan daging," kemudian Kami mengembalikan kehidupan padanya.
﴾
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ
﴿ "Maka tatkala telah nyata kepadanya
(bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati),"
dengan penglihatan mata yang tidak mungkin ada keraguan, ﴾
قَالَ أَعۡلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ
﴿ "dia pun berkata, 'Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu'." Maka ia pun mengakui akan Kuasa Allah atas segala sesuatu,
ke-mudian ini menjadi bukti bagi manusia, karena mereka telah
me-ngetahui kematiannya, kematian keledainya, dan mereka mengeta-hui
permasalahannya, kemudian mereka menyaksikan bukti yang agung ini. Dan
inilah yang benar pada orang tersebut. Adapun pendapat sebagian besar
ahli tafsir, bahwasanya orang tersebut adalah seorang Mukmin, atau
seorang Nabi dari Nabi-nabi Allah, baik Uzair atau selainnya, dan
bahwasanya Fir-manNya, ﴾
أَنَّىٰ يُحۡيِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعۡدَ مَوۡتِهَاۖ
﴿ "Bagaimana Allah menghidupkan kem-bali negeri ini setelah hancur?,"
maksudnya, bagaimana desa ini bisa kembali ramai setelah hancur lebur
seperti itu, dan bahwasanya Allah mematikannya agar memperlihatkan
kepadanya bagaimana Allah mengembalikan desa itu menjadi ramai dengan
menciptakan-nya kembali, dan bahwa desa itu telah diramaikan kembali
pada masa panjang itu dan manusia kembali membangunnya yang akhirnya
kembali ramai padahal sebelumnya hancur berantakan, ini semua tidaklah
ditunjukkan oleh lafazh
(yang ada dalam rang-kaian kisah ini)
namun malah meniadakannya, dan tidak juga ditunjukkan oleh maknanya.
Tanda dan bukti nyata mana yang menunjukkan tentang kembalinya desa yang
hancur lebur itu menjadi desa yang ramai lagi? Dan ini masih terus dapat
disaksi-kan, di mana suatu desa hidup dan ramai sementara desa-desa lain
hancur. Adapun ayat yang agung ini adalah tentang dihidupkannya kembali
orang itu setelah kematiannya dan dihidupkannya kembali keledainya serta
dibiarkannya makanan dan minumannya dan tidak membusuk dan tidak
berubah. Kemudian FirmanNya,﴾
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ ﴿ "Maka tatkala telah nyata kepadanya
(bagaimana Allah meng-hidupkan yang telah mati)."
Semua itu adalah sangat jelas tentang ketidaktahuannya, kecuali setelah
dia menyaksikan sendiri kondisi itu secara nyata yang menunjukkan
kesempurnaan KuasaNya.
#
{260} وأما البرهان الآخر فإن إبراهيم قال
طالباً من الله أن يريه كيف يحيي الموتى فقال الله له:
{أو لم تؤمن}؛ ليزيل الشبهة عن خليله،
{قال}؛ إبراهيم:
{بلى}؛ يا رب قد آمنت أنك على كل شيء قدير
وأنك تحيي الموتى وتجازي العباد، ولكن أريد أن يطمئن قلبي وأصل إلى درجة
عين اليقين، فأجاب الله دعوته كرامة له ورحمة بالعباد،
{قال فخذ أربعة من الطير}؛ ولم يبين أي
الطيور هي فالآية حاصلة بأي نوع منها وهو المقصود،
{فصرهن إليك}؛ أي:
ضمهن واذبحهن ومزقهن
{ثم اجعل على كل جبل منهن جزءاً ثم ادعهن يأتينك سعياً واعلم أن الله
عزيز حكيم}؛ ففعل ذلك وفرق أجزاءهن على الجبال التي حوله ودعاهن بأسمائهن فأقبلن
إليه أي سريعات، لأن السعي السرعة، وليس المراد أنهن جئن على قوائمهن،
وإنما جئن طائرات على أكمل ما يكون من الحياة، وخص الطيور بذلك لأن إحياءهن
أكمل وأوضح من غيرهن، وأيضاً أزال في هذا كل وهم ربما يعرض للنفوس المبطلة،
فجعلهن متعددات أربعة، ومزقهن جميعاً، وجعلهن على رؤوس الجبال، ليكون ذلك
ظاهراً علناً يشاهد من قرب ومن بعد، وأنه نحاهن عنه كثيراً لئلا يظن أن
يكون عاملاً حيلة من الحيل، وأيضاً أمره أن يدعوهن فجئن مسرعات، فصارت هذه
الآية أكبر برهان على كمال عزة الله وحكمته. وفيه تنبيه على أن البعث فيه
يظهر للعباد كمال عزة الله وحكمته وعظمته وسعة سلطانه وتمام عدله وفضله.
(260) Sedangkan bukti nyata yang lain, adalah
bahwa Nabi Ibrahim عليه السلام berkata seraya memohon kepada Allah agar
memper-lihatkan untuknya bagaimana Allah menghidupkan yang sudah mati.
Maka Allah berfirman kepadanya, ﴾ أَوَلَمۡ تُؤۡمِنۖ
﴿ "Belum yakinkah kamu?" untuk menghilangkan syubhat
(keragu-raguan) pada ke-kasihNya,
(Nabi Ibrahim). Dia ﴾
قَالَ
﴿ "berkata," yakni Ibrahim عليه السلام, ﴾
بَلَىٰ
﴿ "Tentu aku telah meyakininya" wahai Rabb, sungguh saya telah beriman
bahwa Engkau Kuasa atas segala sesuatu, dan Engkau menghidupkan yang
telah mati dan Engkau akan membalas semua amal hamba-hamba. Akan tetapi
saya ingin agar hatiku tenang dan agar saya sampai kepada derajat
keyakinan yang sebenar-benarnya. Maka Allah menjawab permohonannya
sebagai kemuliaan baginya dan rahmat bagi hamba-hambaNya, ﴾
قَالَ فَخُذۡ أَرۡبَعَةٗ مِّنَ ٱلطَّيۡرِ
﴿ "(Kalau demikian) ambillah empat ekor
burung," dan tidak dijelaskan burung apakah itu. Ayat ini bisa terjadi
dengan jenis burung apa pun dan itulah yang dikehendaki, ﴾
فَصُرۡهُنَّ إِلَيۡكَ
﴿ "lalu cincanglah semuanya olehmu," artinya, kumpulkanlah dan
sembelihlah mereka dan cincanglah mereka.﴾
ثُمَّ ٱجۡعَلۡ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٖ مِّنۡهُنَّ جُزۡءٗا ثُمَّ ٱدۡعُهُنَّ
يَأۡتِينَكَ سَعۡيٗاۚ وَٱعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ﴿ "Lalu
letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu,
kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera."
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Maka Nabi
Ibrahim melakukan itu, dan beliau memisah-misahkan bagian-bagiannya pada
beberapa gunung yang ada di sekitarnya lalu beliau memanggil mereka dengan
nama-nama mereka dan akhirnya mereka kembali kepadanya dengan sangat
cepat. Karena kata سَعْيًا berarti cepat, dan bukanlah yang dimaksud-kan
burung-burung itu datang dengan berjalan dengan kaki-kaki mereka, akan
tetapi mereka datang dengan terbang dalam kondisi hidup yang paling
sempurna. Allah mengkhususkan burung dalam hal itu karena meng-hidupkan
mereka lebih mantap dan lebih jelas dari selain mereka. Demikian juga
dalam hal ini Allah menghilangkan semua dugaan yang batil yang terbersit
dalam hati orang yang membantah. Maka menjadikan jumlah mereka empat ekor,
mencincang-cincang mereka, dan meletakkan setiap bagian itu di atas
gunung-gunung, agar hal itu nampak nyata dan jelas hingga dapat disaksikan
dari dekat maupun dari jauh, dan menjauhkan potongan-potongan dengan jarak
yang banyak agar tidak dikira bahwa hal itu adalah sebuah tindakan tipu
daya. Dan Allah juga memerintahkan kepa-danya agar memanggil mereka hingga
mereka datang dengan segera. Maka ayat ini menjadi bukti-bukti nyata yang
paling besar terhadap kesempurnaan kemuliaan Allah dan hikmahNya. Dalam
ayat ini terdapat peringatan bahwa kebangkitan itu menunjukkan keperkasaan
Allah, hikmahNya, keagunganNya, luasnya kekuasaanNya, kesempurnaan
keadilan dan karuniaNya.
{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ
مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ (261) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا
مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (262)}
"Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus
biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Mahaluas
(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkan-nya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti
(perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala
di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati."
(Al-Baqarah: 261-262).
#
{261} هذا حث عظيم من الله لعباده في إنفاق
أموالهم في سبيله، وهو طريقه الموصل إليه، فيدخل في هذا إنفاقه في ترقية
العلوم النافعة، وفي الاستعداد للجهاد في سبيله، وفي تجهز المجاهدين
وتجهيزهم، وفي جميع المشاريع الخيرية النافعة للمسلمين، ويلي ذلك الإنفاق
على المحتاجين والفقراء والمساكين، وقد يجتمع الأمران فيكون في النفقة دفع
الحاجات والإعانة على الخير والطاعات، فهذه النفقات مضاعفة هذه المضاعفة
بسبعمائة إلى أضعاف أكثر من ذلك، ولهذا قال:
{والله يضاعف لمن يشاء}؛ وذلك بحسب ما يقوم
بقلب المنفق من الإيمان والإخلاص التام وفي ثمرات نفقته ونفعها، فإن بعض
طرق الخيرات يترتب على الإنفاق فيها منافع متسلسلة ومصالح متنوعة فكان
الجزاء من جنس العمل.
(261) Ini merupakan anjuran yang agung dari Allah
terha-dap hamba-hambaNya untuk menafkahkan harta mereka di jalan-Nya;
yaitu jalan yang menyampaikannya kepadaNya. Termasuk dalam hal ini adalah
menafkahkan hartanya dalam meningkatkan ilmu yang bermanfaat, dalam
mengadakan persiapan berjihad di jalanNya, dalam mempersiapkan para
tentara maupun membekali mereka, dan dalam segala macam kegiatan-kegiatan
sosial yang berguna bagi kaum Muslimin. Kemudian disusul berinfak kepada
orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin, dan kemungkinan saja dua cara
itu dapat disatukan hingga menjadi nafkah untuk menolong orang-orang yang
membutuhkan dan sekaligus bakti sosial dan ketaatan. Nafkah-nafkah seperti
ini akan dilipatgandakan. Kelipatan ini dengan tujuh ratus kali lipat
hingga berlipat ganda banyaknya lagi dari itu. Karena itu Allah berfirman,
﴾ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ ﴿ "Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki." Itu
tentu-nya sesuai dengan apa yang ada dalam hati orang yang berinfak
tersebut dari keimanan dan keikhlasan yang tulus, dan juga sesuai dengan
kebaikan dan manfaat yang dihasilkan dari infaknya ter-sebut, karena
beberapa jalan kebajikan dengan berinfak padanya akan mengakibatkan
manfaat-manfaat yang terus menerus dan kemaslahatan yang bermacam-macam,
maka balasan itu tentunya sesuai dengan jenis perbuatannya.
#
{262} ثم أيضاً ذكر ثواباً آخر للمنفقين
أموالهم في سبيله نفقة صادرة مستوفية لشروطها منتفية موانعها، فلا يتبعون
المنفق عليه، منًّا منهم عليه وتعداداً للنعم وأذية له قولية أو فعلية
فهؤلاء {لهم أجرهم عند ربهم}؛ بحسب ما يعلمه
منهم وبحسب نفقاتهم ونفعها وبفضله الذي لا تناله ولا تصل إليه صدقاتهم،
{ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ فنفى عنهم
المكروه الماضي بنفي الحزن، والمستقبل بنفي الخوف عليهم فقد حصل لهم
المحبوب واندفع عنهم المكروه.
(262) Kemudian Allah juga menyebutkan ada pahala
lain bagi orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalanNya dengan
infak yang yang dikeluarkan dengan syarat-syarat yang cukup dan terbebas
dari segala penghalang-penghalangnya. Maka orang yang berinfak itu tidak
boleh mengiringi infaknya itu dengan menyebut-nyebutnya dan
menghitung-hitung kebaikannya, serta tidak menyakiti perasaan si penerima
dengan perkataan maupun perbuatan. Maka mereka itu ﴾ لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ
عِندَ رَبِّهِمۡ
﴿ "memperoleh pahala di sisi Rabb mereka" sesuai dengan apa yang Dia
ketahui dari mereka dan sesuai dengan kadar infak-infak mereka dan
manfaatnya dan tentu saja karuniaNya yang tidak akan diperoleh dan tidak
akan digapai oleh nafkah-nafkah mereka. ﴾
وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ﴿ "Tidak ada ke-khawatiran
terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati." Allah menjauhkan
dari mereka perkara yang dibenci yang telah berlalu dengan menghilangkan
dari mereka kesedihan, dan yang akan datang dengan menghilangkan
kekhawatiran dari me-reka, hingga mereka memperoleh apa yang dicintainya
dan dijauh-kan dari perkara yang dibenci.
{قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى
وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263)}
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang
diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan
(perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha
Penyantun."
(Al-Baqa-rah: 263).
#
{263} ذكر الله أربع مراتب للإحسان: المرتبة
العليا: النفقة الصادرة عن نية صالحة ولم يتبعها المنفق منًّا ولا أذى. ثم
يليها قول المعروف وهو الإحسان القولي بجميع وجوهه الذي فيه سرور المسلم،
والاعتذار من السائل إذا لم يوافق عنده شيئاً، وغير ذلك من أقوال المعروف.
والثالثة الإحسان بالعفو والمغفرة عمن أساء إليك بقول أو فعل.
وهذان أفضل من الرابعة وخير منها وهي:
التي يتبعها المتصدق الأذى للمعطي لأنه كدر إحسانه وفعل خيراً وشرًّا.
فالخير المحض وإن كان مفضولاً خير من الخير الذي يخالطه شرٌّ وإن كان
فاضلاً، وفي هذا التحذير العظيم لمن يؤذي من تصدق عليه كما يفعله أهل اللؤم
والحمق والجهل،
{والله}؛ تعالى
{غني}؛ عن صدقاتهم وعن جميع عباده
{حليم}؛ مع كمال غناه وسعة عطاياه يحلم عن
العاصين، ولا يعاجلهم بالعقوبة بل يعافيهم، ويرزقهم، ويدر عليهم خيره، وهم
مبارزون له بالمعاصي.
ثم نهى أشد النهي عن المنِّ والأذى وضرب لذلك مثلاً:
(263) Allah menyebutkan empat tingkatan dalam
kebajikan: Tingkatan pertama: Nafkah yang terlahir dari niat yang shalih
dan pemberi nafkah tidak mengiringinya dengan menyebut-nye-butnya dan
menyinggung perasaan si penerima.
Tingkatan kedua:
Berkata yang baik, yaitu kebajikan berupa perkataan dengan segala
bentuknya yang mengandung kebahagia-an bagi seorang Muslim, meminta maaf
dari orang yang meminta apabila dia tidak memiliki apa yang diminta, dan
sebagainya dari perkataan yang baik.
Tingkatan ketiga:
Kebajikan dengan memberi maaf dan am-punan kepada orang yang telah berlaku
buruk kepada Anda, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Dua yang
terakhir ini lebih utama dan lebih baik dari tingkatan berikut.
Tingkatan Keempat:
Pemberi infak itu mengiringi infaknya dengan perlakuan menyakitkan kepada
penerimanya karena dia telah mengotori kebaikannya tersebut dan dia telah
berbuat baik dan jahat
(sekaligus). Kebajikan yang
murni walaupun sangat sedikit adalah lebih baik daripada kebajikan yang
dicampuri oleh keburukan walaupun kebajikan itu banyak. Ini merupakan
an-caman yang keras terhadap orang yang berinfak yang menyakiti orang yang
diberikan nafkahnya tersebut, sebagaimana yang di-lakukan oleh orang-orang
yang suka mencela, pandir, dan bodoh. ﴾ وَٱللَّهُ
﴿ "Dan Allah" yang Mahatinggi adalah juga ﴾
غَنِيٌّ
﴿ "Maha Kaya" dari sedekah-sedekah mereka dan dari seluruh
hamba-ham-baNya, ﴾
حَلِيمٞ ﴿ "lagi Maha Penyantun"; di samping kesempurnaan kekayaanNya dan
luasnya pemberian dariNya, Dia Penyantun terhadap pelaku-pelaku maksiat.
Dia tidak menyegerakan hukuman bagi mereka, akan tetapi Dia memberikan
keselamatan kepada me-reka, memberi mereka rizki, meluaskan bagi mereka
kebaikanNya; namun mereka menentang Allah dengan bermaksiat kepadaNya.
Kemudian Allah melarang dengan sangat keras dari meng-ungkit-ungkit
pemberian dan menyakiti orang yang diberi. Allah membuat perumpamaan
tentang itu dengan FirmanNya,
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ
بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ
وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ
صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا
يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264) وَمَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ
وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا
وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ
فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(265) أَيَوَدُّ أَحَدُكُمْ أَنْ تَكُونَ لَهُ
جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
لَهُ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَأَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهُ
ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاءُ فَأَصَابَهَا إِعْصَارٌ فِيهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
(266)}
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meng-hilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang
yang menafkah-kan hartanya karena riya` kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti
batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu jadilah dia bersih
(tidak bertanah).
Me-reka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya,
maka hujan gerimis
(pun memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat. Apakah ada salah seorang di antaramu yang
ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya
sungai-su-ngai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan,
kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempu-nyai keturunan
yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung
api, lalu terbakarlah ia. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya
kepada kamu supaya kamu memikirkannya."
(Al-Baqarah: 264-266).
#
{264 ـ 266} ضرب الله في هذه الآيات ثلاثة
أمثلة: للمنفق ابتغاء وجهه ولم يتبع نفقته منًّا ولا أذى، ولمن أتبعها
منًّا وأذى، وللمرائي. فأما الأول فإنه لما كانت نفقته مقبولة مضاعفة
لصدورها عن الإيمان والإخلاص التام
{ابتغاء مرضاة الله وتثبيتاً من أنفسهم}؛ أي: ينفقون وهم ثابتون على وجه السماحة والصدق
فمثل هذا العمل، {كمثل جنة بربوة}؛ وهو
المكان المرتفع لأنه يتبين للرياح والشمس، والماء فيها غزير، فإن لم يصبها
ذلك الوابل الغزير، حصل لها طلٌّ كافٍ لطيب منبتها وحسن أرضها وحصول جميع
الأسباب الموفرة لنموها وازدهارها وإثمارها، ولهذا
{آتت أكلها ضعفين}؛
أي:
متضاعفاً، وهذه الجنة التي على هذا الوصف هي أعلى ما يطلبه الناس، فهذا
العمل الفاضل بأعلى المنازل. وأما من أنفق لله ثم أتبع نفقته منًّا وأذى،
أو عمل عملاً فأتى بمبطل لذلك العمل فهذا مثله مثال صاحب هذه الجنة، لكن
سلط عليها
{إعصار}؛ وهو الريح الشديدة
{فيه نار فاحترقت}؛ وله ذرية ضعفاء وهو ضعيف
قد أصابه الكبر، فهذه الحال من أفظع الأحوال،
ولهذا صدَّر هذا المثل بقوله:
{أيود أحدكم}؛ إلى آخرها بالاستفهام المتقرر
عند المخاطبين فظاعته، فإن تَلَفَها دفعة واحدة بعد زهاء أشجارها وإيناع
ثمارها مصيبة كبرى، ثم حصول هذه الفاجعة وصاحبها كبير قد ضعف عن العمل وله
ذرية ضعفاء لا مساعدة منهم له ومؤنتهم عليه فاجعة أخرى، فصار صاحب هذا
المثل الذي عمل لله ثم أبطل عمله بمنافٍ له يشبه حال صاحب الجنة التي جرى
عليها ما جرى حين اشتدت ضرورته إليها. المثل الثالث الذي يرائي الناس وليس
معه إيمان بالله ولا احتساب لثوابه حيث شبه قلبه بالصفوان وهو الحجر الأملس
عليه تراب يظن الرائي أنه إذا أصابه المطر أنبت كما تنبت الأراضي الطيبة،
ولكنه كالحجر الذي أصابه الوابل الشديد فأذهب ما عليه من التراب وتركه
صلداً، وهذا مثل مطابق لقلب المرائي الذي ليس فيه إيمان بل هو قاسٍ لا يلين
ولا يخشع، فهذا أعماله ونفقاته لا أصل لها تؤسس عليه ولا غاية لها تنتهي
إليه، بل ما عمله فهو باطل لعدم شرطه. والذي قبله بطل بعد وجود الشرط لوجود
المانع، والأول مقبول مضاعف لوجود شرطه الذي هو الإيمان والإخلاص والثبات
وانتفاء الموانع المفسدة. وهذه الأمثال الثلاثة تنطبق على جميع العاملين،
فليزن العبد نفسه وغيره بهذه الموازين العادلة والأمثال المطابقة
{وتلك الأمثال نضربها للناس وما يعقلها إلا العالمون}.
(264-266) Allah membuat tiga perumpamaan dalam
ayat-ayat ini,
yaitu: Pertama, untuk orang yang
berinfak karena semata mengharap keridhaan Allah dan tidak mengiringi
nafkahnya itu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti orang yang menerima.
Kedua, untuk orang yang mengiringi infaknya dengan mengungkit-ungkit dan
menyakiti
(si penerima) dan ketiga, untuk orang
yang riya`. Perumpamaan pertama, adalah tatkala infaknya diterima dan
dilipat gandakan pahalanya karena terlahir dari keimanan dan keikhlasan
yang total, ﴾ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثۡبِيتٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ
﴿ "karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka,"
artinya, mereka menafkahkan harta di mana mereka teguh hati
(dalam memberi nafkah) dan lapang dada serta
penuh kejujuran. Maka perumpama-an perbuatan ini, adalah ﴾
كَمَثَلِ جَنَّةِۭ بِرَبۡوَةٍ
﴿ "seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi," yaitu, tempat
yang tinggi yang sangat baik diterpa angin dan matahari, dan air akan
sangat cukup padanya. Karena apabila hujan yang deras tidak menimpanya,
paling tidak ia akan disirami hujan rintik yang mencukupinya karena
areanya yang baik dan tanahnya yang gembur, serta adanya sebab-sebab
yang memenuhi perkembangan, keturunan, dan pembuahannya. Karena itu,
﴾
فَـَٔاتَتۡ أُكُلَهَا ضِعۡفَيۡنِ
﴿ "maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat," artinya,
berlipat ganda. Taman (kebun) yang seperti itu
adalah yang paling diinginkan oleh manusia, dan perbuatan yang mulia ini
pun merupakan tingkatan yang paling tinggi. Perumpamaan kedua, yaitu
orang yang menafkahkan harta-nya karena Allah kemudian ia mengiringi
nafkahnya itu dengan mengungkit-ungkitnya dan menyakiti penerimanya,
atau ia mela-kukan suatu perbuatan yang dapat membatalkannya, maka yang
seperti ini adalah sama dengan pemilik taman tadi, akan tetapi ia
ditimpa oleh ﴾
إِعۡصَارٞ
﴿ "angin keras," yaitu, angin yang sangat ken-cang, ﴾
فِيهِ نَارٞ فَٱحۡتَرَقَتۡۗ
﴿ "yang mengandung api, lalu terbakarlah." Padahal ia memiliki anak
keturunan yang masih kecil-kecil lagi lemah, dan dia sendiri lemah yang
telah tua renta. Kondisi seperti ini adalah kondisi yang paling sulit,
karena itu Allah سبحانه وتعالى membuat perumpamaan ini dengan FirmanNya,
﴾
أَيَوَدُّ أَحَدُكُمۡ . . .
﴿ "Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin..." hingga akhir
ayat, dengan menggunakan rangkaian kalimat pertanyaan yang kengeriannya
dapat dipahami secara benar oleh orang-orang yang menjadi sasaran pesan
(ayat ini). Karena musnahnya dalam sekali waktu
sekaligus setelah keindahan pepohonannya dan ranumnya buah-buahnya, maka
itu menjadi musibah yang sangat besar. Kemudian terjadinya musibah yang
tiba-tiba ini, sedangkan pemiliknya telah tua dan tidak mampu lagi
bekerja, dan dia memi-liki keturunan yang masih kecil-kecil yang tidak
mampu memban-tunya dan meringankan bebannya adalah masalah lain. Maka
subyek dari perumpamaan ini yang telah beramal karena Allah kemudian dia
membatalkan amalannya itu dengan sikap yang menafikannya, menyerupai
kondisi pemilik taman tadi yang terjadi padanya apa yang telah terjadi
ketika kebutuhan-nya sangat mendesak kepadanya. Perumpamaan ketiga,
adalah orang yang ingin dilihat oleh orang lain, tidak disirami iman
kepada Allah dan tidak karena mengharap pahala di sisiNya, di mana Allah
mengumpamakan hatinya seperti batu licin yang di atasnya ada tanah.
Orang yang riya` itu mengira bahwa akan tumbuh tanaman darinya bila
di-timpa hujan sebagaimana tanaman tumbuh di tanah yang subur. Akan
tetapi itu adalah batu yang bila ditimpa hujan deras, maka lenyaplah apa
yang ada di atas batu tersebut. Hal ini adalah perumpamaan yang pas bagi
hati orang yang riya` yang tidak ada keimanan padanya, bahkan hati yang
keras yang tidak akan lembut dan tidak khusyu'. Inilah amal
perbuatan-nya dan infak-infaknya, tidaklah ada asasnya sama sekali yang
mendasarinya dan juga tidak memiliki tujuan yang digapai, bahkan apa
yang dilakukannya adalah batil karena tidak ada syaratnya. Yang
sebelumnya batal setelah adanya syarat, namun juga ada penghalangnya,
sedang yang pertama diterima dan dilipat gandakan karena terpenuhi
syarat-syaratnya, yaitu keimanan dan keikhlasan niat, keteguhan
(hati) dan terbebasnya dari
penghalang-penghalang yang merusaknya. Tiga perumpamaan ini sesuai untuk
seluruh orang-orang yang beramal. Maka seorang hamba hendaklah menimbang
diri-nya atau selainnya dengan timbangan-timbangan yang adil dan
perumpamaan-perumpamaan yang sesuai tersebut. ﴾
وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِۖ وَمَا يَعۡقِلُهَآ إِلَّا
ٱلۡعَٰلِمُونَ 43 ﴿ "Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."
(Al-Ankabut: 43).
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا
أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
(267) الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ
وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
(268)}
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan jangan-lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari
padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahui-lah, bahwa Allah Mahakaya lagi
Maha Terpuji. Setan menjanjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan
menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir); sedang
Allah menjanjikan untukmu ampunan dari padaNya dan karunia. Dan Allah
Mahaluas
(karu-niaNya) lagi Maha Mengetahui."
(Al-Baqarah: 267-268).
#
{267 ـ 268} يحث الباري عباده على الإنفاق
مما كسبوا في التجارات، ومما أخرج لهم من الأرض من الحبوب والثمار، وهذا
يشمل زكاة النقدين والعروض كلها المعدة للبيع والشراء والخارج من الأرض من
الحبوب والثمار. ويدخل في عمومها الفرض والنفل، وأمر تعالى أن يقصدوا الطيب
منها ولا يقصدوا الخبيث وهو الرديء الدون يجعلونه لله، ولو بذله لهم من لهم
حق عليه لم يرتضوه، ولم يقبلوه إلا على وجه المغاضاة والإغماض، فالواجب
إخراج الوسط من هذه الأشياء والكمال إخراج العالي، والممنوع إخراج الرديء
فإن هذا لا يجزي عن الواجب، ولا يحصل فيه الثواب التام في المندوب.
{واعلموا أن الله غني حميد}؛ فهو غني عن جميع
المخلوقين، وهو الغني عن نفقات المنفقين وعن طاعات الطائعين، وإنما أمرهم
بها وحثهم عليها لنفعهم ومحض فضله وكرمه عليهم، ومع كمال غناه وسعة عطاياه
فهو الحميد فيما يشرعه لعباده من الأحكام الموصلة لهم إلى دار السلام،
وحميد في أفعاله التي لا تخرج عن الفضل والعدل والحكمة، وحميد الأوصاف لأن
أوصافه كلها محاسن وكمالات لا يبلغ العباد كنهها ولا يدركون وصفها. فلما
حثهم على الإنفاق النافع نهاهم عن الإمساك الضار،
وبين لهم أنهم بين داعيين:
داعي الرحمن يدعوهم إلى الخير ويعدهم عليه الخير والفضل والثواب العاجل
والآجل وإخلاف ما أنفقوا، وداعي الشيطان الذي يحثهم على الإمساك، ويخوفهم
إن أنفقوا أن يفتقروا. فمن كان مجيباً لداعي الرحمن، وأنفق مما رزقه الله
فليُبْشِر بمغفرة الذنوب وحصول كل مطلوب، ومن كان مجيباً لداعي الشيطان
فإنه إنما يدعو حزبه ليكونوا من أصحاب السعير، فليختر العبد أي الأمرين
أليق به. وختم الآية بأنه {واسع عليم}؛ أي
واسع الصفات كثير الهبات عليم بمن يستحق المضاعفة من العاملين، وعليم بمن
هو أهل فيوفقه لفعل الخيرات، وترك المنكرات.
(267-268) Allah menganjurkan kepada hamba-hambaNya
untuk menginfakkan sebagian apa yang mereka dapatkan dalam berniaga, dan
sebagian dari apa yang mereka panen dari tanaman dari biji-bijian maupun
buah-buahan, hal ini mencakup zakat uang maupun seluruh perdagangan yang
dipersiapkan untuk dijual belikan, juga hasil pertanian dari biji-bijian
dan buah-buahan. Ter-masuk dalam keumuman ayat ini, infak yang wajib
maupun yang sunnah. Allah تعالى memerintahkan untuk memilih yang baik dari
itu semua dan tidak memilih yang buruk, yaitu yang jelek lagi rendah
(mutunya) lalu mereka sedekahkan karena Allah,
yang seandainya mereka memberikan barang yang seperti itu kepada
orang-orang yang berhak menerimanya, pastilah mereka pun tidak akan
me-ridhainya, mereka tidak akan menerimanya kecuali dengan kedong-kolan
dan memicingkan mata. Maka yang seharusnya adalah mengeluarkan yang
tengah-tengah dari semua itu, dan yang lebih sempurna adalah mengeluarkan
yang paling baik. Dan yang di-larang adalah mengeluarkan yang jelek,
karena yang ini tidaklah memenuhi infak yang wajib dan tidak akan
memperoleh pahala yang sempurna dalam infak yang sunnah. ﴾ وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
﴿ "Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji." Allah
Mahakaya atas seluruh makhluk, Allah Maha-kaya dari infak orang-orang
yang berinfak, dan Allah Mahakaya atas ketaatan orang-orang yang taat.
Allah memerintahkan hal itu kepada mereka dan menganjurkan mereka untuk
itu demi kemas-lahatan mereka sendiri, dan semata-mata karena karunia
dan ke-muliaanNya atas mereka. Di samping kesempurnaan kekayaanNya dan
luasnya pemberianNya, Dia pun Maha Terpuji dalam segala perkara yang
disyariatkanNya untuk hamba-hambaNya dari hu-kum-hukum yang menyampaikan
mereka kepada negeri kesela-matan. Dia Terpuji dalam
perbuatan-perbuatanNya yang tidak akan keluar dari koridor karunia,
keadilan, dan hikmahNya. Terpuji sifat-sifatNya, karena sifat-sifat
Allah semuanya baik dan sempurna, yang tidak ada seorang pun dari
hamba-hambaNya yang mampu sampai kepada eksistensinya dan tidak akan
mengerti seperti apa persisnya sifat-sifat tersebut. Ketika Allah
menganjurkan mereka untuk berinfak yang berguna, Allah juga melarang
mereka dari menahan harta mereka yang dapat merugikan,
dan Allah menjelaskan kepada mereka bahwa mereka itu di antara dua
seruan:
Pertama, seruan Yang Maha Penyayang, yang mengajak kepada kebaikan,
menjanjikan kepada-nya kebaikan, karunia, dan pahala yang segera maupun
yang ter-tunda serta mengganti apa yang telah mereka infakkan, dan
kedua, seruan dari setan yang mengajak mereka untuk menahan harta dan
menakut-nakuti mereka bila mereka menginfakkan harta mereka, pastilah
mereka akan menjadi miskin. Siapa yang memenuhi seruan ar-Rahman lalu ia
menginfak-kan sebagian dari apa yang Allah rizkikan kepadanya, maka
ber-gembiralah dengan ampunan dosa dan mendapatkan apa yang dicarinya.
Dan barangsiapa yang mengikuti penyeru setan, maka sesungguhnya setan
hanya mengajak kelompoknya agar menjadi penghuni-penghuni neraka. Karena
itu, seorang hamba harus memilih di antara kedua perkara itu yang lebih
pantas dan cocok untuknya. Lalu Allah menutup ayat ini bahwasanya Dia
﴾
وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ﴿ "Mahaluas
(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui," maksudnya,
luas sifat-sifatNya, banyak pemberianNya, Maha Mengetahui orang yang
berhak untuk dilipat gandakan pahalanya dari orang-orang yang beramal dan
Maha Mengetahui orang yang pantas yang akan dibimbing kepada perbuatan
kebajikan dan meninggalkan ke-mungkaran.
{يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ
أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
(269)}
"Allah menganugerahkan al-Hikmah
(kepahaman yang dalam tentang al-Qur`an dan as-Sunnah)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi
al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(dari Firman Allah)."
(Al-Baqarah: 269).
#
{269} لما ذكر أحوال المنفقين للأموال، وأن
الله أعطاهم، ومنَّ عليهم بالأموال التي يدركون بها النفقات في الطرق
الخيرية، وينالون بها المقامات السنية، ذكر ما هو أفضل من ذلك وهو أنه يعطي
الحكمة من يشاء من عباده، ومن أراد بهم خيراً من خلقه، والحكمة هي العلوم
النافعة والمعارف الصائبة والعقول المسددة والألباب الرزينة وإصابة الصواب
في الأقوال والأفعال، وهذا أفضل العطايا وأجل الهبات،
ولهذا قال:
{ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيراً كثيراً}؛
لأنه خرج من ظلمة الجهالات إلى نور الهدى، ومن حمق الانحراف في الأقوال
والأفعال إلى إصابة الصواب فيها وحصول السداد، ولأنه كمل نفسه بهذا الخير
العظيم واستعد لنفع الخلق أعظم نفع في دينهم ودنياهم، وجميع الأمور لا تصلح
إلا بالحكمة التي هي وضع الأشياء مواضعها وتنزيل الأمور منازلها، والإقدام
في محل الإقدام، والإحجام في موضع الإحجام. ولكن ما يتذكر هذا الأمر العظيم
وما يعرف قدر هذا العطاء الجسيم،
{إلا أولو الألباب}؛ وهم أهل العقول الوافية
والأحلام الكاملة، فهم الذين يعرفون النافع فيعملونه والضار فيتركونه،
وهذان الأمران وهما بذل النفقات المالية وبذل الحكمة العلمية أفضل ما تقرب
به المتقربون إلى الله وأعلى ما وصلوا به إلى أجل الكرامات، وهما اللذان
ذكرهما النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله:
«لا حسد إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالاً فسلطه على هلكته في الحق،
ورجل آتاه الله الحكمة فهو يعلمها الناس».
(269) Tatkala Allah menjelaskan tentang kondisi
orang-orang yang menafkahkan hartanya, dan bahwa Allah-lah yang memberikan
kepada mereka dan mengaruniakan untuk mereka harta yang mampu mereka
keluarkan nafkahnya di jalan-jalan kebajikan, dan dengan itu mereka
memperoleh kedudukan yang mulia, Allah menyebutkan apa yang lebih besar
dari hal tersebut, yaitu bahwasanya Allah akan memberikan hikmah kepada
siapa yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya dan siapa yang Dia kehendaki
kebaikan padanya dari hamba-hambaNya. Hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang
bermanfaat, pengetahuan yang benar, akal yang lurus, pemikiran yang
matang, dan tercipta-nya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan.
Inilah anu-gerah yang paling utama dan karunia yang paling baik. Karena
itu Allah berfirman, ﴾ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا
كَثِيرٗاۗ
﴿ "Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak." Karena dia telah keluar dari gelapnya
kebodohan kepada cahaya petunjuk, dari kepandiran penyimpangan dalam
perkataan dan perbuatan menuju tepatnya kebenaran padanya, serta
tercipta-nya kebenaran, dan karena ia telah menyempurnakan dirinya
de-ngan kebajikan yang agung dan bermanfaat untuk makhluk dengan manfaat
yang paling besar dalam agama dan dunia mereka. Seluruh perkara tidak
akan berjalan baik kecuali dengan hikmah, yaitu meletakkan segala
sesuatu pada tempatnya dan me-nempatkan segala perkara pada posisinya
masing-masing, menda-hulukan perkara yang harus didahulukan, mengulur
perkara yang memang harus diulur. Akan tetapi perkara yang agung ini
tidak akan diingat dan tidak akan mengetahui derajat pemberian yang
besar ini, ﴾
إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ﴿ "kecuali orang-orang yang berakal."
Mereka itu adalah orang-orang yang memiliki akal sehat dan cita-cita yang
sempurna. Mereka itulah yang mengetahui yang berguna lalu mereka
melakukannya dan juga mengetahui yang mudarat lalu mereka meninggalkannya.
Kedua perkara ini yaitu mengerahkan nafkah-nafkah harta dan mengerahkan
hikmah keilmuan adalah lebih utama bagi orang yang mendekatkan diri
dengannya kepada Allah dan perkara yang paling tinggi yang menyampaikannya
kepada kemuliaan yang paling agung. Kedua perkara itulah yang disebutkan
oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya,
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ:
رَجُلٌ آتَاهُ اللّٰهُ مَالًا فَسلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ،
وَرَجُلٌ آتَاهُ اللّٰهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يُعَلِّمُهَا النَّاسَ.
"Tidak boleh hasad kecuali dalam dua perkara:
(Pertama), seseorang yang diberikan oleh Allah
harta lalu ia menguasainya dengan mengha-biskannya dalam kebenaran, dan
(kedua), seseorang yang diberikan oleh Allah
al-Hikmah lalu dia mengajarkannya kepada manusia."
[30]
{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ
اللَّهَ يَعْلَمُهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
(270) إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا
هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ (271)}
"Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nadzarkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zhalim tidak
ada seorang penolong pun bagi-nya. Jika kamu menampakkan sedekah
(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu. Dan Allah akan menghapuskan darimu sebagian kesalahan-kesalahanmu;
dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqarah: 270-271).
#
{270 ـ 271} يخبر تعالى أنه مهما أنفق
المنفقون أو تصدق المتصدقون أو نذر الناذرون فإن الله يعلم ذلك. ومضمون
الإخبار بعلمه يدل على الجزاء وأن الله لا يضيع عنده مثقالُ ذرة، ويعلم ما
صدرت عنه من نيات صالحة أو سيئة، وأن الظالمين الذين يمنعون ما أوجب الله
عليهم، أو يقتحمون ما حرم عليهم، ليس لهم من دونه أنصار ينصرونهم
ويمنعونهم. وأنه لا بد أن تقع بهم العقوبات، وأخبر أن الصدقة إن أبداها
المتصدق فهي خير، وإن أخفاها وسلمها للفقير كان أفضل، لأن الإخفاء على
الفقير إحسان آخر، وأيضاً فإنه يدل على قوة الإخلاص. وأحد السبعة الذين
يظلهم الله في ظله من تصدق بصدقة فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما تنفق
يمينه، وفي قوله:
{وإن تخفوها وتؤتوها الفقراء فهو خير لكم}؛
فائدة لطيفة، وهو أن إخفاءها خير من إظهارها إذا أعطيت الفقير. فأما إذا
صرفت في مشروع خيري لم يكن في الآية ما يدل على فضيلة إخفائها، بل هنا
قواعد الشرع تدل على مراعاة المصلحة، فربما كان الإظهار خيراً لحصول الأسوة
والاقتداء وتنشيط النفوس على أعمال الخير. وقوله:
{ويكفر عنكم من سيئاتكم}؛
في هذا أن الصدقات يجتمع فيها الأمران:
حصول الخير وهو كثرة الحسنات والثواب والأجر، ودفع الشرِّ والبلاء الدنيوي
والأخروي بتكفير السيئات
{والله بما تعملون خبير}؛ فيجازي كلا بعمله
بحسب حكمته.
(270-271) Allah تعالى mengabarkan bahwa
bagaimanapun orang-orang yang berinfak itu menginfakkan hartanya,
orang-orang yang bersedekah itu menyedekahkan hartanya dan orang-orang
yang bernadzar itu menunaikan nadzarnya, sesungguhnya Allah mengetahui
semua itu. Kandungan dari kabar tentang pengeta-huanNya itu menunjukkan
tentang adanya balasan, dan bahwa Allah tidak akan melalaikannya di
sisiNya walau seberat biji atom. Allah mengetahui apa yang terbesit dalam
hati dari niat yang baik maupun yang buruk. Dan bahwasanya orang-orang
yang zhalim yang tidak mengajarkan apa yang telah diwajibkan oleh Allah
atas mereka, atau mereka melanggar apa yang telah Allah haramkan atas
mereka; mereka tidak memiliki seorang penolong pun selain-Nya yang mampu
menolong dan melindungi mereka. Mereka pasti akan dihukum. Allah
mengabarkan juga bahwa sedekah yang ditampakkan oleh orang yang bersedekah
itu adalah baik, dan bila dia menyem-bunyikannya dan menyerahkannya kepada
orang yang fakir ada-lah lebih utama, karena menyembunyikan sedekah kepada
orang fakir adalah kebaikan lain dan juga hal itu menunjukkan kuatnya
keikhlasan. Salah satu dari tujuh kelompok yang akan dinaungi oleh naungan
Allah di Hari Kiamat nanti adalah orang yang ber-sedekah dengan sebuah
pemberian, lalu dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan dalam Firman
Allah,﴾ وَإِن تُخۡفُوهَا وَتُؤۡتُوهَا ٱلۡفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ
﴿ "Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu beri-kan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi-mu," terkandung sebuah
faidah yang lembut yaitu bahwa tindakan menyembunyikan sedekah adalah
lebih baik daripada menampak-kannya apabila Anda memberikannya kepada
seorang fakir. Adapun bila Anda menafkahkan harta dalam
kegiatan-ke-giatan sosial, dalam ayat ini tidak ada indikasi yang
menunjukkan tentang keutamaan menyembunyikan infak, bahkan ada sebuah
kaidah syariat yang menunjukkan perlunya mempertimbangkan kemaslahatan,
sehingga mungkin saja menampakkannya untuk memberikan suri tauladan dan
contoh, serta mendorong orang lain untuk berbuat dengan amalan kebaikan
(yang sama), akan menjadi lebih baik. Dan
FirmanNya, ﴾
وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمۡۗ
﴿ "Dan Allah akan menghapuskan darimu sebagian
kesalahan-kesalahanmu." Dalam ayat ini terdapat indiksi bahwa dalam sedekah terkumpul dua
hal:
Pertama, memperoleh kebaikan, yaitu banyaknya balasan baik dan pahala
serta ganjarannya, dan kedua, menolak kejahatan dan musibah dunia dan
akhirat dengan penghapusan dosa-dosa, ﴾
وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ﴿ "dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan," maka Allah membalas dengan hikmahNya setiap orang sesuai
amal-amalnya.
{لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا
ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ
إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
(272)]}
.
"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi
Allah-lah yang memberi petunjuk
(memberi taufik) siapa yang dikehendakiNya. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan
(di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu
sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu me-lainkan karena
mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,
niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedang kamu sedikit pun
tidak akan dianiaya
(di-rugikan)."
(Al-Baqarah: 272).
#
{272} أي: إنما عليك أيها الرسول البلاغ وحث
الناس على الخير وزجرهم عن الشرِّ، وأما الهداية فبيد الله تعالى. ويخبر عن
المؤمنين حقاً أنهم لا ينفقون إلا لطلب مرضاة ربهم واحتساب ثوابه لأن
إيمانهم يدعوهم إلى ذلك، فهذا خير وتزكية للمؤمنين، ويتضمن التذكير لهم
بالإخلاص، وكرَّر علمه تعالى بنفقاتهم لإعلامهم أنه لا يضيع عنده مثقال ذرة
وإن تك حسنة يضاعفها، ويؤت من لدنه أجراً عظيماً.
(272) Maksudnya, sesungguhnya kewajibanmu wahai
Rasul, hanyalah menyampaikan dan mengajak manusia kepada kebaikan dan
memperingatkan mereka dari keburukan; adapun petunjuk, maka hanya di
Tangan Allah تعالى. Dan Allah mengabarkan tentang orang-orang Mukmin
secara benar, bahwasanya mereka tidaklah bersedekah kecuali hanya untuk
mengharapkan Wajah Allah, karena keimanan mereka me-ngajak mereka kepada
hal tersebut. Maka kabar ini adalah sebuah kebaikan dan pernyataan baik
bagi kaum Mukminin, dan juga mengingatkan mereka untuk ikhlas, dan Allah
mengulang-ulang pengetahuanNya tentang sedekah-sedekah mereka demi
membe-ritahu mereka bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun di
sisiNya dari amal hamba walaupun seberat biji atom, dan bila hal itu
adalah kebaikan, maka Allah akan melipat gandakan dan akan memberikan
pahala yang besar.
{لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا
يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ
أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا
يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ
اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (273) الَّذِينَ
يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا
وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (274)}
"
(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang
terikat
(oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat
(berusaha) di muka bumi; orang yang tidak
tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari
meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka
tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersem-bunyi
dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati."
(Al-Baqarah: 273-274).
#
{273} يعني أنه ينبغي أن تتحروا بصدقاتكم
الفقراء الذين حبسوا أنفسهم في سبيل الله وعلى طاعته، وليس لهم إرادة في
الاكتساب أو ليس لهم قدرة عليه وهم يتعففون إذا رآهم الجاهل ظن أنهم أغنياء
{لا يسألون النّاس إلحافاً}؛ فهم لا يسألون
بالكلية وإن سألوا اضطراراً لم يلحفوا في السؤال، فهذا الصنف من الفقراء
أفضل ما وضعت فيهم النفقات لدفع حاجتهم وإعانة لهم على مقصدهم وطريق الخير
وشكراً لهم على ما اتصفوا به من الصبر والنظر إلى الخالق لا إلى
الخلق،
ومع ذلك فالإنفاق في طرق الإحسان وعلى المحاويج حيثما كانوا فإنه خير
وأجر وثواب عند الله ولهذا قال:
(273) Maksudnya adalah bahwa seyogyanya kalian
ber-usaha dalam memberikan sedekah-sedekah kalian kepada orang-orang fakir
yang menahan diri mereka pada jalan Allah dan pada ketaatan kepadaNya, dan
mereka tidak memiliki
(jalan untuk mewujudkan) kehendak mencari nafkah
atau malah mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu. Mereka menahan diri
dari me-minta-minta, yang bila mereka dilihat oleh orang-orang bodoh,
pastilah mereka akan menduga bahwa mereka adalah orang-orang kaya. ﴾ لَا
يَسۡـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ ﴿ "Mereka tidak meminta kepada orang
se-cara mendesak"; mereka tidak meminta secara umum, dan bila mereka harus
meminta pun karena darurat, mereka tidak akan meminta-nya dengan memaksa.
Kelompok orang-orang fakir yang satu ini adalah lebih utama untuk
diberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka dan menolong mereka dalam
menyampaikan mereka kepada tujuan mereka dan kepada jalan yang baik, dan
sebagai ucapan terima kasih buat mereka karena kesabaran yang mereka
lakukan dan orientasi mereka kepada Allah Yang Maha Mencipta dan bukan
kepada makhluk. Walaupun demikian, ber-infak dalam segala jalan kebaikan
dan menutupi segala kebutuhan di mana pun didapatkan maka semua itu adalah
kebaikan, dan pahala serta ganjarannya ada di sisi Allah. Oleh karena itu
Allah berfirman,
#
{274}
{الذين ينفقون أموالهم بالليل والنهار سراً وعلانية فلهم أجرهم عند ربهم
ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون}؛ فإن الله يظلهم بظله يوم لا ظل إلا ظله، وإن الله ينيلهم الخيرات ويدفع
عنهم الأحزان والمخاوف والكريهات. وقوله:
{فلهم أجرهم عند ربهم}؛
أي:
كل أحد منهم بحسب حاله، وتخصيص ذلك بأنه عند ربهم يدل على شرف هذه الحال
ووقوعها في الموقع الأكبر كما في الحديث الصحيح
«إن العبد ليتصدق بالتمرة من كسب طيب فيتقبلها الجبار بيده فيربيها
لأحدكم كما يربي أحدكم فَلُوَّه حتى تكون مثل الجبل العظيم».
(274) ﴾ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم
بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ
رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
﴿ "Orang-orang yang menafkahkan harta-nya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati," karena Allah تعالى
akan menaungi mereka dengan naunganNya pada hari di mana tidak ada
naungan selain naunganNya. Allah akan memberi me-reka kebaikan-kebaikan
dan menolak dari mereka kesedihan, pera-saan takut, dan khawatir, serta
segala perkara yang dibenci. Dan FirmanNya, ﴾
فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ ﴿ "Maka mereka mendapat pahala di sisi
Rabbnya," setiap orang dari mereka menurut kondisinya masing-masing.
Pengkhususan bahwa semua itu di sisi Tuhan mereka, menunjukkan atas
kemuliaan kondisi tersebut dan keberadaannya pada suatu tempat yang besar,
sebagaimana dalam hadits shahih, إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَصَدَّقُ
بِالتَّمْرَةِ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ فَيَتَقَبَّلُهَا الْجَبَّارُ بِيَدِهِ
فَيُرْبِيْهَا لِأَحَدِكُمْ كَمَا يُرْبِي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى
تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ الْعَظِيْمِ. "Sesungguhnya seorang hamba
bersedekah dengan sebiji kurma dari hasil usaha yang baik lalu diterima
oleh Yang Maha Memaksa dengan TanganNya lalu Dia mengembangkannya untuk
salah seorang di antara kalian sebagaimana salah seorang dari kalian
mengembangkan anak kuda-nya hingga menjadi seperti gunung yang
besar."
[31]
{الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
(275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي
الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
(276) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ (277) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا
تُظْلَمُونَ (279) وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ
فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (280) وَاتَّقُوا يَوْمًا
تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ (281)}
"Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguh-nya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalal-kan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya nasihat
(berupa larangan) dari Tuhannya, lalu berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
di-ambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan
urusannya
(ter-serah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam keka-firan, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menu-naikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak
(pula) mereka ber-sedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya. Dan jika
(orang yang ber-hutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. Dan peliharalah dirimu dari
(azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-ma-sing diri diberi
balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka
sedikit pun tidak dianiaya
(dirugi-kan)."
(Al-Baqarah: 275-281).
#
{275} لما ذكر الله حالة المنفقين وما لهم من
الله من الخيرات وما يكفر عنهم من الذنوب والخطيئات ذكر الظالمين أهل الربا
والمعاملات الخبيثة، وأخبر أنهم يجازون بحسب أعمالهم، فكما كانوا في الدنيا
في طلب المكاسب الخبيثة كالمجانين عوقبوا في البرزخ والقيامة أنهم لا
يقومون من قبورهم إلى يوم بعثهم ونشورهم
{إلا كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس}؛ أي: من الجنون والصرع وذلك عقوبة وخزي وفضيحة
لهم وجزاء لهم على مراباتهم ومجاهرتهم بقولهم:
{إنما البيع مثل الربا}؛ فجمعوا ـ بجراءتهم ـ
بين ما أحل الله وبين ما حرم الله واستباحوا بذلك الربا.
ثم عرض تعالى التوبة على المرابين وغيرهم فقال:
{فمن جاءه موعظة من ربه}؛ بيان مقرون به
الوعد والوعيد {فانتهى}؛ عما كان يتعاطاه من
الربا {فله ما سلف}؛ مما تجرأ عليه وتاب منه
{وأمره إلى الله}؛ فيما يستقبل من زمانه فإن
استمر على توبته، فالله لا يضيع أجر المحسنين.
{ومن عاد}؛ بعد بيان الله وتذكيره وتوعده
لأكل الربا
{فأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون}؛ في هذا
أن الربا موجب لدخول النار والخلود فيها، وذلك لشناعته ما لم يمنع من
الخلود مانع الإيمان، وهذا من جملة الأحكام التي تتوقف على وجود شروطها
وانتفاء موانعها؛ وليس فيها حجة للخوارج كغيرها من آيات الوعيد، فالواجب أن
تصدق جميع نصوص الكتاب والسنة فيؤمن العبد بما تواترت به النصوص من خروج من
في قلبه أدنى مثقالِ حبة خردل من الإيمان من النار، ومن استحقاق هذه
الموبقات لدخول النار إن لم يتب منها.
(275) Setelah Allah menyebutkan tentang kondisi
orang-orang yang bersedekah dan apa-apa yang akan mereka dapatkan di sisi
Allah dari segala kebaikan dan digugurkannya kesalahan dan dosa-dosa
mereka, lalu Allah menyebutkan tentang orang-orang yang zhalim; para
pemakan riba dan yang memiliki muamalah yang licik. Allah mengabarkan
bahwa mereka akan diberi balasan menurut perbuatan mereka. Untuk itu,
sebagaimana mereka saat masih di dunia dalam mencari penghidupan yang keji
seperti orang-orang gila, mereka disiksa di alam barzakh dan pada Hari
Kiamat, bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka hingga Hari
Kebangkitan dan hari berkumpulnya makhluk,﴾ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ
﴿ "melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila." Maksudnya, dari
kegilaan dan kerasukan. Itu adalah siksaan, penghinaan, dan
dipamerkannya segala dosanya, sebagai balasan untuk mereka atas segala
bentuk riba mereka dan kelancangan mereka dengan berkata,﴾
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ
﴿ "Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba." Mereka menyatukan
-dengan kelancangan mereka- antara apa yang dihalalkan oleh Allah dengan
apa yang diharamkan olehNya hingga mereka membolehkan riba dengan hal
itu. Allah kemudian menawarkan kepada orang-orang yang melakukan praktik
riba dan selain mereka untuk bertaubat dalam FirmanNya, ﴾
فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ
﴿ "Orang-orang yang telah sampai kepa-danya nasihat
(berupa larangan) dari Rabbnya," sebuah
penjelasan yang disertai dengan janji dan ancaman, ﴾
فَٱنتَهَىٰ
﴿ "lalu berhenti (dari mengambil riba)," yakni
dari apa yang mereka lakukan dari praktik riba, ﴾
فَلَهُۥ مَا سَلَفَ
﴿ "maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(se-belum datang larangan)" dari perkara yang
lancang ia lakukan, lalu ia bertaubat darinya, ﴾
وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ
﴿ "dan urusannya (terserah) kepada Allah" pada
masa yang akan datang jika dia masih terus dalam taubatnya. Allah tidak
akan melalaikan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan. ﴾
وَمَنۡ عَادَ
﴿ "Dan orang yang mengulangi (mengambil riba)"
sete-lah penjelasan Allah dan peringatanNya serta ancamanNya terha-dap
orang yang memakan riba, ﴾
فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿ "maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." Di sini
terkandung isyarat bahwa riba itu berkonsekuensi masuk neraka dan kekal di
dalamnya. Hal itu karena kejelekannya, selama tidak ada yang menghalangi
kekekalannya yaitu keimanan. Ini di antara sejumlah hukum-hukum yang
tergantung kepada terpenuhi-nya dan terbebasnya dari penghalang. Ayat ini
bukan hujjah bagi Khawarij atau lainnya dari ayat-ayat ancaman. Yang wajib
adalah meyakini semua nash-nash al-Qur`an maupun as-Sunnah, maka seorang
Mukmin harus percaya dengan nash-nash yang diriwayat-kan secara mutawatir
yaitu akan keluarnya orang yang ada dalam hatinya keimanan walaupun
seberat biji sawi dari neraka, dan dari hal yang merupakan perkara yang
membinasakan yang mema-sukkan ke dalam neraka apabila ia tidak bertaubat
darinya.
#
{276} ثم أخبر تعالى أنه يمحق مكاسب المرابين
ويربي صدقات المنفقين، عكس ما يتبادر لأذهان كثير من الخلق أن الإنفاق ينقص
المال وأن الربا يزيده، فإن مادة الرزق وحصول ثمراته من الله تعالى، وما
عند الله لا ينال إلا بطاعته وامتثال أمره، فالمتجرئ على الربا يعاقبه
بنقيض مقصوده، وهذا مشاهد بالتجربة ومن أصدق من الله قيلاً
{والله لا يحب كل كفار أثيم}؛ وهو الذي كفر
نعمة الله، وجحد منَّة ربه وأثم بإصراره على معاصيه. ومفهوم الآية أن الله
يحب من كان شكوراً على النعماء تائباً من المآثم والذنوب.
ثم أدخل هذه الآية بين آيات الربا وهي قوله:
(276) Kemudian Allah تعالى mengabarkan bahwasanya
Dia akan memusnahkan hasil usaha orang-orang yang berpraktik riba dan
menyuburkan sedekah orang-orang yang berinfak. Ini berla-wanan dengan apa
yang terbersit pada pikiran sebagian besar orang bahwa berinfak itu akan
mengurangi harta dan bahwa riba itu akan menambahnya. Karena materi rizki
dan mendapatkan buah hasilnya adalah dari Allah تعالى, dan apa yang ada di
sisi Allah tidaklah bisa didapatkan kecuali dengan ketaatan kepadaNya dan
melaksanakan perintahNya. Maka orang yang lancang melakukan praktik riba,
Allah akan menghukumnya dengan apa yang berla-wanan dengan tujuannya. Ini
telah terbukti dan dapat dilihat dalam praktik nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? ﴾
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿ "Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa," yaitu
orang yang kafir terhadap nikmat Allah, meng-ingkari karunia Rabbnya dan
berbuat dosa dengan selalu melaku-kan kemaksiatan. Pemahaman ayat ini
adalah bahwa Allah sangat menyukai orang yang gemar bersyukur terhadap
nikmat-nikmat, bertaubat dari segala dosa dan kesalahan, kemudian Allah
menyisipkan ayat yang satu berikut ini dalam ayat-ayat riba yaitu
FirmanNya,
#
{277 ـ 279}
{إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات وأقاموا الصلاة وآتوا الزكاة}؛ الآية لبيان أن أكبر الأسباب لاجتناب ما حرم الله من المكاسب الربوية
تكميل الإيمان وحقوقه، خصوصاً إقامة الصلاة وإيتاء الزكاة، فإن الصلاة تنهى
عن الفحشاء والمنكر، والزكاة إحسان إلى الخلق ينافي تعاطي الربا الذي هو
ظلم لهم وإساءة عليهم، ثم وجه الخطاب للمؤمنين وأمرهم أن يتقوه ويذروا ما
بقي من معاملات الربا التي كانوا يتعاطونها قبل ذلك وأنهم إن لم يفعلوا ذلك
فإنهم محارِبون لله ورسوله، وهذا من أعظم ما يدل على شناعة الربا حيث جعل
المصرَّ عليه محارباً لله ورسوله، ثم قال:
{وإن تبتم}؛ يعني من المعاملات الربوية
{فلكم رؤوس أموالكم لا تظلمون}؛ الناس بأخذ
الربا {ولا تظلمون}؛ ببخسكم رؤوس أموالكم،
فكل من تاب من الربا فإن كانت معاملات سالفة فله ما سلف وأمره منظور فيه،
وإن كانت معاملات موجودة وجب عليه أن يقتصر على رأس ماله، فإن أخذ زيادة
فقد تجرأ على الربا. وفي هذه الآية بيان لحكمة الربا وأنه يتضمن الظلم
للمحتاجين بأخذ الزيادة وتضاعف الربا عليهم وهو واجب إنظارهم،
ولهذا قال:
(277-279) ﴾ إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ
ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ...
﴿ "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat..." adalah untuk menjelaskan
bahwa sebesar-besarnya sebab untuk menjauhkan diri dari apa yang
diharamkan oleh Allah dari pendapatan-pendapatan ribawi adalah
menyempurnakan keimanan dan hak-haknya, khususnya menegakkan shalat dan
menunaikan zakat, karena shalat itu men-cegah dari perbuatan yang keji
dan mungkar. Dan zakat adalah kebajikan kepada makhluk yang meniadakan
praktik riba yang jelas-jelas merupakan kezhaliman bagi mereka dan
keburukan atas mereka. Kemudian Allah menghadapkan FirmanNya kepada kaum
Mukminin dan memerintahkan kepada mereka agar bertakwa kepadaNya dan
agar mereka meninggalkan sisa-sisa muamalah dengan riba yang mereka
kerjakan sebelumnya, dan bahwa bila mereka tidak melakukan hal itu, maka
sesungguhnya mereka itu telah memerangi Allah dan RasulNya. Inilah bukti
yang paling jelas yang diakibatkan oleh kebu-sukan riba, di mana Allah
menjadikan orang yang suka berpraktik riba menjadi orang yang memerangi
Allah dan RasulNya. Kemudian Allah berfirman, ﴾
وَإِن تُبۡتُمۡ
﴿ "Dan jika kamu bertaubat." Maksudnya, dari mu'amalah ribawiyah,
﴾
فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ
﴿ "maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya" manusia lain
dengan mengambil riba, ﴾
وَلَا تُظۡلَمُونَ ﴿ "dan tidak
(pula) dianiaya" de-ngan tindakan kalian
mengurangi pokok harta kalian. Maka siapa pun yang bertaubat dari riba
walaupun muamalah yang telah ber-lalu adalah miliknya, maka perkaranya
akan diperhatikan
(Allah). Namun apabila
muamalahnya masih berjalan, wajiblah ia hanya mengambil pokok hartanya
saja. Dan bila ia mengambilnya lebih dari itu, maka ia telah berani
melakukan riba. Ayat ini merupakan penjelasan akan hikmah
(diharamkannya riba) dan bahwa riba itu meliputi
kezhaliman bagi orang-orang yang membutuhkan dengan mengambil tambahan dan
melipat gandakan riba atas mereka, padahal dia seharusnya menangguh-kan
mereka. Oleh karena itu Allah berfirman;
#
{280 ـ 281}
{وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة}؛
أي:
وإن كان الذي عليه الدَّين معسراً لا يقدر على الوفاء وجب على غريمه أن
يُنْظِره إلى ميسرة، وهو يجب عليه إذا حصل له وفاء بأي طريق مباح أن يوفي
ما عليه، وإن تصدق عليه غريمه بإسقاط الدَّينِ كلِّه أو بعضه فهو خير له،
ويهون على العبد التزام الأمور الشرعية واجتناب المعاملات الربوية والإحسان
إلى المعسرين؛ عِلْمُه بأن له يوماً يرجع فيه إلى الله ويوفيه عمله ولا
يظلمه مثقال ذرة. كما ختم هذه الآية بقوله:
{واتقوا يوماً ترجعون فيه إلى الله ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم لا
يظلمون}؛ ثم قال تعالى:
(280-281) ﴾ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ
إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ
﴿ "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia ber-kelapangan." Maksudnya,
apabila yang memikul hutang itu dalam keadaan sulit dan tidak mampu
menunaikan hutangnya, maka wajiblah atas pemilik piutang untuk
menangguhkan orang itu hingga kondisinya lapang. Dan piutang bagi orang
yang berhutang itu wajib apabila telah mendapatkan kadar hutangnya
dengan jalan apa pun yang mubah agar segera melunasi hutangnya itu.
Apabila pemilik piutang itu bersedekah kepadanya dengan memaafkan hutang
itu semuanya atau sebagiannya, maka itu lebih baik baginya, dan akan
mudah bagi seorang hamba untuk konsisten terhadap perkara-perkara
syariat dan menjauhi praktik-praktik riba serta berbuat kebajikan kepada
orang-orang yang sedang sulit. Semua itu karena pengetahuannya bahwa
suatu hari nanti dirinya akan kembali kepada Allah dan akan dipenuhi
baginya amalannya ter-sebut, dan Allah tidak akan menganiaya dirinya
sedikit pun, seba-gaimana Allah menutup ayat ini dengan FirmanNya,
﴾
وَٱتَّقُواْ يَوۡمٗا تُرۡجَعُونَ فِيهِ إِلَى ٱللَّهِۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ
نَفۡسٖ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ﴿ "Dan peliharalah dirimu dari
(azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu
kamu semua dikem-balikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi
balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka
sedikit-pun tidak dianiaya
(dirugikan)."
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى
أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ
بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ
فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ
اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ
يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا
شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ
وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ
الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ
صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا
تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا
فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282) وَإِنْ
كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ
فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ
أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ
وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283)}
.
Kemudian Allah تعالى berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu melakukan transaksi hutang piutang untuk waktu yang ditentukan,
hendak-lah kamu menuliskannya
(melakukan pencatatan). Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah dia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan jangan-lah dia mengurangi sedikitpun
dari hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mendiktekan, maka hendaklah walinya yang mendiktekan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki,
maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalan-kan di antara kamu, maka tidak ada
dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi
saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan
(yang demikian), maka sesungguhnya hal itu ada-lah
suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Jika kamu dalam
perjalanan
(dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Menge-tahui apa yang kamu kerjakan."
(Al-Baqaarah: 282-283).
#
{282} احتوت هذه الآيات على إرشاد الباري
عباده في معاملاتهم إلى حفظ حقوقهم بالطرق النافعة والإصلاحات التي لا
يقترح العقلاء أعلى ولا أكمل منها فإن فيها فوائد كثيرة: منها: جواز
المعاملات في الديون سواء كانت ديون سلم أو شراء مؤجلاً ثمنه فكله جائز،
لأن الله أخبر به عن المؤمنين، وما أخبر به عن المؤمنين فإنه من مقتضيات
الإيمان وقد أقرهم عليه الملك الديان. ومنها: وجوب
تسمية الأجل في جميع المداينات وحلول الإجارات.
ومنها:
أنه إذا كان الأجل مجهولاً فإنه لا يحل لأنه غرر وخطر فيدخل في
الميسر. ومنها: أمره تعالى بكتابة الديون، وهذا
الأمر قد يجب إذا وجب حفظ الحق كالذي للعبد عليه ولاية، كأموال اليتامى
والأوقاف والوكلاء والأمناء، وقد يقارب الوجوب كما إذا كان الحق متمحضاً
للعبد فقد يقوى الوجوب وقد يقوى الاستحباب، بحسب الأحوال المقتضية لذلك،
وعلى كل حال فالكتابة من أعظم ما تحفظ به هذه المعاملات المؤجلة لكثرة
النسيان ولوقوع المغالطات، وللاحتراز من الخونة الذين لا يخشون الله
تعالى. ومنها: أمره تعالى للكاتب أن يكتب بين
المتعاملين بالعدل فلا يميل مع أحدهما لقرابة ولا غيرها ولا على أحدهما
لعداوة ونحوها. ومنها: أن الكتابة بين المتعاملين
من أفضل الأعمال ومن الإحسان إليهما، وفيها حفظ حقوقهما وبراءة ذممهما كما
أمره الله بذلك فليحتسب الكاتب بين الناس هذه الأمور ليحظى بثوابها.
ومنها:
أن الكاتب لا بد أن يكون عارفاً بالعدل معروفاً بالعدل، لأنه إذا لم يكن
عارفاً بالعدل لم يتمكن منه، وإذا لم يكن معتبراً، عدلاً عند الناس، رضياً،
لم تكن كتابته معتبرة، ولا حاصلاً بها المقصود الذي هو حفظ الحقوق.
ومنها:
أن من تمام الكتابة والعدل فيها أن يحسن الكاتب الإنشاء والألفاظ المعتبرة
في كل معاملة بحسبها، وللعرف في هذا المقام اعتبار عظيم.
ومنها:
أن الكتابة من نعم الله على العباد التي لا تستقيم أمورهم الدينية ولا
الدنيوية إلا بها، وأن من علَّمه الله الكتابة فقد تفضل عليه بفضل
عظيم،
فمن تمام شكره لنعمة الله تعالى أن يقضي بكتابته حاجات العباد ولا يمتنع
من الكتابة ولهذا قال:
{ولا يأب كاتب أن يكتب كما علمه الله}.
ومنها:
أن الذي يكتبه الكاتب هو اعتراف من عليه الحق إذا كان يحسن التعبير عن الحق
الذي عليه، فإن كان لا يحسن ذلك لصغره أو سفهه أو جنونه أو خرسه أو عدم
استطاعته، أملى عنه وليه، وقام وليه في ذلك مقامه.
ومنها:
أن الاعتراف من أعظم الطرق التي تُثبَت بها الحقوق حيث أمر الله تعالى أن
يكتب الكاتب ما أملى عليه من عليه الحق. ومنها:
ثبوت الولاية على القاصرين من الصغار والمجانين والسفهاء ونحوهم.
ومنها:
أن الولي يقوم مقام موليه في جميع اعترافاته المتعلقة بحقوقه.
ومنها:
أن من أمنته في معاملة وفوضته فيها فقوله في ذلك مقبول وهو نائب منابك،
لأنه إذا كان الولي على القاصرين ينوب منابهم، فالذي وليته باختيارك وفوضت
إليه الأمر أولى بالقبول واعتبار قوله وتقديمه على قولك عند الاختلاف.
ومنها:
أنه يجب على الذي عليه الحق إذا أملى على الكاتب أن يتقي الله ولا يبخس
الحق الذي عليه فلا ينقصه في قدره ولا في وصفه ولا في شرط من شروطه أو قيد
من قيوده، بل عليه أن يعترف بكل ما عليه من متعلقات الحق كما يجب ذلك إذا
كان الحق على غيره له، فمن لم يفعل ذلك فهو من المطففين الباخسين.
ومنها:
وجوب الاعتراف بالحقوق الجلية والحقوق الخفية وأن ذلك من أعظم خصال التقوى،
كما أن ترك الاعتراف بها من نواقض التقوى ونواقصها.
ومنها:
الإرشاد إلى الإشهاد في البيع فإن كانت في المداينات فحكمها حكم الكتابة
كما تقدم، لأن الكتابة هي كتابة الشهادة، وإن كان البيع بيعاً حاضراً
فينبغي الإشهاد فيه ولا حرج فيه بترك الكتابة لكثرته وحصول المشقة
فيه. ومنها: الإرشاد إلى إشهاد رجلين عدلين فإن لم
يمكن أو تعذر أو تعسر فرجل وامرأتان، وذلك شامل لجميع المعاملات، بيوع
الإدارة وبيوع الديون وتوابعها من الشروط والوثائق وغيرها. وإذا قيل قد ثبت
أنه - صلى الله عليه وسلم - قضى بالشاهد الواحد مع اليمين ، والآية الكريمة
ليس فيها إلا شهادة رجلين أو رجل وامرأتين، قيل:
الآية الكريمة فيها إرشاد الباري عباده إلى حفظ حقوقهم ولهذا أتى فيها
بأكمل الطرق وأقواها، وليس فيها ما ينافي ما ذكره النبي - صلى الله عليه
وسلم - من الحكم بالشاهد واليمين، فباب حفظ الحقوق في ابتداء الأمر يرشد
فيه العبد إلى الاحتراز والتحفظ التام، وباب الحكم بين المتنازعين ينظر فيه
إلى المرجحات والبينات بحسب حالها. ومنها: أن
شهادة المرأتين قائمة مقام الرجل الواحد في الحقوق الدنيوية وأما في الأمور
الدينية كالرواية والفتوى فإن المرأة فيه تقوم مقام الرجل، والفرق ظاهر بين
البابين. ومنها: الإرشاد إلى الحكمة في كون شهادة
المرأتين عن شهادة الرجل وأنه لضعف ذاكرة المرأة غالباً وقوة حافظة
الرجل. ومنها: أن الشاهد لو نسي شهادته فذكره
الشاهد الآخر فذكر،
أنه لا يضر ذلك النسيان إذا زال بالتذكير لقوله:
{أن تضل إحداهما فتذكر إحداهما الأخرى}؛ ومن
باب أولى إذا نسي الشاهد ثم ذكر من دون تذكير، فإن الشهادة مدارها على
العلم واليقين. ومنها: أن الشهادة لا بد أن تكون
عن علم ويقين لا عن شكِّ، فمتى صار عند الشاهد ريب في شهادته ولو غلب على
ظنه لم يحل له أن يشهد إلا بما يعلم. ومنها: أن
الشاهد ليس له أن يمتنع إذا دعي للشهادة سواء دعي للتحمل أو للأداء وأن
القيام بالشهادة من أفضل الأعمال الصالحة كما أمر الله بها وأخبر عن نفعها
ومصالحها. ومنها: أنه لا يحل الإضرار بالكاتب ولا
بالشهيد بأن يدعيا في وقت أو حالة تضرهما. وكما أنه نهي لأهل الحقوق
والمتعاملين أن يضاروا الشهود والكتاب فإنه أيضاً نهي للكاتب والشهيد أن
يضار المتعامليْن أو أحدهما. وفي هذا أيضاً أن الشاهد والكاتب إذا حصل
عليهما ضرر في الكتابة والشهادة أنه يسقط عنهما الوجوب.
وفيها:
التنبيه على أن جميع المحسنين الفاعلين للمعروف لا يحل إضرارهم وتحميلهم ما
لا يطيقون، فهل جزاء الإحسان إلا الإحسان؟ وكذلك على من أحسن وفعل معروفاً
أن يتمم إحسانه بترك الإضرار القولي والفعلي بمن أوقع به المعروف، فإن
الإحسان لا يتم إلا بذلك. ومنها: أنه لا يجوز أخذ
الأجرة على الكتابة والشهادة حيث وجبت لأنه حق أوجبه الله على الكاتب
والشهيد، ولأنه من مضارة المتعاملين. ومنها:
التنبيه على المصالح والفوائد المترتبة على العمل بهذه الإرشادات الجليلة
وأن فيها حفظ الحقوق والعدل وقطع التنازع والسلامة من النسيان والذهول
ولهذا قال:
{ذلكم أقسط عند الله وأقوم للشهادة وأدنى ألا ترتابوا}؛ وهذه مصالح ضرورية للعباد. ومنها: أن تعلم
الكتابة من الأمور الدينية، لأنها وسيلة إلى حفظ الدين والدنيا وسبب
للإحسان. ومنها: أن من خصه الله بنعمة من النعم
يحتاج الناس إليها فمن تمام شكر هذه النعمة أن يعود بها على عباد الله وأن
يقضي بها حاجاتهم لتعليل الله النهي عن الامتناع عن الكتابة بتذكير الكاتب
بقوله: {كما علمه الله}؛ ومع هذا فمن كان في
حاجة أخيه كان الله في حاجته. ومنها: أن الإضرار
بالشهود والكتاب فسوق بالإنسان، فإن الفسوق هو الخروج عن طاعة الله إلى
معصيته، وهو يزيد وينقص ويتبعض،
ولهذا لم يقل فأنتم فساق أو فاسقون بل قال:
{فإنه فسوق بكم}؛ فبقدر خروج العبد عن طاعة
ربه فإنه يحصل به من الفسوق بحسب ذلك،
واستدل بقوله تعالى:
{واتقوا الله ويعلمكم الله}؛ أن تقوى الله
وسيلة إلى حصول العلم، وأوضح من هذا قوله تعالى:
{يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقاناً}؛ أي: علماً تفرقون به بين الحقائق والحق
والباطل. ومنها: أنه كما أنه من العلم النافع
تعليم الأمور الدينية المتعلقة بالعبادات فمنه أيضاً تعليم الأمور الدنيوية
المتعلقة بالمعاملات، فإن الله تعالى حفظ على العباد أمور دينهم ودنياهم،
وكتابه العظيم فيه تبيان كل شيء. ومنها: مشروعية
الوثيقة بالحقوق وهي الرهون والضمانات التي تكفل للعبد حصول حقه سواء عامل
برًّا أو فاجراً أميناً أو خائناً، فكم في الوثائق من حفظ حقوق وانقطاع
منازعات. ومنها: أن تمام الوثيقة في الرهن أن يكون
مقبوضاً، ولا يدل ذلك على أنه لا يصح الرهن إلا بالقبض بل التقييد بكون
الرهن مقبوضاً يدل على أنه قد يكون مقبوضاً تحصل به الثقة التامة وقد لا
يكون مقبوضاً فيكون ناقصاً. ومنها: أنه يستدل
بقوله:
(282) Ayat-ayat ini meliputi petunjuk Allah kepada
hamba-hambaNya dalam muamalah di antara mereka yaitu pemeliharaan hak-hak
mereka dengan cara-cara yang bermanfaat dan kemas-lahatan yang oleh
orang-orang yang ahli pikir pun tidak mampu memberikan sarannya yang lebih
baik dan lebih sempurna darinya, karena di dalamnya banyak sekali
faidah-faidahnya,
di antaranya: 1. Bolehnya
muamalah dalam bentuk hutang piutang, baik berupa hutang-hutang salam
[32]
atau pembelian barang yang harganya ditangguhkan, semua itu boleh
dilakukan, karena Allah تعالى telah mengabarkannya berkaitan dengan kaum
Mukminin, dan apa pun yang Allah kabarkan tentang kaum Mukminin, maka
sesungguhnya hal itu termasuk konsekuensi keimanan dan telah ditetapkan
juga hal itu oleh Allah Yang Mahakuasa. 2. Wajibnya menyebutkan tempo
pembayaran dalam seluruh transaksi hutang piutang dan masa penyewaan. 3.
Bahwasanya apabila tempo itu tidak diketahui, maka itu tidak halal, karena
itu
(sangat rentan) adanya tipu daya dan
berba-haya, maka hal itu termasuk dalam perjudian. 4. Allah تعالى
memerintahkan untuk mencatat
(dokumentasi) hutang
piutang. Perkara yang satu ini terkadang menjadi wajib yaitu apabila wajib
memelihara hak seperti milik seorang hamba yang wajib atasnya perwalian
contohnya harta anak yatim, wakaf, perwakilan, amanah, dan terkadang juga
mendekati wajib sebagaimana bila hak itu semata-mata milik seorang hamba.
Dan terkadang juga lebih berat kepada wajib dan terka-dang lebih berat
kepada sunnah, sesuai dengan kondisi yang dituntut untuk masalah itu. Dan
pada intinya pencatatan itu adalah merupakan perangkat yang paling besar
dalam men-jaga muamalah-muamalah yang tertangguhkan karena rentan terjadi
kelupaan dan kesalahan, dan sebagai tindakan pence-gahan dari orang-orang
yang tidak amanah yang tidak takut kepada Allah تعالى. 5. Perintah Allah
تعالى kepada juru tulis untuk menulis antara kedua pihak yang bermuamalah
itu dengan adil, ia tidak boleh condong kepada salah satu pihak karena
faktor keluarga misal-nya atau selainnya, atau memusuhi salah satunya
karena suatu dendam dan semacamnya. 6. Bahwasanya penulisan antara kedua
belah pihak yang ber-muamalah adalah di antara amal-amal yang paling utama
dan tindakan kebaikan kepada keduanya. Dalam pencatatan itu mengandung
pemeliharaan hak-hak keduanya dan melepaskan tanggung jawab dari keduanya
seperti yang diperintahkan oleh Allah. Maka hendaklah juru tulis mencari
pahala
(dengan profesinya) di antara manusia
dengan perkara-perkara ini agar mendapat keberuntungan dengan balasan
baiknya. 7. Hendaklah juru tulis mengetahui keadilan dan terkenal dengan
keadilan, karena bila dia tidak mengerti keadilan, pastilah dia tidak akan
bisa mewujudkannya, dan apabila keadilannya tidak diakui oleh orang banyak
dan tidak diridhai mereka maka pastilah pencatatan juga tidak akan diakui,
dan maksud yang diinginkan tidak akan terwujud yaitu pemeliharaan hak. 8.
Bahwasanya kesempurnaan dari pencatatan dan keadilan dalam muamalah itu
adalah bahwa juru tulis itu ahli dalam merangkai kata dan membuat kalimat
yang sesuai dalam se-gala macam muamalah sesuai dengan jenisnya, dan
kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat dalam hal ini memiliki peran
yang cukup besar. 9. Bahwasanya pencatatan itu di antara nikmat-nikmat
Allah terhadap hamba-hambaNya, di mana urusan-urusan agama dan
urusan-urusan dunia mereka tidak akan lurus kecuali dengannya. Dan
bahwasanya barangsiapa yang diajarkan oleh Allah penulisan, sesungguhnya
Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang besar, dan menjadi
kesempurnaan syukurnya terhadap nikmat Allah تعالى itu, agar dia memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hamba dengan pencatatan yang dilaku-kannya dan dia
tidak boleh menolak untuk menulis. Karena itu Allah berfirman, ﴾ وَلَا
يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ
﴿ "Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya." 10. Bahwasanya apa yang ditulis oleh juru tulis itu
merupakan pengakuan dari orang yang menanggung hak apabila dia mampu
merangkai kata tentang hak yang wajib atas dirinya tersebut. Namun
apabila ia tidak mampu akan hal itu karena umurnya yang masih kecil atau
kebodohannya, ketidakwa-rasannya, kebisuannya, atau ketidakmampuannya,
maka wali-nya harus melakukannya untuknya, dan walinya itu sebagai wakil
dirinya dalam hal tersebut. 11. Bahwasanya pengakuan itu adalah jalan
yang paling besar dalam menetapkan suatu hak, di mana Allah تعالى
memerintah-kan kepada juru tulis untuk menulis apa yang didiktekan oleh
orang yang menanggung hak orang lain. 12. Penetapan perwalian bagi
orang-orang yang tidak mampu seperti anak kecil, orang gila, orang
bodoh, dan semacamnya. 13. Bahwasanya seorang wali itu posisinya sama
seperti posisi orang yang diwalikannya dalam segala pengakuannya yang
berkaitan dengan hak-haknya. 14. Bahwasanya orang yang Anda percaya
dalam suatu muamalah dan Anda serahkan urusan itu kepadanya, maka
perkataannya dalam perkara itu dapat diterima, karena dia adalah
pengganti diri Anda, karena apabila wali itu untuk orang-orang yang
tidak mampu menempati posisi mereka, maka orang yang Anda jadikan wali
dengan pilihan Anda sendiri lalu Anda serahkan urusan itu kepadanya
adalah lebih utama diterima dan diakui perkataannya dan didahulukan
daripada perkataan Anda sendiri ketika terjadi perselisihan. 15.
Bahwasanya diwajibkan atas orang yang menanggung hak orang lain, apabila
mendiktekan kepada juru tulis agar bertak-wa kepada Allah dan tidak
berlaku curang terhadap hak yang ditanggungnya. Ia tidak mengurangi
jumlahnya atau sifatnya, atau syarat di antara syarat-syaratnya atau
ukuran di antara ukuran-ukurannya. Akan tetapi ia harus mengakui setiap
hal yang berkaitan dengan hak tersebut sebagaimana juga hal itu wajib
atas orang lain yang menanggung hak dirinya. Barang-siapa yang tidak
melaksanakan itu, maka ia termasuk orang-orang yang curang lagi
mengurangi (timbangan dan takaran). 16. Wajib
mengakui hak-hak yang nampak dan hak-hak yang ter-sembunyi, dan bahwa
hal itu adalah di antara karakter terbesar ketakwaan, sebagaimana
menolak pengakuan adalah di antara pembatal ketakwaan dan yang
menguranginya. 17. Petunjuk untuk mengadakan saksi dalam jual beli.
Apabila dalam hal hutang piutang, maka hukumnya adalah hukum pencatatan
sebagaimana yang telah lalu. Karena penulisan itu adalah pencatatan
kesaksian. Apabila jual beli itu adalah jual beli tunai, maka seyogyanya
ada saksi padanya dan tidak berdosa bila meninggalkan penulisan karena
banyaknya dan adanya kesulitan untuk menulis
(semua kasus yang ada). 18. Petunjuk untuk
mengadakan saksi dua orang laki-laki yang adil, namun apabila tidak
memungkinkan atau tidak ada atau sulit, maka boleh satu laki-laki dan
dua wanita. Itu mencakup segala macam muamalah, transaksi obligasi dan
transaksi utang piutang dengan segala hal yang berkaitan dengannya,
se-perti syarat-syarat atau dokumen-dokumen atau semacamnya. Apabila ada
keberatan yang mengatakan bahwa terdapat riwayat shahih dari Rasulullah
ﷺ bahwa beliau memutuskan dengan satu saksi saja disertai sumpah,[33]
tetapi kenapa ayat yang mulia ini tidak menunjukkan kecuali hanya saksi
dua laki-laki atau satu laki-laki dan dua wanita? Dapat dijawab, bahwa
ayat yang mulia ini mengandung petunjuk Allah kepada hamba-hambaNya
untuk menjaga hak-hak mereka, oleh karena itu Allah mendatangkan padanya
jalan yang paling sempurna dan yang paling kuat, dan ayat ini juga tidak
mengandung hal yang meniadakan (menafikan) apa
yang disebutkan oleh Nabi ﷺ dengan menetapkan satu saksi yang disertai
sumpah. Masa-lah memelihara hak-hak, pada awal-awalnya Allah
mengarah-kan hambaNya untuk berhati-hati dan menjaga secara total.
Masalah ketetapan di antara kedua pihak yang bersengketa dipertimbangkan
dengan melihat segala hal yang membantu dan keterangan-keterangan yang
ada sesuai keadaan dan kon-disinya. 19. Bahwasanya kesaksian dua orang
wanita itu sebanding dengan satu laki-laki dalam hak-hak duniawi. Adapun
dalam perkara-perkara agama seperti periwayatan dan fatwa, maka seorang
wanita satu derajat (sama dengan) laki-laki.
Perbedaan antara dua perkara itu sangatlah jelas sekali. 20. Petunjuk
kepada hikmah di balik perbandingan kesaksian dua wanita dengan satu
laki-laki yang mana hal itu dikarenakan kelemahan daya ingat wanita pada
umumnya dan kuatnya daya ingat laki-laki. 21. Bahwasanya sekiranya
seorang saksi bila melupakan kesak-siannya namun saksi yang lainnya
mengingatkannya lalu dia teringat kembali, maka kelupaan itu tidaklah
mengapa bila dapat dihindarkan dengan adanya pengingatan tersebut,
ber-dasarkan Firman Allah, ﴾
أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ
﴿ "Supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya." Yang
lebih baik lagi adalah bila seorang saksi itu lupa kemudian dia bisa
mengingat kembali tanpa diingatkan oleh saksi lainnya, karena
sesungguhnya kesaksian itu intinya adalah keyakinan dan ilmu. 22.
Bahwasanya kesaksian itu harus dengan dasar ilmu dan keya-kinan, bukan
keraguan. Maka ketika terjadi keraguan pada se-orang saksi dalam
kesaksiannya walaupun berdasarkan dugaan terkuatnya, tidaklah halal
baginya untuk bersaksi kecuali dengan apa yang ia ketahui dengan yakin.
23. Bahwasanya seorang saksi itu tidak boleh menolak bila diminta untuk
bersaksi, baik saksi untuk membela atau untuk melawan, dan bahwasanya
menunaikan kesaksian itu adalah di antara amalan-amalan shalih yang
paling utama sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah dan
mengabarkan tentang manfaatnya dan berbagai kemaslahatannya. 24.
Bahwasanya tidaklah boleh memudaratkan juru tulis dan tidak juga saksi,
yaitu dengan dipanggil pada waktu-waktu yang memudaratkan mereka berdua.
Dan sebagaimana orang-orang yang memiliki hak dan orang-orang yang
saling bermuamalah itu dilarang merugikan para juru tulis maupun para
saksi, begitu pula juru tulis dan saksi tidak boleh merugikan
orang-orang yang memiliki hak maupun kedua pihak yang bermua-malah atau
salah satu pihak dari keduanya. Dalam hal ini bahwa saksi maupun juru
tulis bila terjadi kerugian pada mereka dalam hal penulisan maupun
kesaksian, maka kewajiban keduanya gugur. 25. Peringatan bahwasanya
orang-orang yang baik yang melaku-kan kebajikan, tidaklah halal
merugikan dan memberatkan mereka dengan suatu hal yang tidak mereka
sanggupi. Tidak-kah pahala kebajikan itu adalah kebajikan juga? Dan
demikian juga atas orang-orang yang melakukan kebajikan, agar
me-nyempurnakan kebaikan mereka dengan tidak merugikan, baik dengan
perkataan maupun dengan perbuatan terhadap orang-orang yang menjadi
obyek kebaikan mereka, karena sesungguhnya kebajikan itu tidaklah
sempurna kecuali dengan sikap tersebut. 26. Bahwasanya tidaklah halal
memungut biaya terhadap penu-lisan dan kesaksian, di mana kedua hal
tersebut hukumnya adalah wajib; karena hal itu adalah haq yang telah
diwajibkan oleh Allah atas saksi dan juru tulis, dan karena pungutan itu
merupakan tindakan merugikan kedua pihak yang bermua-malah. 27.
Peringatan terhadap kemaslahatan dan manfaat yang diakibat-kan oleh
pengamalan akan petunjuk yang mulia ini; bahwa dalam pengamalan tersebut
terdapat pemeliharaan hak, ke-adilan, menghilangkan perselisihan,
selamat dari kelupaan dan kebingungan. Karena itu Allah
berfirman,﴾
ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ
أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ
﴿ "Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menim-bulkan) keraguanmu" dan ini merupakan
kemaslahatan yang asasi bagi manusia. 28. Hendaklah diketahui bahwa
menulis (mencatat) adalah di antara
perkara-perkara agama, karena hal itu merupakan tin-dakan memelihara
agama dan dunia, dan merupakan sebab kebajikan. 29. Bahwasanya
barangsiapa yang diistimewakan oleh Allah de-ngan suatu nikmat dari
nikmat-nikmat Allah yang dibutuhkan manusia, maka menjadi kesempurnaan
kesyukuran terhadap nikmat itu adalah mengembalikan kenikmatan itu
kepada hamba-hamba Allah dan ia memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
dengannya. Karena Allah menyebutkan sebab dilarang-nya seorang juru
tulis menolak menjadi juru tulis dengan FirmanNya, ﴾
كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ
﴿ "Sebagaimana Allah mengajarkannya." Dan bersama itu, barangsiapa yang
memenuhi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah memenuhi kebutuhannya. 30.
Bahwasanya memudaratkan para juru tulis dan para saksi adalah tindakan
kefasikan terhadap manusia, karena kefasikan itu keluar dari ketaatan
kepada Allah kepada kemaksiatan kepadaNya, dan itu bertambah dan
berkurang serta bercabang-cabang. Oleh karena itu Allah tidak berfirman
"dan kalian adalah orang-orang yang fasik" akan tetapi Dia berfirman,
﴾
فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ
﴿ "Maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu." Maka
seberapa besar keluarnya seseorang dari ketaatannya kepada Allah,
sebesar itu pula kefasikan yang ada padanya. Dan dapat diambil sebagai
dalil Firman Allah, ﴾
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ
﴿ "Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu," bahwa bertakwa
kepada Allah merupakan jalan memperoleh ilmu, dan yang lebih jelas dari
ayat ini adalah FirmanNya تعالى, ﴾
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ
فُرۡقَانٗا ﴿ "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada
Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqan
(pembeda antara yang haq dengan yang batil)."
(Al-Anfal: 29), yakni,
ilmu yang dengannya kalian bisa membedakan antara segala hakikat,
kebenaran, dan kebatilan. 31. Bahwasanya sebagaimana ilmu yang bermanfaat
di antaranya adalah mengajarkan perkara-perkara agama yang berkaitan
dengan ibadah, begitu pula mengajarkan perkara-perkara duniawi yang
berkaitan dengan muamalah, karena Allah تعالى memelihara bagi
hamba-hambaNya segala perkara agama dan dunia mereka, dan kitabNya yang
agung merupakan penjelas segala sesuatu. 32. Disyariatkannya penulisan
dokumen berkaitan dengan hak-hak, yaitu penggadaian dan jaminan-jaminan
yang dibebankan kepada seseorang untuk memperoleh haknya, baik dia itu
pe-kerja yang baik atau jahat, terpercaya atau pengkhianat. Karena berapa
banyak sudah dokumen-dokumen telah memelihara hak dan menghilangkan
perselisihan. 33. Bahwasanya menjadi kesempurnaan dokumen dalam
pengga-daian adalah barang yang menjadi jaminan harus dipegang, sekalipun
itu tidaklah berarti bahwa penggadaian itu tidaklah sah kecuali dengan
dipegangnya
(jaminan), akan tetapi adanya
pembatasan dengan dipegangnya jaminan menunjukkan bahwa terkadang dengan
terjadi serah terima terjadilah kepercayaan yang sempurna dan terkadang
tidak sampai dipegang, sehingga menjadi kurang sempurna.
#
{283}
{فرهان مقبوضة}؛ أنه إذا اختلف الراهن
والمرتهن في مقدار الدين الذي به الرهن أن القول قول المرتهن صاحب الحق لأن
الله جعل الرهن وثيقة به فلولا أنه يقبل قوله في ذلك لم تحصل به الوثيقة
لعدم الكتابة والشهود. ومنها:
أنه يجوز التعامل بغير وثيقة ولا شهود لقوله:
{فإن أمن بعضكم بعضاً فليؤد الذي ائتمن أمانته}؛ ولكن في هذه الحال يحتاج إلى التقوى والخوف من الله وإلا فصاحب الحق
مخاطر في حقه ولهذا أمر الله في هذه الحال من عليه الحق أن يتقي الله ويؤدي
أمانته. ومنها: أن من ائتمنه معاملة فقد عمل معه
معروفاً عظيماً ورضي بدينه وأمانته فيتأكد على من عليه الحق أداء الأمانة
من الجهتين: أداء لحق الله وامتثالاً لأمره، ووفاء بحق صاحبه الذي رضي
بأمانته ووثق به. ومنها: تحريم كتم الشهادة وأن
كاتمها قد أثم قلبه الذي هو ملك الأعضاء، وذلك لأن كتمها كالشهادة بالباطل
والزور فيها ضياع الحقوق وفساد المعاملات والإثم المتكرر في حقه وحق من
عليه الحق. وأما تقييد الرهن بالسفر مع أنه يجوز حضراً وسفراً فللحاجة إليه
لعدم الكاتب والشهيد. وختم الآية بأنه عليم بكل ما يعمله العباد كالترغيب
لهم في المعاملات الحسنة والترهيب من المعاملات السيئة.
283- 1. Bahwasanya Firman Allah; ﴾ فَرِهَٰنٞ مَّقۡبُوضَةٞۖ
﴿ "Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang)," dapat dijadikan dalil
bahwasanya bila terjadi perselisihan antara pihak penggadai dengan pihak
yang memiliki piutang tentang jumlah hutang yang diambil dengan barang
jaminan, maka yang diterima perkataannya adalah orang yang memiliki
piutang yaitu pemilik hak, karena Allah menjadikan barang jaminan
sebagai bukti yang kuat, karena bila tidak diterima perkataannya dalam
hal itu, niscaya bukti itu tidak akan ada, karena tidak ada pencatatan
dan saksi-saksi. 2. Bahwasanya boleh bermuamalah tanpa adanya pencatatan
(dokumentasi) maupun saksi-saksi atas dasar
Firman Allah تعالى, ﴾
فَإِنۡ أَمِنَ بَعۡضُكُم بَعۡضٗا فَلۡيُؤَدِّ ٱلَّذِي ٱؤۡتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ
﴿ "Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya)." Namun dalam kondisi yang seperti ini
dibutuhkan sifat ketakwaan dan takut kepada Allah. Karena jika tidak
demikian, maka pemilik hak dalam posisi dapat dirugikan dalam haknya.
Karena itu, dalam kon-disi seperti ini Allah memerintahkan orang yang
menanggung hak orang lain untuk bertakwa kepada Allah dan menunaikan
amanat yang ditanggungnya. 3. Bahwasanya orang yang mempercayai orang yang
bermua-malah dengannya, maka sesungguhnya ia telah melakukan kebaikan yang
besar terhadapnya dan ia ridha terhadap agama dan amanahnya,
sehingga orang yang menanggung hak orang lain memiliki kewajiban yang
semakin kuat untuk menunaikan amanah itu dari dua sisi:
Pertama, penunaian hak Allah dan pelaksanaan perintah-perintahNya, dan
kedua, pemenuhan hak temannya yang telah meridhai amanahnya dan
mempercayai dirinya. 4. Haram menyembunyikan persaksian dan bahwa orang
yang melakukan itu hatinya benar-benar telah berdosa yang meru-pakan
pengendali dari seluruh anggota tubuh. Hal itu dikare-nakan menyembunyikan
hal tersebut adalah seperti persaksian dengan yang batil dan dusta, yang
mengakibatkan hilangnya hak-hak, rusaknya muamalah, dan dosa yang
berulang-ulang bagi orang tersebut dan orang yang menanggung hak orang
lain tersebut. Adapun dibatasinya penggadaian dengan bepergian
(musafir) padahal hal itu boleh saja dilakukan
saat mukim maupun beper-gian adalah karena kebutuhan akan hal tersebut dan
karena tidak adanya juru tulis maupun saksi. Dan Allah menutup ayat ini
de-ngan menyebut bahwa Dia Maha Mengetahui atas segala apa yang diperbuat
oleh para hamba, sebagai dorongan bagi mereka untuk bermuamalah yang baik
dan peringatan dari muamalah yang buruk.
{لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا
مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ
فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284)}
.
"Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan jika kamu menampakkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya dan
menyiksa siapa yang dikehendakiNya; dan Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu."
(Al-Baqarah: 284).
#
{284} يخبر تعالى بعموم ملكه لأهل السماء
والأرض وإحاطة علمه بما أبداه العباد وما أخفوه في أنفسهم، وأنه سيحاسبهم
به {فيغفر لمن يشاء} وهو المنيب إلى ربه
الأواب إليه، {إنه كان للأوابين غفوراً}؛
{ويعذب من يشاء} وهو المصر على المعاصي في
باطنه وظاهره، وهذه الآية لا تنافي الأحاديث الواردة في العفو عما حدَّث به
العبد نفسه ما لم يعمل أو يتكلم ، فتلك الخطرات التي تتحدث بها النفوس التي
لا يتصف بها العبد ولا يصمم عليها، وأما هنا فهي العزائم المصممة والأوصاف
الثابتة في النفوس، أوصاف الخير وأوصاف الشر،
ولهذا قال:
{ما في أنفسكم}؛ أي:
استقر فيها وثبت من العزائم والأوصاف. وأخبر أنه
{على كل شيء قدير}؛ فمن تمام قدرته محاسبة
الخلائق وإيصال ما يستحقونه من الثواب والعقاب.
(284) Allah تعالى mengabarkan tentang luasnya
kekuasaanNya terhadap penghuni langit maupun bumi, ilmuNya yang meliputi
segala apa yang ditampakkan oleh hamba-hambaNya maupun yang
disembunyikannya dalam hati mereka, dan bahwa Dia akan memberikan ganjaran
kepada mereka, ﴾ فَيَغۡفِرُ لِمَن يَشَآءُ
﴿ "maka Allah mengampuni siapa yang dikehendakiNya," yaitu orang yang
kembali kepada Rabbnya dan bertaubat kepadaNya, ﴾
فَإِنَّهُۥ كَانَ لِلۡأَوَّٰبِينَ غَفُورٗا 25
﴿ "Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang ber-taubat."
(Al-Isra`: 25). ﴾
وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُۗ
﴿ "Dan menyiksa siapa yang dikehendakiNya," yaitu orang yang terus
melakukan kemaksiatan, baik batiniyah maupun lahiriyahnya. Ayat ini
tidaklah bertentangan dengan hadits-hadits yang diriwayatkan tentang
ampunan terhadap hal yang masih terbersit dalam hati seorang hamba yang
belum melakukan dan membicarakannya,[34] maka
itu adalah bisikan-bisikan hati yang ter-bersit dalam jiwa yang tidak
merupakan sifat seorang hamba dan tidak dibentuk atasnya. Adapun dalam
konteks ayat ini adalah tekad yang bulat dan sifat yang mantap dalam
jiwa; sifat yang baik maupun kehendak yang buruk. Oleh karena itu Allah
berfirman, ﴾
مَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ
﴿ "Apa yang ada dalam hatimu," artinya, yang tetap pada-nya dan
terpatri, baik tekad atau sifat mantap, dan Allah mengabar-kan
bahwasanya Dia ﴾
عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ﴿ "Mahakuasa atas segala sesuatu." Maka di
antara kesempurnaan KuasaNya adalah mengadili para makhluk dan memberikan
kepada mereka apa yang berhak mereka dapatkan dari pahala maupun siksaan.
{آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ
وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
(285) لَا {يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا
تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا
وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى
الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)}
.
"Rasul telah beriman kepada al-Qur`an yang diturunkan ke-padanya dari
Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada
Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya.
(Mereka mengatakan), 'Kami tidak membeda-bedakan
antara seseorang pun
(dengan yang lain) dari
rasul-rasulNya,' dan mereka mengatakan, 'Kami dengar dan kami taat.'
(Mereka berdoa), 'Ampunilah kami ya Rabb kami, dan
ke-padaMu-lah tempat kembali.' Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala
(dari kebajikan) yang diusahakannya dan dia
mendapat siksa
(dari kejahatan) yang
dikerjakannya.
(Mereka berdoa), 'Ya Rabb kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maaf-lah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkau-lah Penolong
kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'."
(Al-Baqarah: 285-286).
#
{285 ـ 286} ثبت عنه - صلى الله عليه وسلم -
أن من قرأ هاتين الآيتين في ليلة كفتاه ؛ أي: من
جميع الشرور، وذلك لما احتوتا عليه من المعاني الجليلة،
فإن الله أمر في أول هذه السورة الناس بالإيمان بجميع أصوله في
قوله:
{قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا}؛ الآية،
وأخبر في هذه الآية أن الرسول - صلى الله عليه وسلم - ومن معه من المؤمنين
آمنوا بهذه الأصول العظيمة وبجميع الرسل وجميع الكتب، ولم يصنعوا صنيع من
آمن ببعض وكفر ببعض كحالة المنحرفين من أهل الأديان المنحرفة. وفي قرن
المؤمنين بالرسول - صلى الله عليه وسلم - والإخبار عنهم جميعاً بخبر واحد
شرف عظيم للمؤمنين، وفيه أنه - صلى الله عليه وسلم - مشارك للأمة في توجه
الخطاب الشرعي له وقيامه التام به وأنه فاق المؤمنين بل فاق جميع المرسلين
في القيام بالإيمان وحقوقه. وقوله:
{وقالوا سمعنا وأطعنا}؛ هذا التزام من
المؤمنين عام لجميع ما جاء به النبي - صلى الله عليه وسلم - من الكتاب
والسنة، وأنهم سمعوه سماع قبول وإذعان وانقياد. ومضمون ذلك تضرعهم إلى الله
في طلب الإعانة على القيام به وأن الله يغفر لهم ما قصروا فيه من الواجبات
وما ارتكبوه من المحرمات، وكذلك تضرعوا إلى الله في هذه الأدعية النافعة،
والله تعالى قد أجاب دعاءهم على لسان نبيه - صلى الله عليه وسلم -
فقال:
«قد فعلت». فهذه الدعوات مقبولة من مجموع المؤمنين
قطعاً ومن أفرادهم إذا لم يمنع من ذلك مانع في الأفراد، وذلك أن الله رفع
عنهم المؤاخذة في الخطأ والنسيان وأن الله سهل عليهم شرعه غاية التسهيل،
ولم يحملهم من المشاق والآصار والأغلال ما حمله على من قبلهم، ولم يحملهم
فوق طاقتهم، وقد غفر لهم ورحمهم ونصرهم على القوم الكافرين. فنسأل الله
تعالى بأسمائه وصفاته وبما منَّ به علينا من التزام دينه أن يحقق لنا ذلك
وأن ينجز لنا ما وعدنا على لسان نبيه، وأن يصلح أحوال المؤمنين. ويؤخذ من
هذا قاعدة التيسير ونفي الحرج في أمور الدين كلها، وقاعدة العفو عن النسيان
والخطأ في العبادات وفي حقوق الله تعالى، وكذلك في حقوق الخلق من جهة رفع
المأثم وتوجيه الذم، وأما وجوب ضمان المتلفات خطأً أو نسياناً في النفوس
والأموال فإنه مرتب على الإتلاف بغير حق، وذلك شامل لحالة الخطأ والنسيان
والعمد. تم تفسير سورة البقرة. ولله الحمد والثناء. وصلى الله على محمد
وسلم.
(285-286) Terdapat riwayat shahih dari Nabi ﷺ
bahwa barangsiapa yang membaca dua ayat ini pada malam hari, maka itu
cukuplah baginya,
[35] yakni dari segala kejahatan
(keburukan). Hal itu karena kedua ayat ini
meliputi makna-makna yang agung. Allah تعالى telah memerintahkan manusia
dalam awal surat ini untuk beriman dengan segala pokok-pokok dalam
FirmanNya, ﴾ قُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيۡنَا
﴿ "Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), 'Kami
beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami'."
(Al-Baqarah: 136). Allah
mengabarkan dalam ayat ini bahwasanya Rasulullah ﷺ dan orang-orang yang
bersamanya dari kaum Mukminin telah beriman kepada pokok-pokok yang
agung ini; kepada seluruh Rasul dan seluruh kitab-kitab, dan mereka
tidak melakukan seperti perbuatan orang-orang yang beriman dengan
sebagian dan meng-ingkari sebagian lainnya, seperti kondisi orang-orang
yang menyim-pang dari pemeluk-pemeluk agama lain yang tersesat.
Dirangkai-nya secara urut kaum Mukminin dengan Rasulullah ﷺ dan
disebut-nya mereka semua dengan satu kabar saja, merupakan kemuliaan
yang besar bagi kaum Mukminin. Ayat ini juga menunjukkan bahwa
Rasulullah ﷺ sama dengan umatnya dalam hal sebagai sasaran perintah
syar'i, pelaksanaan beliau yang sempurna dan bahwasanya beliau itu lebih
tinggi dari kaum Mukminin -bahkan lebih tinggi dari seluruh Rasul- dalam
pelaksanaan keimanan dan hak-haknya. Dan FirmanNya, ﴾
وَقَالُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ ﴿ "Dan mereka mengatakan, 'Kami dengar
dan kami taat'." Konsistensi kaum Mukminin ini adalah umum terhadap semua
yang dibawa oleh Nabi ﷺ dari al-Qur`an dan as-Sunnah. Dan bahwasanya
mereka mendengar beliau dengan maksud penerimaan, ketundukan, dan
kepatuhan. Kandungan dari itu adalah penghambaan mereka terhadap Allah
dalam rangka memohon pertolongan untuk melaksanakannya dan bahwasanya
Allah mengampuni mereka atas kelalaian mereka dari kewajiban-kewajiban dan
apa yang mereka kerjakan dari hal-hal yang diha-ramkan. Mereka juga
menghambakan diri kepada Allah dalam doa-doa yang penuh manfaat tersebut,
dan Allah تعالى telah memenuhi doa mereka melewati lisan Nabi mereka ﷺ
yang bersabda
(dalam sebuah hadits Qudsi), قَدْ فَعَلْتُ.
"Sungguh Aku telah melakukannya."
[36] Doa-doa ini
akan diterima dari seluruh kaum Mukminin secara pasti, dan juga dari
pribadi-pribadi mereka apabila tidak ada penghalang dari hal itu pada
pribadi-pribadi tersebut. Hal itu bahwa Allah menggugurkan siksaan mereka
dari kesalahan dan kelupaan, dan bahwa Allah memudahkan bagi mereka
syariat-syariatNya dengan sangat mudah, di mana Allah tidak memberat-kan
mereka dengan kesulitan, beban-beban, dan tambahan-tam-bahan seperti yang
diberikan kepada orang-orang sebelum mereka. Allah tidak memberatkan
mereka melebihi dari kemampuan me-reka. Allah juga telah mengampuni
mereka, merahmati, dan mem-bela mereka dari orang-orang kafir. Maka kita
memohon kepada Allah تعالى dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya dan
dengan segala yang dikaruniakannya kepada kita berupa sikap konsisten kita
kepada agamaNya agar Dia merealisasikan hal itu buat kita dan agar Allah
membuktikan kepada kita dari apa yang telah Dia janjikan kepada kita
melewati lisan NabiNya, dan agar Dia mem-perbaiki kondisi kaum Mukminin.
Dari hal ini dapat diambil kaidah "kemudahan dan tidak ada-nya rasa
sungkan
(sulit) dalam seluruh perkara-perkara
Agama," dan kaidah "ampunan dari kelupaan dan kesalahan dalam perkara
ibadah dan terhadap hak-hak Allah تعالى dan demikian juga terhadap hak-hak
makhluk dari segi menggugurkan dosa dan tidak men-dapat celaan." Adapun
wajibnya menjamin kerusakan-kerusakan yang terjadi atas dasar
ketidaksengajaan dan kelalaian terhadap jiwa dan harta, maka sesungguhnya
hal itu diakibatkan tindakan pengrusakan tanpa hak, yang disengaja ataupun
tidak, atau dika-renakan kelalaian. Selesai tafsir Surat al-Baqarah,
segala puji dan sanjungan hanya bagi Allah تعالى, dan shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ.